Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi.
Farmasi Komunitas adalah area praktik farmasi di mana obat dan produk
eceran, baik melalui resep dokter maupun tanpa resep dokter (FIP, 1998). Di
Indonesia dikenal dengan nama Apotek, merupakan tempat menjual dan kadang-
kadang membuat atau meramu obat. Apotek juga merupakan tempat apoteker
beberapa kali perubahan. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965
yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu, di mana dilakukan usaha-
tahun 1963 tentang Farmasi (Presiden RI, 1965). Selanjutnya PP No. 26 tahun
1965 diubah melalui PP No. 25 tahun 1980 dan definisi apotek berubah menjadi
No. 51 tahun 2009 definisi apotek berubah menjadi sarana pelayanan kefarmasian
16
komunitas, WHO dan FIP menerbitkan dokumen Cara Praktik Farmasi yang Baik
di Farmasi Komunitas dan Farmasi Rumah Sakit atau Good Pharmacy Practice
(GPP) In Community and Hospital Pharmacy Settings (WHO, 1996) dan Standar
(FIP, 1997).
Kefarmasian di Apotik (Menkes RI, 2004) sebagai pedoman bagi para apoteker
yang lebih baik dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien (Cipolle, dkk.,
1998).
(1990), melibatkan apoteker untuk memikul tanggung jawab atas hasil-hasil terapi
obat, di samping distribusi produk farmasi yang aman, akurat, dan efisien. Sebuah
komponen penting akibat pergeseran paradigma ini adalah peran profesional yang
Paul Pierpaoli (1992), seorang pendidik dan praktisi farmasi menyatakan bahwa
17
(Benner dan Beardsley, 2000). Ibnu Gholib Ganjar (2004), ketua Asosiasi
informasi, monitoring penggunaan obat agar tujuan akhirnya sesuai harapan, dan
dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Maka
(FIP, 1997). Masyarakat dan profesi lain akan menilai bagaimana apoteker
18
b. Inti kegiatan adalah penyediaan obat dan produk kesehatan lainnya dengan
kualitas terjamin, pemberian informasi dan saran yang tepat bagi pasien, dan
d. Tujuan setiap elemen pelayanan kefarmasian harus relevan bagi setiap pasien,
Ada beberapa kondisi yang dibutuhkan untuk memenuhi keempat syarat tersebut:
harus dipandang sebagai suatu kemitraan yang didasarkan atas rasa saling
e. Praktisi apoteker dan manajer apotek harus berbagi tanggung jawab untuk
pasien.
19
i. Program pendidikan untuk memasuki dunia profesi harus sesuai, baik untuk
mendatang.
j. Standar pelayanan kefarmasian yang telah ditetapkan harus dipatuhi oleh para
apoteker praktisi.
Apoteker yang memiliki apotek sendiri atau manajer bisnis farmasi adalah
pelaku bisnis. Dengan demikian, mereka memiliki dua tujuan: (a) untuk pelayanan
kesehatan pasien, dan (b) menghasilkan keuntungan yang cukup untuk bertahan
dalam bisnis. Hal ini sama pentingnya bagi apoteker maupun pekerja farmasi
lainnya di apotek, harus memahami tujuan bisnis dan melakukan semua yang
mereka bisa untuk membantu membuat bisnis sukses (Kelly, 2002). Untuk
menciptakan berbagai model yang bersifat dinamis. Apotek telah lama dianggap
menjadi salah satu pilar masyarakat, mereka menyediakan pelayanan dengan jam
buka yang panjang, dengan apoteker selalu siap untuk mengatasi berbagai
penyediaan peralatan medis. Selain itu, telah ada inisiatif untuk mengembangkan
20
Waralaba (Franchise) yang diperuntukkan bagi siapa saja yang mempunyai modal
Apotek Jaringan dengan sepuluh gerai ritel atau lebih yang beroperasi di bawah
(Pisano, 2003).
