Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable),
sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat
dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang
menyebabkan makanan tersebut tidak dapat diterima lagi oleh konsumen.
Kerusakan atau kebusukan makanan dapat terjadi akibat aktivitas mikrobia
maupun aktivitas enzim yang ada pada bahan makanan tersebut, selain itu
perubahan secara fisika-kimia juga dapat memengaruhi kebusukan makanan.
Masalah tersebut menyebabkan berbagai metode pengawetan pangan
dilakukan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan.
Dewasa ini, isu mengenai keamanan pangan terkait dengan adanya bahan
tambahan pangan (BTP), khususnya pengawet, menjadi semakin diperhatikan.
Penggunaan bahan pengawet memiliki keuntungan dan kerugian. Di satu sisi
dengan adanya pengawet, bahan makanan dapat dibebaskan dari aktivitas
mikrobia baik yang bersifat patogen maupun yang menyebabkan kerusakan
bahan pangan. Bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang
merupakan bahan asing yang akan masuk bersama makanan. Penggunaan
bahan pengawet bila dosisnya tidak diatur, akan menimbulkan kerugian bagi
pemakainya baik secara langsung maupun yang bersifat akumulatif.
Pengawetan pangan umumnya bertujuan untuk memperpanjang umur
simpan bahan pangan, menghambat pembusukan dan menjamin mutu awal
bahan pangan agar dapat terjaga selama mungkin. Beberapa zat pengawet
juga dapat berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri, seperti
penambahan nitrit agar olahan daging tampak berwarna merah segar.
Tampilan yang menarik biasanya membuat konsumen tertarik untuk membeli.

1
Penggunaan senyawa pengawet di dalam makanan sering sekali tidak
dapat dihindari karena berbagai alasan seperti menjaga kesegaran makanan,
menghambat pertumbuhan organisme, memelihara warna bahan makanan,
dan untuk menjaga kualitas makanan dalam penyimpanan dalam jangka
waktu tertentu. Penggunaan bahan pengawet alami sudah menjadi pilihan
yang banyak dilakukan saat ini dengan alasan, untuk keamanan kesehatan dan
keamanan lingkungan. Akan tetapi, penggunaan senyawa anorganik dan
organik juga ada yang dipergunakan sebagai bahan pengawet, dan umumnya
sudah diberikan batas aman (toleransi) bagi keberadaan senyawa tersebut
sebagai pengawet makanan dan minuman.
Permasalahan yang dihadapi adalah seringnya ditemukan bahan pengawet
yang dimasukkan dan ditambahkan ke dalam makanan bukan sebagai bahan
pengawet yang aman sehingga sangat berpotensi terhadap timbulnya penyakit
yang diakibatkan oleh toksisitas senyawa pengawet tersebut terhadap
kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa tujuan pengawetan?


2. Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan makanan?
3. Apa permasalahan gizi yang dihadapi dalam pengolahan dan pengawetan
bahan makanan?
4. Bagaimana upaya pengolahan dan pengawetan bahan makanan dalam
mempertahankan tekstur rasa, dan nilai gizi yang terkandung didalamnya?

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan


bahan makanan yang ideal sekaligus implementasinya.
2. Untuk mengetahui berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat
dalam pengolahan dan pengawetan bahan makanan.
3. Untuk mengetahui strategi dan upaya dalam mengatasi permasalahan gizi
dalam pengolahan dan pengawetan makanan.

2
4. untuk mengetahui berbagai bahan tambahan makanan (BTM) yang aman
digunakan dalam pengolahan dan pengawetan makanan.
5. untuk mengetahui pengaruh bahan aditif makanan terhadap kesehatan
masyarakat.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tujuan Pengawetan

Dalam kehidupan sehari-hari, sering dijumpai kerusakan bahan pangan


baikakibat aktivitas mikroorganisme maupun proses oksidasi. Sebagai contoh
susu menjadi basi, roti berjamur, pembusukan pada daging, sayur melunak serta
ketengikan padamakanan yang mengandung lemak dan minyak.
Contoh tersebut merupakan bentuk bentuk kerusakan makanan yang
disebabkan mikroorganisme patogen, yang dapat dikenali dengan :
 Berjamur
Terdapat di bagian luar permukaan makanan yang tercemar akibat adanya
kapanganaerob.Makanan menjadi lekat, berbulu dan berwarna sebagai hasil
produksimiselium dan spora kapang.
 Pembusukan (rots)
Rusaknya bahan pangan menjadi lunak dan berair yang disebabkan oleh
rusaknyastruktur jaringan bahan pangan tersebut.
 Berlendir
Tumbuhnya lendir pada permukaan makanan, umumnya disebabkan oleh
pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan makanan yang basah
sehinggaterjadi perubahan flavor, bau yang menyimpang, atau pembentukan
lendir darimakanan tersebut.
 Perubahan warna
Terjadinya perubahan pigmen dari bahan pangan akibat terbentuknya
kolonimikroorganisme.
 Berlendir kental seperti tali (ropiness)
Perubahan pada makanan yang disebabkan terbentuknya kista pada
permukaanmakanan tersebut.

