Anda di halaman 1dari 13

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pohon karet (Havea brasiliensis L.) yang dilukai pembuluhnya atau
disebut dengan penyadapan dengan cara yang benar akan mengeluarkan getah
cairan putih bernama lateks. Getah ini memiliki 97% partikel cis 1, 4 polyisoprene
yang tidak dimiliki oleh pohon lain. Getah ini masih bersifat lengket pada suhu
tinggi dan bersifat getas pada suhu rendah sehingga memerlukan vulkanisasi agar
menjadi crosslinking untuk mengubah sifat karet dari viskositas yang lunak
menjadi produk akhir yang elastis. Dalam pengolahannya, lateks diproduksi
dalam bentuk lateks pekat, crepe, dan Ribbed Smoke Sheet (RSS) sebelum diolah
lebih lanjut lagi menjadi sebuah ban otomotif, sarung tangan untuk operasi, sepatu
hingga barang kebutuhan sehari – hari (Kuncoro, M. 2003)
Pengolahan karet akan mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan.
Lateks yang tercampur dengan air hujan, peralatan yang kurang bekerja dengan
baik, waktu pengolahan yang terlalu cepat atau terlalu lama, dan hal – hal lain
yang menyebabkan pengolahan yang tidak optimal dapat menurunkan mutu
produk lateks. Penurunan mutu ini juga mengakibatkan turunnya harga produk
lateks sehingga tingkat perekonomian menjadi rendah dan rendahnya sumber
devisa negara non migas.
Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum lapang untuk mengetahui
pengolahan lateks yaitu RSS dengan benar pada pabrik pengolahan di PT.
Perkebunan Nusantara XII untuk kemudian dibandingkan dengan literatur dan
faktor – faktornya yang dapat mempengaruhi mutu RSS.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengolahan Ribbed Smoke Sheet (RSS) dengan benar pada
pabrik pengolahan di PT. Perkebunan Nusantara XII dan dibandingkan
dengan literatur.
2. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi mutu Ribbed Smoke Sheet
(RSS).
1.3 Luaran
Dari hasil praktikum lapang pengolahan Ribbed Smoke Sheet (RSS),
luaran yang diharapkan adalah mengetahui pengolahan RSS dengan benar pada
pabrik pengolahan di PT Perkebunan Nusantara XII dan dibandingkan dengan
literatur. Selain itu, dapat diketahui faktor – faktor yang mempengaruhi mutu
RSS.
BAB 2. PEMBAHASAN

Praktikum ini dilakukan di pabrik pengolahan lateks yang dinaungi PT.


Perkebunan Nusantara XII. Pabrik ini bertempat di daerah Renteng – Ajung –
Jember sekaligus dalam satu daerah juga terdapat kebun karetnya dengan kondisi
topografi datar ketinggian dan kondisi iklim lima sampai tujuh bulan kering.
Kebun karet yang dimiliki oleh perusahaan ini adalah seluas 819,67 Ha pada Mei
2017. Pabrik ini memiliki karyawan berjumlah 90 orang yang tersebar di berbagai
macam bagian mulai dari bagian penyadapan lateks, pengangkutan ke pabrik
hingga bagian produksi. Proses penyadapan tanaman karet dilakukan mulai pukul
02.00 WIB. Proses penyadapan dilakukan sebelum matahari terbit karena pukul
dua pagi adalah waktu yang tepat bagi penyadapan. Alasannya adalah, tanaman
karet memiliki tekanan turgor yang tinggi oleh isi sel yang menyebabkan getah
lateks keluar lebih banyak. Pada saat siang hari getah lateks yang dapat dihasilkan
mulai sedikit karena tekanan turgor digunakan untuk proses fotosintesis tanaman,
proses metabolisme, dan yang lainnya (Anwar, 2009). Pabrik ini melakukan
produksi dari lateks segar hingga menjadi produk akhir Ribbed Smoke Sheet
(RSS). Dalam setahun, produksi ini dapat mencapai RSS sebanyak 1.500 hingga
1.900 lembar. RSS yang dihasilkan, dibedakan menjadi dua kualitas atau mutu
yaitu superior dan mutu inferior. Adapun produk cacat atau produk gagal dari
RSS akan digolongkan ke dalam kelompok cutting dimana RSS dalam golongan
ini akan dilakukan pengolahan lagi jika kondisinya memungkinkan. Golongan
cutting walaupun sudah diolah kembali tidak dapat berganti mutu menjadi
superior atau inferior, akibatnya harga RSS akan jauh lebih murah dibandingkan
mutu lainnya. Selain permasalahan pengolahan, pabrik ini juga mempunyai
permasalahan yang berkaitan dengan hak milik tanah dan kebun. Lahan kebun
seluas 47,34 Ha masih dikuasai oleh rakyat yang bersikukuh mengklaim tanahnya
sebagai warisan nenek moyang.

