Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Tinjauan Teori

1. Balita

a. Pengertian

Balita merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk anak

usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Usia balita,

anak masih bergantung sepenuhnya dengan orang tua, misalnya untuk

mandi, buang air kecil, buang air besar, makan dan minum. Sementara

untuk proses berjalan dan komunikasi masih belum sempurna (Sutomo,

2010).

b. Pertumbuhan dan Perkembangan

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan

(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola

yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pematangan. Menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel- sel tubuh,

jaringan tubuh, organ- organ dan sistem organ yang berkembang

sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya

(Soetjiningsih,2014).
c.
Perkembangan memiliki karakteristik yang dapat diramalkan dan

memiliki ciri- ciri sehingga dapat diperhitungkan, seperti berikut

(Soetjiningsih, 2014)

12
13

1) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan dari konsepsi sampai

maturasi. Perkembangan sudah terjadi sejak di dalam kandungan dan

setelah kelahiran perkembangan dapat dengan mudah diamati.

2) Dalam periode tertentu ada masa percepatan dan ada masa

perlambatan. Terdapat tiga periode pertumbuhan cepat adalah pada

masa janin, masa bayi 0-1 tahun, dan masa pubertas.

3) Perkembangan memiliki pola yang sama pada setiap anak, tetapi

kecepatannya berbeda.

4) Perkembangan dipengaruhi oleh maturasi sistem saraf pusat. Bayi

akan menggerakkan seluruh tubuhnya, tangan dan kakinya.

5) Reflek primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan

menghilang sebelum gerakan volunter tercapai.

2. Kejang Demam

Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan gejala demam dan

usia, serta tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di

otak. Demam adalah kenaikan suhu tubuh lebih dari 38⁰C rektal atau lebih

37,8⁰C aksila. Kejang demam merupakan kejang yang sering terjadi pada

anak berusia antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun (Fuadi, Bahtera &

Wijayahadi, 2010).

Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang

bersifat paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas
14

listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagdo,

2012).

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan

tinggi ( kenaikan suhu tubuh 38⁰C) karena terjadi kelainan ekstrakranial.

Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi

pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium

(Lestari, 2016).

Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi

akibat dari peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang

yang diakibatkan karena proses ekstrakranium.

a. Penyebab

Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam

sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,

dan infeksi saluran kemih (Lestari, 2016).

Menurut Ridha, ( 2014) mengatakan bahwa faktor risiko terjadinya

kejang demam diantaranya :

1) Faktor – faktor perinatal

2) Malformasi otak kongenital

3) Faktor genetika

4) Demam

5) Gangguan metabolisme

6) Trauma

7) Neoplasma
15

8) Gangguan sirkulasi

b. Klasifikasi

Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone :

1) Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

2) Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

3) Kejang bersifat umum

4) Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5) Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6) Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu

normal tidak menunjukan kelainan.

7) Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

Kejang demam tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh

kriteria tersebut ( Modifikasi Livingstone ) digolongkan pada kejang demam

kompleks (Ngastiyah, 2012).

Widagdo (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi

kejang demam dibagi 3 jenis, yaitu :

1) Kejang demam sederhana ( simple febrile convulsion), biasanya

terdapat pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai dengan

kenaikan suhu tubuh yang mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat umum dan

tonik-klonik,umumnya berlangsung beberapa detik/menit dan jarang

sampai 15 menit. Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu

keadaan singkat seperti mengantuk ( drowsiness), dan bangkitan kejang

terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan


16

neurologik pada pemeriksaan fisik dan riwayat perkembangan normal,

demam bukan disebabkan karena meningitis atau penyakit lain dari

otak.

2) Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion )

biasanya kejang terjadi selama ≥15 menit atau kejang berulang dalam

24 jam dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca

bangkitan. Umur pasien, status neurologik dan sifat demam adalah

sama dengan kejang demam sederhana.

3) Kejang demam simptomatik (symptomatic febrile seizures ) biasanya

sifat dan umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan

sebelumnya anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut.

