Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan rahmat
dan karunianya, Makalah “Zaman Megalithikum” ini dapat kami buat. Sebagai bahan tugas
mata pelajaran sejarah kami dengan harapan dapat diterima secara baik.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata pelajaran sejarah. Kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Kami berharap makalah ini biasa bermanfaat bagi semua siswa/i Indonesia
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................................................. 1
Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Tradisi megalithikum yang ada di Indonesia ........................................................ 2
B. Penggolongan Zaman Megalithikum ................................................................. 2-4
C. Benda-Benda Megalitikum yang ada di Purbalingga ........................................ 4-6
D. Fungsi dari Benda-Benda Peninggalan pada masa Megalitikum di Purbalingga 7
BAB II PENUTUP
Kesimpulan ....................................................................................................................... 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang berarti batu. Zaman
Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia sudah
dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. Kebudayaan
ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini manusia
sudah mengenal kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal,
yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang,
Salah satu peninggalan benda pada masa megalitikum ialah di wilayah jawa tengah
yang tepatnya adalah di daerah purbalingga, dimana purbalingga adalah adalah suatu
kabupaten di jawa tengah, terletak kira-kira 100 km di sebelah barat kota yogyakarta. Daerah
ini ternyata mempunyai potensi yang besar dalam bidang kepurbakalaan, terbukti banyaknya
peninggalan prasejarah.
Sehingga kabupaten purbalingga adalah salah satu kabupaten yang memiliki benda
peninggalan pada masa megalitikum yang tidak sedikit dan sangat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan tentang prasejarah. Dengan mengacu pada uraian diatas kelompok kami
membuat judul makalah “Fungsi benda peninggalan megalitik di purbalingga’’
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
ii
BAB II
PEMBAHASAN
ii
Baik teori-teori yang terdahulu maupun yang diajukan kemudian oleh Von Heine
Geldren telah diterima oleh sebagian besar para ahli. Pada pembedahan antara megalithikum
tua dan megalithikum muda, Von Heine Geldren memasukkan megalithikum tua kedalam
Neolithikum. Tradisi ini didukung oleh para pemakai bahasa Austronesia yang menghasilkan
alat-alat beliung persegi dan mulai pula membuat benda atau bangunan yang disusun dari
batu besar,seperti dolmen,undak batu,limas (piramid) berundak dan pelinggis. Penelitian
lebih lanjut yang bertolak dari gagasan kosmo-magis mengungkapkan unsure-unsur yang
lebih asli lagi seperti antara lain tembok batu dan jalan batu.
Sementara Pengaruh terhadap perkembangan masyarakat di Indonesia Pada Zaman
megalithikum sangatlah besar Konsepsi pemujaan nenek moyang melahirkan tata cara yang
menjaga tingkah laku masyarakat di dunia fana supaya sesuai dengan tuntutan hidup di dunia
akhirat disamping menambah kesejahteraan di dunia fana. Pada masa ini organisasi
masyarakat sudah teratur. Pengetahuan tentang teknologi yang berguna dan nilai-nilai hidup
terus berkembang,antara lain cara-cara pembiakan ternak,pemilihan benih-benih tanaman dan
penemuan alat-alat baru yang lebih cocok untuk keperluan sehari-hari makin bertambah.
Sikap hidup selalu berkisar pada persoalan-persoalan manusia, bumi, hewan dan tabu.
Perkampungan merupakan pusat kehidupan setelah pola hidup mengembara di tinggalkan
sama sekali.
Sementara itu Pendirian candi-candi di Indonesia merupakan refleksi kelanjutan tradisi
megalithikum ini. Tentang gejala-gejala ini Von Heine Geldren telah memberikan
pandangannya. Sebelum itu tak seorang pun mengemukakan pengertian-pengertian yang di
tunjukkan pada tradisi megalithikum, selain dari yang berkisar dari corak dan sifat yang
“oud-anheemschoer-indonesisch,ataupun “prehindoeistisch”Hal ini menjelaskan kepada kita
bahwa tradisi megalithikum ikut menentukan bentuk-susunan percandian di Indonesia.
Tradisi megalithikum telah secara formal mencampurkan diri dalam seni bangunan maupun
seni pahat Jawa-Hindu dan bahwa penggunaan bangunan berundak yang di hubungkan
dengan pemujaan merupakan campuran pandangan masyarakat Indonesia asli dengan
siwaisme (Poesponogoro dan Notosusanto.1992:206-211)
Terdapat Pula Menhir menhir sebagai lambang dari jasa-jasanya kemudian menjadi
lambang dari dirinya. Kenangan dan penghargaan terhadap jasa-jasanya tadi beralih menjadi
pemujaan terhadap dirinya, yang tetap masih dianggap sebagai pelindung masyarakat.
