Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar adalah luka pada kulit atau jaringan organik lainnya yang terutama
disebabkan oleh api, radiasi, radioaktivitas, listrik, gesekan atau kontak dengan
bahan kimia.1 Penyebab luka bakar antara lain kobaran api di tubuh (flame),
jilatan api (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas),
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan
suhu yang sangat rendah.2,3

Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius


di dunia. Setiap tahun lebih dari 300.000 kematian diakibatkan oleh luka bakar
karena api. Lebih dari 95% kejadian luka bakar berat terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah dengan angka kematian tertinggi akibat luka
bakar ditempati oleh Asia Tenggara (11,6 kematian per 100.000 populasi per
tahun), kemudian diikuti oleh Mediterania Timur (6,4 kematian per 100.000
populasi per tahun) dan Afrika (6,1 kematian per 100.000 per populasi per
tahun).4

Angka kematian akibat luka bakar di Indonesia masih tinggi yaitu sekitar
40%, terutama diakibatkan oleh luka bakar berat. Unit Luka Bakar Rumah Sakit
Ciptomangunkusumo dari Januari 2011 hingga Desember 2012 terdapat 275
pasien luka bakar dengan 203 diantaranya adalah orang dewasa. Studi tersebut
mencatat jumlah kematian akibat luka bakar keseluruhannya sebanyak 93 pasien
dengan orang dewasa sebanyak 76 pasien dan penyebab terbesarnya, sebanyak
78%, disebabkan oleh luka bakar karena api. Penyebab lainnya yaitu listrik (14%),
air panas (4%), kimia (3%), dan metal (1%).5 Pada tahun 2013 menurut Riset
Kesehatan Dasar Indonesia, prevalensi luka bakar di Indonesia sebesar 0,7%,
dengan proporsi tertinggi ditemukan di Papua (2%), kedua Bangka Belitung
(1,4%) dan terendah (tanpa kasus) di Kalimantan Timur, untuk Sulawesi Utara
tercatat sebanyak 0,2% kasus luka bakar. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 1
tahun hingga 4 tahun yaitu sebesar 1,5%.6

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Luka bakar adalah luka pada kulit atau jaringan organik lainnya yang
terutama disebabkan oleh api, radiasi, radioaktivitas, listrik, gesekan atau
kontak dengan bahan kimia.1 Luka bakar sering juga disebut combustio.
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal
(fase syok) sampai fase lanjut.2

B. ETIOLOGI
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:2
a. Paparan api
1) Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api
terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut.
Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai
tubuh.
2) Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh
yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar
akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan.

2
c. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas
yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi.
d. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera termal pada saluran napas bagian atas
dan oklusi jalan napas akibat edema.
e. Aliran listrik
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan
terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan
berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus
maupun ground. Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat
menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit
bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar
pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
f. Zat kimia (asam atau basa)
Luka bakar kimia biasanya disebabakan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
g. Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radioaktif.
h. Sunburn atau sinar matahari, terapi radiasi.

3
Gambar 1.Tipe luka bakar7

C. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun lebih dari 300.000 kematian diakibatkan oleh luka bakar
karena api. Lebih dari 95% kejadian luka bakar berat terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah dengan angka kematian tertinggi
akibat luka bakar ditempati oleh Asia Tenggara (11,6 kematian per
100.000 populasi per tahun), kemudian diikuti oleh Mediterania Timur
(6,4 kematian per 100.000 populasi per tahun) dan Afrika (6,1 kematian
per 100.000 per populasi per tahun).4
Angka kematian akibat luka bakar di Indonesia masih tinggi yaitu
sekitar 40%, terutama diakibatkan oleh luka bakar berat. Unit Luka Bakar
Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dari Januari 2011 hingga Desember
2012 terdapat 275 pasien luka bakar dengan 203 diantaranya adalah orang
dewasa.5 Pada tahun 2013 menurut Riset Kesehatan Dasar Indonesia,
prevalensi luka bakar di Indonesia sebesar 0,7%, dengan proporsi tertinggi
ditemukan di Papua (2%), kedua Bangka Belitung (1,4%) dan terendah
(tanpa kasus) di Kalimantan Timur, untuk Sulawesi Utara tercatat
sebanyak 0,2% kasus luka bakar. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 1
tahun hingga 4 tahun yaitu sebesar 1,5%.6

4
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado dalam rentang 2011-2014 insiden terbanyak terjadi pada
rentang umur 0-10 sebanyak 44 kasus atau sebesar 29,2 %, diikuti oleh
rentang umur 11-20 tahun sebanyak 33 kasus atau sebesar 11,9 %. Insiden
terbanyak pada laki-laki dengan jumlah kasus 114 atau sebesar 75,5 % dan
perempuan dengan jumlah kasus 37 atau sebesar 24,5 %. Insiden luka
bakar paling banyak terjadi pada mereka yang belum bekerja yaitu sebesar
68 kasus (45,0 %). Penyebab paling banyak adalah luka bakar listrik yaitu
sebesar 58 kasus (38,4 %) dan kedua adalah luka bakar air panas yaitu 41
kasus (27,2%).8

Gambar 2: Insidensi penyebab luka bakar berdasarkan penyebab.9

D. PATOFISIOLOGI
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas
akan meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut mengalami destruksi,
sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan
oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit
akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat evaporasi yang
berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar
derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.2
Luka bakar dikelompokkan menjadi tiga zona berdasarkan derajat
kerusakan jaringan dan perubahan pada aliran darah. Pada bagian pusat