4
 Kerusakan fermentatif
Kerusakan ini biasa ditandai dengan perubahan flavor dan pembentukan gas
padamakanan hasil fermentasi.
 Pembusukan bahan-bahan berprotein (putrefraction)
Dekomposisi anaerobik protein menjadi peptida atau asam amino
mengakibatkanbau busuk pada makanan, akibat terbentuknya amonia, hidrogen
sulfida, amin dansenyawa bau lainnya.

Faktor Utama Penyebab Kerusakan Pangan

 Pertumbuhan dan aktifitas  kadar air;


mikroba;  udara (oksigen);
 aktifitas enzim-enzim di  sinar;
dalam bahan pangan;  waktu
 serangga parasit dan tikus;
 suhu (pemanasan dan
pendinginan);

Tujuan pengawetan pangan adalah untuk mencegah terjadinya perubahan-


perubahan yang tidak diinginkan pada bahan pangan ataupun produk pangan
seperti misalnya, penurunan nilai gizi dan mutu sensori bahan pangan, dengan
cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme, mengurangi terjadinya
perubahan-perubahan kimia, fisik dan fisiologis alami yang tidak diinginkan,
serta mencegah terjadinya kontaminasi

2.2 Teknik Pengolahan dan Pengawetan Bahan Pangan

1. Pengawetan makanan secara Biologi

 Fermentasi

Pengawetan secara biologis, misalnya peragian (fermentasi) adalah proses


produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara

5
umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi,
terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi
dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil
fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa
komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan
aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi
untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.
Contoh makanan dengan pengawetan fermentasi adalah yoghurt, mengawetkan
susu dengan cara fermentasi menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus. Aktivitas fermentasi dari kedua spesies bakteri
tersebut dapat menurunkan pH susu sapi, sehingga dapat menghambat aktivitas
bakteri proteilitik yang bersifat tidak asam. Lactobacillus bulgaricus ini hidup
dari “memakan” laktosa (gula susu) dan mengeluarkan asam laktat. Asam ini
sekaligus mengawetkan susu dan mendegradasi laktosa (gula susu). Asam laktat
yang dihasilkan selama proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan kapang
dan khamir.

2. Pengawetan makanan secara Kimia

 Penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula

Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan


bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa
sedap, manis. Contoh beberapa jenis zat kimia: cuka, asam asetat, fungisida,
antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth
regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca
panen untuk memperpanjang kesegaran masa pemasaran. Nitogen cair sering
digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan
kesegaran dan rasanya yang nyaman.

Pengawetan bahan makanan secara kimia menggunakan bahan-bahan


kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam

2
propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga
termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam
makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan
dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat
menghambat berkembang biaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang,
bakteri, dan ragi.

 Pengasaman

Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara


diberi asam dengan tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH
(mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan jalan
penambahan asam secara langsung misalnya asam propionate, asam sitrat, asam
asetat, asam benzoat dll atau penambahan makanan yang bersifat asam seperti
tomat. Contoh produk yang dihasilkan melalui pengasaman acar/khimchi.

Acar pada dasarnya terbuat dari sayur-sayuran yang di tambahkan asam


cuka untuk pengawetan. Mikroba yang dapat merusak makanan tidak dapat hidup
pada makanan. Karena adanya asam cuka menyebabkan konsentrasi menjadi
tinggi, terjadinya difusi osmosis sehingga mikroba akan mati.

 Pengasinan
Cara ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai
garam dapur untuk mengawetkan makanan. Teknik ini disebut juga dengan
sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat
perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk
makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan
dengan pengeringan.

Penggaraman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara


memberi garam dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan
enzim-enzim khususnya yang merusak daging dan ikan. Selain itu penggaraman

3
mengakibatkan cairan yang ada dalam tubuh ikan mengental serta kadar
proteinnya menggumpal dan daging ikan mengkerut.

