Anda di halaman 1dari 20

BAB

XII
Perkembangan Keterampilan Otot

Mari kita renungkan beberapa gerakan yang kita lakukan sepanjang hari. Bangun,
mengedipkan mata, meregangkan anggota badan, bangkit dari tempat tidur, bersin, mencelupkan
tangan ke dalam air hangat—menariknya kembali jika air terlalu panas, berpakaian, menuruni
tangga, menggunakan sendok dan garpu, menulis surat, menjahit atau mengerjakan pertukangan
kayu, malakukan permainan. Gerakan seperti bersin dan berkedip bisa kita lakukan dengan
sempurna sejak lahir. Kita menyebutnya sebagai gerakan reflex. Gerak reflex tidak perlu
dipelajari karena sudah menjadi bagian dari bakat alamiah kita. Adapun beberapa gerak lainnya,
misalnya gerakan saat berpakaian atau menulis, yang harus kita pelajari. Sebagian diantaranya
kita pelajari dirumah dalam usia prasekolah, namun banyak gerakan di antaranya yang kita
peajari di sekolah dengan bimbingan guru. Ada dua pertanyaan yang muncul (a) bagaimana cara
anak—belajar membuat gerakan terampil atau terlatih; (b) apa yang dapat dilakukan guru untuk
memudahkan pembelajaran ini.
Dalam bab II, kita mencatat bahwa anak—anak dilahirkan dengan kecenderungan yang
umumnya aktif dan beberapa kecenderungan spesifik untuk bertindak dengan cara khusus
dilingkungan dan keadaan tertentu. Reaksi naluriah ini merupakan dasar dari semua gerakan
terampil yang sudah kita pelajari. Beberapa gerakan sederhana, seperti menggeliat dan menarik
tangan dari air panas sebagian besar bersifat naluriah, tetapi tidak seperti gerakan reflex, kedua
gerakan itu telah menjadi gerakan yang agak lebih terampil sebagai hasil pengalaman kita.
Meskipun demikian, keajaiban proses memperoleh kecakapan atau keterampilan paling jelas
dipahami saat kita memikirkan gerak yang lebih rumit seperti menulis. Kita, orang dewasa,
sekarang sanggup menulis dengan sedikit perhatian dan buang tenaga. Namun, tidak selalu
demikian. Perhatikan seorang anak kecil yang sedang berusaha menuliskan namanya sendiri.
Tubuh dan pikirannya bekerja keras. Pensilnya digenggam kuat—kuat, lidahnya terjulur
kedepan. Setiap goresan dilakukannya dengan susah payah sampai tubuhnya berputar. Usaha itu
jelas memeras tenaga dan membuatnya lelah. Kinerja orang dewasa sangat berbeda. Orang
dewasa memegang pensil dengan santai dan menuliskan namanya dengan dengan aliran gerak
mulus dan lancar. Bandingkan dengan gerak kikuk si anak, gerakan orang dewasa yang sudah
terampil terlihat lebih rapi, halus, dan lancar. Inilah hakikat gerak terampil yang berbeda sekali
dengan gerak yang canggung. Kita akan membahas satu—persatu.
Kerapian. Ciri kerapian ini muncul, pertama, karena orang yang terampil tidak membuat
gerakan tanpa hasil, dan, kedua, orang yang terampil tidak membuat gerakan yang tidak perlu.
Kehematan gerakan adalah indikasi keterampilan yang nyata. Seorang anak kecil yang belajar
menguunakan pensil atau gunting, menggerakkan bagian—bagian tubuh yang tidak langsung
berhubungan dengan gerakan yang sedang ia coba lakukan. Usaha itu tampak seolah—olah
sedemikian hebatnya sehingga harus disebarkan ke seluruh bagian tubuh. Inilah sebabnya
seorang pekerja yang tak terapil memerlukan banyak ruang daripada pekerja yangn sudah
terlatih. Dari sudut pandang, kita berpikir bahwa suatu proses memperoleh kecakapan sebagai
menghapuskan secara bertahap gerakan—gerakan yang percuma dan tak perlu.
Kehalusan. Bila kita bandingkan prajurit mahir dengan anak yang sedang belajar merajut,
kita bisa melihat prajurit ahli ini melakukan gerakan—gerakan yang berkesinambungan,
sedangkan si anak, paling tidak, melakukan empat gerakan untuk setiap stik rajutan. Contoh ini
mengilustrasikan tahap penting lainnya dalam mengembangkan keterampilan. Tidak hanya
menyingkirkan gerakan—gerakan yang tidak perlu, tetapi juga menggabungkan gerakan—
gerakan yang penting menjadi satu gerakan. Hal ini umumnya digambarkan dengan mengatakan
bahwa berbagai bagian dalam gerakan itu sudah terkoordinasi.koordinasi sebagian besar
merupakan persoalan menggunakan sejumlah tenaga yang tepat pada saat yang tepat. Pekerja
yang tidak terampil mempergunakan terlalu banyak tenaga dan tidak seimbang dalam
penerapannya, sedangkan pekerja terampil mempergunakan tenga secukupnya saja dan menjaga
keseimbangan antar bagian gerakan. Seorang gadis yang sedang belajar menggunakan mesin
genjot kerap menemukan bahwa genjotan satu kaki lebih kuat daripada kaki lainnya. Akibatnya,
alih—gerakan naik—turun yang berkesinambungan dan tetap, ia hanya menghasilkan rangkaian
gerakan yang tersentak—sentak. Dengan demikian, kita bisa memahami bahwa ketika kita
memperoleh kecakapan atau keterampilan, maka gerakan—gerakan yang tidak bemanfaat akan
berkurang, gerakan yang semula terputus—putus akan berkesinambungan, dan pengeluaran
tenaga menjadi terkontrol.
Kemudahan. Ciri ini sebagian adalah hasil dari penyederhanaan gerakan secara bertahap
seperti yang sudah dibahas di atas. Semakin terlatih suatu gerakan, semakin sedikit usaha yang
harus dilakukan dan gerakan itu akan terlihat semakin mudah. Namun, kemudahan gerakan juga
berhubungan dengan sikap mental. Ketika kecakapan berhasil diperoleh, si pembelajar perlu
mengurangi perhatian pada pekerjaannya. Tindakannya menjadi otomatis sehingga ia mampu
memusatkan perhatian pada hasil, bukan pada gerakan, dan menguasai setiap kecakapan dengan
mudah.

Studi Tentang Gerakan


Metode modern dalam studi gerakan telah menunjukkan bahwa pekerja berpengalaman
sekalipun sering membuat banyak gerakan yang tidak perlu dan tidak teratur. Gerakan yang tidak
perlu bisa merupakan akibat dari keliru menempatkan alat—alat yang digunakan. Hal seperti ini
tampak jelas bagi pengamat yang kritis dan rasional. Output (hasil kerja atau kinerja) pada
sebuah pabrik meningkat sebanyak 266 persen saat suku—suku cadang yang akan dirakit
disusun menurut urutan yang jelas dan mudah dijangkau. Gerakan yang tak perlu dan berirama
lainnya tidak terlalu jelas terlihat dan perlu studi lebih detail tentang prosedur pekerja sebelum
bisa terdeteksi. Untuk itu, Gilbreth, salah satu seorang perintis studi gerakan secara ilmiah,
menawarkan metode kronosiklografis. Ia memasang sebuah lampu pada bagian tubuh tertentu
yang tepat atau pada perkakas si pekerja dan memotretnya ketika sedang bergerak. Dengan
menggunakan alat yang tepat, Gilbreth mampu mengukur waktu dan lingkup gerakan serta
menentukan berbagai arah yang diambil. Akhirnya, dibuat sebuah model gerakan yang terbuat
dari kabel, kemudian dipelajari setiap saat dari segala sudut. Membandingkan model para pekerja
terlatih dengan model para pekerja tidak terlatih yang sedang melakukan pekerjaan yang sama
sangat memberi pelajaran, sebab model—model itu memperlihatkan bahwa pekerja terlatih
melakukan lebih sedikit gerakan (yang tak perlu) dan gerakannya pun lebih berirama.