5
atau tengah luka disebut zoba koagulasi, yaitu zona yang paling banyak
terpapar panas dan mengalami kerusakan berat. Protein akan mengalami
denaturasi pada suhu diatas 41 derajat celcius, sehingga panas yang
berlebih pada tempat luka akan mengakibatkan denaturasi protein,
degradasi, dan koagulasi yang mempu menyebabkan nekrosis jaringan.2
Di luar zona koagulasi terdapat zona stasis atau zona iskemik yang
ditandai dengan menurunnya perfusi jaringan sehingga menyebabkan
gangguan pada sel dan jaringan yang berisfat sementara. Zona ini sangat
berpotensial menjadi luka yang lebih luas dan lebih dalam sehingga
mengenai seluruh tebal kulit karena sel-selnya sangat peka terhadap
infeksi dan kekeringan yang menimbulkan kematian sel. Pada daerah
paling luar luka yaitu zona hiperemis, merupakan zona yang kerusakan
selnya sangat minim dan paling dini menunjukkan perbaikan.2

Gambar 3: Zona luka bakar, koagulasi, stasis, hyperemia.11

Fase pada luka bakar :2


1. Fase akut/ awal/ syok
Fase ini mulai dari saat kejadian sampai masa syok telah
teratasi.Masalah yang sering terjadi adalah gangguan saluran
napas karena cedera inhalasi, gangguan sirkulasi, serta
keseimbangan cairan dan elektrolit. Biasanya berlangsung
sampai 48-72 jam pertama.

6
2. Fase subakut/ setelah syok teratasi
Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat
teratasi Biasanya berlangsung dari 3 hari setelah kejadian akan
tetapi tergantung masa syok dapat teratasi atau tidak dan juga
lamanya fase ini bergantung pada masalah yang ditimbulkan
pada jenis, grade dari luka bakar tersebut yang akan dijelaskan
dibawah ini:
a. Proses inflamasi. Proses inflamasi pada luka bakar
berlangsung hebat disertai eksudasi dan kebocoran
protein. Terjadi reaksi inflamasi lokal yang kemudian
berkembang menjadi reaksi sistemik dengan dilepasnya
zat-zat yang berhubungan dengan proses imunologik,
yaitu, kompleks lipoprotein (lipid protein complex, burn-
toxin) yang menginduksi respon inflamasi metabolisme.
b. Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.
c. Hipermetabolisme.
d. Proses penguapan cairan tubuh disertai panas/energi
(evaporate heat loss) yang menyebabkan perubahan dan
gangguan proses metabolisme.
3. Fase lanjut
Fase ini terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit berupa parut
hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena
kerapuhan jaringan atau organ.

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka
bakar.2,10,12
a. Berdasarkan kedalamannya
1. Luka bakar derajat I (superficial burns)

7
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan
epidermis. Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat
vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian
kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh
luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari
terlalu lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi
sekitar 5-7 hari.2,10,13
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang
kedalamannya mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai
sebagian permukaan dermis, luka bakar ini dikenali sebagai
superficial partial thickeness burns atau luka bakar derajat II A.
Luka bakar derajat II A ini tampak eritema, nyeri, pucat jika
ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang
keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingnya
meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis yang
tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat dalam
7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini
dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu
yang lama.2
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian
retikular dermis (deep partial thickeness), luka bakar ini dikenali
sebagai deep partial thickeness burns atau luka bakar derajat II B.
Luka bakar derajat II B ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri
jika ditusuk dengan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam
14-35 hari dengan reepitelisasi dari folikel rambut, keratinosit dan
kelenjar keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari
hilangnya dermis.1,3,8,10

8
Gambar 4. Luka Bakar Derajat I (kiri), Luka Bakar Derajat II
(tengah), Luka Bakar Derajata III (kanan).7

3. Luka bakar derajat III (full-thickess burns)


Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan
epidermis sampai ke lemak subkutan bahkan bisa meluas mencapai
organ dibawah kulit seperti otot dan tulang. Luka bakar ini ditandai
dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih,
atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis sehingga
luka harus sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-
thickness burns memerlukan eksisi dengan skin grafting.2,12
b. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.
Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas
permukaan tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk
menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles
dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang
dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda.
Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and
Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
2,12

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang


terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu:2
1. Kepala dan leher : 9%

9
2. Lengan masing-masing 9% : 18%
3. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4. Tungkai masing-masing 18% : 36%
5. Genetalia/perineum : 1%

Gambar 5. Wallace Rule of Nines9

c. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn


Association: 2,12
a. Luka Bakar Ringan
 Luka bakar derajat II < 5%

10
 Luka bakar derajat II 10% pada anak
 Luka bakar derajat III < 2%
b. Luka Bakar Sedang
 Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
 Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
 Luka bakar derajat III < 10%
c. Luka Bakar Berat
 Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
 Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
 Luka bakar derajat III 10% atau lebih
 Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/
perineum.
 Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

