Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma kolorektal adalah salah satu jenis keganasan yang cukup sering dijumpai.
Karsinoma ini merupakan penyebab kematian yang paling sering setelah karsinoma paru
pada laki laki dan karsinoma serviks serta karsinoma mammae pada wanita.1 Di Indonesia
sendiri angka kejadian keganasan ini cenderung meningkat akhir-akhir ini.

Karsinoma ini dapat tumbuh di tiap bagian kolon dan mungkin juga tumbuh
bersamaan di beberapa tempat. Prevalensi terjadinya karsinoma kolorektal di rektum sebesar
22%, sigmoid 25%, rektosigmoid 10%, kolon desenden 6%, kolon transversum 13%, kolon
asenden 8%, dan sekum 15%.2 Dari angka tersebut prevalensi terbesar karsinoma kolon
terletak di sekum. Resiko untuk terjadinya karsinoma kolorektal umumnya meningkat setelah
berusia 40 tahun. Karsinoma kolon, terutama di kolon bagian proksimal lebih banyak
ditemukan pada wanita. Sedangkan karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada pria
dengan perbandingan 2:1.3

Diagnosis dini pada pasien karsinoma kolon sulit ditegakkan karena pada stadium
dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala yang nyata. Gejala biasanya muncul saat
perjalanan penyakit sudah lanjut, sehingga biasanya pasien datang dalam kondisi yang jelek
seperti sudah terjadi perforasi, perdarahan, ataupun obstruksi. Untuk itu penting mengetahui
karsinoma mendiagnosis karsinoma kolorektal baik secara klinis maupun dengan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KOLON4,5,6

Kolon terdiri atas beberapa bagian yaitu sekum, kolon asenden, kolon transversum,
kolon desenden, dan kolon sigmoid.

Kolon asenden melintasi krista iliaka naik sampai permukaan bawah hati, kolon
asenden membuat lengkung tegak lurus yakni fleksura koli dekstra (fleksura hepatika), dan
kemudian menjadi kolon transversum.

Kolon transversum dilekatkan pada kurvatura mayor lambung oleh ligamentum


gastroiliakum, dilekatkan pada pankreas oleh mesokolon transversum. Yang melintas diatas
kolon transversum adalah hati, vesika felea, dan lambung. Kolon transversum melintas dan
melekat pada bagian depan ginjal kanan, bagian kedua duodenum, dan kaput pankreas.
Sisanya tergantung kearah bawah dan naik kembali di depan kolon desenden yang membuat
lengkung tajam pada fleksura koli sinistra ( fleksura lienalis). Fleksura koli sinistra dilekatkan
pada diafragma dibawah limpa oleh ligamentum frenikokolikum.

Kolon desenden yang melintas turun menyilang krista iliaka dan melintasi fossa iliaka
sampai tepi atas pintu panggul kemudian menjadi kolon sigmoid. Kolon sigmoid mempunyai
mesenterium yaitu mesokolon sigmoideum. Kolon sigmoid melanjut ke dalam panggul untuk
mencapai garis tengah di depan sakrum, di mana kolon berubah menjadi rektum.4

Kolon asenden dan kolon desenden serta fleksura lienalis dan fleksura hepatika tidak
memiliki mesenterika dan bergerak bebas karena terletak retroperitoneal. Kolon transversum
dan kolon sigmoid memiliki mesenterikum yang komplit dan bergerak bebas. Sedangkan
sekum tidak memiliki mesenterium sebenarnya tetapi bergerak bebas sebab memiliki lipatan
peritoneum yang kadang ada kadang tidak.5

Kolon memiliki otot-otot sirkuler dan otot-otot longitudinal. Lapisan otot longitudinal
kolon membentuk pita yang disebut taenia, yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga
kolon berlipat- lipat berbentuk sakulus yang disebut haustra.4

Aliran limfe kolon mengikuti pembuluh mesenterika inferior untuk kolon sebelah kiri
dan mesenterika superior untuk kolon sisi kanan.5