Faktor risiko untuk timbulnya epilepsi merupakan gmabran kompleks

waktu bangkitan. Kejang bermula pada umur <12 bulan dengan kejang

kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka

pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan

adanya meningitis.

c. Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi

dipecah menjadi CO₂ dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri

dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik.

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dlalui dengan mudah

ion kalium (K₊) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na₊) dan

elektrolit lainya, kecuali ion klorida (CI). Akibatnya konsenterasi K₊


17

dalam sel neuron tinggi dan konsenterasi Na + rendah, sedang diluar sel

neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan

konsenterasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan

potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk

menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan enegi dan

bantuan enzim Na-K ATP –ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial ini dapat diubah oleh:

1) Perubahan konsenterasi ion diruang ekstraseluler

2) Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,

kimiawi atau aliran istrik dari sekitarnya

3) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena

penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam, Kenaikan suhu 1⁰C akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan O₂ meningkat

20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%

dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%)

oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan

membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion

kalium natrium melalui membran listrik. Dengan bantuan

neurotransmitter , perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini dapat

menimbulkan kejang ( Ngastiyah, 2012).


18

d. Manifestasi

Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai

pada pasien kejang demam diantaranya :

1) Suhu tubuh mencapai >38⁰

2) Anak sering hilang kesadaran saat kejang

3) Mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh

anak berguncang ( gejala kejang bergantung pada jenis

kejang )

4) Kulit pucat dan membiru

5) Akral dingin

e. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis

1) Sistem Pernafasan

Pada anak dengan kejang demam laju metabolisme akan meningkat.

Sebagai kompensasi tubuh, pernafasan akan mengalami peningkatan

pula sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan terutama pada

jaringan perifer (Brunner & Suddart, 2013).

2) Sistem Thermoregulasi

Masuknya exogenus dan virogenus keselaput otak akan

menstimulasi sel host inflamasi. Hipothalamus akan menghasilkan

“set point”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan

kejang demam mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh

meningkat. ( Suriadi & Yuliani, 2010).


19

3) Sistem Neurologis

Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkan iskemik

jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertropi

pada jaringan otak yang beresiko pada abses serebri. Keluhan yang

muncul pada anak kejang demam kompleks adalah penurunan

kesadaran.

4) Sistem Muskuloskeletal

Peningkatan suhu tubuh dengan pada anak dengan kejang demam

menyebabkan terjadinya gangguan pada metabolisme otak.

Konsekuensinya keseimbangan sel otakpun akan terganggu dan

terjadi pelepasan muatan listrik yang menyebar keseluruh jaringan,

sehingga menyebabkan kekakuan otot disekujur tubuh terutama

dianggota gerak.

f. Penatalaksanaan

Ngastiyah (2012), dalam penanggulangan kejang demam ada

beberapa faktor yang perlu dikerjakan yaitu:

1. Penatalaksanaan Medis

a) Memberantas Kejang Secepat Mungkin

Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus

(kejang), obat pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang

diberikan secara intravena. Dosis yang diberikan pada pasien kejang

disesuaikan dengan berat badan, kurang dari 10kg 0,5-0,75

mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas


20

20kg 0,5mg/kgBB. Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3

mg/kgBB/kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang

dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar.

Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15

menit, bila masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang

sama juga melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan

kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang

sama juga akan tetapi pemberiannya secara intramuskular,

diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat

diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. Efek

samping dari pemberian diazepan adalah mengantuk, hipotensi,

penekanan pusat pernapasan.

Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejang

seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif

adalah melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat

badan ialah berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang

diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg.

Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status

konvulsivus yang dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena

tidak mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernapasan,

tetapi dapat mengganggu frekuensi irama jantung.