F. PENATALAKSANAAN
Umumnya penatalaksanaan luka bakar karena sengatan listrik perlu
pemberian cairan lebih banyak dari yang diperkirakan karena sering
kerusakan jauh lebih luas daripada yang disangka. Kalau banyak banyak
terjadi kerusakan otot, urin akan berwarna gelap oleh mioglobin; penderita
ini perlu diberi manitol dengan dosis awal 25 gr disusul dosis rumat 121/2
gr/jam. Kalau perlu, manitol diberikan sampai enam kali, untuk
memperbaiki filtrasi ginjal dan mencegah gagal ginjal. Bila ada udem
otak, dapat diberikan diuretik dan kortikosteroid. Pada luka bakar dalam
dan berat, perlu pembersihan jaringan mati secara bertahap karena tidak
semua jaringan mati jelas tampak pada hari pertama. Bila luka pada
ekstremitas, mungkin perlu fasiotomi pada hari pertama untuk mncegah
sindrom kompartemen. Selanjutnya, dilakukan cangkok kulit atau
rekonstruksi.2
Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar
karena sengatan listrik di tempat kejadian adalah memutuskan arus listrik.
Harus diingat bahwa penderita mengandung muatan listrik selama masih

11
berhubungan dengan sumber arus. Kemudian kalau perlu, dilakukan
resusitasi jantung dengan masase jantung dan napas buatan mulut ke
mulut. Cairan parenteral harus diberikan.2
1. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada
luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi
dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi
obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan
dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk
mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan
napas (penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage.
Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena dianggap terlalu
agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi.
Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama
menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas
yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan pemberian oksigen
2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi inhalasi
mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas dengan
cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses inflamasi
dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan.
Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan distres
pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah, takipneu,
pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan
stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa
gas darah serial dan foto thorax.2,3,7,12

2. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:2,7,12
a. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh
pembuluh vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia
jaringan.

12
b. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak
diperlukan.
c. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk
menjamin survival seluruh sel.
d. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke
kondisi fisiologis.
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan
hipertonik dan koloid: 2,7,12
a. Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini
adalah Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit
mendekati kadarnya dalam plasma atau memiliki osmolalitas
hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini
tidak hanya dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini
banyak keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat
(RL) akan meningkatkan volume intravaskuer 300 ml.2,7,12
b. Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.
Larutan garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi,
yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini
melebihi cairan intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari
intraseluler ke ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkat-
kan volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan
dari intraseluler.2,7,12
c. Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan
Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat
melintasi membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap
dipertahankan didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan
sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul

13
akan berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk
edema interstisium yang ada.2,10,13
Penentuan jumlah cairan untuk melakukan resusitasi
dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai empat kali jumlah
defisit intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan meningkatkan
volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit
meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor oksigen.
2,7,12

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat,


menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau
kasus luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam
<4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak
3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan
25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan
gejala klinik sindrom syok. Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau
kasus luka bakar luas < 25-30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2
jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB.
2,7,12

Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum


digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode
ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih
tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa
keterlambatan. Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai
berikut: 2,7,12

1. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8


jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada
bayi, anak dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila
dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah
1% dari kebutuhan.

14
2. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis
3 mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa
5% jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam.
3. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena
sentral (minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal).
Jumlah produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5-1ml/kg
BB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam
sebelumnya.
4. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat
jenis dan sedimen).
5. Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan
kuantitas cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika 200ml
tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada gangguan
ringan, >400 ml gangguan berat.

Penatalaksanaan 24 jam kedua2,7,12


1. Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata
dalam 24 jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa
5% atau 10% 1500-2000 ml. Batasan ringer laktat dapat
memperberat edema interstisial.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan
jumlah produksi uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif sampai
5 mg/kgBB.
3. Pemantauan analisa gas darah, elektrolit.

Penatalaksanaan setelah 48 jam2,7,12


1. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4
ml/kgBB), hemoglobin dan hematokrit.

Cara Baxter
Pada dewasa:
Hari I : 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar

15
Hari II : Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%

Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume


diberikan 16 jam berikutnya.

Pada anak:
Hari I:
RL: dex 5% = 17:3
(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. Faal
Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc
1 – 5 thn = kgBB X 75cc
5-15 thn = kgBB X 50cc

Hari II: sesuai kebutuhan faal

Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.

Formula Parkland: 2,7,12


Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA)] / 8 jam = cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah


1% dari kebutuhan. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan
dapat dilihat dari produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam
dan pada anak 1,0-1,5 cc/kg/jam.1,9,10

16
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien
tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube
(NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%
protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi
sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan
mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian diharapkan
pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya
SIRS dan MODS.2

4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,
mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan
meliputi debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau
tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound dressing dan
pemberian antibiotik topikal. Tujuan perawatan luka adalah untuk
menutup luka dengan mengupaya proses reepiteliasasi, mencegah
infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan untuk
menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin untuk
membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini
dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan
tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya
konservatif sedangkan untuk ukuran besar (>5cm) dipecahkan tanpa
membuang lapisan epidermis diatasnya. 2,7,12
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga
pada luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau
tubuh sebab pengerutan keropeng (eskar) dan pembengkakan yang
terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan (compartment
syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal
iskemik dan nekrosis (mati). Tanda dini penjepitan (compartment
syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas)

