XII
Perkembangan Keterampilan Otot
Mari kita renungkan beberapa gerakan yang kita lakukan sepanjang hari. Bangun,
mengedipkan mata, meregangkan anggota badan, bangkit dari tempat tidur, bersin, mencelupkan
tangan ke dalam air hangat—menariknya kembali jika air terlalu panas, berpakaian, menuruni
tangga, menggunakan sendok dan garpu, menulis surat, menjahit atau mengerjakan pertukangan
kayu, malakukan permainan. Gerakan seperti bersin dan berkedip bisa kita lakukan dengan
sempurna sejak lahir. Kita menyebutnya sebagai gerakan reflex. Gerak reflex tidak perlu
dipelajari karena sudah menjadi bagian dari bakat alamiah kita. Adapun beberapa gerak lainnya,
misalnya gerakan saat berpakaian atau menulis, yang harus kita pelajari. Sebagian diantaranya
kita pelajari dirumah dalam usia prasekolah, namun banyak gerakan di antaranya yang kita
peajari di sekolah dengan bimbingan guru. Ada dua pertanyaan yang muncul (a) bagaimana cara
anak—belajar membuat gerakan terampil atau terlatih; (b) apa yang dapat dilakukan guru untuk
memudahkan pembelajaran ini.
Dalam bab II, kita mencatat bahwa anak—anak dilahirkan dengan kecenderungan yang
umumnya aktif dan beberapa kecenderungan spesifik untuk bertindak dengan cara khusus
dilingkungan dan keadaan tertentu. Reaksi naluriah ini merupakan dasar dari semua gerakan
terampil yang sudah kita pelajari. Beberapa gerakan sederhana, seperti menggeliat dan menarik
tangan dari air panas sebagian besar bersifat naluriah, tetapi tidak seperti gerakan reflex, kedua
gerakan itu telah menjadi gerakan yang agak lebih terampil sebagai hasil pengalaman kita.
Meskipun demikian, keajaiban proses memperoleh kecakapan atau keterampilan paling jelas
dipahami saat kita memikirkan gerak yang lebih rumit seperti menulis. Kita, orang dewasa,
sekarang sanggup menulis dengan sedikit perhatian dan buang tenaga. Namun, tidak selalu
demikian. Perhatikan seorang anak kecil yang sedang berusaha menuliskan namanya sendiri.
Tubuh dan pikirannya bekerja keras. Pensilnya digenggam kuat—kuat, lidahnya terjulur
kedepan. Setiap goresan dilakukannya dengan susah payah sampai tubuhnya berputar. Usaha itu
jelas memeras tenaga dan membuatnya lelah. Kinerja orang dewasa sangat berbeda. Orang
dewasa memegang pensil dengan santai dan menuliskan namanya dengan dengan aliran gerak
mulus dan lancar. Bandingkan dengan gerak kikuk si anak, gerakan orang dewasa yang sudah
terampil terlihat lebih rapi, halus, dan lancar. Inilah hakikat gerak terampil yang berbeda sekali
dengan gerak yang canggung. Kita akan membahas satu—persatu.
Kerapian. Ciri kerapian ini muncul, pertama, karena orang yang terampil tidak membuat
gerakan tanpa hasil, dan, kedua, orang yang terampil tidak membuat gerakan yang tidak perlu.
Kehematan gerakan adalah indikasi keterampilan yang nyata. Seorang anak kecil yang belajar
menguunakan pensil atau gunting, menggerakkan bagian—bagian tubuh yang tidak langsung
berhubungan dengan gerakan yang sedang ia coba lakukan. Usaha itu tampak seolah—olah
sedemikian hebatnya sehingga harus disebarkan ke seluruh bagian tubuh. Inilah sebabnya
seorang pekerja yang tak terapil memerlukan banyak ruang daripada pekerja yangn sudah
terlatih. Dari sudut pandang, kita berpikir bahwa suatu proses memperoleh kecakapan sebagai
menghapuskan secara bertahap gerakan—gerakan yang percuma dan tak perlu.