Proses penggaraman biasanya diikuti oleh proses pengeringan untuk


menurunkan lebih lanjut kadar air yang ada dalam daging ikan, proses
penggaraman dipengaruhi oleh ukuran butiran garam (ukuran yang baik 1 – 5
mm), ukuran ikan (semakin besar ikan semakin banyak garam yang dibutuhkan)
dan kemurnian garam (garam yang baik adalah garam murni/Nacl).

 Pemanisan
Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan
pada medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40%
untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70%
maka dapat mencegah kerusakan makanan.

Penambahan gula adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan


cara pemberian gula dengan tujuan untuk mengawetan karena air yang ada akan
mengental pada akhirnya akan menurunkan kadar air dari bahan pangan tersebut.
Konsentrasi gula yang ditambahkan minimal 40% padatan terlarut sedangkan di
bawah itu tidak cukup untuk mencegah kerusakan karena bakteri, apabila produk
tersebut disimpan dalam suhu kamar atau normal (tidak dalam suhu rendah).
Contoh makanan dengan pengawetan pemanisan adalah manisan buah.

Manisan buah adalah buah-buahan yang direndam dalam larutan gula


selama beberapa waktu. Teknologi membuat manisan merupakan salah satu cara
pengawetan makanan yang sudah diterapkan sejak dahulu kala. Perendamanan
manisan akan membuat kadar gula dalam buah meningkat dan kadar airnya
berkurang. Keadaan ini akan menghambat pertumbuhan mikroba perusak
sehingga buah akan lebih tahan lama.

Pada awalnya manisan dibuat dengan merendam pada larutan gula hanya
untuk mengawetkan. Ada beberapa buah yang hanya dipanen pada musim-musim
tertentu. Saat musim itu, buah akan melimpah dan kelebihannya akan segera
membusuk apabila tidak segera dikonsumsi. Untuk itu manusia mulai berpikir

4
untuk mengawetkan buah dengan membuat manisan. Manisan juga dibuat dengan
alasan memperbaiki cita rasa buah yang tadinya masam menjadi manis.

3. Pengawetan makanan secara Fisika

 Pengeringan

Mikroorganisme menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung


air. Jadi teknik pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan kadar air
serendah mungkin dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya.
Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi mudah proses
pembusukan makanan. Proses pengeringan akan mengeluarkan air dan
menyebabkan peningkatan konsentrasi padatan terlarut didalam bahan makanan.
Kondisi ini akan meningkatkan tekanan osmotik di dalam bahan, sehingga
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju reaksi kimia
maupun enzimatis.

Pengeringan adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara


dijemur atau dioven dengan tujuan untuk mengawetkan makanan dengan jalan
menurunkan kadar air/aktivitas air (aw) sampai kadar 15% – 20% karena bakteri
tidak dapat tumbuh pada nilai aw dibawah 0,91 dan jamur tidak dapat tumbuh
pada aw dibawah 0,70 – 0,75. Makanan yang dikeringkan mengandung nilai gizi
yang rendah karena vitamin-vitamin dan zat warna rusak, akan tetapi kandungan
protein, karbohidrat, lemak dan mineralnya tinggi.

Pada umunya bahan makanan yang dikeringkan berubah warnanya


menjadi coklat yang disebut reaksi browning (pencoklatan). Reaksi ini dapat
dibatasi dengan menambahkan belerang yang bersifat pemucat, juga dapat
mengurangi jumlah mikroba dan menonatifkan enzim yang dapat menyebabkan
browning. Belerang ini dapat menimbulkan karat pada kaleng, sehingga produk
pangan yang diolah dengan belerang sebaiknya dikemas menggunakan kemasan
gelas atau plastik. Contoh produk dari hasil pengeringan yaitu dendeng ikan
(dalam pengolahannya mengalami proses curing/penambahan bumbu yang
bertujuan untuk mengawetkan, memperbaiki rasa, warna dan kekerasan daging.

5
Pengawetan makanan dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang.
Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya
penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (< 20°C), pengeluaran sebagian air
bahan, perlakuan panas ringan, mengurangi keberadaan udara, penggunaan
pengawet dalam konsentrasi rendah.