17
menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keadaan ini harus cepat
ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng
sampai penjepitan bebas. 2,7,12
Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel
berupa kelenjar sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat
diharapkan sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel tersebut
tidak hancur atau rusak karena infeksi. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pencegahan infeksi. Pada luka lebih dalam, perlu
diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang mati dan
memberi obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai
dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara
terbuka atau tertutup.2
Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver
sulfadiazine dan yang terbaru MEBO (moist exposure burn ointment).
Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep atau krim.
Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle).
Antiseptik yang dipakai adalah yodium povidon atau nitras-argenti
0,5%. Kompres nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif
sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini mengendap
sebagai garam sulfida atau klorida yang memberi warna hitam
sehingga mengotori semua kain.Krim silver sulfadiazine 1% sangat
berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang
cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi,
dan aman. Krim ini dioleskan tanpa pembalut, dan dapat dibersihkan
dan diganti setiap hari.2
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah.
Permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering
sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya, bila digunakan obat
tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita
dan keluarga pun merasa kurang enak karena melihat luka yang
tampak kotor. Sedapat mungkin luka yang tampak kotor. Sedapat
mungkin luka dibiarkan terbuka setelah diolesi obat.2

18
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang
dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi,
tetapi tutupnya sedeikian rupa sehingga masih cukup longgar untuk
berlangsungnya penguapan. Keuntungan perawatan tertutup adalah
luka tampak rapi, terlindung, dan enak bagi penderita.Hanya,
diperlukan tenaga dan dan lebih banyak pembalut dan antiseptik.
Kadang suasana luka yang lembap dan hangat memungkinkan kuman
untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila pembalut melekat pada
luka, tetapi tidak berbau, sebaiknya jangan dilepaskan, tetapi ditunggu
sampai terlepas sendiri.2

5. Eksisi dan graft


Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan
spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati
ini akan menjadi fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting
saat ini dilakukan sebagian besar ahli bedah karena memiliki lebih
banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah
dilakukan eksisi, luka harus ditutup melalui skin graft (pencakokan
kulit) dengan menggunakan biological dressing. Terdapat 3 bahan
biological dressing yaitu homografts (kulit mayat dan penutup luka
sementara), xenografts/heterografts (kulit binatang seperti babi dan
penutup luka sementara) dan autografts (kulit pasien sendiri dan
penutup luka permanen). Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien
sendiri (autograft). Terdapat 2 tipe primer autografts kulit yaitu split-
thickness skin grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts (FTSG).
Pada luka bakar 20-30% biasanya dapat dilakukan dalam satu kali
operasi dengan penutupan oleh STSG diambil dari bagian tubuh
pasien.2,7,12

6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai
profilaksis infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5

19
hari pertana populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri
Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram
negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih
dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa
antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%,
silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin.
Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak stress/stress
ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri.2,7,12
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi
untuk memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan
sendi. Kalau perlu sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan
bidai. Penderita luka bakar luas harus dipantau terus menerus.
Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu
1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak
dengan menilai produksi urin,analisa gas darah, elektrolit,
hemoglobin dan hematokrit.2,7,12

G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi
dan grafting. Komplikasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS,
sepsis dan MODS. Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat
terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas
usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis
karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi
yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan
robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan
parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik, keloid dan kontraktur.
Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekauan
sendi. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan
kontraktur memerlukan tindakan bedah.2,7,12

20
H. PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan
kecepatan pengobatan medikamentosa. Selain itu faktor letak daerah yang
terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan
kecepatan penyembuhan. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10 hari
tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-
14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan
membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat
diperlukan untuk membuang jaringan parut. Baux score dapat digunakan
untuk mengukur risiko kematian pada pasien dengan luka bakar. Baux
score dihitung dengan cara menambahkan umur dengan total persentase
luas luka bakar. Penanganan yang baik dari luka bakar memang
menurunkan mortalitas akibat luka bakar, tetapi umur dan total LLB,
trauma inhalasi, merupakan beberapa penyebab tersering kematian pada
pasien dengan luka bakar. Umur pasien merupakan salah satu prediktor
tunggal, dimana umur yang lebih tua meningkatkan mortalitas pasien.
Pada pasien usia muda, komorbiditas yang menyertai seperti infeksi virus
HIV, kanker yang bermetastase, penyakit hati dan ginjal dapat
mempengaruhi mortalitas.1,9

21
BAB III
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : An. CM
TTL/Umur : 25-12-2000 / 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Desa Tempang Tiga Jaga I
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Minahasa
No. RM : 52.72.63
MRS : 15/11/2018

2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara langsung pada penderita.

Keluhan utama :
Kedua tungkai bawah tidak bisa diluruskan.

Riwayat penyakit sekarang :


Kedua tungkai bawah tidak bisa diluruskan, sudah dialami penderita sejak
kurang lebih 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Penderita tercelup ke
dalam air panas belerang sekitar bulan Maret 2018, kemudian mendapat
luka bakar seluas 91% dan dirawat selama 2 bulan di RSUP Prof. R. D.
Kandou. Ketika penderita pulang, penderita diminta untuk kontrol kembali
namun penderita tidak pernah kontrol kembali.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mengalami luka bakar seluas 91% pada bulan Maret 2018.

22
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.