Kehalusan. Bila kita bandingkan prajurit mahir dengan anak yang sedang belajar merajut,
kita bisa melihat prajurit ahli ini melakukan gerakan—gerakan yang berkesinambungan,
sedangkan si anak, paling tidak, melakukan empat gerakan untuk setiap stik rajutan. Contoh ini
mengilustrasikan tahap penting lainnya dalam mengembangkan keterampilan. Tidak hanya
menyingkirkan gerakan—gerakan yang tidak perlu, tetapi juga menggabungkan gerakan—
gerakan yang penting menjadi satu gerakan. Hal ini umumnya digambarkan dengan mengatakan
bahwa berbagai bagian dalam gerakan itu sudah terkoordinasi.koordinasi sebagian besar
merupakan persoalan menggunakan sejumlah tenaga yang tepat pada saat yang tepat. Pekerja
yang tidak terampil mempergunakan terlalu banyak tenaga dan tidak seimbang dalam
penerapannya, sedangkan pekerja terampil mempergunakan tenga secukupnya saja dan menjaga
keseimbangan antar bagian gerakan. Seorang gadis yang sedang belajar menggunakan mesin
genjot kerap menemukan bahwa genjotan satu kaki lebih kuat daripada kaki lainnya. Akibatnya,
alih—gerakan naik—turun yang berkesinambungan dan tetap, ia hanya menghasilkan rangkaian
gerakan yang tersentak—sentak. Dengan demikian, kita bisa memahami bahwa ketika kita
memperoleh kecakapan atau keterampilan, maka gerakan—gerakan yang tidak bemanfaat akan
berkurang, gerakan yang semula terputus—putus akan berkesinambungan, dan pengeluaran
tenaga menjadi terkontrol.
Kemudahan. Ciri ini sebagian adalah hasil dari penyederhanaan gerakan secara bertahap
seperti yang sudah dibahas di atas. Semakin terlatih suatu gerakan, semakin sedikit usaha yang
harus dilakukan dan gerakan itu akan terlihat semakin mudah. Namun, kemudahan gerakan juga
berhubungan dengan sikap mental. Ketika kecakapan berhasil diperoleh, si pembelajar perlu
mengurangi perhatian pada pekerjaannya. Tindakannya menjadi otomatis sehingga ia mampu
memusatkan perhatian pada hasil, bukan pada gerakan, dan menguasai setiap kecakapan dengan
mudah.
Guru Keterampilan
Sering dinyatakan bahwa pelaksana yang baik—atlet, perajin, pesenam yang ahli tidak
selalu bisa menjadi guru yang baik. Oleh sebab itu, ada baiknya untuk mengulas kembali secara
singkat beberapa kualitas khusus yang harus dimiliki seorang guru keterampilan. Ia harus
mampu bukan hanya memperagakan gerak terampil secara lengkap dan sempurna tetapi juga
menganalisis gerakan—gerakannya. Bila perlu, gerakan tersebut dipecah—pecah atau
diperlambat sehingga murid dapat mengamatinya secara detail. Ini tidak mudah, karena
memperhatikan pelaksanaan suatu gerakan dan menurunkan kecepatan alamiah yang biasa
dilakukan untuk itu kerapkali akan merusak kesempatannya. Namun, banyak gerakan yang
diajarkan di sekolah umumnya relatif sederhana. Kebanyakan guru, melalui praktik, dapat
memberikan peragaan gerak lambat yang memuaskan. Dengan adanya beberapa gerakan rumit
yang dibutuhkan dalam dunia industri, keberatan itu mungkin lebih serius. Inilah sebabnya
mungkin diharapkan penggunaan film gerak lambat dan model tiga dimensi.
Guru keterampilan harus mampu menjadikan pengamatan murid—muridnya lebih tajam
dengan mengarahkan perhatian mereka pada baguan—bagian tubuh yang terlibat dan
menjelaskan tampilan serta “jiwa” gerakan tersebut. Sedikit sekali siswa golf yang
memperhatikan keserasian mereka sendiri; bagaimana pentingnya lengan kiri dalam melakukan
ayunan yang benar . Pengetahuan eksplisit tentang bagaimana cara menghasilkan suatu gerakan
ini lagi—lagi sangat berguna bagi guru saat ia sedang mengawasi pekerjaan praktis seorang
murid. Guru mengerti apa yang dicari dan bagaimana memperbaiki kesalahan suatu gerakan.
Tidak seperti siswa, guru harus mampu memusatkan perhatian pada proses sekaligus hasilnya.
Dahulu, sebagai guru mungkin kita khilaf dengan memusatkan perhatian hanya pada hasil. Kita
sudah memahami perlunya penyederhanaan, tetapi kita mencarinya dengan menganalisis hasil
alih—alih gerakannya, Kita sudah mengerti perlunya memberbaiki kesalahan, tetapi kita
cenderung menuruti kata hati dengan mengomeli siswa karena hasil yang cacat, alih—alih
membantu mereka memperbaiki kesalahan dalam gerakan yang mengakibatkan cacat tersebut.