Penanganan aseptis merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan


mencegah masuknya kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan
makanan, atau mencegah terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama.
Penanganan produk dilakukan untuk mencegah kerusakan produk yang bisa
menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami dan
masuknya mikroorganisme. Adapun keuntungan dan kerugian dari pengawetan
dengan cara dikeringkan yaitu:

Keuntungan dari pengeringan bahan makanan :

 Bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil
sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutran dan
pengepakan.
 Berat bahan menjadi berkurang sehingga memudahkan transport.
 Biaya produksi menjadi lebih murah
 Kerugian dari pengeringan bahan makanan:
 Sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah misalnya :
bentuknya, sifat-sifat, fisik dan kimianya, penurunan mutu dan lain-lain.
 Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai
misalnya harus dibasahkan kembali (rehidratasi) sebelum digunakan

 Pemanasan.
a. Pemanasan dengan suhu rendah

Blansir (Blanching)

Blansir adalah proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari
1000C selama beberapa menit dengan menggunakan air panas atau uap air panas.

6
Contoh blansir misalnya mencelupkan sayuran atau buah di dalam air mendidih
selama 3 sampai 5 menit atau mengukusnya selama 3 sampai 5 menit. Tujuan
blansir terutama adalah untuk menginaktifkan enzim yang terdapat secara alami di
dalam bahan pangan, misalnya enzim polifenolase yang menimbulkan
pencoklatan.

Blansir umumnya dilakukan jika bahan pangan akan dibekukan atau


dikeringkan. Sayuran hijau yang diberi perlakuan blansir sebelum dibekukan atau
dikeringkan mutu warna hijaunya lebih baik dibandingkan dengan sayuran yang
tidak diblansir terlebih dahulu. Dalam pengalengan sayuran dan buah-buahan
blansir juga bertujuan untuk menghilangkan gas dari dalam jaringan tanaman,
melayukan jaringan tanaman agar dapat masuk dalam jumlah lebih banyak dalam
kaleng, menghilangkan lendir dan memperbaiki warna produk.

Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan tujuan untuk


membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab
penyakit TBC, disentri, diare dan penyakit perut lain. Panas yang diberikan pada
pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri-bakteri patogen tersebut,
misalnya pasteurisasi susu harus dilakukan pada suhu 600C selama 30 menit.
Pada suhu 600C selama 30 menit setara dengan pemanasan pada suhu 720C
selama 15 detik. Pasteurisasi yang terakhir ini sering disebut dengan proses HTST
(High Temperature Short Time) atau pasteurisasi dengan suhu tinggi dalam waktu
singkat. Disamping pada produk susu, pasteurisasi juga umumnya dilakukan pada
produk sari buah-buahan asam.

Satu hal yang penting adalah pasteurisasi hanya bakteri patogen saja yang
dibunuh, sedangkan bakteri lain yang lebih tahan panas bisa saja masih terdapat
hidup dalam bahan pangan yang dipasteurisasi. Dengan demikian, meskipun
bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tetapi jika tumbuh di dalam produk
pangan dapat menyebabkan kerusakan/kebusukan. Oleh karena itu, produk-
produk yang sudah dipasteurisasi harus disimpan di lemari es sebelum digunakan

7
dan tidak boleh berada pada suhu kamar karena sebagian mikroba yang masih
hidup dapat melangsungkan pertumbuhannya. Di dalam lemari es masa simpan
produk pasteurisasi seperti keju yang terbuat dari susu atau sari buah umumnya
hanya 2 minggu.

b. Pemanasan dengan suhu tinggi

Sterilisasi

Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan


pangan yang sifatnya tidak asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan berasam
rendah. Yang tergolong bahan pangan berasam rendah adalah bahan pangan yang
memiliki pH lebih besar dari 4,5, misalnya seluruh bahan pangan hewani seperti
daging, susu, telur dan ikan, beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung.

Bahan pangan berasam rendah memiliki resiko untuk mengandung spora


bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan toksin mematikan jika
tumbuh di dalam makanan kaleng. Oleh karena itu, spora ini harus dimusnahkan
dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan
pada suhu di atas 1000C, umumnya sekitar 121,10C dengan menggunakan uap air
selama waktu tertentu dengan tujuan untuk memusnahkan spora bakteri patogen
termasuk spora bakteri Clostridium botulinum. Dengan demikian, sterilisasi
komersial ini hanya digunakan untuk mengolah bahan pangan berasam rendah di
dalam kaleng, seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng. Susu steril dalam
kotak adalah contoh produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial. Tetapi
prosesnya berbeda dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak diproses dengan
pengemasan aseptik yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu dimana produk susu
yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disterilkan dalam
lingkungan yang juga aseptik. Proses pengemasan aseptik umumnya digunakan
untuk sterilisasi komersial produk-produk yang bentuknya cair.