3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80x/menit, isi cukup, regular, akral hangat
Respirasi : 24x/menit
Suhu Badan : 36,3ºC

Status Lokalis
Kepala : Mesocephal
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-)
Telinga : Normotia, sekret (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1
Leher : Trakea letak tengah, terdapat scar
KGB : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada
aksila, supraklavikula, submandibula submental, dan
inguinal.
Thorax :
Paru :
- Inspeksi : Simetris, terdapat scar
- Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan, massa (-)
- Perkusi : Sonor kiri = kanan
- Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)

23
Jantung :
- Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus kordis teraba
- Perkusi :
 Batas kiri atas : ICS II, linea parasternalis
sinistra
 Batas kanan atas : ICS II, linea parasternalis
dextra
 Batas kiri bawah : ICS IV, linea midklavikula
sinistra
- Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : Datar, terdapat scar
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani
Ekstremitas atas dan bawah :
- Regio femur-cruris bilateral : tampak scar, tampak luka
bakar dengan krusta, tungkai bawah tidak bisa di
ekstensi.
Genitalia dan Anus : Terdapat scar

4. Resume
Kedua tungkai bawah tidak bisa diluruskan, sudah dialami penderita sejak
kurang lebih 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Penderita tercelup ke
dalam air panas belerang sekitar bulan Maret 2018, kemudian mendapat
luka bakar seluas 91% dan dirawat selama 2 bulan di RSUP Prof. R. D.
Kandou. Ketika penderita pulang, penderita diminta untuk kontrol kembali
namun penderita tidak pernah kontrol kembali.

24
Regio femur-cruris bilateral : tampak scar, tampak luka bakar dengan
krusta, tungkai bawah tidak bisa di
ekstensi.

5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (15-11-2018)
Leukosit : 14.900/uL SGPT : 7 U/L
Eritrosit : 4,03 106/uL GDS :93 mg/dL
Hemoglobin : 10,7 g/dL Natrium : 133 mEq/L
Hematokrit : 33,7% Kalium : 4,12 mEq/L
Trombosit : 543.000/uL Chlorida : 95,4 mEq/L
MCH : 26,6 pg PT :14,2 detik
MCHC : 11,8 g/dL INR : 1,17 detik
MCV : 83,6 fL APPT :36,1 detik
SGOT : 15 U/L

6. Diagnosis
- Kontraktur regio femur bilateral post combutio
- Kontraktur regio cruris bilateral post combutio

7. Terapi
 Inj. Ceftriaxone 2 × 1gr IV
 Inj. Ketorolac 3 × 30 mg IV
 Inj. Ranitidine 2 × 50 mg IV
 Rawat luka

8. Follow up
Irina A atas B4 Bed 3 (Ruang Khusus Luka Bakar)
Jumat, 16 November 2018
S : kedua tungkai bawah kaku tidak bisa diluruskan
O: Regio femur bilateral : tampak scar, tampak luka bakar dengan
krusta, tungkai bawah tidak bisa di

25
ekstensi.
Regio cruris bilateral : tampak scar, tampak luka bakar dengan
krusta, tungkai bawah tidak bisa di
ekstensi.
A : Kontraktur regio femur bilateral post combutio
Kontraktur regio cruris bilateral post combutio
P : Rencana debridement, ro/ thorax, EKG, konsul rehab medik

Jawaban konsul Rehab Medik:


- Breathing Exercise
- Alih baring 12 jam
- Proper bed positioning
- Mobilisasi bertahap
- Gentle Stretching Hamstring D/S
- Aktif dan Pasif ROM exercise ekstremitas D/S
- Support Mental
- Sosial Medik

EKG (16-11-2018)
- Sinus takikardia HR 112x/m

Sabtu, 17 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O : Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A:- Kontraktur regio femur bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Kontraktur regio cruris bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Electrolite imbalance
P : - Rawat luka
- Cek elektrolit
- Kaltrofen supp ekstra setiap rawat luka
- Ketorolac drips per 8 jam
- Ceftriaxone injeksi per 12 jam
- Ranitidin injeksi per 12 jam

X-Foto Thoraks (17-11-2018)

Kesan: Bronchitis, cor normal

Minggu, 18 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O : Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A:- Kontraktur regio femur bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Kontraktur regio cruris bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Electrolite imbalance
P : - Rawat luka
- Kaltrofen supp ekstra setiap rawat luka
- Ketorolac drips per 8 jam
- Ceftriaxone injeksi per 12 jam
- Ranitidin injeksi per 12 jam

Senin, 19 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O : Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A:- Kontraktur regio femur bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Kontraktur regio cruris bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Electrolite imbalance
P : - Rawat luka
- Kaltrofen supp ekstra setiap rawat luka
- Ketorolac drips per 8 jam
- Ceftriaxone injeksi per 12 jam
- Ranitidin injeksi per 12 jam

Selasa, 20 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O : Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A:- Kontraktur regio femur bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Kontraktur regio cruris bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Electrolite imbalance
P : - Rawat luka
- Kaltrofen supp ekstra setiap rawat luka
- Ketorolac drips per 8 jam
- Ceftriaxone injeksi per 12 jam
- Ranitidin injeksi per 12 jam

Rabu, 21 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O : Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A:- Kontraktur regio femur bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Kontraktur regio cruris bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Electrolite imbalance
P : - Rawat luka
- Kaltrofen supp ekstra setiap rawat luka
- Ketorolac drips per 8 jam
- Ceftriaxone injeksi per 12 jam
- Ranitidin injeksi per 12 jam
- Konsul Anestesi 22/12/2018
- Konsul IBS 22/12/2018

Kamis, 22 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O : Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A:- Kontraktur regio femur bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Kontraktur regio cruris bilateral post combutio dengan secondary
infection
- Electrolite imbalance
P : - Rawat luka
- Kaltrofen supp ekstra setiap rawat luka
- Ketorolac drips per 8 jam
- Ceftriaxone injeksi per 12 jam
- Ranitidin injeksi per 12 jam
- Debridement di OK IBS
- Cek Lab post operasi dan elektrolit
- Transfusi PRC 2 kantong, 1 kantong per hari