Bagaimana Keterampilan Diperoleh


Hanya ada satu cara mendasar tentang bagaimana keterampilan bisa diperoleh, yaitu
metode coba dan berhasil. Metode ini merupakan pengulangan yang dilakuka oleh seorang
pemula yang sangat bersemangat untuk berhasil. Dengan mempertimbangkan kondisi ini,
pembelajaran berjalan sesuai dengan suatu hokum psikologis sederhana. Hokum ini menyatakan,
ketika suatu tindakakan dilakukan maka ia akan cenderung melekat lama bila dikerjakan dengan
senang hati, namun akan mudah terlupakan bila dikerjakan dengan terpaksa.
Sekarang ini, jika si pembelajar atau siswa bersemangat, keberhasilan akan membawa
kesenangan, namun kegagalan akan membawa kesedihan. Maka, ada kecenderungan tindakan
yang sukses akan diulangi lagi, sedangkan tindakan yang gagal akan dihentikan. Dalam bentuk
sederhananya, pembelajaran dengan metode coba dan berhasil tidak menarik perhatian pada
aktivitas orang lain. Ia tidak atau kurang menuntut kekuatan memikirkan pengalaman—
pengalaman yang lalu, dan dapat dikerjakan dengan sangat baik tanpa kata—kata.oleh sebab itu,
metode ini sangat cocok untuk anak—anak kecil. Namun, untuk meningkatkan proporsi gerakan
yang berhasil, banyak hal yang bisa dilakukan disekolah, dan dengan cara ini proses
pembelajaran dapat dipercepat. Kita akan membahas beberapa cara penting yang dapat
digunakan guru untuk membantu dan mendorong siswa dalam mempelajari keterampilan.
Minat. Seperti yag sudah kita bahas beberapa kali dalam buku ini, hal pertama yang
penting dalam belajar adalah murid harus memiliki kemauan untuk belajar. Semakin tekun
mereka, semakin besar kesenangan yang menyertai keberhasilan, dan konsekuensinya,
pembelajaran menjadi semakin efektif. Tentu saja, masih ada kemungkinan memberikan
ganjaran dan hukuman yang tak ada hubungan—angka bagus jelek, pemberian hadiah dan
hukuman. Penggunaan rangsangan persaingan dalam banyak hal masih mungkin dilakukan,
namun beberapa cara kurang disukai ketimbang yang lain. Akan tetapi, guru yang ingin
mengajarkan keterampilan harus bertujuan membangkitkan semangat muridnya dengan motif
yag lebih besar, sebab kebanyakan anak cepat tertarik secara spontan untuk memperoleh suatu
keterampilan. Seperti yang sudah kita saksikan, mereka pada dasarnya merupakan makhluk—
makhluk yang giat dan punya naluri untuk membuat sesuatu. Pembelajaran keterampilan lewat
bentuk—bentuk yang menyenangkan ini masih dapat memberikan lebih banyak kegembiraan,
sebab membantu memuaskan kesenangan anak—anak terhadap kekuatan. Namun, pengaruh
keterampilan terhadap kepribadian bisa lebih mendalam daripada kepuasan naluri primitf semata.
Ketika anak—anak sudah terampil bergerak dan menguasai bahan—bahan yang dipergunakan,
alih—alih terserap dalam aktifitas yang penting—penting saja. Energy mereka justru semakin
meningkat dan siap untuk apa aja. Kelebihan energi ini tentu saja bisa jadi tersia—siakan,
misalnya untuk melamun, namun dengan kondisi yang sesuai, bisa dimanfaatkan untuk
menciptakan keindahan dan keanggunan. Tarian, alih—alih sekadar langkah—langkah tepat,
tetapi menjadi pertunjukkan yang indah, buku latihan tidak lagi mengharuskan banyak perhatian.
Tetapi memberikan ruang bagi keindahan susunan dan barangkali menghindari uraian panjang
yang bertele—tele. Suatu bentuk pekerjaan praktis dimana keterampilan telah diperoleh menjadi
wahana utuk mengungkapkan keindahan, memberikan ruang bagi pengungkapan diri tingkat
tinggi.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat, misalnya mengajak anak—
anak ke museum dan galeri seni. Pameran kerajinan sekolah, atau pertunjukan keahlian.
Perhatian anak—anak dapat diarahkan pada benda—benda indah dan terkadang pada benda—
banda hasil karya perajin terlatih. Film—film sinematografi tentang gerakan—gerakan terampil
dan indah yang dilakukan atlet mahir dan perajin juga berperan dalam membangkitkan semangan
anak—anak modern guna mengembangkan kemampuan mereka sendiri. Tiba pada permasalahan
yang lebih spesifik, minat anak—anak dalam membuat model, mencampur adonan, dan
menggambar seringkali dapat ditingkatkan dengan menunjukkan kepada mereka contoh—contoh
yang bagus sebelum mereka bekerja. Merupakan rencana bagus bagi para guru jika membawa
suatu contoh karya sendiri ke dalam kegiatan kelas keterampilan, jika mungkin, karya yang
masih berada dalam jangkauan kemampuan murid—muridnya.
Mengajar lewat peragaan. Semua saran dalam paragraph di atas tidak dimaksudkan
untuk mendorong murid agar meniru, melainkan untuk membangkitkan hasrat mereka agar
memperoleh keterampilan bagi dirinya sendiri. Perlu diperhatikan bahwa mencermati gerakan
terampil bukan tanpa pengaruh terhadap perolehan keterampilan, karena—seperti sudah
dipelajari pada bab II—anak—anak bisanya akan meniru. Sekalipun mereka tidak sengaja
meniru, tetapi mereka meniru tanpa sadar. Peniruan otomatis menurut dorongan hati ini, seperti
yang kita lihat pada bab—bab terdahulu, boleh jadi sering sangat berhasil—terkadang lebih
berhasil daripada peniruan yang disengaja. Namun, saat mengamati anak—anak, akan kita dapati
bahwa ketika kemampuan intelektual mereka berkembang seiring dengan kemampuan
mencurahkan perhatian yang lebih stabil, mereka tak lagi puas hanya denga mencoba mentah—
mentah sampai berhasil. Mereka ingin agar diperlihatkan bagaimana cara melakukan gerakan
tersebut sehingga dapat memahami cara yang tepat untuk memulai. Jadi, gerakan itu dipelajari
dengan cara sengaja meniru dari orang lain. Hasilnya, proses pembelajaran menjadi lebih cepat.
Metode coba dan berhasil memang masih diperlukan, Karena hanya dengan cara inilah anak—
anak bisa melakukan gerakan dengan lebih mudah dalam bentuk paling umum yang bisa mereka
tangkap.
Peragaan atau demonstrasi merupakan metode penting dalam mengajarkan gerakan—
gerakan terampil. Selama peragaan, murid—murid memperhatikan cara yang tepat untuk
menghasilkan gerakan, barangkali membayangkan diri mereka sendiri melakukan gerakan itu,
kemudian berketapan untuk bekerja meniru tindakan itu semirip mungkin. Cara kerja yang
tampaknya sangat sederhana ini sesungguhnya kompleks karena mengandung lebih dari satu
gerakan. Oleh sebab itu, saat mengajarkan cara kerja baru, mula—mula guru harus menganalisis
sedemikian rupa sehingga tetap bisa digambarkan dengan jelas dan tepat, langkah demi langkah.
Setiap gerakan yang terpisah dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap bisa digambarkan
dengan jelas. Ketika belajar merajut, misalnya terlebih dahulu siswa harus belajar meniru cara
memegang jarum dan benang wol, baru berlanjut ke setiap langkah proses. Namun, nilai
pentingnya mengabungkan gerakan—gerakan terpisah menjadi satu kesatuan akan tertanam
dalam ingatan anak—anak sejak awal. Inilah sebabnya sebelum anak mulai belajar detail-detail
gerakan, ia perlu akrab dengan wawasan pekerja terampil yang melakukan seluruh pekerjaan.
Dalam gerakan akhir, semua gerakan terpisah yang sudah diperagakan harus digabungkan
menjadi suatu kesatuan yang selaras, seperti kata Alexander, gerakan—gerakan itu harus
dilakukan “bersama—sama—satu—demi—satu—secara—berurutan”.
Peragaan sebagai metode pengajaran terkadang dikecam karena tidak memberikan cukup
ruang bagi murid utuk memiliki inisiatif. Para pengecam mengatakan, metode ini terlalu sedikit
membuka peluang untuk berpikir dan lebih banyak menghasilkan segelintir pelaksana pintar
daripada karyawan terdidik. Pengajar metode peragaan membalas dengan menyatakan, tanpa
peragaan, murid hanya membuang—buang waktu karena memakai metode tak memuaskan yang
selanjutnya harus ditinggalkan, murid juga kehilangan perangsang yang dimunculkan oleh model
yang baik. Kedua pernyataan itu separuh benar.
Para pengecam peragaan harus diingatkan bahwa pengoperasian peralatan—tangan pada
masa sekarang ini sudah lulus ujian zaman. Baik alat maupun metode penggunaannya sudah
berkembang sebagai hasil pengalaman kritis bergenerasi—generasi perajin yang terampil.
Metode dan alat yang digunakan Cellini pada abad ke-16 untuk membauat mangkuk masih tetap
dipakai oleh perajin pada abad ke-20. Saat megerjakan gerakan baru kepada anak, seperti halnya
mengajarkan penggunaan suatu alat, jelas perlu mengajarkannya sejak awal metode memegang
dan menggunakan yang disepakati oleh pakar sebagai yang terbaik. Anak—anak perlu
ditunjukkan bagaimana menggunakan palu ketam, tentu saja kehati—hatian perlu diambil untuk
memperkenalkan penyimpangan—penyimpangan kecil yang mungkin dirasa perlu oleh individu
—individu karena kebiasaan—kebiasaan fisik tertentu. Alasan lain untuk mengajarkan gerakan
yang benar sejak awal adalah karena gerakan yang sudah dipelajari relative permanen dan tidak
begitu mudah terlupakan, misalnya, sperti prosa atau puisi yang sudah dihafalkan.
Pada umumnya, gerakan dipelajari untuk mencapai suatu tujuan yang sangat diinginkan.
Karena itu, sulit sekali mengubah kebiasaan gerakan yang dipelajari secara keliru, sebab
kebiasaan “mencapai tujuan” terus—menerus menuntun mereka untuk kembali ke kebiasaan
lama. Alih—alih semua pengajaran untuk perbaikan, mereka merasa mustahil untuk
berkonsentrasi pada “cara—yang—dipakainya.”
Walaupun peragaan merupakan metode pengajaran yang berguna dan perlu, namun selalu
ada bahanya bila digunakan secara berlebihan. Misalnya, ketika anak—anak membuat sesuatu
yang mengharuskan penggunaan gerakan terampil yang sudah diperoleh, maka memang hanya
sedikit peragaan perlu diberikan. Selanjutnya, kita sebaiknya membiarkan merekan untuk
menggunakan inisiatif sendiri sebanyak mungkin. Anak perempuan yang sudah belajar cara
mengiris dan mencampur bahan—bahan bisa memanfaatkan keterampilan—keterampilan ini
dengan sangat baik dalam membuat puding tanpa perlu peragaan lebih lanjut. Anak laki—laki
yang sudah menguasai keterampilan manual yang diperlukan, harus didorong untuk merancang
model yang diperlukan, harus didorong untuk merancang model dan karyanya sendiri. Kerap kali
memang dibutuhkan bantuan, namun sedapat mungkin diusahakan sendiri oleh siswa dan tidak
dipaksakan kepada mereka secara gegabah.
Diskusi kali ini dapat diringkas dengan mengemukakan prinsip umum bahwa gerakan
baru harus diperkenalkan secara umum lewat peragaan dan latihan dibawah pengawasan, tetapi
pada akhirnya siswa harus dibiarkan sebebas mungkin agar menggunakan kemampuan yang
sudah dipelajarinya itu untuk mengerjakan rancangan dengan inisiatifnya sendiri.
Prinsip ini memberikan jawaban untuk pertanyaan mengesalkan tentang fungsi guru saat
anak—anak terlibat dalam pekerjaan kreatif yang berhubungan dengan naluri artistik. Ini jelas
merupakan kesempatan dimana anak—anak sebaiknya dibiarkan sebebas mungkin. Namun, anak
tidak mesti bebas apabila ia dilepaskan hanya dengan alat dan bahan. Kebebasan dibatasi oleh
kekurangan keterampilan teknik selain dari campur tangan guru. Jika kita memberi seorang anak
kecil beberapa potong kayu, paku, dan perkakas yang diperluka, dia tidak dibiarkan untuk
membuat sebuah kotak sendiri, walaupun dia memang sangat ingin membuatnya.
Di sisi lain, jika kita memberinya lilin atau lempung, dia bisa kita tinggalkan sendirian
dengan aman. Dia sudah cukup menguasai jari—jemarinya dan lempung itu bebas dimanfaatkan
untuk memenuhi rangsangan kreatifnya. Hal yang sama berlaku pada anak—anak kecil yang
sedang membuat gambar dan pola, mereka cukup terlatih untuk dibiarkan bebas. Jika seorang
anak merasa asyik saat menggambar, tak ada seorang pun dapat membantunya dengan
memaksakan saran—saran yang tidak diinginkan. Khayalan anak adalah khusus miliknya, segala
bentuk gerakan terampil yang diperagakan guru kemungkinan besar lebih menyesatkan
ekspresinya daripada membuatnya lebih sempurna. Ini tidak berarti bahwa tidak ada pengajaran
teknik yang diperlukan. Tenik harus diajarkan dalam hubungannya dengan semua gerakan
terampil tadi, tetapi kapan saatnya, harus ditentukan dengan bijak. Momen ketika anak sedang
terserap dalam karya kreatif yang memberinya kepuasan mendalam, jelas bukan saat yang tepat
untuk mengajarkan teknik. Disisi lain, jika seorang anak ingin menyusun sesuatu dari kayu atau
logam, ia harus belajar teknik penyusunan yang diperlukan sebelum dia mulai bekerja, dan
pengajaran seperti ini adalah bantuan, bukan hambatan bagi daya kreatifnya.
Ketika membantu anak memperoleh keterampilan, ada tiga faktor yang harus
dipertimbangkan, yaitu emosi, teknik, dan pemikiran. Faktor emosi amat mendasar karena jika
anak—anak merasa tidak ada dorongan untuk berekspresi maka mustahil ada kemajuan.
Intensitas dorongan ini bisa berbeda—beda, mulai dari sekadar keinginan sampai hasrat yang
meluap-luap. Jika emosi yang muncul kuat, anak—anak berpikir, disamping itu, jika mereka
sudah meraih derajat keterampilan teknik yang dipersyaratkan, muncullah keindahan. Salah satu
masalah terpelik dalam mengajar adalah memahami bahwa emosi dan teknik, hasrat dan
kemampuan, tetap berkembang sejak dari tahap—tahap paling dini. Pada mulanya, dorongan
untuk berekspresi cenderung melebihi kemampuan untuk melakukan. Lalu, bila tidak hati—hati,
tanpa sadar kita mengajarkan teknik yang berada di luar rangsangan kreatif murid kita. Ini adalah
pengajaran teknik yang belum waktunya. Keterampilan yang dihasilakan belum diperlukan oleh
anak dan belum bermanfaat. Ini cenderung mencemarkan reputasi pengajaran langsung lewat
peragaan. Namun, pengajaran ini tidak boleh terlalu kuat ditekankan bahwa anak—anak perlu
mempraktikan latihan—latihan teknik secara bertahap. Kita tidak boleh mengabaikan “batang
tubuh” pengetahuan tradisional yang disusun oleh para perajin dan seniman terampil bergenerasi
—generasi.
Mengajar dengan instruksi verbal. Terkadang dimungkinkan untuk mengajarkan suatu
gerakan dengan menggambarkannya lewat kata—kata, bukan memperagakannya. Metode
pengajaran keterampilan ini hanya berhasil apabila siswa sudah memiliki cukup pengalaman
yang memungkinkannya membentuk citra mental yang jelas tentang gerakan yang digambarkan.
Seringkali gerakan—gerakan itu masih sulit dibayangkan, sekalipun sudah diberikan diagram.
Barangkali inilah sebabnya beberapa wanita masih belajar dengan mempergunakan asesori mesin
jahit, sebagai ganti petunjuk—petunjuk detail yang diberikan dalam buku petunjuk. Kesulitan
membayangkan dapat dikurangi dengan memberikan diagram sederhana yang gamblang dan
memperlihatkan gerakan pada setiap urutan tahap.
Di samping semua kesulitan ini, kita tidak boleh mengabaikan instruksi sebagai metode
mengajar, terutama bila diingat bahwa sebagai pendidik, kita juga harus menaruh perhatian pada
perkembangan anak didik setelah mereka lulus sekolah, seperti halnya kecakapan mereka
sekarang. Mula—mula, deskripsi dan instruksi lisan harus menyertai peragaan. Bahasa kita tidak
kaya akan kata—kata yang menjelaskan sensasi otot. Banyak guru menemui kesulitan saat
berusaha mendeskripsikan sensasi tersebut lewat kata—kata. Oleh sebab itu, guru sebaiknya
mempraktikan bukan hanya peragaan keterampilannya, tetapi juga deskripsi verbal tentang nya.
Deskripsi yang akurat dan sederhana akan menghasilkan sesuatu yang penting dalam membantu
anak mengikuti instruksi—instruksi tertulis ketika lebih besar.
Deskripsi proses dapat dipermudah dengan mengajarkan dan mempergunakan istilah
teknis yang tepat. Misalnya, lebih jelas dan singkat istilah dalam pertukangan kayu untuk
menyebut “panel” dan “kusen” pada pintu daripada”bilah datar” dan “bilah ke atas dan ke
bawah”. Demikian pula dalam menenun, “benang” lebih disukai daripada “katun panjang”.
Sesekali murid—murid harus pula didorong untuk menjabarkan aktivitas mereka sendiri sacara
lisan maupun tulisan dan harus diberi bantuan saat mempelajari kosakata yang diperlukan. Orang
yang pencitraan visualnya baik secara alamiah akan merasakan cara ini lebih mudah daripada
mereka yang lebih mengandalkan pencitraan kinestetik. Latihan memiliki manfaat lain, yaitu
membantu guru memahami lebih banyak hal tentang metode pembelajaran setiap anak sehingga
dapat menyesuaikan pengajarannya dengannya. Sebagai anak, yang tergolong visile, lebih
banyak belajar melalui “melihat” gerakan. Sebagian lainnya, yang tergolong motile, belajar
dengan “merasakan”. Sebenarnya, sebagian anak motile sesekali perlu dilibatkan dalam suatu
gerakan utuk “merasakan”—nya sebelum mampu menyelesaikannya.
Manfaat refleksi (merenungkan, memikirkan). Proses pembelajaran juga bisa dipersingkat
melalui perenungan atau refleksi, karena dengan cara ini dimungkinkan untuk mempengaruhi
perolehan bentuk dan kemudahan. Orang yang berpengalaman tidak mulai dari “ruang kosong”
dalam mempelajari gerakan baru. Ia mengkaji dulu keseluruhan situasi, melihat ada beberapa
gerakan yang bermanfaat dan ada pula yang tidak. Jika gerakan itu perlu menggunakan alat, ia
mengerti sampai sejauh mana bisa dilakukan dengan alat itu. Dengan cara ini, ia
“mencoba”gerakan itu secara manual sedemikian sehingga ketika memulai, gerakannya menjadi
terarah dan dituntun oleh perenungannya, tak sekedar coba—coba dan untung—untungan. Ada
dua jenis perilaku yang sangat jelas tergambar apabila kita bandingkan perilaku binatang dan
manusia yang sedang berusaha mengerjakan sebuah kotak puzel. Binatang yang hanya berlarian
sekitar kotak itu dan barangkali secara kebetulan dapat membukanya. Manusia memeriksa kotak
itu pada bagian—bagian yang mungkin dan dengan demikian mempersempit ruang aktivitasnya.
Pembelajaran dengan refleksi tak pelak lagi merupakan metode bagi orang yang sudah
berpengalaman, orang yang sedang memperluas keterampilannya daripada baru mulai
mempelajari suatu gerakan terampil. Bagaimanapun, metode ini adalah metode yang sesekali
perlu dicobakan pada anak didik kita yang berusia lebih besar bila mereka ingin memperoleh
manfaat pendidikan secara penuh dari tugas-tugas yang mereka kerjakan.
Banyak pula orang yang sepakat bahwa kita harus memikirkan gerakan yang telah
dilakukan bukan saat melakukan gerakan. Sementara kita sedang melakukan gerakan, kita harus
memusatkan perhatian pada hasil yang ingin kita capai. Namun sesudah itu seringkali
bermanfaat apabila kita renungkan kembali gerakan itu dalam imajinasi kita untuk memahami
mengapa gerakan itu berhasil atau untuk mengetahui dimana letak kegagalannya. Jika dari
gerakan itu kita menghasilkan obyek yang konkret, refleksi kita bisa diarahkan pada hasil akhir,
baru kemudian kembali pada prosesnya. Tentu saja, dalam memerintahkan siswa untuk
melakukan cara ini, kita harus menggunakan secara bijak karena kita tidak ingin murid-murid
kita menjadi terlalu inrospektif dan kritis pada diri sendiri.
Singkatnya, metode dasar dalam memperoleh keterampilan adalah metode coba dan
berhasil, namun jumlah pengulangan dapat dikurangi apabila siswa-siswa menyaksikan terlabih
dahulu gerakan tersebut dijalankan oleh seorang pekerja terampil, jika mereka mempu menarik
menfaat dari petunjuk-petunjuk, dan jika mereka merenungkan hasil pekerjaannya, serta dituntun
secara sadar oleh kesalahan dan keberhasilannya.
Irama. Di depan telah telah disebutkan bahwa ketika keterampilan diperoleh. Gerakan—
gerakan yang semula terpisah menjadi tergabung secara padu dan halus. Kehalusan gerakan ini
merupakan hasil dari pengendalian kecepatan dan kekuatan. Dalam mencapai kehalusan tersebut,
irama menjadi sangat berguna. Irama paling jelas yang digunakan adalah irama musik yang kita
dengarkan. Kebanyakan kita memperhatikan bagaimana gerakan—gerakan terpisah dari suatu
tarian menjadi terkelompokan dan tergabung segera setelah kita lakukan dengan diiringi musik.
Banyak guru pelajaran mengetik menemukan bahwa murid—muridnya mengetik dengan
teratur dan seimbang sewaktu mereka berkerja dengan diiringi suara musik, yaitu musik dari
suara mereka sendiri. Anak—anak yang belajar dari mereka akan belajar bekerja secara berirama
sejak sangat awal. Dalam banyak gerakan terlatih,seperti menulis, menjahit, dan menggambar
metode sekolah sudah mengabaikan irama. Akibatnya, hasil pekerjaan kita tersentak—sentak
tidak teratur dan kurang indah. Metode modern dalam mengajarkan tulisan tangan dirancang
untuk menangkap kembali irama dalam gerakan ini. Latihan—latihan dirancang untuk memberi
kesempatan bagi anak—anak untuk melatih gerakan berirama sehingga mereka dapat merasakan
dan menikmati irama itu, dan akhirnya membentuk kebasaan melakukan gerakan berirama.
pembaharuan jenis ini juga diperlukan dalam menjahit. Sangat sedikit anak didik kita di sekolah
yang menjahit dengan gerakan bebas dan berirama. Kebanyakan gerakan mereka dituntun
sepenuhnya oleh pengelihatan terhadap apa yang sedang mereka kerjakan dan sama sekali bukan
oleh penjiwaan terhadap gerakan.
Pembaharuan yang tepat dalam hal ini adalah mengarahkan kecendrungan anak-anak
kecil untuk lebih memperhatikan stik-stik dekoratif yang besar daripada jahitan yang halus.
Namun, masih banyak hal yang harus dilakukan dalam hal ini. Pada tahap awal latihan, kita tetap
cenderung menekankan latihan untuk membuat jahitan-jahitan tunggal. Hasilnya memang
tampak kurang sempurna, namun akhirnya, proses pembelajaran keterampilan akan berlangsung
lebih cepat dan efisien. Alat dan bahan juga perlu diperhatikan. Terkadang kita melihat anak-
anak “berjuang” dengan sebatang jarum yang terlalu besar sehingga tidak bisa dipegang dengan
benar, atau dengan benang wol yang terlalu tebal bagi lubang jarum sehingga tidak bisa
dimasukkan, atau dengan bahan yang terlalu liat dan kuat sehingga gerakan berirama yang terus-
menerus dengan menggunakan jarum tak mungkin dilakukan. Alat yang tidak sesuai merupakan
salah satu penghambat terbesar dalam mempelajari gerakan terlatih yang berirama. Alat tidak
boleh terlalu kecil sampai membatasi gerakan, tetapi tidak boleh terlalu besar sehingga sulit
dipegang dengan baik. Alat juga tidak boleh terlalu berat sehingga gerakan bisa dikendalikan
dengan baik.
Harus diingat bahwa tubuh kita dalam satu pengertian juga merupakan alat. Namun, tidak
seperti alat pada umumnya, tubuh kita ini terus menerus mengalami perkembangan. Tubuh anak
kecil bukan alat yang cocok untuk beberapa aktivitas, dan upaya untuk memaksakan aktivitas—
aktivitas tersebut sebelum alatnya siap akan menghasilkan gerakan yang tak berirama dan tak
terkoordianasi dengan baik. Saat ini, banyak guru yang mengakui fakta ini, dan ada
kecenderungan umum untuk menangguhkan aktivitas seperti menulis dan jahit-menjahit sampai
anak siap untuk mengerjakannya dengan baik.
Nilai rasa percaya diri. Percaya pada kemampuan sendiri untuk berhasil sangatlah
penting dalam memperoleh suatu keterampilan. Tanpa kepercayaan diri ini, gerakan menjadi
penuh kebumbangan dan keraguan dan ada sedikit semangat untuk berlatih dalam menghadapi
kesulitan. Ada orang yang lebih siap dibangkitkan kepercayaan dirinya daripada orang lain,
tetapi orang—orang seperti ini pun terutama jika masih kecil, kemungkinan akan kehilangan
kepercayaan diri tersebut bila tidak pada tahap awal tidak menemukan ukuran tertentu
keberhasilan. Inilah barangkali alasan lain mengapa pekerjaan yang terlampau sulit bagi para
pelajar tak boleh dilatihkan. Ketika anak—anak bekerja melalui serangkaian kerja praktis
bertahap, setiap kemajuan membawa kepada mereka kesulitan baru ketika hasil produk yang
bagus tak mungkin diharapkan. Oleh sebab itu, kadangkala diperlukan perencanaan yang baik
untuk menyusun letihan—latihan sederhana bagi murid-murid yang maju dan meminta standar
tinggi dalam pelaksanaannya. Jenis pekerjaan seperti ini memberikan penguat mental yang
sangan berguna.
Terkadang kepercayaan diri bisa hilang, bukan karena pekerjaannya yang terlalu sulit ,
melainkan karena hubungan antara guru dan murid yang tidak baik. Barangkali guru terlampau
khawatir dan cemas. Barangkali guru takut murid—muridnya berbuat kesalahan, atau takut akan
melukai mereka karena menggunakan alat-alat yang berbahaya. Tentu saja, kita tidak
membolehkan anak—anak membahayakan hidup atau anggota badannya sendiri, tetapi ada cara
—cara lain untuk melindungi mereka daripada hanya berulang—ulang mengatakan, “Hati—
hati.” Mula—mula anak—anak harus diajar bagaimana cara memagang dan membawa alat—alat
tersebut dengan aman, dan pemakaian yang benar ini harus terus menerus ditekankan. Guru
yang berpengalaman tidak mengizinkan murid—muridnya berlarian di dalam kelas praktikm dan
tidak membolehkan benda apapun tergeletak sembarangan di tengah jalan yang menjadi lalu
lintas banyak orang. Jika aturan—aturan keamanan sederhana ini dibuat dan diberlakukan, dan
jika kelas tak terlalu besar untuk memastikan pengawasan yang efektif, maka ketenangan dalam
bersikap yang sangat penting bagi guru keterampilan mungkin sekali akan tercapai.
Sebagian guru meremehkan kepercayaan diri murid—muridnya dengan cara mencela
pekerjaan yang sedang mereka kerjakan. Mereka terlalu memperhatikan apa yang salah tetapi
kurang memperhatikan apa yang benar. Ketika diperlukan untuk menunjukan kesalahan, maka
koreksi seharusnya dilakukan tanpa menyebut—nyebut kekeliruan atau mencari—cari kesalahan.
Siswa harus dirangsang bukan diserang. Guru adalah pelatih, bukan semata penilai.
Fluktasi kemajuan. Melatih suatu keterampilan memerlukan kesabaran luar biasa karena
kemajuan tidak sama sekali tetap. Sering kita jumpai murid—murid kita memperlihatkan
kemajuan atau bahkan kemunduran. Terkadang fluktuasi itu sangat samar yang terlihat seperti
tak disengaja dan mungkin benar sendiri. Selingan ke dokter gigi, dapat menyebabkan
kemunduran sementara pada keterampilan dalam suatu bentuk kerja praktis. Terkadang hambatan
terhadap kemajuan anak—anak berlangsung lebih lama, sehingga guru perlu mencari
penyebabnya.
Guru yang mendapati kelasnya mengalami kemandekan terlebih dahulu harus bertanya
pada diri sendiri, apakah itu terjadi karena adanya kebosanan. Kebosanan dapat ditanggulangi
dengan mengubah beberapa hal : bahan yang digunakan, kelompok kerja, atau pekerjaan secara
menyeluruh. Dorongan yang diberikan dengan ujian atau kompetisi seringkali bisa mengatasi
kebosanan, namun cara ini sebaiknya digunakan seperlunya saja. Jika pekerjaan bersifat
mendidik, dorongan itu terutama harus berasal dari tugas itu sendiri.
Kemungkinan penyebab lain yang menghambat kemajuan adalah kelelahan. Seorang
pekerja yang lelah, walaupun terampil dapat kehilangan keterampilannya meskipun untuk
sementara. Situasinya menjadi serius apabila pekerja ini adalah seorang siswa. Dia masih berada
dalam kondisi pembentukan kebiasaan dan jika ia terus berpraktik kerja ketika sudah lelah, maka
ia mempraktikkan gerakan-gerakan yang tak diinginkan dan seringkali sulit dihapuskan. Bukan
saja ia kehilangan keterampilan dalam waktu singkat, namun itu akan membentuk kebiasaan
yang akan menghalanginya memperoleh keterampilan di masa mendatang. Oleh sebab itu, guru
harus memahami bahwa periode praktik harus tidak boleh terlalu lama sehingga mereka merasa
bosan atau kelelahan.
Walaupun kelelahan merupakan sebab umum bagi berkembangnya kebiasaan yang buruk,
tetapi itu bukan satu—satunya sebab. Bila pengawasan terhadap praktik tidak efisien dan
rangsangan berupa teladan yang baik masih kurang, kebiasaan buruk dalam berkerja kerap
muncul tanpa disadari oleh pekerja itu sendiri. Inilah sebabnya penting bagi guru subyek—
subyek praktis(keterampilan)untuk mengawasi murid—muridnya saat mereka berpraktik,
bagaimana cara alat dipergunakan, dan tidak sebatas memberikan nilai pada hasil akhir.
Hambatan bagi kemajuan sering terjadi bahkan ketika segala kondisi pembelajaran
tampak memuaskan. Banyak peneliti sudah lama memberi perhatian pada keberadaan
sesuatu\yang disebut plateau( Masa stabil tanpa ada kemajuan atau kemunduran yang berarti)
Dalam kurva pembelajaran . Baru belakangan ini, plateau secara umum dianggap sebagai fase
yang diperlukan dalam proses pembelajaran gerakan terlatih. Namun kini, pateau dianggap
meragukan. Tetapi, dari sudut pandang guru mata ajar praktik, masa-masa stagnasi ini memang
terjadi dan seringkali sulit dijelaskan apakah disebabkan oleh kobosanan, kelelahan,
berkembangnya kebiasaan buruk . Penyebab yang mungkin adalah ada perubahan yang
berlangsung dalam cara gerakan itu dilakukan—barangkali perbedaan dalam pengelompokan
gerakan-gerakan yang terpisah, atau perbedaan dalam penekanan pada satu bagian gerakan—
yang berakibat gerakan tersebut menjadi kurang efisien untuk sementara waktu. Begitu si pekerja
sudah terbiasa menggunakan metode kerja baru ini, kemajuan pun kembali tercapai. Penting bagi
guru untuk mengenali kemungkinan bahwa periode-periode pemberian nilai mungkin penting
untuk tujuan—tujuan konsodilasi. Mereka harus siap pada waktu—waktu tersebut untuk
menenangkan dan menumbuhkan semangat murid—muridya. Mereka harus siap mengantisipasi
segala penyebab adanya kesulitan yang timbul karena kekhawatiran yang tak perlu.

Guru Keterampilan
Sering dinyatakan bahwa pelaksana yang baik—atlet, perajin, pesenam yang ahli tidak
selalu bisa menjadi guru yang baik. Oleh sebab itu, ada baiknya untuk mengulas kembali secara
singkat beberapa kualitas khusus yang harus dimiliki seorang guru keterampilan. Ia harus
mampu bukan hanya memperagakan gerak terampil secara lengkap dan sempurna tetapi juga
menganalisis gerakan—gerakannya. Bila perlu, gerakan tersebut dipecah—pecah atau
diperlambat sehingga murid dapat mengamatinya secara detail. Ini tidak mudah, karena
memperhatikan pelaksanaan suatu gerakan dan menurunkan kecepatan alamiah yang biasa
dilakukan untuk itu kerapkali akan merusak kesempatannya. Namun, banyak gerakan yang
diajarkan di sekolah umumnya relatif sederhana. Kebanyakan guru, melalui praktik, dapat
memberikan peragaan gerak lambat yang memuaskan. Dengan adanya beberapa gerakan rumit
yang dibutuhkan dalam dunia industri, keberatan itu mungkin lebih serius. Inilah sebabnya
mungkin diharapkan penggunaan film gerak lambat dan model tiga dimensi.
Guru keterampilan harus mampu menjadikan pengamatan murid—muridnya lebih tajam
dengan mengarahkan perhatian mereka pada baguan—bagian tubuh yang terlibat dan
menjelaskan tampilan serta “jiwa” gerakan tersebut. Sedikit sekali siswa golf yang
memperhatikan keserasian mereka sendiri; bagaimana pentingnya lengan kiri dalam melakukan
ayunan yang benar . Pengetahuan eksplisit tentang bagaimana cara menghasilkan suatu gerakan
ini lagi—lagi sangat berguna bagi guru saat ia sedang mengawasi pekerjaan praktis seorang
murid. Guru mengerti apa yang dicari dan bagaimana memperbaiki kesalahan suatu gerakan.
Tidak seperti siswa, guru harus mampu memusatkan perhatian pada proses sekaligus hasilnya.
Dahulu, sebagai guru mungkin kita khilaf dengan memusatkan perhatian hanya pada hasil. Kita
sudah memahami perlunya penyederhanaan, tetapi kita mencarinya dengan menganalisis hasil
alih—alih gerakannya, Kita sudah mengerti perlunya memberbaiki kesalahan, tetapi kita
cenderung menuruti kata hati dengan mengomeli siswa karena hasil yang cacat, alih—alih
membantu mereka memperbaiki kesalahan dalam gerakan yang mengakibatkan cacat tersebut.
Pendeknya, kita telah mendekati tugas kita dari sisi yang salah.

Mengajarkan tulis tangan


Tulisan tangan adalah sebentuk keterampilan dimana kebanyakan guru berminat secara
aktif dan karena itu mungkin bermanfaat untuk merekapitulasikan prinsip—prinsip keterampilan
belajar dan mengajar dengan mengulas kembali metode—metode yang mengajarkan
keterampilan universal ini.
Langkah pertama adalah membantu anak—anak untuk menguasai alat dan
mengendalikan kegiatan coret—mencoret yang sangat mereka gemari. Untuk tujuan yang
pertama, anak—anak diberi latihan persiapan yang menarik, misalnya mengisi bentuk—bentuk
yang dibuat dengan sisipan Montessori, dan diberi banyak kesempatan untuk menggambar bebas
dan imajinatif. Untuk tujuan kedua, pola tulisan yang melibatkan gerakan—gerakan dasar yang
diperlukan untuk menulis semakin sering digunakan. Perlu dicatat, semua pekerjaan persiapan
ini dilakukan dengan pensil lunak berukuran besar atau krayon—alat—alat yang dapat dipegang
anak kecil tanpa kesulitan. Semua gerakan yang dituntut bersifat luas, bebas, berirama, dan tidak
dikekang oleh aturan—aturan petunjuk yang membatasi. Dengan pekerjaan dengan karakter
seperti ini, lebih kecil kemungkinan bagi anak—anak untuk mengadopsi gerak—gerak riskan
daripada jika mereka terlibat dalam gerakan—gerakan kecil, terbatas, dan dikekang pula. Pensil
berukuran besar membantu anak—anak mengadopsi cara memegang pensil yang benar. Anak—
anak memerlukan bimbingan yang cakap dan bijaksana dari guru dalam hal bentuk maupun cara
menggunakan alat.
Langkah kedua adalah memberi anak—anak “jiwa” dari gerakan yang benar. Hal ini
dikerjakan dengan metode penjiplakan dari salinan yang bagus. Salah satu cara menghemat
waktu adalah menyuruh anak—anak menulis di atas salinan dengan memakai pena tanpa tinta.
Menutur metode Montessori, anak—anak menjiplak huruf—huruf kertas buram dengan
memakai jari telunjuk. Dalam metode modern, anak—anak menggunakan kertas tindas.
Pengakuan atas pentingnya melakukan gerakan berirama yang benar sejak awal telah
menyebabkan hapusnya metode peniruan lambat coretan dan goresan sebagai pengenalan
menulis.
Beberapa pembaharu, seperti di Declory School, sangat keras menentang penggunaan
metode “corat—coret” dan murid—murid mereka langsung memulai dengan “menulis” kalimat
utuh. Guru mengandalkan minat kuat murid untuk mengeluarkan diri dari kekacauan. Pembaharu
lainnya seperti Marion Richardson,mengakui pentingya analisis tersebut, tetapi alih—alih
menganalisis unsur—unsur menulis, mereka menguraikan gerakan—gerakan dasar yang terjadi
pada saat menulis, dan mewajibkan murid—murid agar melatih gerakan—gerakan sederhana
tersebut. Penekanan pada gerakan berirama yang cukup cepat ini tampaknya kuat secara
psikologis, tetapi jelas bertentangan dengan metode menulis halus. Dari sudut pandang
keterampilan puncak menulis, tampaknya sangat meragukan apabila anak harus memulai dengan
mempelajari tulisan—cetak yang terpisah. Para pengajar gaya ini umumnya berpendapat bahwa
cara ini membantu anak belajar membaca dan menghasilkan tulisan yang rapi. Argumen—
argumen ini mungkin dapat ditanggapi dengan pendapat bahwa kita perlu “cemas—berlebihan”
untuk mencapai “hasil” dalam membaca dan menulis pada usia dini yang belum waktunya.
Apabila kita dapat lebih memahami pendidikan anak dan jika ukuran kelas di sekolah
dasar lebih layak, mungkin metode menulis dengan huruf cetak yang terputus-putus dianggap
tidak sepenting metode menulis halus. Selalu ada kecendrungan umum untuk menunda
memperkenalkan tulisan tangan formal dibandingkan masa sebelumnya. Penentuan usia yang
tepat kapan anak boleh belajar menulis sebenarnya tidak dikehendaki, karena minat dan
kemampuan anak berbeda—beda. Idealnya adalah meneruskan latihan—latihan persiapan
informal dan menunggu sampai tiap—tiap anak—seperti yang dijelaskan pada metode
Montessori—merasa tergerak untuk belajar menulis. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari
penangguhan pengajaran menulis formal ini. Anak—anak dapat berkerja dengan otot—otot yang
relatif terkontrol; akibatnya, kesalahan awal yang dibuatnya lebih sedikit. Keberhasilan pertama
ini akan membangkitkan semangat mereka, memberi rasa percaya diri, dan mempercepat proses
pembelajaran.
Godaan bagi anak untuk menulis lambat laun juga berkurang; kecepatan menulis yang
tepat dan gaya berirama bisa dipraktikan sejak dini. Tulisan tangan anak—anak yang diajar
dengan cara ini kemungkinan besar lebih bagus dan tidak begitu jelek daripada tulisan tak wajar
yang dibuat dengan perasaan tertekan melalui latihan—latihan pada usia yang masih sangat
muda.
Kesimpulan
Pada masa lalu, banyak sekali perhatian dicurahkan di sekolah pada metode penanaman
ilmu pengetahuan, tetapi sedikit sekali pertimbangan yang diberikan pada metode pengembangan
keterampilan. Hal ini sebagian besar diakibatkan oleh fakta bahwa pendidikan sekolah lebih
mengutamakan membaca buku—buku. Kini, kita mulai menghargai bahwa pendidikan harus
berpusat pada diri anak secara keseluruhan, seperti dikemukakan Jacks, “Tubuh manusia pada
dasarnya lapar-keterampilan”. Sebelum kelaparan itu terpuaskan, tubuh manusia akan mudah
jatuh sakit, karena mendambakan sesuatu yang tidak diperolehnya dan mencari pemuasannya
lewat gairah eksternal yang melemahkan vitalitasnya dan memudarkan kemampuannya untuk
bersenang—senang. Apabila keterampilan yang diperoleh itu kurang, maka kesehatan yang
sempurna mustahil dicapai, bahkan oleh tubuh sekalipun.”Ketika kebenaran ini disadari,
aktivitas—aktivitas seperti latihan jasmani, menari, bermain, latihan berbicara, akan mendapat
lebih banyak tempat dalam kurikulum sekolah daripada masa sebelumnya. Bila diajarkan dengan
baik, aktivitas—aktivitas tadi dapat memberikan kontribusi penting ke arah perkembangan
kepribadian yang seimbang. Karena itu, desakan akan pentingnya metode pengajaran
keterampilan ini tidak berlebihan.
Pentingnya keterampilan dalam dunia industri, bukan tak alamiah, sudah lama mendapat
banyak perhatian, dan tidak ada keraguan bahwa dengan memanfaatkan hasil penelitial psikolog
industri, di masa mendatang kita akan dapat membuat kemajuan penting dalam metode
membantu anak—anak kita memperoleh keterampilan dalam semua gerakan yang mereka
lakukan dalam bentuk berbagai pekerjaan praktis. Bila dalam proporsi ini kita berhasil, maka
murid—murid kita akan menemukan ruang lingkup dalam pekerjaan praktis, bukan sekedar
mendapatkan akurasi dan efisiensi saja, melainkan juga bentuk ekspresi diri yang tertinggi—
penciptaan keindahan.

Pengamatan
1. Buatlah daftar alat—alat yang diperlukan anak-anak dalam berbagai pelajaran di
sekolah. Amatilah anak—anak ketika menggunakan alat—alat ini dan buat saran—
saran untuk perlakuan yang tak benar atau pemakaian serampangan yang dapat anda
perhatikan
2. Kumpulkan contoh tulisan tangan anak—anak dari berbagai usia. Kajilah contoh—
contoh itu untuk menemukan tanda—tanda perkembangan keterampilan jasmani
mereka.
3. Periksalah ruang praktik keterampilan dan tentukan apakah mebel dan peralatan yang
ada sudah ditata sedemikian rupa untuk memudahkan pekerjaan yang mulus dan
efisien. Buatlah saran—saran untuk perbaikan dan berilah pembenaran atasnya.
4. Pelajarilah cara menggunakan sebuah alat baru, misalnya mesin tik atau alat
tambahan pada mesin jahit, kemudian catatlah setiap kemajuan yang Anda amati
dengan menuliskan metode pembelajaran, hasil dan akurasi kerja, rasa percaya diri ,
dan lain—lain.

Esai dan Diskusi


1. Dalam concise Oxford Dictionary, “keterampilan (skill)” didefinisikan sebagai berikut:
Expertness, practiced ability in doing something, dexterity, tact(keahlian, kemampuan
praktis, kemudahan dalam mengerjakan sesuatu kecekatan, kebijaksanaan). Tunjukan
bahwa setiap perbedaan mekna diatas memiliki arti penting bagi guru keterampilan.
2. Kata skill (keterampilan) berasal dari bahasa Old Norse Skil, yang artinya
“ketajaman”.Renungkanlah keterangan ini dan diskusikan pentingnya peniruan terbatas
sebagai salah satu cara mengajarkan keterampilan.
3. Pilihlah sebuah kegiatan yang mengharuskan gerak terampil, dan diskusikan berdasarkan
prinsip—prinsip yang sudah dikemukakaan dalam bab ini pada bagian mana guru dapat
berperan dalam membantu murid menguasai keterampilan tersebut. (Misalnya, permainan
bola, menari, mengetik, latihan khusus dalam olahraga, menulis tangan, gerak khusus
dalam suatu keterampilan tangan, memainkan sebuah alat musik .)
4. Pemakaian alat—alat yang berbahaya.
5. Studi keterampilan di pabrik—pabrik sebagai cara memperbaiki pengejaran gerak
terampil di sekolah
6. Pendidikan seharusnya bertujuan mengembangkan “pikiran yang sehat dan badan yang
sehat”. (Bandingkan dengan Diskusi no.11, hal 255)

Rujukan Utama
Handbbok of Suggestions, Edisi baru, 1937, bab V,VII,VIII,IX,X. R.R. Rusk, Experimental
Education ,hlm.214-220(Longmans, 1921)
Rujukan Tambahan
F.B dan L.M. Gilbreth, Applied Motion Study, (Routledge,1917).
F.N. Freeman, How Children Learn, bab VIII (Harrap, 1919)
J.W.Cox, Manual Skill (Camb.Univ.Press,1934)
P.B. Ballard, Handwork as an Educational Medium (Geo. Allen, 1910).
T.H. Pear, Skill in Work and Plan (Methuen,1924).
W.F. Book, The Psychology of Skill(University of Montana)

Catatan
1. Menarik untuk dicatat bahwa pelaksanaan prinsip dasar pendidikan ini seperti halnya
prinsip—prinsip lain dalam buku ini dapat terlihat jelas dalam sejarah ras. Senjata dan
alat—alat memasak buatan zaman dulu masih sederhana dan kurang menarik bentuknya,
namun saat keterampilan berhasil dikuasai, alat—alat tersebut menjadi lebih daripada
sekadar berguna, tetapi juga indah. Teori keindahan dalam kerajinan tangan ini sering
dinisbatkan pada William Morris. Teori ini pun dijabarkan dengan mengesankan oleh
Nunn dalam bukunya, Education : Its Data and First Principles, hlm 91.
2. Lihat F.Matthias Alexander, The Use of the self, hlm.62(Methuen,1931).
3. Meski dibenarkan bagi perajin untuk menggunakan perkakas tangan, namun tidak
dibenarkan untuk pekerja sehari—hari. Beberapa metode mereka, seperti kita lihat pada
bagian Studi tentang gerakan, bisa menjadi berlebihan, baik waktu maupun usaha.
4. Beberapa orang mungkin keberatan dan menyatakan bahwa membiarkan anak
mempergunakan alat yang berbahaya sangat tidak bijak. Setidaknya ada dua sanggahan
atas keberatan ini. Pertama, hampir tidak mungkin menghindari dari penggunaan alat
berbahaya. Benda—benda biasa seperti gunting dan mata pena pun bisa berbahaya bila
salah digunakan. Kedua,adalah baik bagi anak—anak untuk mengalami rasa menguasai
(sense of power) saat mereka berhasil mempergunakan suatu alat dengan benar,
khususnya alat—alat yang dikatakan berbahaya tadi. Pengalaman ini amat berharga,
khususnya bagi anak—anak pemalu dan penakut.
5. Sistem mendidik anak—anak kecil yang diprakarsai Maria Montessori pada 1952 lebih
bertujuan untuk mengembangkan aktivitas dan minat alamiah anak daripada
menggunakan metode pengajaran formal.
6. Lihat Marion Richardson, Writing and Writing Patterns University of London
Press,1935).
7. The education of the Whole Man, L.P.Jacks, hal.166 (Univ. Lond.Press, 1931).
8. L.P.Jacks, The Education of the Whole Man, hlm. 166 (Univ.Lond.Press,1931).
Pentingnya keterampilan otot dalam meningkatkan kesehatan jasmani dan mental sudah
diperagakan dengan mengesankan oleh F.M.Alexander. Lihat bukunya, The Use of the
Self dan Constructive Conscious Control (Methuen).

Anda mungkin juga menyukai