tahun 1953 (Pemerintah RI, 1953a). Bila sebelumnya apotek dibuka di mana saja
tanpa memerlukan izin dari pemerintah, sejak saat itu pemerintah dapat menutup
kota-kota tertentu untuk pendirian apotek baru apabila jumlahnya dianggap telah
mencukupi. Selanjutnya pada tahun yang sama terbit UU No. 4 tentang Apotek
dengan masa pengalaman tertentu memimpin sebuah apotek. Hal ini sebagai
tahun 1965 diterbitkan PP No. 26 tentang Apotek (Presiden RI, 1965) yang
diatur dan ditegaskan bahwa fungsi apotek bukanlah semata-mata sarana usaha
21
tahun 1965 pada kenyataannya lebih memberi peluang sebagai usaha dagang, dan
dinilai telah menyimpang dari tugas dan fungsi utamanya sebagai sarana
dilakukan oleh apotek menjadi semakin kecil, apotek kembali tampil dengan
fungsi utama sebagai penjual obat kepada masyarakat, hubungan apotek dan
pasien cenderung bersifat relasi antara penjual dan pembeli. Eksistensi dan
peranan apoteker sebagai tenaga ahli profesional di apotek semakin kurang jelas,
untuk kepentingan masyarakat luas. Maka pada tahun 1980 terbit PP No. 25
tentang Perubahan PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek (Presiden RI, 1980),
mendasar terjadi pada kedudukan dan cara pengelolaan apotek dari bentuk usaha
dagang menjadi tempat pengabdian profesi, yang lebih sesuai dengan fungsi
oleh tenaga kefarmasian. Langkah nyata yang membekali seorang apoteker untuk
22
No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek dan
PP No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker. Melalui PP
kefarmasian.
2.2 Profesi
2.2.1 Definisi
melebihi persyaratan legal minimal (FIP, 2004). Suatu profesi biasanya memiliki
asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk
bidang profesi tersebut. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu disebut
profesi (Anonim, 2011b). Dalam literatur lain dikatakan bahwa profesi adalah
sekelompok individu yang mematuhi standar etika dan mandiri, diterima oleh
23
dan pelatihan pada tingkat tinggi, yang digunakan bagi kemaslahatan orang lain
(Kelly, 2002).
sebenarnya profesi itu, atribut apa dari suatu pekerjaan yang umumnya diterima
naik ke status profesi sedangkan yang lain tidak adalah teka-teki sosiologis yang
berjudul Profesi dan Struktur Sosial, banyak teori telah dipostulasikan. Sampai
posisi unik dalam masyarakat dengan cara memberikan definisi. Mereka mencoba
atribut profesi, yang di antaranya dikemukakan oleh Goode (1960) yaitu 10 atribut
d. Pemberian lisensi dan proses masuk sebagai profesional diatur oleh anggota
profesi.
24
kontrol hukum.
i. Anggota profesi memiliki rasa identifikasi dan afiliasi yang kuat dengan
b. Berorientasi pelayanan.
c. Sebuah ideologi yang didasarkan atas keyakinan orisinil yang dianut oleh para
anggotanya.
sertifikasi.
karakteristik sebagai berikut (Benner and Beardsley, 2000; Chisholm, dkk., 2006;
25
c. Orientasi pelayanan.
d. Kebanggaan profesi.
j. Kepemimpinan.
organ ketika semua bagian organ berfungsi menjamin kesejahteraan organ itu.
Analogi ini dapat diibaratkan dengan sistem fisiologis tubuh manusia. Semua
analisis yang lebih kritis dan realistis, profesi dapat dikatakan memiliki
karakteristik inti atau sifat tertentu, dan memenuhi fungsi sosial yang penting.