21

b) Pengobatan Penunjang

Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan

pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi

kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung,

usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan

oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,

pernapasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan

intravena sebaiknya diberikan dengan dipantau untuk kelainan

metabolik dan elektrolit. Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi

2-. Untuk mencegah edema otak diberikan kortikorsteroid dengan

dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya

glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam

sampai keadaan membaik.

c) Memberikan Pengobatan Rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat.

Daya kerja diazepan sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60

menit sesudah disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat

antiepileptik dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan

rumat tergantung daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi

atas dua bagian, yaitu pengobatan profilaksis intermiten dan

pengobatan profilaksis jangka panjang.


22

d) Mencari Dan Mengobati Penyebab

Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang

diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius

bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat

perlu untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis pasien

kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaliknya.

dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan

adanya faktor infeksi didalam otak misalnya meningitis.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Pengobatan Fase Akut

a) Airway

(1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala

dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah

dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.

(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien,

lepaskan pakaian yang mengganggu pernafasan

(3) Berikan O2 boleh sampai 4L/menit

b) Breathing

(1) Isap lendir sampai bersih

c) Circulation

(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif

(2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat


23

3. Suhu Tubuh

Suhu tubuh adalah panas dan dingin yang diukur dengan

menggunakan termometer. Didalam tubuh terdapat 2 macam suhu,

yaitu suhu inti dan suhu kulit. Suhu ini adalah suhu dari tubuh bagian

dalam dan besarnya selalu dipertahankan konstan, sekitar ±1⁰F

(±0,6C) dari hari kehari, kecuali bila seseorang mengalami demam.

Sedangkan suhu kulit berbeda dengan suhu int, dapat naik dan turun

sesuai dengan suhu lingkungan. Bila dibentuk panas yang

berlebihan didalam tubuh, suhu kulit akan meningkat. Sebaliknya,

apabila tubuh mengalami kehilangan panas yang besar maka suhu

kulit akan menurun (Guyton & Hall, 2012).

Nilai suhu tubuh juga ditentukan oleh lokasi pengukuran.

Pengukuran suhu bertujuan memperoleh nilai suhu jaringan dalam

tubuh. Lokasi pengukuran untuk suhu inti yaitu rektum, membran

tympani, arteri temporalis, arteri pulmonalis, eshopagus dan

kandung kemih. Lokasi pengukuran suhu permukaan yaitu kulit,

oral dan aksila (Potter & Perry, 2009).

a. Suhu Tubuh Normal

Suhu tubuh yang normal adalah 35,8⁰-37,5⁰C. Pada pagi hari

suhu mendekati 35,5⁰C, sedangkan pada malam hari mendekati

37,7⁰C. Pengukuran suhu di rektum juga akan lebih tinggi 0,5⁰-1⁰C,

dibandingkan suhu mulut dan suhu mulut 0,5⁰C lebih tinggi

dibandingkan suhu aksila (Sherwood, 2014).


24

b. Penggolongan Suhu Tubuh

Suhu tubuh dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:

1) Suhu Tubuh Tinggi (Hipertermia)

Hipertermia merupakan peningkatan suhu tubuh yang disebabkan

oleh ketidakmampuan tubuh untuk mengurangi produksi panas

ataupun menghilangkan panas. Suhu tubuh dikatakan dalam

keadaan hipertermia apabila diatas 38⁰C.

2) Febris/Pireksia

Demam merupakan kenaikan suhu tubuh diatas normal, yang

mana ini masih merupakan reaksi biologis kompleks. Suhu tubuh

pada keadaan demam diukur pada suhu diatas 40⁰C.

3) Suhu Tubuh Normal (Normotermia)

Suhu tubuh normal manusia bervariasi antar individu dan

bervariasi sepanjang hari, berkisar dari 35,5⁰C pada pagi hari

hingga 37,7⁰C pada malam hari, dengan rata-rata keseluruhan

36,7⁰C.

