Anda di halaman 1dari 6

Otitis media akut (OMA) merupakan penyakit infeksi telinga tengah akut yang paling sering

diderita anak-anak dengan etiologi terseringnya adalah Streptococus pneumonia dan Haemophilus
influenzae. Berdasarkan hal tersebut, World Health Organization (WHO) menyarankan terapi empiris
dengan antimikrobial pada OMA.(1,2) Perjalanan penyakit OMA meliputi efusi telinga tengah yang
dapat menyebabkan gangguan konduksi suara, sehingga terjadi gangguan pendengaran pada
pasien. Gangguan pendengaran pada anak dapat mengganggu perkembangan berbicara dan
perkembangan kognitif anak di kemudian hari.

Jurnal ini ingin mengklarifikasi bahwa penggunaan antimikrobial pada OMA dapat menurunkan
durasi efusi telinga tengah dan gangguan pendengaran. Selama ini, penggunaan antimikrobial
memang sudah terbukti efektif untuk kasus OMA, namun studi mengenai efikasinya pada
perbaikan pendengaran dengan menurunkan durasi efusi telinga tengah belum jelas.

Sekilas Mengenai Pemberian Antimikrobial pada OMA

Pemberian antimikrobial idealnya diberikan setelah dilakukan uji sensitivitas, namun apabila
belum didapatkan hasil uji sensitivitas, maka antimikrobial lini pertama yang digunakan adalah
Amoxicillin peroral.(2–4) Penggunaan kombinasi Amoxicillin dengan Asam Klavulanat disarankan
karena adanya produksi bela-laktamase oleh organisme penyebab OMA. Beberapa studi terdahulu
menyatakan bahwa penggunaan antimikrobial membantu meringankan gejala dan memperbaiki
gangguan pendengaran yang disebabkan karena efusi telinga tengah.

Kriteria diagnosis pasti OMA menurut American Academy of Pediatric (AAP) adalah: (1)
onset akut (2) adanya tanda efusi telinga tengah (3) adanya tanda dan gejala inflamasi telinga
tengah. Terapi antimikrobial disarankan pada usia 6 bulan sampai 2 tahun apabila diagnosis
OMA sudah ditegakkan.(5) Dosis Amoxicillin yang disarankan sampai saat ini adalah 40-
45mg/kgBB/hari sampai 80-90mg/kgBB/hari peroral dibagi menjadi 3 kali/hari selama 10 hari.
Sedangkan untuk dosis Amoxicillin-Asam Klavulanat yang disarankan adalah 30-45 mg/kgBB/hari
dibagi menjadi 3 dosis.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini, antara lain ketersediaan data follow up dan timpanometri responden per
hari, sehingga mengurangi bias yang disebabkan karena berhentinya efusi telinga tengah
sebelum jadwal kontrol selanjutnya ataupun adanya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) baru
atau munculnya efusi baru pada telinga tengah. Berdasarkan hasil timpanogram yang
dikumpulkan, kebanyakan timpanometri yang dilakukan di rumah berhasil, sehingga hasil dapat
dipercaya. Keluarga diedukasi untuk mengisi follow-up harian pada symptom sheet diary,
sehingga data harian tentang keluhan dan obat tambahan terkumpul dengan baik.

Bias akibat resistensi antimikrobial terbilang cukup rendah. Studi Randomized, double-blind,
placebo-controlled ini dilakukan di Filnandia, area yang masih jarang ditemukan resistensi
terhadap amoxicillin sebagai antimikrobial lini pertama yang digunakan. Selain itu, penggunaan
Amoxicillin dengan Asam Klavulanat makin mempersempit kemungkinan adanya resistensi.

Kekurangan Penelitian

Kekurangan penelitian ini antara lain, dosis antimikrobial yang disamaratakan 40 mg/kgBB/hari,
sehingga efikasinya belum tentu sama pada tiap responden. Penelitian ini juga tidak memberikan
informasi mengenai durasi optimal pemberian antimikrobial. Selain itu, berdasarkan jumlah
partisipan, studi ini masih termasuk studi skala kecil sehingga hasilnya belum dapat
digeneralisasikan ke seluruh populasi.

