Lapkas
Lapkas
PENDAHULUAN
Karsinoma kolorektal adalah salah satu jenis keganasan yang cukup sering dijumpai.
Karsinoma ini merupakan penyebab kematian yang paling sering setelah karsinoma paru
pada laki laki dan karsinoma serviks serta karsinoma mammae pada wanita.1 Di Indonesia
sendiri angka kejadian keganasan ini cenderung meningkat akhir-akhir ini.
Karsinoma ini dapat tumbuh di tiap bagian kolon dan mungkin juga tumbuh
bersamaan di beberapa tempat. Prevalensi terjadinya karsinoma kolorektal di rektum sebesar
22%, sigmoid 25%, rektosigmoid 10%, kolon desenden 6%, kolon transversum 13%, kolon
asenden 8%, dan sekum 15%.2 Dari angka tersebut prevalensi terbesar karsinoma kolon
terletak di sekum. Resiko untuk terjadinya karsinoma kolorektal umumnya meningkat setelah
berusia 40 tahun. Karsinoma kolon, terutama di kolon bagian proksimal lebih banyak
ditemukan pada wanita. Sedangkan karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada pria
dengan perbandingan 2:1.3
Diagnosis dini pada pasien karsinoma kolon sulit ditegakkan karena pada stadium
dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala yang nyata. Gejala biasanya muncul saat
perjalanan penyakit sudah lanjut, sehingga biasanya pasien datang dalam kondisi yang jelek
seperti sudah terjadi perforasi, perdarahan, ataupun obstruksi. Untuk itu penting mengetahui
karsinoma mendiagnosis karsinoma kolorektal baik secara klinis maupun dengan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kolon terdiri atas beberapa bagian yaitu sekum, kolon asenden, kolon transversum,
kolon desenden, dan kolon sigmoid.
Kolon asenden melintasi krista iliaka naik sampai permukaan bawah hati, kolon
asenden membuat lengkung tegak lurus yakni fleksura koli dekstra (fleksura hepatika), dan
kemudian menjadi kolon transversum.
Kolon desenden yang melintas turun menyilang krista iliaka dan melintasi fossa iliaka
sampai tepi atas pintu panggul kemudian menjadi kolon sigmoid. Kolon sigmoid mempunyai
mesenterium yaitu mesokolon sigmoideum. Kolon sigmoid melanjut ke dalam panggul untuk
mencapai garis tengah di depan sakrum, di mana kolon berubah menjadi rektum.4
Kolon asenden dan kolon desenden serta fleksura lienalis dan fleksura hepatika tidak
memiliki mesenterika dan bergerak bebas karena terletak retroperitoneal. Kolon transversum
dan kolon sigmoid memiliki mesenterikum yang komplit dan bergerak bebas. Sedangkan
sekum tidak memiliki mesenterium sebenarnya tetapi bergerak bebas sebab memiliki lipatan
peritoneum yang kadang ada kadang tidak.5
Kolon memiliki otot-otot sirkuler dan otot-otot longitudinal. Lapisan otot longitudinal
kolon membentuk pita yang disebut taenia, yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga
kolon berlipat- lipat berbentuk sakulus yang disebut haustra.4
Aliran limfe kolon mengikuti pembuluh mesenterika inferior untuk kolon sebelah kiri
dan mesenterika superior untuk kolon sisi kanan.5
2
Aliran darah untuk usus besar dari arteri mesenterika superior dan mesenterika inferior.
Vena pada kolon berjalan bersama arterinya, aliran vena disalurkan melalui vena mesenterika
superior yang bermuara vena porta dan vena mesenterika inferior menuju vena lienalis.4
Fungsi kolon adalah absorbsi air, vitamin, dan elektrolit dari chime, penimbunan bahan
feses sampai dikeluarkan, melanjutkan pencernaan dan mensekresi lendir. Dari 700- 1000 ml
cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150- 200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses.6
3
2.2 Etiologi
Dasar penting dari keganasan kolorektal ini adalah proses perubahan secara genetik
pada sel-sel epitel di mukosa kolon yang timbul akibat beberapa hal. Adapun beberapa hal
yang menjadi predesposisinya antara lain: 2
1. Dietik
Pola konsumsi makanan diduga berkaitan erat dengan munculnya keganasan ini.