Lateks adalah cairan berwarna putih sampai kekuning – kuningan yang


diperoleh dengan cara penyadapan (membuka pembuluh lateks) pada kulit
tanaman karet (Havea brasiliensis L.). Produk dari lateks salah satunya adalah
RSS. Ribbed Smoke Sheet (RSS) atau karet lembaran asap merupakan salah satu
jenis produk karet olahan dari getah tanaman karet Havea brasiliensis yang
diperoleh secara perkebunan maupun perorangan (Khomah, et al, 2013). Produk
olahan tanaman karet ini mempunyai banyak kegunaan dalam pasar industri yaitu
sebagai bahan baku pembuatan industri otomotif dan ban. Indonesia, Thailand,
dan Malaysia merupakan pengekspor karet terbesar di dunia. Negara yang
memiliki kecenderungan pengeksporan karet dari Indonesia adalah Amerika
Serikat (Sinaga, 2011).

Sebelum mengolah lateks menjadi produk RSS, sangat penting untuk


diperhatikan kualitas dan kontinuitas bahan baku. Beberapa hal yang dapat
dilakukan sebagai bentuk pengawasan menurut Singarimbun (2006) yaitu dari
hasil penyadapan, dapat ditentukan:
1. Bobot atau isi lateks.
Lateks setelah dipanen, dikumpulkan jadi satu ke dalam ember –
ember takaran melalui sebuah saringan kasar dengan ukuran lubang 2 mm.

2. Kadar Karet Kering (KKK).


Penentuan kadar karet kering (KKK) sangat penting dalam usaha
mencegah terjadinya kecurangan para penyadap. Penentuan KKK dilakukan
dengan cara mengambil 100 cc lateks, ditambahkan asam semut dengan
konsentrasi 2% kurang lebih 2 ml dan dipanaskan hingga lateks menjadi beku.
Tujuan penambahan asam semut adalah untuk menurunkan pH agar lateks
menjadi beku atau mengalami koagulasi pada saat pemanasan. Proses selanjutnya
adalah penggilingan sampai ukuran kurang lebih setebal 2 mm. Penimbangan
dilakukan untuk mengetahui berat basah yang diperoleh. Kemudian di asap
kurang lebih 5 hari dan dilakukan penimbangan kembali sebagai berat kering.
Data yang dihasilkan lalu dihitung kadar karet keringnya (KKK). Dalam PTPN
XII, koefisien pengering yang digunakan adalah 74%. Pemakaian koefisien
pengering ini berbeda – beda tiap pabrik pengolahan tergantung dari kadar lateks
yang dihasilkan. Penentuan koefisien pengering ini diuji setiap tiga bulan sekali
untuk mempertahankan keakuratannya.

Pengolahan RSS yang ada di Pabrik pengolahan PTPN XII terjadi secara
mekanis dan kimiawi melalui beberapa tahapan proses pengolahan antara lain
penerimaan lateks kebun, pengenceran, pembekuan, penggilingan, pengasapan,
sortasi, dan pengemasan. Tahapan pengolahan tersebut dijelaskan dibawah ini:

1. Penerimaan lateks.
Penerimaan lateks yang dilakukan di pabrik dari pohon karet yang
disadap, dikumpulkan dalam beberapa wadah kemudian disaring.
Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan kotoran dan bagian lateks yang
mengalami prakoagulasi sehingga dapat diperoleh lateks segar. Penyaringan
dilakukan dengan menggunakan penyaring dengan ukuran 30 mesh. Dalam
tahap ini, lateks akan diuji apakah lateks tersebut memiliki mutu yang baik.
Pengujiannya dapat dilakukan dengan mencelupkan satu tangan ke dalam
wadah berisi lateks selama beberapa detik. Mutu lateks yang dikatakan baik
adalah jika pada saat pengangkatan tangan dari wadah, lateks yang menempel
di tangan akan jatuh perlahan atau tidak cepat jatuh seperti air. Mutu ini
dibedakan menjadi mutu superior dan inferior. Bahan baku yang tergolong
superior adalah bahan baku yang berwarna seperti susu, bersih, bebas dari
lump, dan pada saat disaring tidak perlu digosok. Sedangkan yang tergolong
inferior adalah lateks yang mengalami prakoagulasi, mengandung lump
mangkok, dan mengandung lump tanah. Lateks superior dan inferior tidak
dapat dicampur karena lateks superior bersifat stabil dan lateks inferior
bersifat labil. Di dalam lateks labil mengandung ion H+, sehingga jika
keduanya dicampur akan terjadi reaksi antara ion OH- (lateks murni
mengandung ion negatif) dan ion H+. Akibatnya, jika tidak cepat ditangani
akan menyebabkan prakoagulasi pada lateks stabil.