Penelitian ini tidak mendata riwayat mendapatkan vaksin Pneumococcal, dimana vaksinasi
tersebut juga mempengaruhi prognosis pengobatan. Riwayat penggunaan amoxicillin sebelumnya
juga tidak diketahui. Namun, secara keseluruhan metode yang diterapkan pada penelitian ini
termasuk pemeriksaan di rumah dan follow-up per hari dapat dinilai cukup efisien. Studi serupa
dengan skala yang lebih besar di kemudian hari dapat disarankan sehingga hasilnya dapat
digeneralisasikan ke seluruh populasi.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini dapat diterapkan di Indonesia. Indonesia memiliki angka resistensi penicillin
yang tergolong cukup tinggi, sehingga hasil aplikasi pada pasien mungkin akan berbeda. Namun,
jenis antibiotik, dosis, dan durasi pemakaian pada penelitian ini sama dengan pedoman di
Indonesia untuk OMA sehingga percepatan durasi perbaikan efusi dan pendengaran dalam
penelitian ini mungkin dapat terjadi pula dengan tata cara penggunaan antimikrobial yang sama.
Epilepsi benigna dengan gelombang paku di
daerah sentrotemporal (childhood epilepsy
Idiopatik with centrotemporal spike)
(berhubungan
dengan usia Epilepsi benigna dengan gelombang
awitan) paroksismal pada daerah oksipital
Epilepsi primer saat membaca (primary reading
epilepsy)
Fokal/parsial Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada
(localized anak-anak (Kojenikow's Syndrome)
related)
Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu
rangsangan (kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi,
Simtomatis refleks epilepsi, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
Epilepsi lobus temporal
Kriptogenik Epilepsi lobus frontal
Epilepsi lobus parietal
Epilepsi lobus oksipital
Kejang neonatus familial benigna

Kejang neonatus benigna


Kejang mioklonik pada bayi
Epilepsi lena pada anak
Idiopatik Epilepsi lena pada remaja
(sesuai usia
awitan) Epilepsi mioklonik pada remaja
Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga

Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak


termasuk salah satu di atas
Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi
Epilepsi dan dengan aktivasi yang spesifik
Sindrom Epilepsi Sindrom West
Epilepsi Umum Sindrom Lennox-Gastaut
Kriptogenik atau simptomatis
(berurutan sesuai peningkatan usia) Epilepsi miklonik astatik
Epilepsi mioklonik lena
Ensefalopati mioklonik dini
Ensefalopati pada infantil dini
Etiologi nonspesifik dengan burst suppression
Epilepsi simtomatis umum
Sindrom spesifik lainnya yang tidak termasuk
Simtomatis di atas
Bangkitan epilepsi
sebagai komplikasi Bangkitan neonatal
penyakit lain
Epilepsi mioklonik berat pada bayi
Epilepsi dengan gelombang paku
Bangkitan umum dan kontinu selama tidur dalam
fokal
Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom
Epilepsi dan sindrom yang Landau-Kleffner)
tak dapat ditentukan fokal
atau umum Epilepsi yang tidak termasuk
klasifikasi di atas
Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
Kejang demam
Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali isolated
Sindrom khusus (berkaitan
dengan situasi tertentu) Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut,
atau toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi nonketotik
Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi refrektorik)
Sindrom Epilepsi

Neonatal/infantil Anak-anak Remaja/dewasa Semua usia

Bangkitan neonatal Epilepsi dengan Epilepsi absans Epilepsi fokal familial


self-limited dan bangkitan pada remaja dengan fokus yang
epilepsi familial mioklonik-atonik variabel
neonatal yang self-
limited Epilepsi mioklonik
Epilepsi dengan pada remaja
mioklonia palpebra Refleks epilepsi
Epilepsi infantil self-
limited familial dan Epilepsi dengan
non-familial Sindrom Lennox- bangkitan tonik- Epilepsi mioklonus
Gastaut klonik umum progresif

Encefalopati
Epilepsi absans Epilepsi autosomal
mioklonik
pada kanak-kanak dominan dengan
gangguan auditorik
Sindrom
Epilepsi dengan
ohtahara
mioklonik absans Epilepsi lobus temporal
familial lainnya
Sindrom West Sindrom
Panayiotopoulous

Sindrom Epilepsi oksipital


Dravet pada kanak-kanak
(tipe Gastaut)
Epilepsi mioklonik
pada bayi Epilepsi fotosensitif
lobus oksipital
Epilepsi pada bayi
dengan migrasi Epilepsi pada kanak-kanak dengan
bangkitan fokal spike centrotemporal

Ensefalopati Epilepsi atipikal pada kanak-kanak


mioklonik pada dengan spike centrotemporal
penyakit non-
progresif
Ensefalopati epileptik dengan continuous
Kejang demam spike-and-wave pada saat tidur
plus, genetik
epilepsi dengan
kejang demam plus Sindrom Landau Kleffner

Epilepsi lobus frontal nokturnal


autosomal dominan
Dengan gejala
motorik

Dengan gejala
somatosensorik
Bangkitan parsial
sederhana
Dengan gejala
otonom

Dengan gejala psikis

Bangkitan parsial sederhana yang


diikuti dengan gangguan kesadaran
Bangkitan Bangkitan parsial
parsial/fokal kompleks
Bangkitan yang disertai gangguan
kesadaran sejak awal bangkitan

Parsial sederhana yang


menjadi umum

Bangkitan parsial Parsial kompleks yang


yang menjadi menjadi umum
umum sekunder
Parsial sederhana menjadi
parsial kompleks, lalu
menjadi umum
Tipe Bangkitan
Epilepsi
Tipikal lena
Lena (absence)
Atipikal lena
Mioklonik

Klonik
Bangkitan umum
Tonik
Bangkitan tak
tergolongkan
Tonik-klonik

Atonik/astatik

Anda mungkin juga menyukai