Pendeknya, kita telah mendekati tugas kita dari sisi yang salah.
Pengamatan
1. Buatlah daftar alat—alat yang diperlukan anak-anak dalam berbagai pelajaran di
sekolah. Amatilah anak—anak ketika menggunakan alat—alat ini dan buat saran—
saran untuk perlakuan yang tak benar atau pemakaian serampangan yang dapat anda
perhatikan
2. Kumpulkan contoh tulisan tangan anak—anak dari berbagai usia. Kajilah contoh—
contoh itu untuk menemukan tanda—tanda perkembangan keterampilan jasmani
mereka.
3. Periksalah ruang praktik keterampilan dan tentukan apakah mebel dan peralatan yang
ada sudah ditata sedemikian rupa untuk memudahkan pekerjaan yang mulus dan
efisien. Buatlah saran—saran untuk perbaikan dan berilah pembenaran atasnya.
4. Pelajarilah cara menggunakan sebuah alat baru, misalnya mesin tik atau alat
tambahan pada mesin jahit, kemudian catatlah setiap kemajuan yang Anda amati
dengan menuliskan metode pembelajaran, hasil dan akurasi kerja, rasa percaya diri ,
dan lain—lain.
Rujukan Utama
Handbbok of Suggestions, Edisi baru, 1937, bab V,VII,VIII,IX,X. R.R. Rusk, Experimental
Education ,hlm.214-220(Longmans, 1921)
Rujukan Tambahan
F.B dan L.M. Gilbreth, Applied Motion Study, (Routledge,1917).
F.N. Freeman, How Children Learn, bab VIII (Harrap, 1919)
J.W.Cox, Manual Skill (Camb.Univ.Press,1934)
P.B. Ballard, Handwork as an Educational Medium (Geo. Allen, 1910).
T.H. Pear, Skill in Work and Plan (Methuen,1924).
W.F. Book, The Psychology of Skill(University of Montana)
Catatan
1. Menarik untuk dicatat bahwa pelaksanaan prinsip dasar pendidikan ini seperti halnya
prinsip—prinsip lain dalam buku ini dapat terlihat jelas dalam sejarah ras. Senjata dan
alat—alat memasak buatan zaman dulu masih sederhana dan kurang menarik bentuknya,
namun saat keterampilan berhasil dikuasai, alat—alat tersebut menjadi lebih daripada
sekadar berguna, tetapi juga indah. Teori keindahan dalam kerajinan tangan ini sering
dinisbatkan pada William Morris. Teori ini pun dijabarkan dengan mengesankan oleh
Nunn dalam bukunya, Education : Its Data and First Principles, hlm 91.
2. Lihat F.Matthias Alexander, The Use of the self, hlm.62(Methuen,1931).
3. Meski dibenarkan bagi perajin untuk menggunakan perkakas tangan, namun tidak
dibenarkan untuk pekerja sehari—hari. Beberapa metode mereka, seperti kita lihat pada
bagian Studi tentang gerakan, bisa menjadi berlebihan, baik waktu maupun usaha.
4. Beberapa orang mungkin keberatan dan menyatakan bahwa membiarkan anak
mempergunakan alat yang berbahaya sangat tidak bijak. Setidaknya ada dua sanggahan
atas keberatan ini. Pertama, hampir tidak mungkin menghindari dari penggunaan alat
berbahaya. Benda—benda biasa seperti gunting dan mata pena pun bisa berbahaya bila
salah digunakan. Kedua,adalah baik bagi anak—anak untuk mengalami rasa menguasai
(sense of power) saat mereka berhasil mempergunakan suatu alat dengan benar,
khususnya alat—alat yang dikatakan berbahaya tadi. Pengalaman ini amat berharga,
khususnya bagi anak—anak pemalu dan penakut.
5. Sistem mendidik anak—anak kecil yang diprakarsai Maria Montessori pada 1952 lebih
bertujuan untuk mengembangkan aktivitas dan minat alamiah anak daripada
menggunakan metode pengajaran formal.
6. Lihat Marion Richardson, Writing and Writing Patterns University of London
Press,1935).
7. The education of the Whole Man, L.P.Jacks, hal.166 (Univ. Lond.Press, 1931).
8. L.P.Jacks, The Education of the Whole Man, hlm. 166 (Univ.Lond.Press,1931).
Pentingnya keterampilan otot dalam meningkatkan kesehatan jasmani dan mental sudah
diperagakan dengan mengesankan oleh F.M.Alexander. Lihat bukunya, The Use of the
Self dan Constructive Conscious Control (Methuen).