Pemanasan pada suhu tinggi contohnya adalah pengalengan pangan.


Dalam proses ini, suhu dan waktu proses ditetapkan sedemikian rupa sehingga

8
kombinasinya dapat membunuh spora bakteri yang paling tahan panas. Tidak seua
bahan pangan membutuhkan panas yang sama untuk sterilisasi, tergantung pada
jenis pangannya, wadah yang digunakan dan isi kalengnya apakah mengandung
banyak cairan atau tidak. Pemanasan pada suhu tinggi yang dilakukan bersama-
sama dengan pengemasan yang bisa mencegah rekontaminasi, dapat
menghambat/merusak mikroorganisme dan enzim.

c. Pengeluaran udara

Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga


mencegah berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh
oksigen, juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerobik.

d. Pendinginan

Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal karena sering digunakan
oleh masyarakat umum di desa dan di kota. Konsep dan teori dari sistem
pendinginan adalah memasukkan makanan pada tempat atau ruangan yang
bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan makanan atau minuman bisa dengan
memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh di
wadah yang berisi es.

Biasanya para nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk


mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Di rumah-rumah biasanya menggunakan
lemari es untuk mengawetkan sayur, buah, daging, sosis, telur, dan lain
sebagainya. Suhu untuk mendinginkan makanan biasanya bersuhu 150C.
Sedangkan agar tahan lama biasanya disimpan pada tempat yang bersuhu 0
sampai -4 derajat celsius.

e) Pengalengan

Pengalengan merupakan penerapan dari pengawetan dengan


mempergunakan suhu tinggi. Pengalengan ini ditemukan pertama kali oleh
Nicholas Appert untuk memenuhi keinginan Napoleon agar makanan yang
dikirimkan untuk tentaranya yang berada jauh tidak lekas membusuk. Kemudian

9
disusul dengan penggunaan tabung uap yang memberikan kemungkinan untuk
menambah atau menaikkan suhu serta mempercepat waktu pemrosesan dengan
hasil yang lebih baik. Sistem yang satu ini memasukkan makanan ke dalam
kaleng alumunium atau bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia sebagai
pengawet seperti garam, asam, gula dan sebagainya. Bahan yang dikalengkan
biasanya sayur-sayuran, daging, ikan, buah-buahan, susu, kopi, dan banyak lagi
macamnya. Tehnik pengalengan termasuk paduan teknik kimiawi dan fisika.
Teknik kimia yaitu dengan memberi zat pengawet, sedangkan fisika karena
dikalengi dalam ruang hampa udara.

Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang,


dilakukan dengan melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan
pH dan penggunaan suhu tinggi (sterilisasi). Juga penting diperhatikan
penggunaan atau wadah (container) dan kemasan yang dapat melindungi produk
dari mikroorganisme untuk menghindari terjadinya rekontaminasi selama
penyimpanan.

f) Iradiasi

Iradiasi pangan adalah suatu teknik pengawetan pangan dengan


menggunakan radiasi ionisasi secara terkontrol untuk membunuh serangga,
kapang, bakteri, parasit atau untuk mempertahankan kesegaran bahan pangan.
Sinar gamma, sinar x, ultra violet dan elektron yang dipercepat (accelerated
electron) memiliki cukup energi untuk menyebabkan ionisasi. Pangan diiradiasi
dengan berbagai tujuan: menghambat pertunasan (sprouting, misalnya pada
kentang), membunuh parasit Trichinia (daging babi), mengontrol serangga dan
meningkatkan umur simpan (sayur dan buah), sterilisasi (rempah), mengurangi
bakteri patogen (daging). Iradiasi merupakan proses ‘dingin’ (tidak melibatkan
panas) sehingga hanya menyebabkan sedikit perubahan penampakan secara fisik
dan tidak menyebabkan perubahan warna dan tekstur bahan pangan yang
diiradiasi. Perubahan kimia yg mungkin terjadi adalah penyimpangan flavor dan
pelunakan jaringan. Selama proses iradiasi, produk pangan menyerap radiasi.
Radiasi akan memecah ikatan kimia pada DNA dari mikroba atau serangga

10
kontaminan. Organisme kontaminan tidak mampu memperbaiki DNAnya yang
rusak sehingga pertumbuhannya akan terhambat. Pada iradiasi pangan, dosis
iradiasi tidak cukup besar untuk menyebabkan pangan menjadi radioaktif.