2
Aliran darah untuk usus besar dari arteri mesenterika superior dan mesenterika inferior.
Vena pada kolon berjalan bersama arterinya, aliran vena disalurkan melalui vena mesenterika
superior yang bermuara vena porta dan vena mesenterika inferior menuju vena lienalis.4

Fungsi kolon adalah absorbsi air, vitamin, dan elektrolit dari chime, penimbunan bahan
feses sampai dikeluarkan, melanjutkan pencernaan dan mensekresi lendir. Dari 700- 1000 ml
cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150- 200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses.6

Gambar 1. Anatomi kolorektal2

Gambar 2. Vaskularisasi colon7

3
2.2 Etiologi

Dasar penting dari keganasan kolorektal ini adalah proses perubahan secara genetik
pada sel-sel epitel di mukosa kolon yang timbul akibat beberapa hal. Adapun beberapa hal
yang menjadi predesposisinya antara lain: 2

1. Dietik
Pola konsumsi makanan diduga berkaitan erat dengan munculnya keganasan ini.
Konsumsi makanan yang tinggi kandungan seratnya, seperti sayuran dan buah-buahan
akan menurunkan waktu transit bolus di sepanjang perjalanannya di usus, sehingga
kontak dengan zat karsinogenik pada mukosa lebih singkat. Sebaliknya, makanan dengan
kadar lemak dan protein hewani yang tinggi berperan memacu perubahan sel-sel mukosa
kolon. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kejadian karsinoma ini di negara-negara
barat dibandingkan di Indonesia. Alkohol dan rokok juga diduga memacu timbulnya
keganasan ini.

2. Adanya kelainan di kolon sebelumnya


Adanya kelainan dikolon seperti adenoma (terutama yang berbentuk villi), polip, dan
kolitis ulseratif dapat menjadi resiko berkembangnya karsinoma kolon di kemudian hari.

3. Herediter
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang mempunyai orang tua yang
menderita karsinoma kolorektal mempunyai frekuensi 1,3x lebih banyak menderita
karsinoma kolorektal dibanding mereka yang orang tuanya sehat.

2.3 Klasifikasi

Secara makroskopik Karsinoma kolon dibedakan atas 4 tipe yaitu2 :

1. Nodular
Keganasan ini berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke lumen kolon, dengan
permukaan yang bernodul-nodul. Biasanya tak bertangkai dan meluas ke dinding kolon.
Sering juga terjadi ulserasi, dimana dasar ulkus menjadi nekrotik, tepi ulkus naik, dan
mengalami indurasi. Di daerah sekum bentuk tumor mungkin tumbuh menjadi suatu
massa yang besar, tumbuh menjadi fungoid dengan permukaan ulkus mengeluarkan pus
dan darah.

4
2. Koloid/ mukoid
Bentuk ini tumbuhnya mengalami degenarasi mukoid sehingga menghasilkan banyak
mukus.

3. Scirrhous/ infiltratif
Bentuk ini mempunyai reaksi fibrous yang sangat banyak, sehingga terjadi
pertumbuhan yang keras dan melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon
dan membentuk napkin ring.

4. Papillari /polipoid/ cauli flower


Tipe ini merupakan pertumbuhan yang sering berasal dari papiloma simpel atau
adenoma.

2.3.1 Klasifikasi penderajatan kanker kolorektal


Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:1

Dukes A Terbatas di mukosa

Dukes B Menembus muskularis mukosa

Dukes C Metastasis ke kelenjar getah bening

C1 KGB didekat tumor primer

C2 KGB jauh

Dukes D Metastase jauh: Hepar, Paru, Ginjal

Tabel 2. Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes.1

5
Gambar 2. Stadium kanker kolorektal.2

Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging TNM untuk
karsinoma kolorektal:2
T : Tumor Primer
To : Tidak ada bukti ada tumor primer.
Tx : Tumor primer sulit dinilai.
Tis : Karsinoma in situ, intraepitelial atau di lamina propia.
T1 : Tumor mengenai submukosa.
T2 : Tumor mengenai propia muskularis.
T3 : Tumor mengenai dari propia muskularis sampai ke sub serosa
jaringan perirektal
T4 : Tumor mengenai organ lain, menembus viseral peritonium.