26
profesi, seseorang harus menjalani masa pelatihan tingkat tinggi, sangat khusus
dan jangka waktu tertentu, hingga memahami dan siap praktik dalam
tidak mudah diakses semua orang. Dalam banyak hal pengetahuan khusus
Care).
oleh negara, dengan kata lain adalah ilegal untuk seseorang selain anggota
siapapun selain seorang ahli bedah yang memenuhi syarat untuk melaksanakan
oleh profesi lain, penilaian terhadap kinerja profesi yang bersangkutan diawasi
27
2009.
atau menjadi polisi bagi dirinya sendiri. Friedson (1970), berpendapat bahwa
sebuah profesi berbeda dari pekerjaan lain, karena diberi hak untuk
dan menilai siapa yang kompeten untuk berpraktik dalam profesi itu. Artinya,
Great Britain (RPSGB) adalah untuk Inggris dan Ikatan Apoteker Indonesia
dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan PP No. 51 tahun 2009
tentang pekerjaan kefarmasian, dan memiliki kode etik apoteker yang diakui
negara.
Kelly (2002), berpendapat bahwa ada tiga karakteristik umum dan dikenal
luas untuk sebuah profesi yaitu studi dan pelatihan, ukuran keberhasilan, dan
asosiasi. Studi dan pelatihan yang diberikan oleh perguruan tinggi dengan
mahasiswa profesional harus belajar sejarah, sikap, dan etika profesi. Mereka juga
28
dan untuk itu biasanya profesional menerima imbalan. Imbalan untuk seorang
pelayanan kepada pasien. Fokus praktik seorang apoteker adalah kepada pasien
kepada pasien tanpa kompensasi finansial telah menjadi bagian dari praktik
farmasi sejak awal. Menjadi anggota profesi berarti bekerja sama dengan sesama
organisasi profesi baik tingkat lokal, nasional, dan tingkat internasional. Berbagi
informasi satu sama lain adalah salah satu kekuatan dari profesi farmasi.
obat dengan cara terbaik. Secara sederhana, ini adalah dasar dari pelayanan
farmasi, didukung secara luas oleh profesi farmasi sejak awal 1990.
29
Profesional kesehatan harus terus belajar hal-hal yang baru, sementara pendidikan
dalam praktik, pengalaman kerja, dan belajar seumur hidup. Bagi seorang
penggunaan obat.
Menurut gugus tugas cetak biru (blue print) untuk farmasi, visi profesi
2008):
30
farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker (Presiden RI., 2009). Apoteker tidak hanya kompeten dalam terapi obat,
melalui pencapaian hasil yang optimal dalam terapi (Peterson, 2004). Apoteker
memiliki peran yang unik dan penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan
luar apa yang selama ini dianggap sebagai peran tradisional mereka.
apoteker anda”, reklasifikasi obat, dan iklan obat-obatan kepada masyarakat yang
bekerja dalam praktik paruh waktu. Ini dikenal sebagai apoteker perawatan primer
Untuk kegiatan tersebut, apoteker memiliki peran utama dalam mengelola biaya
31
Menurut WHO dan FIP, salah satu syarat untuk melaksanakan Good
Pharmacy Practice (GPP) atau Cara Praktik Farmasi yang Baik harus menjadikan
Profesionalisme juga dapat didefinisikan sejauh mana suatu profesi atau anggota
profesionalisme:
sendiri. Ini berarti pelayanan tidak dikompromikan atau dikurangi dalam hal
profesi farmasi.
32
waktu.
j. Mengambil pekerjaan ketika diperlukan dan bahkan jika dibayar kurang dari
posisi lain.
33
menyadari kesalahan.
biasanya bersifat nirlaba, ditujukan untuk suatu profesi tertentu dan bertujuan
pelatihan dan etika pada profesi mereka untuk melindungi kepentingan publik.
seseorang memiliki kualifikasi pada suatu bidang tertentu. Walaupun tidak selalu,
(Anonim, 2011c).
merupakan perwujudan dari hasrat murni dan keinginan luhur para anggotanya,
34
jawab;
2.3 Pemodelan
ilmuwan sosial harus mengkaji fenomena sosial dengan cara berinteraksi langsung
dalam kehidupan sosial yang mana berbagai pengaruh tidak bisa dihilangkan.