4) Suhu Tubuh Rendah (Hipotermia)

Hipotermi merupakan kegagalan kompensasi fisiologis untuk

memelihara panas. Hipotermi dapat terjadi saat turunnya suhu

tubuh tibatiba di bawah 36⁰C. Jika seseorang tidak segera ditangani

akibat terpapar 11 dengan air es selama 20 sampai 30 menit dapat


25

meninggal karena fibrilasi jantung atau jantung berhenti sama

sekali.

c. Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh ada beberapa yaitu

laju metabolisme basal semua sel tubuh, laju metabolisme basal

semua sel tubuh, laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh

aktifitas otot, termasuk kontraksi ototyang disebabkan oleh aktifitas

otot, termasuk kontraksi otot yang disebabkan oleh menggigil,

metabolisme tambahan yang disebabkan oleh hormon tiroksin (dan

sebagian kecil hormon lain, seperti hormon pertumbuhan dan

testosteron ) terhadap sel, metabolsme tambahan yang disebabkan

oleh pengaruh epinefrin, noreepinerfin, dan perangsangan simpatis

terhadap sel dan metabolisme tambahan yang disebabkan oleh

meningkatnya aktivitas kimiawi didalam sel sendiri, terutama bila

suhu tubuh didalam sel meningkat, metabolisme tambahan yang

diperlukan untuk pencernaan, absorbsi, dan penyimpanan makanan

(efek termogenik makanan) (Guyton & Hall, 2012).

Sebagian besar pembentukan panas didalam tubuh

dihasilkan organ dalam, terutama dihati, otak, jantung, dan otot

rangka selama berolahraga. Kemudian panas ini dihantarkan dari

organ dan jaringan yang lebih dalam ke kulit, yang kemudian

dibuang ke udara dan lingkungan sekitarnya (Guyton & Hall, 2012).


26

Oleh karena itu, laju hilangnya panas hampir seluruhnya

ditentukan oleh dua faktor yaitu seberapa cepat panas yang dapat

dikonduksi dari tempat asal panas dihasilkan, yakni dari dalam inti

tubuh kekulit dan seberapa cepat panas kemudian dapat dihantarkan

dari kulit kelingkungan (Guyton & Hall, 2012).

d. Pengukuran Suhu Tubuh

Untuk mengetahui berapa suhu tubuh digunakan alat

termometer, alat pengukur suhu tubuh ini banyak jenisnya yaitu

termometer air raksa, termometer digital, termometer berbentuk

digital (Nusi et al., 2013).

4. Water Tapid Sponge

a. Pengertian

Water tepid sponge adalah sebuah tekhnik kompres hangat

yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah

supervisial dengan teknik seka. Pada proses pemberian kompres

water tapid sponge ini mekanisme kerja pada kompres tersebut

memberikan efek adanya penyaluran sinyal ke hipotalamus melalui

keringat dan vasodilatasi perifer sehingga proses perpindahan panas

yang diperoleh dari kompres water tapid sponge ini berlangsung

melalui dua proses yaitu konduksi dan evaporasi dimana proses

perpindahan panas melalui proses konduksi ini dimulai dari tindakan

mengompres anak dengan waslap dan proses evaporasi ini diperoleh


27

dari adanya seka pada tubuh saat pengusapan yang dilakukan

sehingga terjadi proses penguapan panas menjadi keringat.

b. Tujuan

Water tepid sponge bertujuan untuk membuat pembuluh

darah tepi melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori

akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas (Hartini,

2012).

c. Manfaat

Menurunkan suhu tubuh, memberikan rasa nyaman,

mengurangi nyeri dan mengurangi ansietas (Sodikin, 2012).

d. Teknik Water Tepid Sponge

Tahap pelaksanaan water tepid sponge Rosdhal & Kowalski (2008):

1) Tahap Persiapan

(1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga

cara water tapid sponge.

(2) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk

menyimpan air hangat 35⁰C, lap mandi/ waslap 6 buah,

selimut mandi 1 buah, perlak 1 buah dan termometer.

2) Pelaksanaan

(1) Beri kesempatan pasien untuk buang air sebelum

dilakukan water tapid sponge.