N : Kelenjar getah bening regional (KGB)


Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai.
No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening.
N1 : Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional.
N2 : Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional.

M : Metastasis (anak sebar) jauh


Mx : Metastasis tak dapat dinilai.
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh.
M1 : Ditemukan metastasis jauh.

6
Staging Group
Stage T N M Dukes

0 Tis No Mo -

I T1 No Mo A

T2 No Mo A

IIA T3 No Mo B

IIB T4 No Mo B

IIIA T1-T2 N1 Mo C

IIIB T3-T4 N1 Mo C

IIIC Any T N2 Mo C

IV Any T Any N M1 D

Tabel 3. Staging TNM menurut AJCC.2


Penyebaran kanker kolorektal ke organ-organ dapat terjadi melalui:2

 Direct extension
 Hematogenous metastasis
 Regional lymph node metastasis
 Transperitoneal metastasis
 Intraluminal metastasis

Secara mikroskopis, bentuk adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak yang berasal


dari epitel kolon. Bentuk yang berdiferensiasi sempurna mempunyai struktur terdiri dari
kelenjar, di mana terdapat pembengkakan sel-sel skuamosa dengan inti yang hipokromasi.
Sel-sel tumor ini mengalami mitosis yang cepat. Bentuk yang kurang berdiferensiasi , sel-sel
tumor terlihat dalam suatu massa.2

Berdasarkan diferensiasi sel, dibuat klasifikasi dalam 4 tingkat2:

Grade I : Sel-sel anaplastik < 25%

Grade II : Sel-sel anaplastik 25-50%

7
Grade III : Sel-sel anaplastik 50-75%

Grade IV : Sel-sel anaplastik > 75%

2.4 Gambaran klinis.

Pasien dengan karsinoma kolorektal umumnya memberikan keluhan berupa gangguan


proses defekasi (Change of bowel habit), berupa konstipasi atau diare, perdarahan segar lewat
anus (rectal bleeding), perasaan tidak puas setelah buang air besar ( tenesmus), buang air
besar berlendir( mucoid diarrhea), anemia tanpa sebab yang jelas, dan penurunan berat
badan.2,3 Adanya suatu massa yang dapat teraba dalam perut juga dapat menjadi keluhan
yang dikemukakan.3

Manifestasi klinik karsinoma kolon tergantung dari bentuk makroskopis dan letak
tumor. Bentuk polipoid (cauli flower) dan koloid (mukoid) menghasilkan banyak mukus,
bentuk anuler menimbulkan obstruksi dan kolik, sedangkan bentuk infiltratif (schirrhus)
tumbuh longitudinal sesuai sumbu panjang dinding rektal dan bentuk ulseratif menyebabkan
ulkus ke dalam dinding lumen.

Karsinoma yang terletak di kolon asenden menimbulkan gejala perdarahan samar


sedangkan tumor yang terletak di rektum memanifestasikan perdarahan yang masih segar dan
muncul gejala diare palsu. Di kolon desenden, karsinoma ini menyebabkan kolik yang nyata
karena lumennya lebih kecil dan feses sudah berbentuk solid.5

Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum

Aspek Klinis Kolitis Obstruksi Proktitis


Nyeri Karena Karena obstruksi Tenesmus
Defekasi Penyusupan Konstipasi progresif Tenesmus terus
Obstruksi Diare/diare Hampir selalu menerus
Darah pada feses berkala Samar atau Tidak jarang
Feses Jarang makroskopis Makroskopis
Dispepsia Samar Normal Perubahan bentuk
Memburuknya Normal/diare Jarang Jarang
KU Sering Lambat Lambat
Anemia Hampir selalu Lambat Lambat
Hampir selalu

8
Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker5

2.4 DIAGNOSIS KARSINOMA KOLON 2,5,7


Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratoris, radiologis, kolonoskopi, dan
histopatologis.

