Anda di halaman 1dari 14

KONSEP DASAR DISLOKASI

A. PENGERTIAN
1. Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur,
dkk. 2000).
2. Dislokasi adalah patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan
patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Buku Ajar Ilmu
Bedah, hal 1138).
3. Jadi, dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).

Gambar 1. Dislokasi Sternoclavicular


a. Dislokasi bahu anterior
Sering terjadi pada usia dewasa muda, kecelakaan lalu lintas ataupun cedera olah raga.
Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi ekstern (puntiran
keluar) dan ekstensi sendi bahu. Posisi lengan atas dalam posisi abduksi. Kaput
humerus didorong ke depan dan menimbulkan avulsi simpai sendi bagian bawah dan
kartilago beserta periosteum labrum glenoidalis bagian anterior. Lesi ini disebut
bankart lesion. Karena terjadi robekan kapsul, kepala humerus akan keluar dari
cekungan glenoid ke arah depan dan medial, kebanyakan tertahan di bawah
coracoideus. Mekanisme lain terjadinya disloksi adalah trauma langsung. Pederita
jatuh, pundak bagian belakang terbentur lantai atau tanah. Gaya akan mendorong
permukaan belakang humerus bagian proksimal ke depan.
Gambar 2. Dislokasi bahu anterior
1. Klinis
Pasien merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya, dan
lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain. Pundak terasa sakit sekali,
bentuk pundak asimetris, posisi badan pendeita miring ke arah sisi yang sakit, bentuk
deltoid pada sisi yang cedera tampak mendatar, hal ini disebabkan kepala humerus
sudah keluar dari cekungan glenoid ke depan. Pada palpasi daerah subacromius jelas
teraba cekungan.
2. Pemeriksaan penunjang
Dengan pembuatan X – ray foto, umumnya dengan proyeksi AP sudah dapat
terdiagnosis adanya dislokasi sendi bahu.

Gambar 3. X – ray foto dislokasi bahu anterior

3. Penatalaksanaan
Keadaan ini memerlukan reposisi segera. Ada beberapa indikasi untuk melakukan
reposisi, yaitu : tidak adanya fraktur, tidak adanya defisit neurologi,Oleh karena itu
sebelum melakukan reposisi sebaiknya dilakukan beberapa pemeriksaaan
1. Nervus axillary : 8% terjadi kelumpuhan
- innervasi m. Deltoideus : tidak di tes
- Sensoris: dibawah m. Deltoideus
2. Nervus Radialis: extensi tangan
3. Artery brachialis: denyut nadi radialis

Gambar 9. Pre reduction examination

Terdapat 3 cara untuk mereposisi dislokasi bahu anterior, yaitu :


1. Cara Stimson
Cara ini mudah dan tidak memerlukan anestesia. Penderita tidur tengkurang
di atas meja, lengan yang cedera dibiarkan tergelantung ke bawah. Lengan diberi
beban seberat 5 – 7 ½ kg. Pada saat otot bahu dalam keadaan relaksasi,
diharapkan terjadi reposisi akibat berat lengan yang tergantung di samping
tempat tidur tersebut. Hal ini dilakukan selama 20 – 25 menit.
Gambar 4. Cara Stimson
2. Cara Hippocrates
Bila cara stimson gagal maka dilakukan cara hippocrates. Penderita tidur
terlentang di atas meja, lengan penderita pada sisi yang sakit ditarik ke distal, posisi
lengan sedikit abduksi. Sementara itu kaki penolong ditekankan ke aksila untuk
mengungkit kaput humerus ke arah lateral dan posterior. Setelah reposisi, bahu
dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke dada selama paling
sedikit 3 minggu.

3. Cara Kocher
Penderita ditidurkan di atas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat dibagi
dalam 4 tahap.
 Tahap pertama, dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas ke arah
distal
 Tahap kedua, dilakukan gerakan eksorotasi dari sendi bahu
 Tahap ketiga, melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu
 Tahap ke empat, melakukan gerakan endorotasi sendi bahu.
Setelah tereposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verband dan lengan
bawah digantung dengan sling. Immobilisasi cukup 3 minggu. Cara ini paling
sering dilakukan di klinik.

4. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi bahu anterior, yaitu :
 Cedera plexus brachialis dan n. Axillaris yang menyebabkan kumpulnya m.
deltoid sehingga bahu tidak dapat diangkat abduksi
 Robeknya muskulus tendineus cuff (cuff rotator)
 Patah tulang humerus
 Rekurrens dislokasi bahu anterior
 Hal ini disebabkan terjadinya celah robekan fibrocartilago di daerah bannkart
yang menetap. Trauma yang ringan saja seperti mengenakan baju atau menutup
jendela akan terjadi posisi abduksi dan eksternal rotasi yang akan
mengakibatkan dislokasi kembali. Kalau terjadi lebih dari 3 x, dianjurkan untuk
dilakukan operasi. Metode operasi yang dipakai yaitu, Bristow, Bannkart, dan
Putti plat. Tujuan dari operasi ini untuk melakukan rekonstruksi struktur bagian
anterior sendi.
b. Dislokasi bahu posterior
Dislokasi ini jarang terjadi, mekanisme biasanya penderita jatuh dimana posisi lengan
atas dalamkedudukan adduksi atau internal rotasi.
1. Klinis:
Sangat sakit di daerah bahu. Posisi lengan dalam kedudukan adduksi dan internal
rotasi. Terdapat penonjolan kaput di daerah posterior.
2. Pemeriksaan Radiologi:
Proyeksi AP kadang sulit dilihat, Kalau perlu dilakukan proyeksi aksial.
3. Penatalaksanaan
Keadaan ini memerlukan reposisi tertutup segera alam narkosis umum dengan
melakukan rotasi ekstern pada bahu dan kaput humerus didorong ke depan.
0
Setelah reposisi, dipasang gips spika bahu dalam posisi abduksi 30 selama 3
minggu.
B. ETIOLOGI
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Trauma: jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi
- Cedera olahraga : olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola
dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain
ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari
pemain lain.
- Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga : Benturan keras pada sendi saat
kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
- Terjatuh : Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
2. Kongenital
Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha. Pada
keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara klinik tungkai
yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat bagian kiri serta
kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya
kecurigaan yang paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan
pemeriksaan klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan
dini memberikan hasil yang sangat baik. Tindakan dengan reposisi dan pemasangan
bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini, tindakannya
akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.
3. Patologis
Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang. Dimana patologis:
terjadinya ‘tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital
penghubung tulang.
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Deformitas pada persendiaan
Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.
2. Gangguan gerakan
Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
3. Pembengkakan
Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.
4. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi
Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
5. Kekakuan.
D. PATOFISIOLOGI
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus terdorong kedepan,
merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-kadang bagian
posterolateral kaput hancur. Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke
bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ; lengan ini hampir
selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid). Dislokasi terjadi saat ligarnen
rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal
di dalam sendi. Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-
ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
E. KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau
osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan).
Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan
disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system
vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan
di sekitar sendi.
2. Dislokasi Kronik
3. Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada
shoulder joint dan patello femoral joint.
Berdasarkan tempat terjadinya :
1. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
a. Menguap atau terlalu lebar.
b. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat
menutup mulutnya kembali.
2. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial
glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid
(dislokasi inferior).
3. Dislokasi Sendi Siku
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yg dapat menimbulkan
dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan
kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
4. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi
tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak
tangan atau punggung tangan.
5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian.
6. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum
(dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur
menembus acetabulum (dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella
a. Paling sering terjadi ke arah lateral.
b. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral
patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
c. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi Dini