(2) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu

pemberian antipiretik.
28

(3) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.

(4) Tutup tubuh klien dengan handuk tinggi, kemudian

basahkan washlap atau lap mandi di dahi, aksila dan

pangkal paha. Lap ekstremitas selama kurang lebih 5

menit, punggung dan bokong selama 15 menit. Lakukan

melap tubuh klien selama 20 menit.

(5) Pertahankan suhu air 35⁰C .

(6) Apabila washlap mulai kering basahkan dengan air

hangat, lalu ulangi tindakan seperti diatas.

(7) Hentikan prosedur jika klien menggigil atau segera

setelah suhu klien mendekati normal. Selimuti klien

dengan selimut mandi dan keringkan. Pakaikan baju

klien yang tipis dan mudah menyerap keringat.

(8) Catat suhu tubuh klien sesudah dan sebelum tindakan.

B. Penelitian Terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Haryani, Adimayanti &

Astuti, (2018) yang berjudul “ Pengaruh Tepid Sponge Terhadap

Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Pra Sekolah Yang Mengalami

Demam D RSUD Unggaran”. Penelitian ini bertujun untuk

mengetahui pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh

pada anak pra sekolah yang mengalami demam di rumah sakit

unggaran. Penelitian ini menggunakan metode quasi experimental


29

design dengan pretest-postest non equivalent control group design’

Sample yang digunakan yaitu berjumlah 60 orang anak prasekolah.

Hasil penelitian menunjukan suhu sebelum dilakukan tepid sponge

sebagian besar (73,34 %) berada pada suhu 38-39⁰C. Suhu tubuh

setelah dilakukan teid sponge sebagian besar (63%) berada pada

suhu 37-38⁰C. Dengan memperoleh nilai signifikansi 0.000 (ρ<

0,05). Pemberian kompres tepid sponge berpengaruh terhadap

penurunan suhu tubuh. Prosedur tepid sponge dapat dilakukan

dirumah sakit pada anak yang demam untuk menurunkan suhu tubuh

secara efektif. Orangtua dapat melakukan prosedure tepid sponge

dirumah pada saat anak mengalami demam.

Penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (2009) yang

berjudul “Pengaruh Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh

Dan Kenyamanan Pada Anak Usia Pra Sekolah Dan Sekolah Yang

Mengalami Demam Diruang Perawatan Anak Rs Muhamadiyah

Bandung”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian

antipiretik disertai tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan

kenyamanan anak diruang perawatan anak Rs Muhamadiyah

Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi

experimental pre-post test non equivalent control group. Jumlah

sample yang digunakan berjumlah 50 responden. Didapatkan tidak

ada perbedaan yang bermakna dalam penurunan suhu tubuh antara

kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (p = 0,21), serta tidak


30

ada perbedaan yang bermakna dalam tingkat rasa nyaman antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Akan tetapi ada

kecenderungan bahwa pemberian antipiretik yang disertai tepid

sponge mengalami perubahan suhu yang lebih besar dan

peningkatan rasa nyaman yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan pemberian antipiretik saja. Implikasi penelitian diharapkan

adanya penelitian lebih lanjut tentang pelaksanaan tepid sponge

dengan jumlah sample yang besa, pembatasan umur, dan variabel –

variabel perancu lain seperti lingkungan eksternal guna

mendapatkan bukti ilmiah dengan tepat terkait dengan perawatan

yang atraumatic care pada anak yang menderita demam.