Jumat, 23 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O : Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A:- Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-1
P : - Rawat luka
- Kaltrofen supp ekstra setiap rawat luka
- Ketorolac drips per 8 jam
- Ceftriaxone injeksi per 12 jam
- Ranitidin injeksi per 12 jam
Laboratorium (23-11-2018)
Leukosit : 23.600/uL SGPT : 13 U/L
Eritrosit : 3,39 106/uL Ureum : 11 mg/dL
Hemoglobin : 8,7 g/dL Creatinin : 0,4 mg/dL
Hematokrit : 28,2% GDS : 67 mg/dL
Trombosit : 520.000/uL Albumin : 2,59 g/dL
MCH : 25,7 pg Chlorida :101,9 mEq/L
MCHC : 30,8 g/dL Kalium : 3,86 mEq/L
MCV : 83,3 fL Natrium : 140 mEq/L
SGOT : 15 U/L

Sabtu, 24 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-2
P : - Rawat luka
- Mebo

Minggu, 25 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-3
P : - Rawat luka
- Mebo
Senin, 26 November 2018
S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-4
P : - Rawat luka
- Mebo

Selasa, 27 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-5
P : - Rawat luka
- Mebo

Rabu, 28 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-6
P : - Rawat luka

32
- Mebo
- Ceftriaxone injeksi 2 x 1 gram
- Metronidazole injeksi 3 x 500 mg

Kamis, 29 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-7
P : - Rawat luka
- Mebo
- Ceftriaxone injeksi 2 x 1 gram
- Metronidazole injeksi 3 x 500 mg

Jumat, 30 November 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-8
P : - Rawat luka
- Mebo
- Konsul pediatri untuk antibiotik

Jawaban konsul PPRA (30-11-2018):


- Tidak ACC meropenem

33
- Cek Panduan Praktek Klinik Antibiotik Tx Combutio Post
Debridement
- Pro injeksi antibiotik kombinasi loading dose metronidazole 750 mg
12 jam kemudian 3 x 400 mg

Sabtu, 01 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-9
P : - Rawat luka
- Mebo
- Jawaban konsul dari PPRA : loading dose metronidazole 750 mg 12
jam kemudian 3 x 400 mg
- Senin debridement dengan anestesi lokal di OK IBS
- Cek DL 01-12-2018

Laboratorium (01-12-2018)
Leukosit : 10.100/uL
Eritrosit : 4,58 106/uL
Hemoglobin : 11,9 g/dL
Hematokrit : 39,6%
Trombosit : 532.000/uL
MCH : 26,1 pg
MCHC : 30,1 g/dL
MCV : 86,5 fL

Minggu, 02 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan

34
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-10
P : - Rawat luka
- Mebo
- Terapi antibiotik sesuai PPRA
- Rencana debridement dengan anestesi lokal di OK IBS

Senin, 03 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-11
P : - Rawat luka
- Mebo
- Terapi antibiotik sesuai PPRA
- Rencana debridement dengan anestesi lokal di OK IBS

Selasa, 04 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-12

35
P : - Rawat luka/2 hari
- Mebo
- Terapi antibiotik sesuai PPRA
- Pro debridement TIVA di IBS Kamis 6/12/2018, jika keluarga ACC
- Persiapan operasi (ECG, thorax, lab)
- Konsul rehabilitasi medik untuk dysuse atrofi dan gradual
compression

EKG (04-12-2018)
Sinus ritme HR 90x/m normoaksis

Laboratorium (04-12-2018)
Leukosit : 8.600/uL Ureum : 7 mg/dL
Eritrosit : 4,24 106/uL Creatinin : 0,5 mg/dL
Hemoglobin : 11,1 g/dL Albumin : 3,06 g/dL
Hematokrit : 36,4% Chlorida : 99,5 mEq/L
Trombosit : 556.000/uL Kalium : 4,30 mEq/L
MCH : 26,3 pg Natrium : 136 mEq/L
MCHC : 30,6 g/dL PT : 15,8 detik
MCV : 85,9 fL INR : 1,23 detik
SGOT : 15 U/L APPT : 45,8 detik
SGPT : 5 U/L

Rabu, 05 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-13
P : - Rawat luka/2 hari

36
- Mebo
- Terapi antibiotik sesuai PPRA
- Pro debridement TIVA di IBS Kamis 6/12/2018
- Konsul anestesi 5/12/2018

Kamis, 06 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta +, pus –
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement H-14
P : - Rawat luka/2 hari
- Mebo
- Terapi antibiotik sesuai PPRA
- Pro debridement di IBS

Laboratorium (06-12-2018)
Leukosit : 12.900/uL
Eritrosit : 4,66 106/uL
Hemoglobin : 12,1 g/dL
Hematokrit : 40,5%
Trombosit : 562.000/uL
MCH : 26,0 pg
MCHC : 29,9 g/dL
MCV : 86,9 fL

Jumat, 07 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: VAS : 5/3 Sb: afebril
Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -

37
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio ekstremitas bawah terpasang backslab
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement ke-II H-1
P : - Rawat luka/2 hari
- Konsul poli nyeri

Sabtu, 08 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: VAS : 5/3 Sb: afebril
Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio ekstremitas bawah terpasang backslab
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement ke-II H-2
P : - Rawat luka/2 hari
- Anti nyeri sesuai poli nyeri
- Terapi Antibiotik lanjut