1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
2. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
3. Fraktur disloksi.
Komplikasi Lanjut
1. Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi
lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
2. Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas
dari bagian depan leher glenoid.
3. Kelemahan otot.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar-X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior
akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa
glenoid, kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi
serta Radiologi (CT Scan).
H. PENATALAKSANAAN
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan
mobilisasi, harus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
4. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.\
Menurut sumber lain, penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :
o Lakukan reposisi segera.
o Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi,
misalnya : dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi
bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan obat penenang
misalnya valium.
o Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.
o Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
o Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke
rongga sendi.
o Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan
dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi
dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran
sendi
o Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
Dislokasi Sendi Siku  Jatuh pada tangan dapat menimbulkan dislokasi sendi siku
ke arah posterior. Reposisi dilanjutkan dengan membatasi gerakan dalam sling atau
gips selama tiga minggu untuk memberikan kesembuhan pada sumpai sendi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit
yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien
dan menghambat proses penyembuhan.
d. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah nyeri,
deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi
anterior bahu.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat
mobilisasi.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
3. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan rasa nyeri teratasi, dengan
kriteria hasil :
a. Klien tampak tidak meringis lagi.
b. Klien tampak rileks.
Intervensi Rasional
1. Kaji skala nyeri. 1. Mengetahui intensitas nyeri.
2. Berikan posisi relaks pada 2. Posisi relaksasi pada pasien
pasien. dapat mengalihkan focus
3. Ajarkan teknik distraksi dan
pikiran pasien pada nyeri.
relaksasi. 3. Tehnik relaksasi dan distraksi
4. Berikan lingkungan yang
dapat mengurangi rasa nyeri.
nyaman, dan aktifitas 4. Meningkatkan relaksasi pasien.
5. Analgesik mengurangi nyeri
hiburan.
5. Kolaborasi pemberian
analgesik.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat
mobilisasi.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan gangguan mobilitas fisik
klien teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-
hari).
b. Klien menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi,
pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat mobilisasi 1. Menunjukkan tingkat
pasien. mobilisasi pasien dan
2. Berikan latihan ROM.
menentukan intervensi
3. Anjurkan penggunaan alat
selanjutnya.
bantu jika diperlukan.
2. Memberikan latihan ROM
4. Monitor tonus otot.
5. Membantu pasien untuk kepada klien untuk mobilisasi.
3. Alat bantu memperingan
imobilisasi baik dari perawat
mobilisasi pasien.
maupun keluarga.
4. Agar mendapatkan data yang
akurat.
5. Dapat membantu pasien untuk
imobilisasi.
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan pasien teratasi,
dengan kriteria hasil :
a. Klien tampak rileks.
b. Klien tidak tampak bertanya-tanya.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingakat ansietas klien. 1. Mengetahui tingakat
2. Bantu pasien
kecemasan pasien dan
mengungkapkan rasa cemas menentukan intervensi
atau takutnya. selanjutnya.
3. Kaji pengetahuan pasien 2. Mengali pengetahuan dari
tentang prosedur yang akan pasien dan mengurangi
dijalaninya. kecemasan pasien.
4. Berikan informasi yang benar 3. Agar perawat mengetahui
tentang prosedur yang akan seberapa tingkat pengetahuan
dijalani pasien. pasien dengan penyakitnya.
4. Agar pasien mengerti tentang
penyakitnya dan tidak cemas
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius.


Jakarta
2. Cole, Warren H and Zollinger Robert M. Textbook of Surgery, Ninth Edition. New
York: Meredith Corporation.
3. Salter Robert bruce. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the
Musculoskeletal System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins.
4. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta:
PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).
5. Reksoprojo, S.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara. Jakarta
6. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit
Buku Kedoktern EGC. Jakarta
7. Appley A Graham & Salomon Louis, 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem, Edisi
ketujuh, cetakan pertama. Jakarta : Widya Medika.
8. Greene, Walter B, Netter’s Orthopaedics, North Carolina,
9. Weinsterin Stuart L, Turek’s Orthopaedics, Lippincot Wililiams & Wilkins.
10. Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill,
Information Services Company.

Anda mungkin juga menyukai