1. Anamnesis

Pada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala biasanya muncul
saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan karsinoma kolon biasanya mengeluh
rasa tidak enak, kembung, tidak bisa flatus, sampai rasa nyeri di perut. Didapatkan juga
perubahan kebiasaan buang air besar berupa diare atau sebaliknya, obstipasi, kadang
disertai darah dan lendir.2,7 Buang air besar yang disertai dengan darah dan lendir biasanya
dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma kolon bagian proksimal. Hal ini disebabkan
karena darah yang dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah bercampur dengan feses. Gejala
umum lain yang dikeluhkan oleh pasien berupa kelemahan, kehilangan nafsu makan dan
penurunan berat badan.2

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak menolong dalam menegakkan diagnosis.


Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen, bila teraba menunjukkan
keadaan yang sudah lanjut. Bila tumor sudah metastasis ke hepar akan teraba hepar yang
noduler dengan bagian yang keras dan yang kenyal.2 Asites biasa didapatkan jika tumor
sudah metastasis ke peritoneal. Perabaan limfonodi inguinal , iliaka, dan supraklavikular
penting untuk mengetahui ada atau tidaknya metastasis ke limfonodi tersebut.5 Pada pasien
yang diduga menderita karsinoma kolorektal harus dilakukan rectal toucher. Bila letak
tumor ada di rektum atau rektosigmoid, akan teraba massa maligna (keras dan berbenjol-
benjol dengan striktura) di rektum atau rektosigmoid teraba keras dan kenyal. Biasanya
pada sarung tangan akan terdapat lendir dan darah.2

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan diagnosis. Walau demikian, setiap


pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa kadar hemoglobin.2,7 Pemeriksaan
radiologis yang dapat dikerjakan berupa foto polos abdomen, colon in loop dengan single
contrast maupun double contrast dan foto thoraks.7

9
Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar
horizontal. Posisi supine perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan di sikap tegak
untuk melihat batas udara-air dan letak obstruksi karena massa.7 Colon in loop
menggunakan barium enema sebagai kontras positif. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat
adanya deformitas kolon yang diakibatkan neoplasma atau abnormalitas lainnya akan
ditunjukkan dengan terisinya defek tersebut yang diperlihatkan oleh kolom barium yang
radioopak.2,7 Tentang colon in loop selanjutnya akan dibahas dalam bab tersendiri.

Pemeriksaan foto thoraks berguna selain untuk melihat ada/tidaknya metastasis ke


paru juga bisa untuk persiapan tindakan pembedahan.2

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah kolonoskopi. Pada kolonoskopi


dipakai fiberskop lentur untuk melihat dinding kolon dari dalam lumen sampai ileum
terminalis. Dengan alat ini dapat terlihat seluruh kolon termasuk yang tidak terlihat pada
foto kolon. Fiberskop juga dapat dipakai untuk biopsi setiap jaringan yang mencurigakan,
evaluasi dan tindakan terapi misalnya polipektomi.7 Pada akhirnya diagnosis pasti
karsinoma kolon adalah dengan pemeriksaan histopatologis.2

2.4.1 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS COLON IN LOOP 8,9,10,11

Ada beberapa pemeriksaan radiologis untuk melihat adanya kelainan di daerah kolon
dan rektum. Salah satunya adalah tehnik pemeriksaan colon in loop. Pemeriksaan ini
menggunakan kontras, dimana kontras yang sering dipakai adalah barium sulfat sebagai
enema, yaitu suntikan suspensi barium ke dalam rektum.8 Bagian- bagian yang dapat
dievaluasi diantaranya adalah: sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden,
kolon sigmoid, dan rektum.9

Barium yang digunakan memiliki konsentrasi yang berkisar antara 70-80 W/V % (
weight/volume). Banyaknya (ml) larutan ini sangat bergantung pada panjang pendeknya
kolon. Umumnya 600-800 ml.10

Ada 2 metode pemeriksaan colon in loop9,10:

1. Double contrast
Tehnik ini untuk menilai pola mukosa kolon. Dimana dapat diperoleh hasil yang lebih
jelas, mendetail, teliti mengenai kelainan patologis yang memberikan gambaran
perubahan bentuk permukaan mukosa kolon.