Penelitian yang dilakukan oleh Sari, Redjeki &

Rakhmawati., (2013) yang berjudul “Perbandingan Pengaruh Water

Spray dan Fan Cooling Menggunakan Air Hangat Dengan Air Suhu

Ruangan Terhadap Penurunan Suhu Tubuh”. Yang betujuan

membandingkan pengaruh water spray dan fan cooling yang

menggunakan air hangat dengan air suhu ruangan terhadap waktu

dan besarnya penurunan suhu tubuh pada pasien demam yang

mendapat terapi asetaminofen, di ruang rawat instensif RSUP Hasan

Sadikin Bandung. Desain penelitian adalah pretest postest control

group design. Subjek dibagi secara acak kedalam kelompok

perlakuan dan kontrol. Hasilnya kelompok perlakuan menunjukan

penurunan suhu tubuh sebesar 0,5⁰C lebih cepat (30 menit)


31

daripada kelompok kontrol (60 menit). Water spray dan fan cooling

sebagai terapi pendukung (komplementer) pada pasien demam yang

mendapat terapi asetaminophen hendaknya menggunakan air

hangat, karena dapat menurunkan suhu tubuh lebih cepat dan lebih

besar dibandingkan dengan suhu ruangan.

Penelitian yang dilakukan oleh As Seggaf, Ramadhaniyati

& Wulandary, (2017) dengan judul “Pengaruh Kompres Aloe Vera

Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Usia Prasekolah Dengan

Demam Di Puskesmas Siantar Hilir”. Dengan tujuan mengetahui

kompres lidah buaya dalam menurunan suhu tubuh penderita

demam usia pra sekolah diwilayah kerja puskesmas siantar hilir.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah one group pretest

postest dengan subjek 16 orang anak berusia 3-6 tahun. sample

penelitian ini menggunakan tekhnik purpossive sampling. Hasil uji

statistik dengan menggunakan uji wilcoxon menyatakan bahwa

menggunakan kompres lidah buaya berpengaruh terhadap

perubahan suhu tubuh pada penderita demam dengan nilai P value =

0,001 (α <0,05) dengan penurunan suhu sebesar 0,488⁰C.

Penelitian yang dilakukan oleh Asmarawanti & Sugihartono

(2018) yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tepid

Sponge Pada Ibu Terhadap Penanganan Demam Pada Balita Dengan

Diagnosis Observasi Febris Di Ruang Ade Irma Suryani Lantai 1

RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi”. Tujuan penelitianya


32

untuk merubah sikap dan perilaku seseorang dalam menangani

demam khususnya pada ibu. Metode penelitian yang digunakan

adalah quasi experiment dengan sampel 17 responden. Hasil

penelitian ini menunjukan terdapat pengaruh pendidikan kesehatan

pada ibu terhadap penanganan demam pada balita dengan diagnosis

observasi febris diruang ade irma suryani RSUD sekarwangi

kabupaten sukabumi. Hasil penelitian ini diaharapkan dapat menjadi

acuan untuk peneliti kedepanya bisa melakukan penelitian dengan

judul yang sama tetapi variabel yang berbeda.

Penelitian yang dilakukan oleh Komeagac A(2018) yang

berjudul “Effect of the evidence based pediatric fever management

training given to nursing students”. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengevaluasi efek dari pelatihan manajemen demam anak

berbasis bukti yang diberikan kepada siswa keperawatan. Metode

penelitian yang digunakan adalah uji normalitas, Shapiro-wilk, uji t,

uji Mann-withney U. Dengan sampel 110 mahasiswa. Hasil

penelitian ini terdapat perbedaan secara signifikan secara statistik

ditemukan antara pretest dan posttest point dari intervensi dan

kelompok kontrol ( P<0,01).


33

C. Kerangka Teori

Faktor risiko kejang demam:

a. Faktor – faktor perinatal

b. Malformasi otak kongenital

c. Faktor genetika
Kejang Demam
d. Demam

e. Gangguan metabolisme

f. Trauma

g. Neoplasma 1. Penatalaksanaan
medis .
h. Gangguan sirkulasi
2. Penatalaksanaan
keperawatan.

Suhu Tubuh

1. Hipertermia

2. Febris /Pireksia Water tapid sponge


3. Normotermia

4. Hipotermia

Skema 2.1 Kerangka Teori

Sumber : (Hartini, 2012; Ngastiyah, 2012; Widagdo, 2012; Ridha, 2014 )

Anda mungkin juga menyukai