Tabel 1. Penerapan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan

Tujuan Dosis (kGy) Produk

Dosis rendah (s/d 1 KGy) 0,05 – 0,15 Kentang, bawang putih,


bawang bombay, jahe,
Pencegahan pertunasan 0,15 – 0,50
Serealia, kacang-kacangan,
Pembasmian serangga dan 0,50 – 1,00
buah segar dan kering, ikan,
parasit
daging kering

Perlambatan proses fisiologis


Buah dan sayur segar

Dosis sedang (1- 10 kGy) 1,00 – 3,00 Ikan, arbei segar

Perpanjangan masa simpan 1,00 – 7,00 Hasil laut segar dan beku,
daging unggas segar/beku
Pembasmian mikroorganisme 2,00 – 7,00
perusak dan patogen Anggur(meningkatkan sari),
sayuran kering (mengurangi
Perbaikan sifat teknologi
waktu pemasakan)
pangan

Dosis tinggi1 (10 – 50 kGy) 10 – 50 Daging, daging unggas,


hasil laut, makanan siap
Pensterilan industri
hidang, makanan steril

Pensterilan bahan tambahan


makanan tertentu dan
komponennya

11
Hanya digunakan untuk tujuan khusus. Komisi Codex Alimentarius Gabungan
FAO/WHO belum menyetujui penggunaan dosis ini Hasil penelitian mengenai
efek kimia iradiasi pada berbagai macam bahan pangan hasil iradiasi (1 – 5 kGy)
belum pernah ditemukan adanya senyawa yang toksik. Pengawetan makanan
dengan menggunakan iradiasi sudah terjamin keamanannya jika tidak melebihi
dosis yang sudah ditetapkan, sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh
FAO-WHO-IAEA pada bulan november 1980. Rekomendasi tersebut
menyatakan bahwa semua bahan yang diiradiasi tidak melebihi dosis 10 kGy
aman untuk dikonsumsi manusia.

Untuk memastikan terdapatnya tingkat keamanan yang diperlukan,


pemerintah perlu mengundangkan peraturan, baik mengenai pangan yang
diiradiasi maupun sarana iradiasi. Peraturan tentang iradiasi pangan yang sampai
sekarang digunakan antara lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 826
Tahun 1987 dan No. 152 Tahun 1995. Peraturan tersebut selanjutnya digunakan
sebagai bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan No. 7 Tahun
1996.

2.3 Permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan

Pada pengolahan bahan pangan zat gizi yang terkandung dalam bahan
pangan dapat mengalami kerusakan bila di olah, karena zat itu peka terhadap PH
pelarut, oksigen, cahaya dan panas atau kombinasinya. Unsu-unsur minor
terutama tembaga, besi, dan enzim dapat mengkatalisis pengaruh tersebut. Bahan
makanan mempunyai peranan yang penting sebagai pembawa atau media zat gizi
yang di dalamya banyak mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain. Di dalam masyarakat
ada beberapa macam cara pengolahan dan pengawetan makanan yang di lakukan
kesemuanya untuk meningkatkan mutu makanan yang di maksut dengan tudak

12
mengurangi nilai gizi yang di kandungnya. Pada dasarnya bahan makanan diolah
dengan tiga macam alasan:

1. Menyiapkan bahan makanan untuk dihidangkan


2. Membuat produk yang di kehendaki termasuk di dalamya nutrifikasi
bahan makanan, (contoh: roti)
3. Mengawetkan, mengemas dan menyimpan (contoh: pengalengan)

Pengolahan makanan di lakukan dengan maksut mengawetkan, lebih


intensif dari pada memasak biasa kecuali bahan makanan harus di masak, juga
misalnya pada canning, makanan itu harus di sterilkan dari jasad renik pembusuk.
Untuk beberapa jenis makanan, waktu yang di perlukan untuk proses itu cukup
lama, sehingga dapat di pahami mengapa kadar zat makanan dapat menurun, akan
tetapi dengan penambahan zat makanan (nutrien) dalam bentuk murni sebagai
pengganti yang hilang maka hal seperti di atas dapat di atasi.