Tantangan lain adalah obyek yang diteliti, manusia atau masyarakat adalah
sesuatu yang memiliki pilihan-pilihan dan bisa belajar dari pengalaman, karena itu
bisa mengubah tindakannya sebagai akibat dari proses belajar tersebut. Yang lebih
membuat rumit adalah bahwa mereka tidak selalu membuat pilihan yang rasional,
35
(Maulana, 2005).
representasi yang lebih formal dan diekspresikan dalam persamaan statistik atau
membuat pelacakan validitas model jadi sulit dilakukan. Sementara jika terlalu
yang sempurna, dan memiliki rasionalitas yang sempurna, pada hal dalam
kenyataan, tiap pelaku ekonomi memiliki akses informasi yang berbeda-beda dan
36
sistem. Model konseptual dapat berupa kombinasi dari narasi, tabel, matriks
tercapai objektif tertentu. Model yang dihasilkan dari pemodelan dapat dipandang
sebagai representasi logis dan rasional dari sistem, dapat merupakan alat yang
Gambar 2.1.
37
perbuatan memvitalkan atau menjadikan vital kembali tugas dan fungsi praktik
secara ringkas tugas dan fungsi praktik farmasi komunitas adalah membantu
Tahun 1965 tentang Apotek (Presiden RI, 1980) dapat dipandang sebagai upaya
cara pengelolaan apotek sebagai suatu usaha dagang sebagaimana yang terlihat
selama ini, sudah kurang sesuai dengan fungsi apotek sebagai sarana pelayanan
yang berpenghasilan rendah, sehingga fungsi sosial yang harus dipenuhi oleh
usaha farmasi swasta tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Oleh karena
itu Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek yang memberi
kesempatan kepada apotek sebagai usaha dagang perlu diubah, dan apotek
38
tahun 1980 dari PP No. 26 tahun 1965 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Fokus perubahan implementasi PP No. 25 tahun 1980 dari PP No. 26
tahun 1965 (Patra, 1985)
Fokus PP No. 26 tahun 1965 PP No. 25 tahun 1980
Perubahan
Status Apotek Tempat usaha Tempat pengabdian profesi
Penerima Izin Perusahaan swasta, Apoteker yang telah
koperasi mengucapkan sumpah
Pengelola Direktur/Pemilik apotek Apoteker
Posisi Apoteker Penanggung jawab teknis Pengelola dan penanggung
farmasi jawab sepenuhnya
Karyawan
Merujuk pada Tabel 2.1 di atas dapat dilihat 4 fokus perubahan dalam
praktik farmasi komunitas secara tersurat, perubahan secara tersirat dan yang
peningkatan peran apoteker secara penuh dan langsung di apotek, dengan tujuan:
a. Menjamin keabsahan dan mutu obat, menghindari penggunaan obat palsu dan
39
(SIPA/SIKA).
mencapai Good Pharmacy Practice (GPP) atau Praktik Farmasi yang Baik, bagian
farmasi komunitas dari Komite Eksekutif FIP (1998) membentuk kelompok kerja
Diharapkan pedoman ini dapat digunakan jika perlu sebagai dasar negosiasi
kepentingan umum. Jika pada praktiknya terlalu sulit, maka harus diterima bahwa
penerapan dan mencapaian praktik farmasi yang baik memang bukan merupakan
a. Pengalaman pasien/masyarakat
40
praktik farmasi komunitas yang baik, fungsi unit pelayanan tersebut dilaksanakan
oleh apoteker dibantu tenaga teknis kefarmasian. Proses pelayanan pada fungsi
Oleh karena itu sistem organisasi secara umum perlu dirancang agar dapat
pengukuran kinerja secara teratur sebagai dasar perbaikan kinerja. Dalam proses
pelayanan akan terjadi variasi pelaksanaan kegiatan dari waktu ke waktu yang
akan menghasilkan luaran yang bervariasi juga. Untuk mengatasi atau mengurangi
41
praktik dalam pelayanan akan memberi manfaat, antara lain mengurangi variasi
melaksanakan pelayanan.