2. Pengenceran lateks.
Lateks dialirkan ke dalam bak koagulasi untuk dilakukan pengenceran.
Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan penyaringan kotoran yang
masih tercampur dengan lateks, menyeragamkan kadar karet kering agar
mutu tetap dapat dijaga, memudahkan pembersihan gelembung udara atau gas
yang terdapat pada lateks, dan memudahkan meratanya koagulan (asam
pembeku/asam format) yang ditambahkan untuk proses koagulasi.
Pengenceran dilakukan dengan mencampurkan air ke dalam lateks segar
sambil melakukan pengadukan sampai kedua zat tercampur. Air yang
dicampurkan harus jernih, tidak berbau, dan tidak mengandung logam –
logam kimia seperti besi, tembaga, dan seng. Air yang digunakan dapat
diperoleh dari sumber manapun seperti sumber air sungari, air sumur, ledeng,
dan lain – lain asalkan memenuhi persyaratan tersebut.

3. Pembekuan lateks.
Pembekuan lateks dilakukan di dalam bak koagulasi dengan menambah
zat koagulan yang bersifat asam berupa asam asetat dengan konsentrasi 1-2%
dengan dosis 4 ml/kg karet kering. Tujuan penambahan zat koagulan adalah
untuk menurunkan pH lateks sehingga lateks menjadi asam kemudian dapat
membeku. Penambahan koagulan harus disertai pengadukan yang dilakukan
sebanyak 6- 10 kali maju dan mundur yang bertujuan untuk mencegah
terbentuknya gelembung udara yang akan berpengaruh pada lembaran –
lembaran lateks yang dihasilkan. Tujuan dari proses ini adalah untuk
merapatkan atau mempersatukan butir – butir karet yang terdapat dalam
cairan lateks agar menjadi satu gumpalan atau koagulum.

4. Penggilingan.
Setelah tahapan pembekuan, maka akan dilakukan poses penggilingan
untuk mengurangi kadar air, mengeluarkan sebagian serum, membilas,
membentuk lembaran tipis, memberi motif garis pada lembaran, dan
memperluas permukaan lembaran agar proses pengasapan berlangsung cepat.
Penggilingan juga bertujuan untuk mendapatkan ukuran lembaran lateks yang
seragam. Setelah digiling, lembaran – lembaran tipis yang dihasilkan
kemudian dilakukan penirisan. Tujuannya adalah untuk mengurangi
kandungan air permukaan pada lembaran sit sebelum proses pengasapan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah penirisan tidak boleh terlalu
lama untuk menghindari terjadinyacacat pada sit yang dihasilkan seperti karat
akibat oksidasi. Lama penirisan adalah dua sampai empat jam dengan menata
lembaran pada glantang dari bambu dimana setiap gelantang terdiri dari 4
lembaran.

5. Pengasapan.
Lembaran lateks yang sudah digiling, dipindahkan ke dalam ruang atau
kamar asap. Pengasapan di dalam ruang asap dilakukan untuk mengeringkan
lembaran atau mengurangi kandungan air, memberi warna khas coklat pada
lembaran, dan menghambat adanya pertumbuhan jamur pada permukaan
lembaran. Suhu dalam ruang asap harus dikontrol setiap satu jam sekali
untuk memastikan suhu yang dipakai tidak berlebih atau kurang. Jika suhu
yang dipakai berlebih, akibatnya lembaran akan merintis dan molor.
Sedangkan, jika suhu yang dipakai kurang akan mengakibatkan lembaran
masih mentah. Penggunaan suhu yang tepat adalah berdasarkan waktu
pengasapan yaitu:
Pada hari pertama suhu yang dipakai sebesar 40 - 45°C
Pada hari kedua suhu yang dipakai sebesar 45 - 50°C
Pada hari ketiga suhu yang dipakai sebesar 50 - 55°C
Pada hari keempat suhu yang dipakai sebesar 55 - 60°C
Pada hari kelima suhu yang dipakai sebesar 55 - 60°C
Setelah hari pertama, dilakukan pembalikan agar lembaran tidak lengket.
Penggunaan suhu dari hari ke hari secara berkala atau bertahap dengan tujuan
pengasapan pada lembaran berlangsung merata baik bagian dalam lembaran
maupun bagian luar.