2.4 Pengolahan bahan makanan untuk menyiapkan bahan makanan siap


hidang

Bahan makanan yang di olah sebelum di masak


Bahan makanan segar dapat langsung di masak dan kemudian di
hidangkan, akan tetapi ada pula bahan makanan yang harus melalui beberapa cara
pengolahan tertentu sebelum dapat di masak, misalnya beras. Untuk memperoleh
beras dari padi, padi itu harus di giling atau di tumbuk terlebih dahulu. Setelah di
giling, beras ini memiliki beberapa proses pengolahan lainya seperti di simpan, di
angkut, di cuci dan sebagainya. Pada proses pengilingan yang di lakukan dengan
cara yang kurang hati-hati dapat terjadi hasil dengan kualitas rendah, karena butir
beras menjadi kecil (beras menir) sehingga terbuang pada proses pemisahan
dengan butir yang tidak pecah. Cara menggiling yang terlalu intensif, sehingga
menghasilkan beras yang putih bersih (polished rice) sangat merugikan karena
bagian-bagian yang mengandung zat makanan dalam konsentrasi tinggi (lembaga

13
dan kulit ari) turut terbuang. Sebaliknya beras seperti itu tahan lama, sehingga
masih di gemari pula.

Presentase beras pecah waktu penggilingan cukup tinggi berkisar antara


8%, ke atas. Hanyalah pecahan butur-butir kecil, yang ikut terbuang bersama
dedak, atau di pisahkan dengan saringan dari beras yang di jual kepada para kelas
pekerja. Sebagian besar dari butir-butir yang pecah di saring dari derajat kualitas
beras yang di jual para pedagang sebagai beras kualitas tinggi. Bila pembuangan
dengan di pertahankan di bawah 8%, hanya butir-butir pecahan kecil saja yang di
buang, maka hasil dari asal seharusnya 65% berupa beras giling ringan yang
mengandung thiamin 2 ug per gram. Berbeda halnya dengan beras yang di peroleh
melalui proses penggilingan, pada proses beras yang hanya di peroleh dari hasil
penumbukan hasilnya beras tumbuk tersebut tidak tahan lama, tetapi dengan cara
menumbuk berbagai zat makanan yang terdapat dalam lembaga dan kulit ari
sebagian besar dapat di pertahankan, sebagai jalan tengah beras dapat di giling
dengan cara setengah giling (half milled rice).

Bahan makanan pada waktu di masak


Di sini hanya akan di bahas secara umum, dengan mengambil beberapa
contoh, mengingat banyak jenis bahan makanan, dan juga banyak cara di lakukan
untuk memasak makanan itu. Sebagai contoh akan kita ambil pengaruh memasak
terhadap beras, sayuran, dan daging, tiga golongan bahan makanan yang paling
penting dan dikenal di Indonesia.
Dengan singkat, faktor-faktor yang dapat merendahkan kadar nutrien di
dalam sayuran yang di masak ialah :

1. bila jumlah air perebus yang di pakai terlalu banyak


2. bila air perebus ini kemudian bila di buang setelah di pakai, dan tidak terus
di pergunakan sebagai bagian dari masakan
3. bila sayuran akan di rebus itu di potong-potong dalam ukuran yang kecil-
kecil, dan di biarkan lama sebelum di masak

14
4. bila air perebus tidak di biarkan mendidih dahulu sebelum sayuran di
masukan ke dalamnya
5. bila pada waktu merebus, panci di biarkan terbuka
6. bila di pergunakan panci atau lainya yang terbuat dari logam yang dapat
mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin, misalnya alat-alat yang
terbuat dari besi, tembaga dan lain-lain.

2.5 Upaya mengatasi permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan


makanan

Dalam pengolahan dan pengawetan makanan untuk mencegah hilangnya


atau berkurangnya kandungan gizi dan berubahnya tekstur, rasa, warna, dan bau
di lakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Mengunakan teknik pengolahan dan pengawetan yang berorientasi gizi.

a) Memasak nasi

Kehilangan thiamin pada nasi dapat di lakukan dengan cara yaitu sebelum di
masak hendaknya pencucian yang di lakukan jangan di ulang-ulang cukup 2 kali
saja dan cara masaknya dengan meliwet.

b) Memasak sayuran

Sebelum di masak sayuran jangan di potong kecil-kecil sebab ruas permukaan


yang meningkat akan menyebabkan nilai gizi yang hilang juga banyak.
1. Gunakan air secukupnya.
2. Biarkan air yang akan di gunakan untuk merebus mendidih terlebih dahulu
sebelum sayuran di masukan.
3. Panci yang di gunakan untuk memasak harus di tutup.
4. Jangan mengunakan panci atau alat lainya yang terbuat dari logam yang
dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin.
5. Gunakan air rebusan sebagai kuah.