untuk seterusnya (Action), yang dikenal dengan siklus PDCA. Salah satu model
perbaikan pada sistem unit pelayanan adalah model Nolan (Langley, dkk.,
(Check), dan Amalkan untuk seterusnya (Action). Akan tetapi harus ada
42
kegiatan-kegiatan perbaikan apa saja yang perlu dilakukan dalam bentuk siklus
PDCA multipel.
tahapan proses yang memiliki nilai tambah dan meminimalkan tahapan proses
ulang berbasis pada proses, fokus pada pelanggan, perbaikan proses secara
nilai tambah, perancangan proses yang ideal, dan penggunaan berbagai teknik
berubah (Peppard dan Rowland, 1995). Jika kebutuhan bisnis tinggi dan
kesiapan organisasi untuk berubah juga tinggi, maka rekayasa ulang tepat
untuk dilakukan. Jika kebutuhan bisnis tinggi, tetapi kesiapan organisasi untuk
berubah rendah, maka rekayasa ulang belum tepat dilakukan. Namun demikian,
kebutuhan bisnis rendah, dan kesiapan organisasi untuk berubah juga rendah,
tepat. Sementara itu, jika kesiapan organisasi untuk berubah tinggi, tetapi
terobosan baru.
43
melalui proses politik. Secara lebih luas, implementasi dapat didefinisikan sebagai
berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik pengawasan yang dilakukan agar
dalam rangka mencapai tujuan program telah sesuai dengan arahan implementasi
terdapat berbagai aktor yang terlibat. Mereka bisa berasal dari kalangan birokrasi,
44
maka aktivitas selanjutnya ditangani oleh aparat birokrasi dari pusat hingga
legislatif dan presiden bersifat umum dan tidak mengatur secara mendetail
implementasi yang tidak atau belum diatur dalam regulasi baku (Dwiyanto,
RI, 1963), berbagai ketentuan mulai dibuat oleh aparat pusat maupun daerah
dimaksud antara lain PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek yang kemudian
45
negara yaitu politik dan administrasi adalah aktivitas yang terpisah. Politik
yang seharusnya (Lester dan Stewart, 2000). Upaya perluasan fungsi lembaga
46
dihadapi. Yang terpenting dari peranan lembaga ini adalah pengaruhnya dalam
47
terlibat dalam implementasi program itu baik sebagai obyek dan atau subyek
program.
acuannya. Lester dan Stewart (2000), menyatakan bahwa perdebatan yang muncul
sarana perpajakan, subsidi, atau penalti agar pelaksanaan sesuai dengan kebijakan
kaku, mengabaikan inisiatif dan inovasi dalam pencapaian tujuan kebijakan, dan
48
berbeda tentang bagaimana cara yang tepat untuk mencapainya. Pada akhirnya
bahkan dengan komunitas yang lebih luas lagi untuk menetapkan cara yang
saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi
saling berinteraksi satu sama lain. Terdapat beberapa teori implementasi, antara
lain: teori Edwads III (1980), teori Grindle (1980), teori Mazmanian dan Sabatier
(1983), teori Meter dan Horn (1975), teori Cheema dan Rondinelh (1983), dan
iii. disposisi; dan iv. struktur birokrasi. Keempat variabel pengaruh tersebut
juga saling berhubungan satu sama lain, secara skematis dapat dilihat pada
Gambar 2.2.
49
Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak
50
iii. Disposisi. Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh
adalah contoh konkrit dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam
berjalan.