10
2. Single contrast
Tehnik ini dipakai untuk menentukan lokasi lesi dan adanya massa di kolon.

Indikasi pemeriksaan colon in loop9:

- Perubahan pola defekasi (changes in bowel habits)


- Nyeri pada abdomen
- Massa pada abdomen
- Obstruksi
- Melena/ anemia
Kontra indikasi colon in loop9:

a. Absolut
- Toksik megakolon
- Kolitis pseudomembran
- Biopsi rektal
* Minimal 5 hari sebelum pemeriksaan, menggunakan rigid endoscopy
* Minimal 24 jam sebelum pemeriksaan, menggunakan flexible endoscopy
b. Relatif
- persiapan yang kurang baik
- konsumsi barium meal dalam kurun waktu 7- 10 hari terakhir.
- pasien alergi dengan medium kontras
Persiapan pasien sebelum pemeriksaan 9,10:

a. Makanan konsistensi lunak, rendah serat, rendah lemak minimal 24 jam sebelum
pemeriksaan. Tujuannya untuk menghindari bongkahan-bongkahan tinja yang keras.
b. Minum yang banyak. Tujuannya untuk menjaga tinja agar tetap lembek. Minuman yang
dianjurkan berupa juice, teh, kopi, cola, dan kaldu. Susu sebaiknya dihindari.
c. Pemberian pencahar. Tujuannya untuk meningkatkan peristaltik dan melembekkan tinja.
Tehnik pemeriksaan colon in loop10:

a. Tahap pengisian
Pengisian larutan barium ke lumen kolon. Pengisian di anggap cukup bila sudah
mencapai fleksura lienalis atau pertengahan kolon transversum. Bagian kolon yang belum
terisi dapat terisi dengan mengubah posisi penderita dari terlentang menjadi miring ke
kanan.

11
b. Tahap pelapisan
Ditunggu 1-2 menit sehingga larutan barium dapat melapisi (coating) mukosa kolon.

c. Tahap pengosongan
Setelah mukosa terlapisi, sisa larutan barium dalam kolon perlu dibuang sebanyak yang
dapat dikeluarkan. Caranya adalah dengan memiringkan penderita ke kiri dan
menegakkan meja pemeriksaan.

d. Tahap pengembangan
Dilakukan pemompaan udara ke dalam lumen kolon. Usahakan jangan sampai distensi
berlebih.

e. Tahap pemotretan
Setelah seluruh kolon mengembang,dilakukan pemotretan / exposure radiografik. Posisi
pasien tergantung bentuk kolon dan atau kelainan yang ditemukan. Umumnya dilakukan
pemotretan dengan metode lapangan terbatas (spot view) terhadap bagian-bagian tertentu
dari kolon, dan lapangan menyeluruh (overall view) dari kolon.

2.4.2 DIAGNOSIS RADIOLOGIS KARSINOMA KOLON 2,10

Pada kasus karsinoma kolon pemeriksaan radiografi abdomen yang sering digunakan
adalah Foto polos abdomen yang dilanjutkan dengan pemeriksaan colon in loop.

Pada foto polos abdomen kadang kelainan sukar ditemukan, seringnya berupa dilatasi
usus yang terletak lebih proksimal dari tempat tumor akibat adanya massa di bagian
distalnya. Oleh karenanya, lebih sering dilanjutkan dengan pemeriksaan colon in loop. Foto
dapat terlihat sebagai suatu filling defect.2

Karsinoma kolon secara radiologik memberikan penampilan sebagai berikut10:

a. Penonjolan ke dalam lumen (Protruded lesion)


Bentuk klasik ini adalah polip. Polip dapat bertangkai (pedunculated) atau tak bertangkai
(sessile) dinding kolon seringkali masih baik.

b. Kerancuan dinding kolon (colonic wall deformity)


Dapat bersifat simetris (napkin ring) atau asimetris (apple core). Lumen kolon sempit dan
ireguler. Kerapkali hal ini sukar dibedakan dengan kolitis Crohn.

c. Kekakuan dinding kolon (Rigidity colonic wall)

12
Bersifat segmental, terkadang mukosa masih baik, lumen kolon dapat / tidak menyempit.
Berikut ini sukar dibedakan dengan kolitis ulseratif.

2.5 PENANGANAN DAN PROGNOSIS KARSINOMA KOLON 1,2,3,5

Pembedahan merupakan pilihan utama terapi kanker kolon. Sedangkan terapi


adjuvannya berupa radioterapi dan kemoterapi.1,2,3

Pembedahan dilakukan secara radikal. Untuk kanker di sekum dan kolon asenden
biasanya dilakukan hemikolektomi dekstra dan dibuat anastomose kolostomi
ileotransversal. Untuk karsinoma di kolon transversum dan di fleksura lienalis, dilakukan
kolektomi subtotal dan dibuat anastomose ileosigmoidostomi. Pada karsinoma di kolon
desenden dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomose kolorektal
transversal. Untuk karsinoma di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan
rektosigmoidektomi dan dibuat anastomose desending kolorektal. Pada karsinoma di
rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat anastomose koloanal. Reseksi
dilakukan + 5 cm kearah proksimal dan distal kolon yang terkena.2,3

Dosis radioterapi sebagai terapi adjuvan adalah 4500-5500 cGy dengan fraksinasi
180 -200 cGy setiap kalinya.5 Kemoterapi yang biasa diberikan adalah 5-fluoro urasil
(5FU). Untuk meningkatkan efektivitas terapinya, dapat juga diberikan kombinasi 5FU
dan levamisole.1,2

Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor pada
saat didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan tumor
tersebut pada radiasi dan kemoterapi.1

Angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival) bervariasi, tergantung dari


stadium tumor. Berdasarkan klasifikasi Dukes, angka harapan hidup 5 tahun adalah
sebagai berikut:1

1. Dukes’ A 5-yr survival, >80%

2. Dukes’ B 5-yr survival, 60%

3. Dukes’ C 5-yr survival, 20%

4. Dukes’ D 5-yr survival, 3%

13
Berdasarkan klasifikasi TNM, harapan hidup 5 tahun adalah:1

Tabel 4. Prognosis berdasarkan klasifikasi TNM.

Stage TNM classification 5-year survival


I T1-2, N0, M0 >90%
IIA T3, N0, M0 60%-85%

IIB T4, N0, M0 60%-85%

IIIA T1-2, N1, M0 25%-65%

IIIB T3-4, N1, M0 25%-65%

IIIC T(any), N2, M0 25%-65%

IV T(any), N(any), M1 5%-7%

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Laporan Kasus


3.1.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. Anisah


Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Sri Rupat Tanjung Kapal Rupat,Bengkalis
Pekerjaan : Tidak berkerja
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Tgl Masuk : 03 April 2018

Anamnesis
Keluhan Utama : Perut Terasa Nyeri
Riwayat Penyakit Sekarang :
PBM rujukan PUSKESMAS batu panjang dengan ca recti. OS mengeluhkan sesak nafas,
nyeri diseluruh perut, mual, tidak muntah, BAB terakhir satu hari yang lalu, cair namun
masih ada ampas, tidak ada keluar darah, demam, perut terasa kembung tidak ada, buang
angin ada, nafsu makan menurun, berat badan menurun.

Riwayat Penyakit Dahulu : dahulu pasien menderita Ca.Colon dan pernah melakukan
colostomy
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit keganasan

Status Pasien

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang


Kesadaran : CM
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 89x/menit, kuat/cukup
RR : 26x/menit
Temperatur : 38,5 C

15
2.1 Pemeriksaan Fisik

2.1.1 Status Generalisata :

Kulit : kuning langsat


Kepala : Simetris
Mata : conj. palpebra inferior pucat (+/+), sclera ikterik (-/-), RC
(+/+), pupil isokor 3mm/3mm.
T/H/M : dalam batas normal

Leher : Simetris, trakea medial, TVJ R-2, pembesaran KGB tidak dijumpai

Toraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)

Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N

Ekstremitas
Superior : edema (-) Sianosis (-)
Inferior : edema (-) Sianosis (-)

16
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium
3 April 2018
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) Gr/dl 8,5 12-15
Eritrosit (RBC) 105/mm3 3.72 4.20 – 6.10
Leukosit (WBC) 103/mm3 12,00 4.0 – 11.0
Hematokrit % 25 36 – 52
Trombosit (PLT) 103/mm 482 150 – 450
MCV FL 69 80 – 100
MCH Pg 22 27 – 32
MCHC g% 33 32 – 36
Hitung jenis
 Limfosit % 6 20 – 40
 Monosit % 6 2–8
 Eosinofil % 1 0–5
 Basofil % 0 0–2
 Neutrofil Batang % 0 2–6
 Neutrofil Segment % 87 50 – 70
GINJAL
Ureum mg/ dL 103 20-40
Kreatinin mg/ dL 4.8 0.5 – 1,2
Elektrolit
Natrium (Na) mEq/L 126 125 – 149
Kalium (K) mEq/L 4,6 3.6 – 4.01
Klorida (Cl) mEq/L 102 80.5 – 96.1
METABOLISME KARBOHIDRAT
Gula Darah Sewaktu mg/ dL 122 <140

17
Pemeriksaan USG
Tgl : 4 April 2018

kesan : suspek massa colon sigmoid (residif)

18
Pemeriksaan USG
A. 12 November 2016

- dirongga pelvis tampak massa ukuran 51,9 x 40,7 x 27.8 mm


- kesan : susp massa pada sigmoid

B. 15 November 2016
Screning Kanker
CEA : 5,9 ng/ml nilai normal 0,3

C. 19 November 2016
USG Hepar

kesan : tidak tampak metastasis pada hepar


19
D. 21 November 2016
Pemeriksaan Collon in Loop
- tampak penyempitan lumen yang irregular pada kolon sigmoid
- pada post evakuasi masih tampak banyak sisa kontras di kolon
- kesan : susp massa di kolon sigmoid

E. 24 November 2016
Pemeriksaan Patologi Anatomi
kesan : adenocarcinoma colon, well to moderatelly diferentiated, grade -2, pT2NxMx.

DIAGNOSA KERJA
colic abdomen E.C. Ca.Sigmoid + post. colonostomy + post khemoteraphy

20
PENATALAKSANAAN
 IVFD RL 16 gtt/i
 Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
 Inj Ranitidine 50 mg/8 jam
 NGT
 Kateter

FOLLOW UP

Follow up Pasien (3 April 2018)

Tgl S O A P
3 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca.  IVFD NaCl 16
April pada Kes : composmentis sigmoid gtt/i
2018 perut TD : 120/80 mmhg  Inj Ceftriaxone
HR : 80 x/menit 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit  Inj Ketorolac 30
T : 36,5 C mg/8 jam
 Inj Ranitidine 50
mg/8 jam

Follow up Pasien (4 April 2018)

Tgl S O A P
4 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca  Tranfusi PRC 1
april pada Kes : composmentis sigmoid bag
2018 perut TD : 120/80 mmhg  IVFD hydromal
HR : 80 x/menit 15 gtt/i
RR : 20 x/menit  Inj Ceftriaxone
T : 36,5 C 1 gr/12 jam
 Inj Ketorolac 30
mg/8 jam

21
 Inj Ranitidine 50
mg/8 jam
 Tranfusi
Albumin 2 kolf

Follow up Pasien (5 April 2018)

Tgl S O A P
5 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca.  IVFD hydromal
april pada Kes : composmentis sigmoid 15 gtt/i
2018 perut TD : 120/80 mmhg  Inj Ceftriaxone
HR : 80 x/menit 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit  Inj Ketorolac 30
T : 36,5 C mg/8 jam
 Inj Ranitidine 50
mg/8 jam
 Tranfusi PRC 2
kolf

Follow up Pasien (6 April 2018)

Tgl S O A P
6 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca.  IVFD hydromal
april pada Kes : composmentis sigmoid 15 gtt/i
2018 perut TD : 120/80 mmhg  Inj Ceftriaxone
HR : 80 x/menit 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit  Inj Ketorolac 30
T : 36,5 C mg/8 jam
 Inj Ranitidine 50
mg/8 jam
 Tranfusi PRC 1
kolf