Minggu, 09 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: VAS : 5/3 Sb: afebril
Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio ekstremitas bawah terpasang backslab
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio

38
cruris bilateral post debridement ke-II H-3
P : - Rawat luka/2 hari
- Terapi Antibiotik lanjut

Senin, 10 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: VAS : 3/2 Sb: afebril
Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio ekstremitas bawah terpasang backslab
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement ke-II H-4
P : - Rawat luka/2 hari
- Terapi Antibiotik lanjut

Selasa, 11 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: VAS : 3/2 Sb: afebril
Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio ekstremitas bawah terpasang backslab
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement ke-II H-5
P : - Rawat luka/2 hari
- Terapi Antibiotik lanjut

Rabu, 12 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan

39
O: VAS : 2/1 Sb: afebril
Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio ekstremitas bawah terpasang backslab
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement ke-II H-6
P : - Rawat luka/2 hari
- Terapi Antibiotik lanjut
- Pasang infus

Kamis, 13 Desember 2018


S : Luka dan nyeri di kaki kiri dan kanan
O: VAS : 2/1 Sb: afebril
Regio femur dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris dekstra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio femur sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio cruris sinistra : luka +, granulasi +, krusta -, pus -
Regio ekstremitas bawah terpasang backslab
A: Luka bakar dengan jaringan granulasi regio femur bilateral et regio
cruris bilateral post debridement ke-II H-7
P : - Rawat luka/2 hari
- Terapi Antibiotik lanjut
- Pasien menolak dilakukan debridement dan meminta pulang

40
Pertama kali masuk

Perawatan hari ke-10

41
Perawatan hari ke-17

Post debridement ke-2

42
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan kasus pasien atas nama CM usia 17 tahun datang dengan
keluhan kedua tungkai bawah tidak bisa diluruskan. Kedua tungkai bawah tidak
bisa diluruskan sudah dialami penderita sejak kurang lebih 4 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Penderita tercelup ke dalam air panas belerang sekitar bulan
Maret 2018, kemudian menderita luka bakar seluas 91% dan dirawat selama 2
bulan di RSUP Prof. R. D. Kandou. Ketika penderita pulang, penderita diminta
untuk kontrol kembali namun penderita tidak pernah kontrol kembali.

Pada pemeriksaan fisik leher ditemukan trakea letak tengah, pembesaran KGB
tidak ada dan terdapat scar. Thorax pergerakan dinding dada simetris kiri = kanan,
terdapat scar pada dada, stem fremitus kiri = kanan, sonor kiri = kanan, suara
pernapasan vesikuler (+). Abdomen datar, terdapat scar, bising usus (+) normal.
Ekstrimitas, regio femur dan cruris bilateral: tampak scar, tampak luka bakar
dengan krusta, tungkai bawah tidak bisa di ekstensi. Genitalia dan anus terdapat
scar. Pasien didiagnosis luka bakar dengan jaringan granulasi dan krusta (infeksi
sekunder). Luka bakar yang dialami pasien di regio femur sampai regio cruris
bilateral dan mengalami kontraktur pada kedua tungkai bawah pasien.

Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan di
bawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini
disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan
bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah
akibat luka bakar.14 Pada pasien kontraktur terjadi kemungkinan karena
imobilisasi lama yang dilakukan pasien pasca penyembuhan luka bakar yang
didapatnya pada bulan Maret 2018. Pada saat ini pasien juga mengalami infeksi
sekunder berupa krusta di kedua tungkai bawahnya.

Beberapa pemeriksaan penunjang direncanakan pada pasien ini. Adapun hasil


pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 15 November 2018 didapatkan
peningkatan leukosit, yaitu 14.900. Pada kasus ini disebabkan oleh reaksi
inflamasi pada fase akut luka bakar dan kontaminasi luka bakar dengan

43
lingkungan yang dapat menyebabkan masuknya bakteri pada luka yang terbuka.
Pemberian antibiotik yang tepat dapat menurunkan mengurangi proses infeksi
pada pasien ini. Pada pasien juga dilakukan debridement di ruang OK dengan
tujuan untuk membersihkan luka bakar sekaligus melakukan ekstensi tungkai dan
memasang backslap untuk mengurangi kontraktur pada kedua tungkai pasien.

Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar. Luka bakar dibersihkan dengan
NaCl yang mengalir. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menurunkan suhu di
daerah cedera sehingga dapat menghentikan proses combustio pada jaringan. Pada
masa awal perawatan juga pasien diberikan krim silver sulfadiazine 1%, krim
yang bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup,efektif terhadap
semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan aman. Kemudian diberikan krim
MEBO (moist exposure burn ointment), yang memberikan kelembapan yang
diperlukan untuk regenerasi kulit, dan juga mambantu proses epitelisasi. Berbeda
dengan krim silver sulfadiazine yang dioles dengan perawatan terbuka, setelah
dioles krim MEBO harus ditutup dengan kasa steril. Keuntungan perawatan
terbuka adalah mudah, murah, luka cepat kering walaupun keadaan luka terihat
tidak rapi dan mengotori tempat tidur. Sedangkan perawatan tertutup
dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, hanya saja
diperlukan tenaga dan dana lebih banyak karena dipakainya kasa steril dan
antiseptik.
Antibiotik juga diberikan karena luka bakar yang tidak steril diakibatkan oleh
kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan kuman yang akan mempermudah terjadinya infeksi. Kuman
penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga
berasal dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di
lingkungan rumah sakit. Selain pemberian antibiotik, pasien juga diberikan
analgetik golongan NSAID untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien
serta diberikan H2-bloker untuk mengurangi efek iritasi lambung disebabkan oleh
pemberian NSAID.

