Betul, Anda harus mewaspadai pikiran Anda. Sebab semua yang Anda miliki saat ini,
kondisi Anda saat ini, dan menjadi apa Anda hari ini adalah hasil dari pikiran Anda.
Orang kaya bisa menjadi kaya karena dia berpikir kaya, sadar atau tidak sadar. Orang
miskin juga disebabkan karena mereka berpikir miskin. Bagaimana dengan pikiran
Anda? Lihat bagaimana diri Anda.
Pikiran akan membentuk diri kita. Pikiran terdiri dari dua bagian yanitu pikiran
bawah sadar dan pikiran sadar. Kebiasaan dan spontanitas adalah hasil dari pikiran
bawah sadar. Jika pikiran bawah sadar kita berisi pikiran-pikiran positif, maka Anda
akan menghasilkan tindakan-tindakan positif dan pasti akan memberikan hasil yang
positif.
Masalahnya, kita sering tidak sadar dengan pikiran yang ada dalam diri kita. Kita
seringkali memprogram pikiran bawah sadar kita secara tidak sadar. Karena tidak
sadar, maka kita tidak mengarahkan pikiran kita. Sumber-sumber pemograman dalam
kehidupan kita terdiri dari program verbal, kejadian, dan model. Program verbal
adalah apa yang kita dengar. Kejadian tertentu juga bisa memberikan keyakinan baru
kepada kita, dan juga orang yang menjadi model kita bisa memprogram pikiran kita.
Pemograman ini berlangsung tanpa kita sadari sebab semuanya terjadi dalam
kehidupan kita sehari-hari secara alami. Bagi kita yang sudah mengalami bahwa ada
pemograman pada pikiran kita, maka kita bisa mengarahkan pemograman ini. Anda
bisa membendung pemograman yang negatif dan mengembangkan pemograman
yang positif.
Ini adalah cara mewaspadai pikiran Anda supaya tidak digerogoti dengan pikiran-
pikiran negatif yang akhirnya akan menggerogoti hidup Anda. Dengan mewaspadai
pikiran Anda, maka Anda mulai mengarahkan pikiran Anda hanya menerima pikiran-
pikiran yang positif saja. Ciri pikiran positif ialah pikiran yang memberdayakan,
bukan pikiran yang membuat Anda malah tidak bertindak.
CIRI-CIRI PELAJAR YANG SUKSES
Apa yang akan terjadi apabila orang yang sedang dilanda emosi
kita debat atau lebih halus dari itu, kita nasihati? Alih-alih
meredakannya, yang lebih mungkin terjadi adalah ibarat
menyiramkan bensin ke api. Bukannya mereda, amarahnya malah
akan semakin membara dan membakar segala-gala.
Nah, bila kita acap atau kerap kali senang menggelincirkan lisan ini
ke dalam perbuatan-perbuatan demikian, pertanyaan yang harus
segera diajukan terhadap diri sendiri adalah, mestikah saya
berbicara? Haruskah saya mengomentari masalah ini? Mengapa
saya harus ikut-ikutan memberikan penilaian, padahal kita mungkin
tidak tahu permasalahan yang sebenarnya?
Kalau hanya bicara, padahal kita sendiri tidak tahu akan membawa
manfaat atau tidak, sebaiknya diam saja. "Falyaqul khairan aw
liyaskut!" demikian sabda Rasulullah saw. Hendaklah berkata yang
baik atau diam! Berkata itu bagus dan boleh boleh saja, namun
diam itu jauh lebih bagus kalau toh kata-kata yang kita ucapkan
akan tidak membawa manfaat.
Hanya empat hal dari kata-kata yang paling tinggi nilai dan mutu-
nya, yang seyogianya keluar dari lisan kita. Pertama, ketika
mendapat karunia nikmat, suruhlah lisan ini bersyukur kepada
Allah. Kedua, ketika ditimpa ditimpa musibah, segera suruh mulut
ini untuk bersabar, inna lillaahi wa inna ilayhi raaji'uun. Ketiga,
ketika mendapat taufik dari Allah berupa kemampuan beribadah
yang lebih baik daripada yang bisa dilakukan orang lain, suruh
mulut ini berkata bahwa semua kemampuan ibadah kita adalah
semata-mata berkat karunia dari Allah Azza wa Jalla. Keempat,
ketika kita tergelincir berbuat dosa, lekas-lekas suruh lisan ini ber-
istighfar memohon ampunan kepada Allah. Dan selebihnya adalah
sikap hati-hati setiap kali lisan kita hendak berkata-kata.
Hendaknya kita tidak membiarkan mulut ini sembarang berbunyi.
Daripada berakibat sengsara, lebih baik menahan diri. Sebab,
jangankan menyampaikan nasihat, bukankah untuk bertanya saja
dalam ajaran Islam demikian tinggi adabnya.
Oleh sebab itu, tidak heran kalau para ulama dan orang-orang yang
saleh serta berkedudukan di sisi Allah sangat hemat dengan kata-
kata. Kendati, mungkin ilmunya sangat luas, pemahamannya
begitu dalam dan jembar, hafal seluruh surat Alquran dan ribuan
hadis Nabi, telah menyusun berpuluh-puluh kitab yang
monumental, ibadahnya begitu dahsyat, sementara akhlaknya pun
demikian cemerlang.Semua itu karena mereka sangat yakin bahwa
kesia-siaan dalam berkata-kata pastilah akan mengundang setan
dan niscaya pula akan menyeretnya ke dalam jurang neraka Saqar
(Q.S. Mudatstsir: 45).
"Lho kata Ayah tadi, penderitaan masa lalu yang serbasusah lah yang
membuat Ayah berhasil. Padahal aku dilahirkan dalam keluarga mampu,
kan ayahku orang sukses," ujar si anak sambil menatap bangga ayahnya.
"Ayah tidak sekolah tinggi, sedangkan Ayah menyuruhku kalau bisa
sekolah sampai S2 dan menguasai 3 bahasa, Inggris, Mandarin dan IT.
Kalau aku ingin sukses seperti Ayah kan nggak bisa dong. Kan aku nggak
susah seperti Ayah dulu?"
Mengetahui pemikiran sang anak, ayah pun tertawa. "Hahaha, memang
kamu mau jadi anak orang miskin dan jualan kue?" canda ayah.
Digoda sang ayah, si anak menjawab, "Yaaaah, kan udah nggak bisa
memilih. Tapi kayaknya kalau bisa memilih pun, aku memilih seperti
sekarang saja deh. Enak sih, punya papa mama baik dan mampu seperti
papa mamaku hehehe."
Maka, jika kita lahir di keluarga yang kaya, kita harus mampu mensyukuri
dengan hidup penuh semangat dan bersahaja. Sebaliknya, jika kita terlahir
di keluarga yang kurang mampu, kita pun harus tetap menyukurinya
sambil terus belajar dan beriktiar lebih keras untuk memperoleh kehidupan
lebih baik. Sebab, selama kita bisa bekerja dengan baik benar dan halal,
Tuhan pasti akan membantu kita! Ingat, bahwa Tuhan tidak akan merubah
nasib seseorang, tanpa orang itu mau berusaha merubah nasibnya sendiri.