22
Follow up Pasien (7 April 2018)

Tgl S O A P
7 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca.  IVFD hydromal
april pada Kes : composmentis sigmoid 15 gtt/i
2018 perut TD : 120/80 mmhg  Inj Ceftriaxone
HR : 80 x/menit 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit  Inj Ketorolac 30
T : 36,5 C mg/8 jam
 Inj Ranitidine 50
mg/8 jam
 Tranfusi PRC 1
kolf

Follow up Pasien (8 April 2018)

Tgl S O A P
8 Nyeri Ku : Tampak Sakit sedang Ca.  IVFD hydromal
april pada Kes : composmentis sigmoid 15 gtt/i
2018 perut TD : 120/80 mmhg  Inj Ceftriaxone
HR : 80 x/menit 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit  Inj Ketorolac 30
T : 36,5 C mg/8 jam
 Inj Ranitidine 50
mg/8 jam
PAPS  Tranfusi
albumin kolf 3

23
Pemeriksaan Laboratorium

Tgl 08 April 2018

JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN


HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) Gr/dl 9,7 12-15
Eritrosit (RBC) 105/mm3 4.09 4.20 – 6.10
Leukosit (WBC) 103/mm3 9,300 4.0 – 11.0
Hematokrit % 29 36 – 52
Trombosit (PLT) 103/mm 385 150 – 450
MCV FL 72 80 – 100
MCH Pg 23 27 – 32
MCHC g% 32 32 – 36
Hitung jenis
 Limfosit % 6 20 – 40
 Monosit % 4 2–8
 Eosinofil % 0 0–5
 Basofil % 0 0–2
 Neutrofil Batang % 0 2–6
 Neutrofil Segment % 90 50 – 70

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R., De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 ed. 2010.

2. Thorne C., Grabb W.C., Smith J.W. Grabb and Smith's plastic surgery. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins. 2007.

3. Way L.W., Doherty G.M. Current surgical diagnosis & treatment. New York: Lange
Medical Books/Mc Graw-Hill Medical Publishing Division. 2006.

4. Wedro B.C. First Aid for Burns 2008. Available from:


http://www.medicinenet.com/burns/page4.htm. [Accessed 11 September 2015]

5. Dorland W.A.N. Kamus Besar Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. 2002.

6. Moenadjat Y. Protokol Penatalaksanaan Luka Bakar di RSUPN dr. Cipto


Mangunkusumo. Jakarta. 2001.

7. Edlich R.F. Thermal Burns: Medscape; 2013. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/1278244-overview#showall. [Accessed 11
September 2015]

8. Hettiaratchy S., Dziewulski P. ABC of burns: pathophysiology and types of burns.


BMJ: British Medical Journal. 2004;328(7453):1427.

9. Gallagher J.J., Wolf S.E., Herndon D.N. Burn. In: Sabiston D.C., Townsend C.M.,
editors. Sabiston textbook of surgery : the biological basis of modern surgical
practice. Philadelphia: Saunders/Elsevier; 2008.

10. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book.

11. United States Department of Health and Human Services. Burn triage and treatment:
thermal injuries: REMM; 2014. Available from: http://remm.nlm.gov/burns.htm.
[Accessed]

12. Women's and Children Hospital. Guidelines for the management of pediatric burns.
2010.

25
13. Schwartz S.I., Brunicardi F.C., Andersen D.K., Billiar T.R., Dunn D.L., Hunter J.G.,
et al. Schwartz's principles of surgery. 10th ed. United States: McGraw-Hill
Education. 2014.

14. Rahayu T. PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO). MEDIA


PUBLIKASI PENELITIAN. 2012;8.

15. Marzoeki D. Ilmu Bedah Luka dan Perawatannya. Surabaya: Airlangga University
Press. 2006.

16. American Burn Association. Advanced Burn Life Support Course. Chicago:
American Burn Association. 2007.

26

Anda mungkin juga menyukai