Dengan upacar-upacara tertentu, rohnya dianggap turun kedalam menhir untuk langsung
berhubungan dengan para pemujannya Kalau untuk rohnya di dirikan sebuah menhir, maka
untuk raganya disediakan berbagai kuburan: keranda, kubur batu, pandhusa atau lainnya dan
ii
kecuali jasa yang di bawa ke akhirat, maka dalam kuburannya itu disertakan kepada
mayatnya bermacam-macam benda, alat-alat dan perhiasan, sebagai bekal .Selain itu Roh itu
tempatnya jauh disana, biasanya digambarkan di atas dunia ini, juga diatas gunung.
Guna menunjukkan letak yang ada di atas itu, tidak jarang sebuah menhir didirikan
diatas sebuah bangunan berundak-undak, yang melambangkan tingkatan-tingkatan yang
harus dilalui guna mencapai tempat yang tertinggi. Banyak pula kalanya bahwa menhir itu
sudah tidak dinyatakan lagi, dan bahwa sebagai lambang dari alam pikiran yang demikian itu
cukuplah didirikan punden berundak-undak saja, sedangkan sering pula terjadi bahwa roh
nenek moyang itu dinyatakan dalam patung-patung. .(Soekmono.1973:76-78)
Bangunan Berundak
Tinggalan bangunan berundak di temukan sejumlah 6 buah, yaitu situs batur, gampingan,
Karanganyar, Kauman, Tegalsari, dan sura. Bangunan berundak pada situs – situs tersebut
memiliki cirri yang hamper sama yaitu berundak gasal, berdenah persegi, berpagar dan
berpintu serta memiliki objek utama di undakan teratas. Orientasinya menuju kearah utara (
situs Bature kauman ) dan sisanya ke arah barat atau puncak gunung slamet. Lihat gambar 1.
Menhir
ii
temuan, menhir tersebut di kelompokan menjadi 3, yaitu menhir yang berada di situs
penguburan sejumlah 53 buah, di situs pemujaan 13 buah, di pemukiman penduduk 5 buah.
Menhir di situs penguburan ditemukan berjajar dengan posisi utara – selatan dan berfungsi
sebagai nisan kubur. Di situs pemujaan berada di konteks dengan punden berundak, lumping
batu, batu altar, dan batu dakon. Sedangkan di pemukiman penduduk tidak memiliki konteks
dengan bangunan megalitik lainnya. Lihat gambar 1.
Lumpang Batu
Phallus
ii
Kubur Batu
Dolmen
Dolmen adalah peninggalan megalitik yang
bentuknya menyerupai meja batu yang terdiri dari
bongkahan batu yang di tompangi empat buah
batu yang salah satu ujungnya ditanam di bawah
tanah. Di Purbalingga hanya di temukan satu
buah. Lihat gambar 1.
ii
D. Fungsi dari Benda-Benda Peninggalan pada masa Megalitikum di Purbalingga
Punden Berundak
Fungsi dari bangunan ini adalah sebagai pemujaan roh nenek moyang.
Menhir
Berdasarkan konteks temuan maka dapat disimpulkan bahwa fungsi menhir di Purbalingga
adalah sebagai tanda kubur dan media pemujaan. Dalam pengertian umum biasanya menhir
dianggap berfungsi untuk menghormati seorang tokoh baik yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal
Lumpang batu
Lumpang batu pada umumnya merupakan komponen penting dalam masyarakat
agraris, yaitu berfungsi praktis sebagai alat atau wadah menumbuk padi atau biji – bijian.
Dalam konteks megalitik di Purbalingga benda ini berubah menjadi benda sacral, yaitu
sebagai sarana upacara pemujaan. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa lumping batu
berfungsi sebagai symbol dari suatu pengharapan akan kesuburan bagi hasil pertanian.
Phallus
Fungsi phallus dikaitkan dengan fungsi alat reproduksi manusia yaitu sebagai sarana upacara
kesuburan.
Kubur batu
Sebagai wadah kubur.
Batu dakon
Kesakralan dan penempatannya yang berada di dekat air merupakan indicator bahwa
benda ini berfungsi sebagai sarana pemujaan terhadap air pada upacara kesuburan.
Dolmen
Fungsi dolmen berkait dengan upacara pemujaan sebagai tempat meletakan sesaji.
ii
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
ii
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, J.R, Drs. Sutarjo. 2010. Filsafat Imu Pengetahuan, Suatu Pengantar. Yoyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Coedes, George. 2010. Asia Tenggara Masa Hindu Buddha. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia.
Darwin, Charles. 2003. The Oringin of Species (Asal-usul Spesies). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
https://www.academia.edu/28623404/Makalah_Zaman_Megalitikum
ii