Peran rehabilitasi medik bagi pasien ini sangat penting. Dari hasil konsul,
pasien direncanakan dilakukan proper bed positioning, breathing exercise,

44
mobilisasi bertahap, gentle stretching hamstring D/S, aktif dan pasif ROM
exercise ekstremitas D/S dan mental support. Latihan - latihan ini dilakukan untuk
menghindari komplikasi yang bisa timbul selagi pasien dirawat di rumah sakit.
Proper bed positioning dilakukan agar menghindari penyakit-penyakit seperti
ulkus dekubitus.

Prognosis pada pasien ini ditentukan dari bagaimana proses penyembuhan


luka dan perawatan selama di Rumah Sakit. Prognosis dubia ad vitam bonam
sedangkan ad fungsionam; dubia dan ad sansionam; dubia. Peran rehabilitasi
medik dalam kasus ini akan sangat berpengaruh dalam menentukan kualitas hidup
dari pasien kedepannya. Baux score dapat digunakan untuk mengukur risiko
kematian pada pasien dengan luka bakar. Baux score dihitung dengan cara
menambahkan umur dengan total persentase luas luka bakar. Penanganan yang
baik dari luka bakar memang menurunkan mortalitas akibat luka bakar, tetapi
umur dan total LLB, trauma inhalasi, merupakan beberapa penyebab tersering
kematian pada pasien dengan luka bakar. Umur pasien merupakan salah satu
prediktor tunggal, dimana umur yang lebih tua meningkatkan mortalitas pasien.
Pada pasien usia muda, komorbiditas yang menyertai seperti infeksi virus HIV,
kanker yang bermetastase, penyakit hati dan ginjal dapat mempengaruhi
mortalitas.

45
BABV
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Luka bakar adalah luka pada kulit atau jaringan organik lainnya yang
terutama disebabkan oleh api, radiasi, radioaktivitas, listrik, gesekan atau
kontak dengan bahan kimia. Penyebab luka bakar antara lain kobaran api
di tubuh (flame), jilatan api (flash), terkena air panas (scald), tersentuh
benda panas (kontak panas), sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia,
serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat rendah. Diagnosis
dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang yang ada. Pasien didiagnosis luka bakar dengan jaringan
granulasi dan krusta. Pada pasien dilakukan penanganan debridement dan
perawatan luka setiap hari serta konsultasi rehabilitasi medik. Apabila
dilakukan diagnosis dan penanganan yang dini dan tepat maka akan
menghasilkan prognosis yang baik. Prognosis dubia ad vitam bonam
sedangkan ad fungsionam; dubia dan ad sansionam; dubia.

B. SARAN
Pasien dan keluarga pasien perlu diberikan edukasi mengenai beberapa
permasalahan yang dapat timbul selama perawatan luka pasien dan
mengatakan bahwa pasien memerlukan dukungan mental dari keluarga
untuk mengembalikan percaya diri pasien. Nutrisi yang seimbang,
terutama tinggi kalori dan tinggi protein sangat penting dijaga pada pasien
dengan luka bakar. Mematuhi jadwal kontrol yang ditetapkan dokter juga
sangat penting untuk mengurangi komplikasi dari luka bakar tersebut.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Vioilence and Injury Prevention: Burns


[Internet] [Accessed on 21 December 2018]. Available from:
http://www.who.int/violence_injury_prevention/other_injury/burns/en/

2. de Jong W. Luka, Luka Bakar. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2005. h. 66-88.

3. David S. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Surabaya:


Surabaya Plastic Surgery; 2008.

4. Mock C, Peck M, Peden M, Krug E, Ahuja R, Albertyn H, et al. A WHO


Plan for Burn Prevention and Care. Geneva: World Health Organization;
2008. p. 2.

5. Martina NR, Wardhana A. Mortality Analysis of Adult Burn Patients. Jur


Plast Rekons. 2013;2:96.

6. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.


Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2013. h. 101-3.

7. Mayo clinic staff. Burns First Aids. [Internet] [Accessed on 21 December


2018]. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus

8. Kairupan G, Monoarfa A, Hatibie M. Angka Kejadian Penderita Luka


Bakar di Bagian/SMF Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Periode Juni 2011 Sampai Juni 2014. Jurnal e-Clinic. 2015;3:827-9.

9. American College of Surgeon. Thermal Injuries. Advanced Trauma Life


Support Student Course Manual. 10th edition. 2017.

10. Becker JM. Essentials of Surgery. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 118-


29.

11. Coran GA. Burn.In: Pediatric Surgery 7th ed. Elsevier; 2012.

12. Wedro BC. First Aid for Burns. [Internet] [Accessed on 21 December
2018]. Available from: http://www.medicinenet.com.

13. Friedstat J, Endorf FW, Gibran NS. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen
DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, et al. Schwartz’s
Principles of Surgery. 10th Edition. New York: Mc Graw Hill; 2015. p.
227-36.

47
14. Perdanakusuma DS. Surgical Management of Contracture in Head and
Neck. Annual Meeting of Indonesian Symposium on Pediatric Anesthesia
& Critical Care. JW Marriot Hotel Surabaya 2009.

48

Anda mungkin juga menyukai