15
6. Pengawetan sayuran dengan cara pendinginan harus memperhatikan suhu
optimum sayuran yang di maksud agar tidak terjadi pembusukan karena
aktifitas mikroorganisme dan lain-lain. Contoh: Kol pada suhu 00 C,
buncis 7,5-100 C, tepung 7-100C, Wortel 0,1,50 C.

c) Ikan atau daging


1. pink spoilage dapat di cegah dengan mengunakan larutan sodium
hypochlorite atau bahan lain yang serupa, dengan dosis tidak lebih dari
500 ppm.

2. Case hardening dapat di cegah dengan cara membuat suhu pengeringan


tidak terlalu tinggi, atau proses pengeringan awal tidak terlalu cepat.
3. freezerburn dapat di cegah dengan cara membungkus daging yang di
maksud.

d) Buah
Pada pendinginan buah maka untuk mencegah kehilangan air atau
memberi kilap maka kulit buah di lapisi dengan malam atau parafin.

e) Susu
Pada susu pasteurisasi yang di lakukan mengunakan suhu <600 C
sedangkan untuk pembuatan es krim menggunakan suhu 71,10 C selama 30 menit
atau 82,2 0 C selama 16-20 detik.

2. Suplementasi bahan gizi

Pada dasarnya kehilangan bahan gizi seperti lemak asam amino, vitamin,
dan mineral pada proses pengolahan sudah bisa di tekan seminimal mungkin jika
menggunakan teknik pengolahan yang berorientasi gizi. Kebutuhan tubuh akan
bahan gizi yang tidak dapat di penuhi dari bahan yang kita konsumsi dapat di
tambah dengan mengkonsumsi bahan lain yang mengandung zat yang kita
butuhkan. Salah satu cara yaitu dengan mengonsumsi makanan yang masih segar,
sayuran dan lain-lain. Dengan mengkonsumsi buah-buahan segar dan sayuran

16
secara langsung maka kebutuha zat gizi yang kita butuhkan dapat teratasi karena
dala buah-buahan dan sayuran segar tersebut sudah terdapat zat gizi seperti lemak,
protein, vitamin, dan mineral.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air
yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan
itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar
kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal
(metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. Untuk mengawetkan
makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan
teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan
berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu
upaya untuk menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada makanan

Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 6 :

1. pendinginan
2. pengeringan
3. pengalengan
4. pengemasan
5. penggunaan bahan kimia
6. pemanasan

Bahan makanan mempunyai peranan yang penting sebagai pembawa atau


media zat gizi yang di dalamya banyak mengandung zat-zat yang di butuhkan
oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain.
Penggunaan zat aditif (tambahan) dalam makanan dan minuman sangat
berbahaya bagi kesehatan masyaratkan, terutama zat tambahan bahan kimia
sintetis yang toksik dan berakumulasi dalam tubuh untuk jangka waktu yang
relatif lama bagi yang menggunakannya.

18
Keracunan makanan bisa disebabkan oleh karena kelalaian dan
ketidaktahuan masyarakat dalam pengolahannya , seperti keracunan singkong.
Keracunan makanan bisa juga disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
memungkinkan mikroba untuk berkembang biak lebih cepat, seperti karena faktor
fisik, kimia dan biologis

3.2 Saran

Bagi produsen makanan hendaknya jangan hanya ingin mendapat


keuntungan yang besar tetapi juga memperhatikan aspek kesehatan bagi
masyarakat yang mengkonsumsinya, yaitu dengan menggunakan zat aditf yang
tidak membahayakan bagi kesehatan dan menggunakannya sesuai dengan tingkat
toleransi yang berlaku.
Bagi konsumen salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia
adalah gizi yang diperoleh dari makanan sehari-hari. Jenis dan cara pengolahan
bahan pangan sangat menentukan kadar gizi hasil olahan makanan tersebut. Oleh
karena itu sebaiknya lebih berhati-hati dalam memilih produk pangan.
Bagi Dinas kesehatan Pengawasan makanan dan minuman hendaknya
sebelum mengeluarkan nomor registrasi mengetahui kandungan zat yang ada
didalamnya terutama yang membahayakan kesehatan agar masyarakat umum
dapat mempertimbangkat produk yang akan dibelinya. Bagi instansi terkait
hendaknya memberikan informasi kepada khalayak luas tentang bahan kimia atau
zat tambahan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam makanan dan minuman
yang mengganggu kesehatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang:UMM press.

Dwijopeputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Fareliaz, Srikandi. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Gramedia pustaka.

Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta: Gramedia
Pustaka.

20

Anda mungkin juga menyukai