51
tidak fleksibel.
b. Teori Grindle
oleh dua variabel pengaruh, yakni isi kebijakan (content of policy) dan
kepentingan kelompok sasaran atau target grup termuat dalam isi kebijakan;
ii. jenis manfaat yang diterima oleh target grup; iii. sejauhmana perubahan
atau bantuan beras kepada kelompok masyarakat miskin; iv. apakah letak
implementornya dengan rinci; dan vi. apakah sebuah program didukung oleh
yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; ii.
52
53
i. Karakteristik Masalah:
seperti kekurangan persediaan air minum bagi penduduk atau harga beras
sebagainya. Oleh karena itu, sifat masalah itu sendiri akan mempengaruhi
54
relatif berbeda.
berprofesi.
a) Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah
implementasi kebijakan.
55
implementasi program.
56
kebijakan melalui berbagai cara antara lain: (1) Kelompok pemilih dapat
57
Meter dan Horn (1975), berpendapat bahwa ada lima variabel pengaruh, yakni:
Gambar 2.5.
i. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas
dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan
58
sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk
suatu program.
implementator.
59
teoretis. Kita dapat berpikir bahwa logika dari suatu kebijakan seperti
60
yang berbeda.
implementator kebijakan.
instrumen kebijakan yang secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Sepuluh jenis instrumen kebijakan (Howlett dan Ramesh, 1995)
sebagaimana dikutip Subarsono (2009)
Karakteristik dari instrumen sukarela adalah sangat kecil atau hampir tidak ada
publik, sebab pemerintah percaya bahwa itu dapat dilakukan secara baik oleh
rumah tangga dan komunitas, organisasi sukarela, dan pasar swasta (private
61
posisi yang baik ketika pemerintah melakukan proses privatisasi. Ada beberapa
alasan digunakan instrumen ini, seperti: efisiensi biaya, sesuai dengan norma-
norma suatu komunitas, dan mendapat dukungan dari rumah tangga dan
sebuah contoh konkrit. Instrumen sukarela ini terdiri dari: rumah tangga dan
pelayanan jasa dan barang, dan ini dapat dipandang sebagai perluasan dari
ii. Organisasi sukarela. Organisasi sukarela adalah alat yang efisien untuk
para kurban bencana alam, misalnya. Berbagai organisasi sosial dan yayasan
mendirikan rumah sakit, sekolah, dan penampungan bagi yatim piatu atau
iii. Pasar. Pasar adalah instrumen yang sangat diperlukan untuk lingkungan
62
masyarakat dapat memilih barang dan jasa dengan harga yang paling murah.
Instrumen wajib sering juga disebut instrumen instruksi atau tindakan langsung
barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat. Instrumen wajib ini terdiri
Barangsiapa yang tidak taat pada regulasi akan dikenai sanksi oleh
regulasi penentuan harga dasar gabah, ongkos tarif angkutan darat, volume
tindakan.
ii. Perusahaan Publik. Perusahaan publik juga dikenal sebagai Badan Usaha
sekitar lima puluh satu persen sampai seratus persen asetnya dimiliki oleh
63
menyediakan barang dan jasa yang tidak dihasilkan oleh sektor swasta atau
perusahaan publik.
dan barang secara langsung yang dibiayai dan dikelola oleh pemerintah
c. Instrumen gabungan
Instrumen gabungan ini terdiri dari informasi, subsidi, pengaturan hak milik,
dan pajak.
dapat mengubah perilaku mereka. Informasi sering bersifat umum, dan ini
meresponnya.
ii. Subsidi. Yang dimaksud subsidi adalah semua bantuan finansial pemerintah
iii. Pengaturan hak milik. Pengaturan hak milik ini dimaksudkan untuk
64
iv. Pajak. Pajak merupakan pembayaran wajib dari individu dan perusahaan
dengan tarif tinggi dapat dikenakan pada minuman keras dengan maksud
Sementara itu, tarif pajak ekspor produk kerajinan dapat dikurangi dengan
65