Konsumsi makanan yang tinggi kandungan seratnya, seperti sayuran dan buah-buahan
akan menurunkan waktu transit bolus di sepanjang perjalanannya di usus, sehingga
kontak dengan zat karsinogenik pada mukosa lebih singkat. Sebaliknya, makanan dengan
kadar lemak dan protein hewani yang tinggi berperan memacu perubahan sel-sel mukosa
kolon. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kejadian karsinoma ini di negara-negara
barat dibandingkan di Indonesia. Alkohol dan rokok juga diduga memacu timbulnya
keganasan ini.
3. Herediter
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang mempunyai orang tua yang
menderita karsinoma kolorektal mempunyai frekuensi 1,3x lebih banyak menderita
karsinoma kolorektal dibanding mereka yang orang tuanya sehat.
2.3 Klasifikasi
1. Nodular
Keganasan ini berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke lumen kolon, dengan
permukaan yang bernodul-nodul. Biasanya tak bertangkai dan meluas ke dinding kolon.
Sering juga terjadi ulserasi, dimana dasar ulkus menjadi nekrotik, tepi ulkus naik, dan
mengalami indurasi. Di daerah sekum bentuk tumor mungkin tumbuh menjadi suatu
massa yang besar, tumbuh menjadi fungoid dengan permukaan ulkus mengeluarkan pus
dan darah.
4
2. Koloid/ mukoid
Bentuk ini tumbuhnya mengalami degenarasi mukoid sehingga menghasilkan banyak
mukus.
3. Scirrhous/ infiltratif
Bentuk ini mempunyai reaksi fibrous yang sangat banyak, sehingga terjadi
pertumbuhan yang keras dan melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon
dan membentuk napkin ring.
C2 KGB jauh
5
Gambar 2. Stadium kanker kolorektal.2
Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging TNM untuk
karsinoma kolorektal:2
T : Tumor Primer
To : Tidak ada bukti ada tumor primer.
Tx : Tumor primer sulit dinilai.
Tis : Karsinoma in situ, intraepitelial atau di lamina propia.
T1 : Tumor mengenai submukosa.
T2 : Tumor mengenai propia muskularis.
T3 : Tumor mengenai dari propia muskularis sampai ke sub serosa
jaringan perirektal
T4 : Tumor mengenai organ lain, menembus viseral peritonium.
6
Staging Group
Stage T N M Dukes
0 Tis No Mo -
I T1 No Mo A
T2 No Mo A
IIA T3 No Mo B
IIB T4 No Mo B
IIIA T1-T2 N1 Mo C
IIIB T3-T4 N1 Mo C
IIIC Any T N2 Mo C
IV Any T Any N M1 D
Direct extension
Hematogenous metastasis
Regional lymph node metastasis
Transperitoneal metastasis
Intraluminal metastasis
7
Grade III : Sel-sel anaplastik 50-75%
Manifestasi klinik karsinoma kolon tergantung dari bentuk makroskopis dan letak
tumor. Bentuk polipoid (cauli flower) dan koloid (mukoid) menghasilkan banyak mukus,
bentuk anuler menimbulkan obstruksi dan kolik, sedangkan bentuk infiltratif (schirrhus)
tumbuh longitudinal sesuai sumbu panjang dinding rektal dan bentuk ulseratif menyebabkan
ulkus ke dalam dinding lumen.
8
Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker5
1. Anamnesis
Pada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala biasanya muncul
saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan karsinoma kolon biasanya mengeluh
rasa tidak enak, kembung, tidak bisa flatus, sampai rasa nyeri di perut. Didapatkan juga
perubahan kebiasaan buang air besar berupa diare atau sebaliknya, obstipasi, kadang
disertai darah dan lendir.2,7 Buang air besar yang disertai dengan darah dan lendir biasanya
dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma kolon bagian proksimal. Hal ini disebabkan
karena darah yang dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah bercampur dengan feses. Gejala
umum lain yang dikeluhkan oleh pasien berupa kelemahan, kehilangan nafsu makan dan
penurunan berat badan.2
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
9
Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar
horizontal. Posisi supine perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan di sikap tegak
untuk melihat batas udara-air dan letak obstruksi karena massa.7 Colon in loop
menggunakan barium enema sebagai kontras positif. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat
adanya deformitas kolon yang diakibatkan neoplasma atau abnormalitas lainnya akan
ditunjukkan dengan terisinya defek tersebut yang diperlihatkan oleh kolom barium yang
radioopak.2,7 Tentang colon in loop selanjutnya akan dibahas dalam bab tersendiri.