6. Sortasi.
Lembaran yang telah matang dari kamar asap akan ditimbang dan dicatat
dalam arsip produksi dan dilakukan proses sortasi. Proses sortasi dilakukan
secara visual dengan meja kaca. Proses sortasi ini dilakukan berdasarkan
syarat yang ditetapkan yaitu bebas dari gelembung udara, bebas dari kotoran,
dan bebas dari cacat penggilingan yang akan menentukan lembaran tersebut
ada di golongan RSS 1, RSS 2, RSS 3, atau cutting.

7. Pengepresan dan pengemasan


Setelah proses sortasi, dilakukan tahap pengemasan yaitu dengan
menumpuk RSS menjadi beberapa lapis kemudian dilakukan pengepresan
dengan alat pengepres. Pengepresan dilakukan selama dua kali dan dikemas
dengan plastik. Terdapat dua pengemasan yaitu big bale dan small bale.
Pengemasan big bale adalah sebesar dimensi 48 cm x 48 cm x 60 cm dan
beratnya sebesar 113,3 kg. Sedangkan pengemasan small bale adalah sebesar
dimensi 60 cm x 32 cm x 15 cm dengan berat sebesar 33,3 kg dan 35 kg.
Jenis pengemasan dilakukan sesuai dengan permintaan konsumen. Setelah
disimpan, RSS dapat disimpan dalam ruang penyimpanan atau gudang.

Berdasarkan kriteria kualitas produk RSS pada PT. Perkebunan Nusantara


XII dan dibandingkan dengan literatur menurut Zebua (2008), dapat dibedakan
antara lain sebagai berikut:
1. RSS 1
RSS yang ada dalam golongan ini harus bebas dari kontaminasi yang
tembus pandang, tidak boleh: berbintik, kurang matang, buram atau hangus,
kondisi kering, bersih, tidak cacat, bergelembung maksimal sebesar kepala
jarum, bersih, matang, dan warna cerah.

2. RSS 2
RSS kedua adalah RSS yang bebas kontaminasi, tidak mengandung cacat,
lepuh – lepuh, tidak ada pasir atau benda asing, kondisi kering, bersih,
diperkenankan 10% sedikit cacat warna, gelembung udara kecil, dan noda kecil.
3. RSS 3
Syarat mutu ketiga adalah RSS yang bebas kontaminasi, tidak
mengandung: cacat, lepuh – lepuh, pasir/benda asing, kondisi kering, bersih,
diperkenankan 20% berkarat, lengket, cendawan kecil, gelembung udara,
cacat warna, dan kelebihan asap.

4. Cutting
Produk ini adalah RSS yang dihasilkan dari potongan – potongan karet.

Standar mutu RSS yang ditetapkan oleh LCSKI maupun menurut Raunch-
Hindin (2010) dalam The Green Book dapat diketahui parameter mutu yang
menjadi perhatian utama adalah kondisi lembaran yang tidak baik yang menjadi
alasan ditolaknya RSS tersebut. Kondisi – kondisi yang dimaksud adalah RSS
yang berupa lembaran yang mengandung banyak gelembung – gelembung gas,
cendawan, lembek, kurang matang, buram, dan hangus. Adanya penyimpangan
RSS yang dihasilkan diduga penyebabnya adalah kesalahan yang terjadi pada
penanganan lateks di kebun, selama proses pengangkutan, selama proses
pengolahan (penggumpalan dan penggilingan), selama proses pengeringan dan
pengasapan yaitu suhu yang dipakai terlalu tinggi atau terlalu rendah atau suhu
tidak konstan, dan kesalahan selama proses sortasi. RSS yang mengandung
banyak cendawan disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu waktu proses
penirisan yang terlalu lama, waktu pengasapan yang terlalu lama pada suhu
rendah, ventilasi yang kurang baik saat awal pengasapan sehingga jamur dapat
tumbuh, dan kondisi ruang sortasi yang tidak bersih dan lembab. Adapun
penyebab RSS yang mengandung gelembung – gelembung udara adalah
penyadapan lateks yang dilakukan pada waktu hujan dan atau sesudahnya,
penggunaan zat antikoagulan yang berlebihan, waktu pengangkutan lateks dari
kebun yang terlalu lama, koagulum terlalu lunak, celah gilingan terlalu sempit,
kecepatan putar gilingan yang terlalu cepat, suhu pengasapan yang terlalu tinggi,
kenaikan suhu pengasapan yang terlalu cepat, dan lamanya proses pengasapan.
Untuk RSS yang lembek, disebabkan oleh lateks yang diperoleh dari tanaman
karet yang terlalu muda, suhu pengasapan terlalu tinggi. Hal ini juga dapat
menyebabkan RSS menjadi hangus, dan jumlah asam yang dicampurkan pada
proses penggumpalan terlalu sedikit. Sedangkan penyebab RSS yang kurang
matang adalah pengenceran lateks dengan KKK di atas standar dan penggunaan
asam yang belebihan pada saat proses koagulasi. Kemungkinan penyebab RSS
yang buram antara lain kayu yang digunakan dalam proses pengasapan
mengandung ter, api yang digunakan terlalu besar sehingga abu terikut dan
menempel pada lembaran, dan ventilasi pada ruang pengasapn kurang baik
sehingga uap air yang mengandung ter menjadi terkondensasi.

Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu RSS menurut Nancy (2007) antara
lain:
1. Man (pekerja)
Pekerja yang lalai pada saat produksi sangat mempengaruhi kualitas dari
RSS yang dihasilkan. Kelalaian yang seharusnya tidak terjadi agar tidak
menurunkan mutu antara lain seperti pencampuran asam format sebagai zat
koagulasi dengan konsentrasi yang tepat, suhu ruang pengasapan yang
terkontrol, jenis kayu yang digunakan dalam pengasapan, dan sebagainya.
Selain itu, respon pekerja juga menentukan kualitas RSS antara lain
kebersihan personal, kebersihan alat – alat produksi, kebersihan ruangan
pabrik, dan sebagainya.

2. Method (instruksi kerja),


Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah instruksi kerja. Pencucian
lembaran RSS yang kurang bersih dan pembalikan RSS yang tidak segera
dibalik pada waktu pengasapan dapat mengakibatkan adanya penyimpangan
pada RSS yang dihasilkan.

3. Material (bahan baku)


Bahan baku sangat menentukan kualitas dari RSS yang akan dihasilkan.
Hal yang perlu dihindari adalah bahan baku yang mengalami pra-koagulasi
akibat tercampur dengan air hujan, mengalami guncangan, dan lamanya
proses pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan.

4. Environment (lingkungan).
Kondisi yang perlu diperhatikan dan segera ditindak lanjuti agar dapat
menjadi solusi adalah pada saat cuaca dan suhu yang terkadang kurang
mendukung. Pada bulan Oktober hingga Februari biasanya terjadi hujan deras
dan menyebabkan banyak kesalahan seperti tertunda nya proses penyadapan,
ruang pengasapan maupun ruang penyimpanan yang menjadi lembab. Akibat
kelembapan ini, muncullah adanya bercak atau noda kecil seperti jamur atau
cendawan. Perlu dilakukan pencegahan untuk perkembangbiakan cendawan
yaitu menyemprot dengan anti jamur pada ruangan.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum lapang ini adalah sebagai berikut:
1. Pengolahan RSS yang ada di Pabrik pengolahan PTPN XII terjadi secara
mekanis dan kimiawi melalui beberapa tahapan proses pengolahan antara
lain penerimaan lateks kebun, pengenceran, pembekuan, penggilingan,
pengasapan, sortasi, pengepresan dan pengemasan.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu RSS antara lain man (pekerja),
method (instruksi kerja), material (bahan baku), dan environment
(lingkungan).

3.1 Saran
Adapun saran pada praktikum lapang ini adalah waktu keberangkatan
seperti yang dijadwalkan (tidak molor) sehingga tiba di lokasi dengan tepat waktu
dan acara berjalan sesuai kesepakatan dan waktu yang disediakan saat sesi tanya
jawab lebih diperpanjang agar pemahaman lebih jelas.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C. 2009. Manajemen, Teknologi, dan Budidaya Karet. Medan: Pusat


Penelitian Karet

Khomah, et al. 2013. Agroindustri Karet Indonesia. Bandung: PT. Sarana Tutorial
Nurani Sejahtera

Kuncoro, M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Nancy, C. 2007. Peran Komoditas Karet Alam dalam Mendukung Perekonomian


Nasional selamaPembangunan Jangka Panjang. Jakarta: Universitas
Indonesia

Sinaga. 2011. Pedoman Teknis Pengolahan Karet Sit yang Diasap (Ribbed
Smoked Sheet). Bogor: Balai Penelitian Bogor.

Singarimbun, M. 2006. Metode Penelitian Survey Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga


Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.

Raunch-Hindin, W. B. 2010. A Guide to Commercial Artificial Intelligence.


Prentice Hall.

Zebua, A. 2008. Integrasi Pasar Karet Alam Indonesia dan Dunia. (Skripsi).
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai