Pembimbing:
dr. Adi Widodo, SpOG
Penyusun:
Nama: Mentari Amir
NPM : 1102012161
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA
2. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 4 Februari 2017 pada pukul
10.00 WIB.
Tanggal Masuk RS : 3 Februari 2017
Keluhan Utama :
Pasien mengeluh keluar air yang merembes sejak pukul 08.30 WIB (12
jam) sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan :
Mengeluh keluar lendir darah sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit.
Pasien datang ke rumah sakit polri dengan keluhan utama keluar air-air
dari jalan lahir yang merembes sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit.
Keluar air tersebut terjadi secara tiba-tiba ketika pasien sedang jalan di rumah.
Air yang keluar berwarna bening, berbau amis. Air tersebut terus menerus
merembes dari jalan lahir.
Selain itu, pasien juga mengeluh keluar lendir darah sejak 9 jam
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mulas dan perut kencang disangkal.
Lendir berwarna bening dengan konsistensi yang kental. Lendir yang keluar
bercampur bercak darah berwarna merah. Tidak terdapat gumpalan darah yang
keluar. Tidak terdapat pengeluaran darah yang mengalir. Ibu mengatakan
gerakan janin berkurang. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma, kelainan
panggul sejak kecil, kelainan pada tulang atau sendi, ataupun pada kaki.
Riwayat keputihan selama awal kehamilan sampai saat ini. Pasien
mengaku telah berobat ke bidan dan diberi antibiotik namun pasien tidak
meminumnya sampai habis. Keputihan berwarna putih susu, bau, dan gatal.
Pasien juga mengaku sakit infeksi saluran kencing saat usia kehamilan 5
bulan, keluhan yang dirasa saat itu adalah rasa nyeri saat buang air kecil dan
demam. Pasien berobat ke bidan.
Tidak terdapat tekanan darah tinggi sebelum dan selama kehamilan.
Pasien menyangkal adanya sesak nafas. Tidak terdapat riwayat trauma selama
kehamilan ini. Riwayat berhubungan seksual terakhir adalah pada 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, yaitu pada malam harinya. Tidak terdapat nyeri,
tidak keluar darah baik sebelum maupun setelah melakukan hubungan seksual.
Pasien menyangkal adanya penyakit lain seperti batuk, pilek, sakit gigi, sakit
mata, sakit pada telinga dan lainnya. Buang air besar 1 hari sekali dengan
konsistensi yang biasa (tidak lunak, tidak keras). Buang air kecil kira-kira 7-8
kali dalam 1 hari, tidak terdapat nyeri, tidak terdapat busa. Pasien tidak
mengonsumsi obat-obatan selama kehamilan kecuali vitamin dan obat
penambah darah yang diberikan oleh bidan.
Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin dengan bidan di
dekat rumah. Biasanya setiap bulan sekali. Pasien juga pernah memeriksakan
kehamilannya ke dokter kandungan selama 2x dan di USG pada usia kehalian
18 minggu dan 33 minggu. Pasien mendapatkan vitamin, penambah darah dan
kalsium dari bidan.
Riwayat Menstruasi:
Menarche : 13 tahun
Siklus Haid : teratur
Panjang Siklus : 28-30 hari
Durasi Haid : 5-7 hari/siklus
Jumlah pembalut : penuh, 3-4 kali ganti pembalut/hari
Nyeri :-
HPHT : 16 Mei 2016
Riwayat Ginekologi :
Keputihan sejak awal kehamilan. Keputihan berwarna putih susu,
berbau, dan gatal. Pasien berobat ke bidan dan diberi antibiotic namum pasien
tidak meminumnya sampai habis.
Riwayat Kontrasepsi:
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi baik berupa pil maupun
suntikan.
Riwayat Operasi:
Pasien tidak pernah operasi.
Riwayat Sosial:
Pasien tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol, tidak
mengonsumsi obat-obatan terlarang.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksan fisik dilakukan pada tanggal 3 Februari 2017
Tanda Vital
- Suhu 37°C
Berat Badan
- Setelah hamil 70 kg
- Sebelum hamil 50 kg
Mulut dan Tenggorok Pucat (-), sianosis (-), gigi karies (-), lidah bersih, lidah
tremor (-), faring hiperemis (-).
Mammae
- Simetri simetris
Sistem Kardiovaskular
- Regularitas Reguler
- S1/ S2
Regular/regular
- Murmur
- Gallop -
Sistem Respirasi
- Simetri +
- Rhonki -
- Wheezing -
Abdomen
- Palpasi TFU 31 cm
Ekstremitas
Sensorik +
Motorik +
PEMERIKSAAN OBSTETRI
Tinggi Fundus Uteri : 31 cm
Leopold I : pada fundus uteri teraba bagian lunak, tidak melenting
(bokong)
Leopold II : pada perut bagian kiri teraba bagian janin lebar seperti
papan (punggung) dan pada bagian kanan teraba
bagian-bagian kecil (ekstremitas)
Leopold III : bagian terendah janin teraba bagian bulat dan keras,
ballottement + (kepala)
Leopold IV : kepala janin belum masuk PAP (5/5)
PEMERIKSAAN PELVIK
Inspeksi Vulva dan vagina tampak lendir dan darah. Tidak ada
pembengkakan
Vaginal Touche
Pembukaan (-)
Ketuban (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kardiotokografi (3 Februari 2016 pukul 20.00)
Baseline : 180
Variabilitas : 5-15
Akselerasi :-
Deselerasi :-
His : 2x dalam 10 menit selama 30 detik
Gerakan janin : -
NST : non reaktif
RESUME
Pasien G1P0A0 hamil 37 minggu datang ke RS Polri pada hari Jumat, 3
Februari pukul 20.00 WIB dengan keluhan keluar air-air yang merembes dari jalan
lahir sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh keluar lendir darah
sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mulas dan perut kencang disangkal.
Ibu mengatakan gerakan janin berkurang. Riwayat berhubungan seksual terakhir
adalah pada 3 hari sebelum masuk rumah sakit, yaitu pada malam harinya. Tidak
terdapat keluhan selama melakukan hubungan seksual. Tidak terdapat nyeri, tidak
keluar darah baik sebelum maupun setelah melakukan hubungan seksual.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda – tanda vital, tekanan darah 100/70
mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, suhu 370C. Pada pemeriksaan
vaginal touche, portio tebal lunak, pembukaan (-), ketuban (-), kepala hodge I, ubun-
ubun besar di anterior. Pada pemeriksaan kardiotokografi didapatkan hasil NST non-
reaktif.
Riwayat keputihan sejak awal kehamilan, keputihan berwarna putih susu, gatal
dan berbau. Berobat ke bidan, pengobatan tidak tuntas. Riwayat ISK pada usia
kehamilan 5 bulan dengan keluhan demam dan nyeri saat buang air kecil. Pasien
menyangkal adanya penyakit lain selama 1 bulan terakhir ini, seperti batuk, pilek,
sakit gigi, sakit mata, sakit pada telinga dan lainnya. Buang air besar 1 hari sekali
dengan konsistensi yang biasa (tidak lunak, tidak keras). Buang air kecil kira-kira 7-8
kali dalam 1 hari, tidak terdapat nyeri, tidak terdapat busa. Pasien mengonsumsi
vitamin,kalsium dan obat penambah darah yang diberikan oleh bidan.
Diagnosa Pre-Operatif
•Ibu :G1P0A0 hamil 37 minggu dengan ketuban pecah dini 12 jam dan hipoksia
janin.
•Janin : tunggal, hidup, intrauterine, presentasi kepala, dengan taksiran berat badan
2790 gram.
Rencana Penatalaksanaan
a. Rencana Diagnostik
- Observasi suhu dan nadi ibu
b. Rencana Terapi
- Persiapan Cito Seksio Sesaria
c. Rencana Edukasi
- Memberitahukan kepada pasien mengenai adanya tanda-tanda hipoksia janin,
sehingga persalinan tidak dapat dilaksanakan secara pervaginam, namun harus
dilakukan operasi seksio sesaria.
Catatan Kemajuan
b. Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh
hilangnya elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput
ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput
ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat
terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen.
Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan
kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau
trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada
lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal
korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya
infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi
mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan
prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga
membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti,
tetapi ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada
terjadinya ketuban pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal)
sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut.
Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi
amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali.
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan
oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri
yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan
bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang
terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan
jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan
kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar
vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang
berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam
kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu
sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana
terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan
struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan
sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah
kolagen. Dimana 72 % penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini
akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami
ketuban pecah dini preterm.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi
cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan
sebelumnya.
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan
meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah
persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan
menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat
tekanan yang langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur
pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung
dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan
prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai
dengan KPD, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan
antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta
flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah
dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah
dini mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai
berikut :
Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda,
hidramnion.
Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak
lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian
terendah belum masuk pintu atas panggul, disproporsi
sefalopelvik.
Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada
selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga
memudahkan ketuban pecah.
c. Epidemiologi
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan.
Saat aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari
kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari
seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan
berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio
berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya
risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti :
korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan
solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin
berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD
preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi
meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-
1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25%
pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan
usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis
neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005
sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD
adalah sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus KPD preterm dari
328 kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun
dirawat secara konservatif sebanyak 16,77% sedangkan sisanya adalah
KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih besar pada
sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.
d. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan
yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara
sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput
ketuban.
Gambar 2.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.
b. Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling
matriks ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini
didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta
meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci
percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan
penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang
lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga
protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan
jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta.
Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek
inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan
aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas
hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban
manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya
dijelaskan.
c. Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang
mengalami kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan
korion terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada
korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat
dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis
mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang
terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler
dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan
bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi
dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.
d. Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor
di selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8.
Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada
membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan
korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang
aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan
terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks
ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput
ketuban.
Gambar. 2.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah
dini.
e. Diagnosis
h. Komplikasi
1. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan
antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
2. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah
dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis
sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi
lebih sering daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder
pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten.
3. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang
menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat
hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion,
semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
4. Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.
i. Prognosis
Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan
komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul
1. Perubahan Hormonal
2. Perubahan Anatomi
3. Perubahan Fisiologis
Power
Passenger
b. Kriteria
c. KontraIndikasi
Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut ACOG antara lain:
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya
(termasuk riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).
2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa,
makrosomia, malpresentasi, malposisi)
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak
adanya operator, anastesia, staf atau fasilitas.
5. Kehamilan kembar.
6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan
.
d. Komplikasi
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat
terjadi pada persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea.
Meskipun kejadiannya kecil, tapi dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas bagi ibu dan janin.
e. Manajemen Persalinan
Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi
ruptura uteri, yaitu (Ash, 1993):
1. Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya,
jumlah seksio sesarea, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar
kehamilan, riwayat demam pasca SS serta usia ibu.
2. Faktor - faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang :
makrosomia, usia kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen
bawah uterus, presentasi janin.
3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan
seperti induksi dan augmentasi, maupun kemungkinan adanya
disfungsi pada persalinan.
4. Pemantauan penatalaksanaan persalinan pervaginam dengan
riwayat seksio sesaria terhadap tanda ancaman ruptura uteri seperti
takikardi ibu, nyeri suprasimpisis dan hematuria.
5. Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30
menit bila terjadi ancaman ruptura uteri
Weinstein Tidak Ya
Grade A 0 6
Malpresentasi
Gemelli
Grade B 0 5
Prematur
Ketuban pecah
Grade C 0 4
Gawat janin
Grade D 0 3
Makrosomia
PJT
Interpretasi :
Skor > 4 : keberhasilan > 58%
Skor > 6 : keberhasilan > 67%
Skor > 8 : keberhasilan > 78%
Skor > 10 : keberhasilan > 85%
Skor > 12 : keberhasilan > 88%
2 Indikasi SC sebelumnya
3 Dilatasi serviks
> 4 cm 2
4 Station dibawah –2 1
Interpretasi :
Skor 7 – 10 : keberhasilan 94,5%
Skor 4 – 6 : keberhasilan 78,8%
Skor 0 – 3 : keberhasilan 60,0%
- Belum pernah 0
- > 75% 2
- 25 – 75 % 1
- < 25% 0
Interpretasi :
Teori Kasus
Definisi:
Ketuban pecah dini (amniorrhexis: Ibu G1P0A0 dengan keluahan keluar air-
premature rupture of the air dari jalan lahir yang merembes sejak
membrane/PROM) adalah keadaan pagi (12 jam) sebelum masuk rumah
pecahnya selaput ketuban sebelum proses sakit, pada pemeriksaan dalam:
persalinan (pada multigravida kurang dari pembukaan (-)
5 cm).
- Non-infeksi:
Koitus terakhir pasien pada 3 hari
a. Trauma
sebelum keluar air-air.
b. Inkompetensia serviks
Kehamilan dengan anak tunggal, tidak
c. Tekanan intrauterine yang terdapat riwayat kencing manis.
meningkat secara berlebihan
(ibu diabetes mellitus, gemeli,
dll)
Diagnosis:
Komplikasi: Komplikasi:
Abel, O'Brien N. Uterine rupture during VBAC trial of labor : risk factor and fetal
response. Journal of midwifery and women's health. 2003 ; 48(4) : 249 – 57.
http://www.emedicine.medscape.com/article/2721877
Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L (2002), Obstetrics Normal and Problem
Pregnancies, ed.4, Churchill Livingstone, New York.
Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri & Ginekologi
RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri & Ginekologi Fakultas
Martel, MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth.
Mcmahon MJ, Luther ER, Bowes WA, Olshan AF Comparison of trial of labor
with an elective second cesarean section. The New England Journal of Medicine.
Ravasia DJ, Wood SL, Pollard JK. Uterine rupture during induce trial of labor
among women with previous cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol, 2000; 183:
1176-9
Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B.,
dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
Vaginal Birth After Cesarean Section (VBAC), ALARM International, Chapter
controversy. Clinical obstetrics and gynecology. Lippincott Williams & Wilkins, Inc.
2001;44:561-7