Ada beberapa pemeriksaan radiologis untuk melihat adanya kelainan di daerah kolon
dan rektum. Salah satunya adalah tehnik pemeriksaan colon in loop. Pemeriksaan ini
menggunakan kontras, dimana kontras yang sering dipakai adalah barium sulfat sebagai
enema, yaitu suntikan suspensi barium ke dalam rektum.8 Bagian- bagian yang dapat
dievaluasi diantaranya adalah: sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden,
kolon sigmoid, dan rektum.9
Barium yang digunakan memiliki konsentrasi yang berkisar antara 70-80 W/V % (
weight/volume). Banyaknya (ml) larutan ini sangat bergantung pada panjang pendeknya
kolon. Umumnya 600-800 ml.10
1. Double contrast
Tehnik ini untuk menilai pola mukosa kolon. Dimana dapat diperoleh hasil yang lebih
jelas, mendetail, teliti mengenai kelainan patologis yang memberikan gambaran
perubahan bentuk permukaan mukosa kolon.
10
2. Single contrast
Tehnik ini dipakai untuk menentukan lokasi lesi dan adanya massa di kolon.
a. Absolut
- Toksik megakolon
- Kolitis pseudomembran
- Biopsi rektal
* Minimal 5 hari sebelum pemeriksaan, menggunakan rigid endoscopy
* Minimal 24 jam sebelum pemeriksaan, menggunakan flexible endoscopy
b. Relatif
- persiapan yang kurang baik
- konsumsi barium meal dalam kurun waktu 7- 10 hari terakhir.
- pasien alergi dengan medium kontras
Persiapan pasien sebelum pemeriksaan 9,10:
a. Makanan konsistensi lunak, rendah serat, rendah lemak minimal 24 jam sebelum
pemeriksaan. Tujuannya untuk menghindari bongkahan-bongkahan tinja yang keras.
b. Minum yang banyak. Tujuannya untuk menjaga tinja agar tetap lembek. Minuman yang
dianjurkan berupa juice, teh, kopi, cola, dan kaldu. Susu sebaiknya dihindari.
c. Pemberian pencahar. Tujuannya untuk meningkatkan peristaltik dan melembekkan tinja.
Tehnik pemeriksaan colon in loop10:
a. Tahap pengisian
Pengisian larutan barium ke lumen kolon. Pengisian di anggap cukup bila sudah
mencapai fleksura lienalis atau pertengahan kolon transversum. Bagian kolon yang belum
terisi dapat terisi dengan mengubah posisi penderita dari terlentang menjadi miring ke
kanan.
11
b. Tahap pelapisan
Ditunggu 1-2 menit sehingga larutan barium dapat melapisi (coating) mukosa kolon.
c. Tahap pengosongan
Setelah mukosa terlapisi, sisa larutan barium dalam kolon perlu dibuang sebanyak yang
dapat dikeluarkan. Caranya adalah dengan memiringkan penderita ke kiri dan
menegakkan meja pemeriksaan.
d. Tahap pengembangan
Dilakukan pemompaan udara ke dalam lumen kolon. Usahakan jangan sampai distensi
berlebih.
e. Tahap pemotretan
Setelah seluruh kolon mengembang,dilakukan pemotretan / exposure radiografik. Posisi
pasien tergantung bentuk kolon dan atau kelainan yang ditemukan. Umumnya dilakukan
pemotretan dengan metode lapangan terbatas (spot view) terhadap bagian-bagian tertentu
dari kolon, dan lapangan menyeluruh (overall view) dari kolon.
Pada kasus karsinoma kolon pemeriksaan radiografi abdomen yang sering digunakan
adalah Foto polos abdomen yang dilanjutkan dengan pemeriksaan colon in loop.
Pada foto polos abdomen kadang kelainan sukar ditemukan, seringnya berupa dilatasi
usus yang terletak lebih proksimal dari tempat tumor akibat adanya massa di bagian
distalnya. Oleh karenanya, lebih sering dilanjutkan dengan pemeriksaan colon in loop. Foto
dapat terlihat sebagai suatu filling defect.2
12
Bersifat segmental, terkadang mukosa masih baik, lumen kolon dapat / tidak menyempit.
Berikut ini sukar dibedakan dengan kolitis ulseratif.
Pembedahan dilakukan secara radikal. Untuk kanker di sekum dan kolon asenden
biasanya dilakukan hemikolektomi dekstra dan dibuat anastomose kolostomi
ileotransversal. Untuk karsinoma di kolon transversum dan di fleksura lienalis, dilakukan
kolektomi subtotal dan dibuat anastomose ileosigmoidostomi. Pada karsinoma di kolon
desenden dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomose kolorektal
transversal. Untuk karsinoma di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan
rektosigmoidektomi dan dibuat anastomose desending kolorektal. Pada karsinoma di
rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat anastomose koloanal. Reseksi
dilakukan + 5 cm kearah proksimal dan distal kolon yang terkena.2,3
Dosis radioterapi sebagai terapi adjuvan adalah 4500-5500 cGy dengan fraksinasi
180 -200 cGy setiap kalinya.5 Kemoterapi yang biasa diberikan adalah 5-fluoro urasil
(5FU). Untuk meningkatkan efektivitas terapinya, dapat juga diberikan kombinasi 5FU
dan levamisole.1,2
Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor pada
saat didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan tumor
tersebut pada radiasi dan kemoterapi.1
13
Berdasarkan klasifikasi TNM, harapan hidup 5 tahun adalah:1
14
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Keluhan Utama : Perut Terasa Nyeri
Riwayat Penyakit Sekarang :
PBM rujukan PUSKESMAS batu panjang dengan ca recti. OS mengeluhkan sesak nafas,
nyeri diseluruh perut, mual, tidak muntah, BAB terakhir satu hari yang lalu, cair namun
masih ada ampas, tidak ada keluar darah, demam, perut terasa kembung tidak ada, buang
angin ada, nafsu makan menurun, berat badan menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu : dahulu pasien menderita Ca.Colon dan pernah melakukan
colostomy
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit keganasan
Status Pasien
15
2.1 Pemeriksaan Fisik
Leher : Simetris, trakea medial, TVJ R-2, pembesaran KGB tidak dijumpai
Toraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior : edema (-) Sianosis (-)
Inferior : edema (-) Sianosis (-)
16
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium
3 April 2018
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) Gr/dl 8,5 12-15
Eritrosit (RBC) 105/mm3 3.72 4.20 – 6.10
Leukosit (WBC) 103/mm3 12,00 4.0 – 11.0
Hematokrit % 25 36 – 52
Trombosit (PLT) 103/mm 482 150 – 450
MCV FL 69 80 – 100
MCH Pg 22 27 – 32
MCHC g% 33 32 – 36
Hitung jenis
Limfosit % 6 20 – 40
Monosit % 6 2–8
Eosinofil % 1 0–5
Basofil % 0 0–2
Neutrofil Batang % 0 2–6
Neutrofil Segment % 87 50 – 70
GINJAL
Ureum mg/ dL 103 20-40
Kreatinin mg/ dL 4.8 0.5 – 1,2
Elektrolit
Natrium (Na) mEq/L 126 125 – 149
Kalium (K) mEq/L 4,6 3.6 – 4.01
Klorida (Cl) mEq/L 102 80.5 – 96.1
METABOLISME KARBOHIDRAT
Gula Darah Sewaktu mg/ dL 122 <140
17
Pemeriksaan USG
Tgl : 4 April 2018
18
Pemeriksaan USG
A. 12 November 2016
B. 15 November 2016
Screning Kanker
CEA : 5,9 ng/ml nilai normal 0,3
C. 19 November 2016
USG Hepar
E. 24 November 2016
Pemeriksaan Patologi Anatomi
kesan : adenocarcinoma colon, well to moderatelly diferentiated, grade -2, pT2NxMx.
DIAGNOSA KERJA
colic abdomen E.C. Ca.Sigmoid + post. colonostomy + post khemoteraphy
20
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 16 gtt/i
Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj Ranitidine 50 mg/8 jam
NGT
Kateter
FOLLOW UP
Tgl S O A P
3 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca. IVFD NaCl 16
April pada Kes : composmentis sigmoid gtt/i
2018 perut TD : 120/80 mmhg Inj Ceftriaxone
HR : 80 x/menit 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit Inj Ketorolac 30
T : 36,5 C mg/8 jam
Inj Ranitidine 50
mg/8 jam
Tgl S O A P
4 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca Tranfusi PRC 1
april pada Kes : composmentis sigmoid bag
2018 perut TD : 120/80 mmhg IVFD hydromal
HR : 80 x/menit 15 gtt/i
RR : 20 x/menit Inj Ceftriaxone
T : 36,5 C 1 gr/12 jam
Inj Ketorolac 30
mg/8 jam
21
Inj Ranitidine 50
mg/8 jam
Tranfusi
Albumin 2 kolf
Tgl S O A P
5 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca. IVFD hydromal
april pada Kes : composmentis sigmoid 15 gtt/i
2018 perut TD : 120/80 mmhg Inj Ceftriaxone
HR : 80 x/menit 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit Inj Ketorolac 30
T : 36,5 C mg/8 jam
Inj Ranitidine 50
mg/8 jam
Tranfusi PRC 2
kolf
Tgl S O A P
6 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca. IVFD hydromal
april pada Kes : composmentis sigmoid 15 gtt/i
2018 perut TD : 120/80 mmhg Inj Ceftriaxone
HR : 80 x/menit 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit Inj Ketorolac 30
T : 36,5 C mg/8 jam
Inj Ranitidine 50
mg/8 jam
Tranfusi PRC 1
kolf
22
Follow up Pasien (7 April 2018)
Tgl S O A P
7 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca. IVFD hydromal
april pada Kes : composmentis sigmoid 15 gtt/i
2018 perut TD : 120/80 mmhg Inj Ceftriaxone
HR : 80 x/menit 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit Inj Ketorolac 30
T : 36,5 C mg/8 jam
Inj Ranitidine 50
mg/8 jam
Tranfusi PRC 1
kolf
Tgl S O A P
8 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca. IVFD hydromal
april pada Kes : composmentis sigmoid 15 gtt/i
2018 perut TD : 120/80 mmhg Inj Ceftriaxone
HR : 80 x/menit 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit Inj Ketorolac 30
T : 36,5 C mg/8 jam
Inj Ranitidine 50
mg/8 jam
PAPS Tranfusi
albumin kolf 3
23
Pemeriksaan Laboratorium
24
DAFTAR PUSTAKA
2. Thorne C., Grabb W.C., Smith J.W. Grabb and Smith's plastic surgery. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
3. Way L.W., Doherty G.M. Current surgical diagnosis & treatment. New York: Lange
Medical Books/Mc Graw-Hill Medical Publishing Division. 2006.
9. Gallagher J.J., Wolf S.E., Herndon D.N. Burn. In: Sabiston D.C., Townsend C.M.,
editors. Sabiston textbook of surgery : the biological basis of modern surgical
practice. Philadelphia: Saunders/Elsevier; 2008.
10. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book.
11. United States Department of Health and Human Services. Burn triage and treatment:
thermal injuries: REMM; 2014. Available from: http://remm.nlm.gov/burns.htm.
[Accessed]
12. Women's and Children Hospital. Guidelines for the management of pediatric burns.
2010.
25
13. Schwartz S.I., Brunicardi F.C., Andersen D.K., Billiar T.R., Dunn D.L., Hunter J.G.,
et al. Schwartz's principles of surgery. 10th ed. United States: McGraw-Hill
Education. 2014.
15. Marzoeki D. Ilmu Bedah Luka dan Perawatannya. Surabaya: Airlangga University
Press. 2006.
16. American Burn Association. Advanced Burn Life Support Course. Chicago:
American Burn Association. 2007.
26