Anda di halaman 1dari 18

Analisis Studi Kelayakan Penerapan Sistem E-Voting Pada

Pemilu di Indonesia

RAKHMAD FADLI ZAIN (20171040038)

A. PENDAHULUAN
Hingar bingar Pemilihan Umum di Indonesia sudah dimulai, meski pelaksanaannya
secara serentak baru dilakukan pada 2019. Untuk proses pemilihannya, KPU sejauh ini belum
memutuskan apakah Pemilu secara serentak akan menerapkan e-voting atau tidak. Namun
Pemilu serentak 2019 yaitu untuk pemilihan legislatif kemudian eksekutif nampaknya KPU
sudah memberikan sinyal tidak akan menggunakan pemilu secara elektronik. Walaupun kajian
dan studi banding sudah berulang kali dilakukan.
E-voting memang tak hanya bicara teknologi canggih, efisiensi biaya, efektivitas demi
sebuah status demokrasi digital, tapi lebih jauh dari itu soal kepercayaan publik. Sistem yang
mengandalkan pendataan, pengambilan, dan penghitungan suara dengan cara elektronik ini
memang masih meninggalkan jejak kelemahan, selain beberapa dampak positif.
Pelaksanaan pemilu secara elektronik di Indonesia sudah pernah dilakukan beberapa
kali, walaupun cakupannya hanya untuk kepala dusun dan kepala desa. Ada empat propinsi di
Indonesia yang melakukan pemilu secara elektronik antara lain :

1. 1. Propinsi Bali pada tahun 2009 yaitu pelaksanaan e-voting di kabupaten


Jembrana yang dilaksanakan untuk pemilihan kepala dusun dan kepala desa. Uji coba
ini dianggap berhasil dan mendapat pujian dari pemerintah pusat.

2. 2. Provinsi Sumatera Selatan Pada Tahun 2013 yaitu pelaksanaan e-voting di


Kabupaten Musi Rawas untuk pemilihan kepala desa. Ini provinsi yang pertama di
Pulau Sumatera yang menerapkan sistem pemilu secara elektronik.

3. 3. Provinsi Jawa Tengah yaitu di kabupaten Boyolali pada tahun 2014 untuk
pemilhan kepala desa.

4. 4. Provinsi Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Bantaeng pada tahun 2017


melaksanakan pemungutan suara secara elektronik untuk pemilihan kepala desa.

Penerapan sistem e-voting dari beberapa jurnal yang penulis analisa memliki tujuan
yang hampir sama. Bahwa pada dasarnya penerapan sistem pemilhan secara elektronik harus
memiliki dasar utama dalam penyelenggaraan Pemilu di indonesia yaitu asas
langsung,umum,bebas,dan rahasia kemudian jujur dan adil. Tujuan dari analisa ini penulis
melihat penerpan sistem e-voting pada pemilu di indonesia yang sudah mulai mencoba
menerapkan sistem tersebut walaupun cakupannya hanya untuk pemilhan kepala desa maupun
kepala dusun.

A. B. PEMBAHASAN

Fenomena yang sangat krusial selain dari Perwakilan dan Pemilihan dalam sistem
Demokrasi juga dikenal dengan istilah voting dan ini sangat menarik terutama dalam
konstruk ideologi dan perilaku sosial. Wajar saja ketika dalam perkembangan voting lebih
menekankan pada pedekatan bahavioral karena pada prinsipnya berkaitan erat dengan
perilaku pemilih dalam voting sendiri dikenal (Voting Behavior) artinya ada kebebasan
tingkah laku sesorang dalam menentukan pilihannya. Berkaitan perspektif itu Bodiarjo
(2001), kemudian memaknai bahwa voting behavior merupakan kegiatan seseorang atau
kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, terutama dalam
memilih pemimpin negara baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kebijakan
pemerintah (Public Policy).
Dengan reaktif dan masifnya dinamika pemilihan dan perwakilan yang diterapkan
di Dunia, pertanyaannya apakah Voting dengan pendekatan behavior menjadi alternatif
yang sangat solutif untuk memberi jawaban rasional dari semua itu?. Justru penulis
menganggap dalam dunia demokrasi model dan metode apapun tidak ada yang sempurna
karena tidak bahkan voting pun tidak sepenuhnya mampu memberi jaminan atas
penyelenggaraan pemeilihan dan keterwakilan yang lebih adil dan rasional secara
kompetetif. Kenapa demikian karena, ekspektasi konstituen secara personal memiliki
perbedaan baik dari segi sosiologi maupun aspek psikologi, karena teori-teori yang
berusaha di kembangkan oleh Heywood (2014) tentang voting memiliki kelebihan dan
kelemahan masing-masing, misalnya teori-teori yang dikembangkan antara lain:

1. 1. Model Identifikasi Partai


Hakikanya mengindikasikan ikatan psikologi antara konstituen atau dengan
kata lain masyarakat dengan partai, hal positif atas penerapan model ini adalah
terciptanya strong fother atau para partisipan yang memiliki loyalitas tinggi baik
kepada partai maupun kepada figur yang dimandat oleh partai. Di Indonesia misalnya
secara faktual sejumlah partai-partai besar dan bertahan ditengah persaingan partai
lainnya serta mampu mempertahankan kekuasaan pemerintahan, seut saja misalnya
misalnya PDIP dengan figurnya Megawaati Soekarno Putri, Partai Demokrat dengan
sosok SBY dan Partai Golkar yang dengan mayoritas figurnya, bahkan tidak memiliki
ancaman yang cukup berarti meskipun bermunculan partai-partai baru, namun
popularitas partai dan figurnya tidak berkurang karena adanya komitmen kuat atas
ikatan psikologi dari mayarakat dengan paryai tersebut.
Dengan demikian solid dan loyalnya partisipan maka akan sangat berimplikasi
terhadap jaminan suara dalam sistem voting.
1. 2. Model Sosiologis
Teori voting lebih kepada pendekatan sosial, jadi ini tentunya sangat
berkolaborasi dengan nilai-nila kebangsaan dan pluralitas masyarakat pada suatu sisi
sistem demokrasi dengan mekanisme voting jelas berangkat dari sosialisasi, karena
bagaimanapun popularitas elit dan partai tanpa melakukan sosial dan pendekatan sosial
kepada masyarakat tentu akan sangat kesulitas menemukan irama dalam
mengartikulasi arah kebijakan pemerintahan nantinya. Sehingga dengan tersedianya
sarana sosialisasi maka secara ojektif mempermudah masyarakat untuk menentukan
pilihannya pada saat penyelenggaraan voting. Problemnya kemudian adalah
pendekatan ini berpotensi besar menimbulkan perpecahan antar tingkatan kelas
masyarakat.
1. 3. Model Pilihan Rasional
Model ini berasumsi bahwa voting tidak lebih hanyalah sebuah alat untuk
mencapai tujuan tertentu secara individualistik, walaupun dianggap bahwa voting
sebagai umpan balik pada partai yang berkuasa sekaligus mengatahui bagaimana
kinerja dan penerapan kebijakan dalam mempengaruhi pilihan masyarakat.
Distorsi voting dengan model pilihan rasional adalah nilai sosial dan budaya
seakan kabur bahkan memiliki keterbatasan untuk mengevaluasi isu-isu dan
mengalkulasi kepentingan, karena terpusat pada loyalitas kelompok dan ikatan partai.
1. 4. Model Idiologi Dominan
Pendekatan ini menyerupai model sosiologis, dimana voting dianggap
merefleksikan posisi seseorang dalam hierarki sosial. Bila dibandingkan keselurahan
model yang ada maka dapat di pastikan bahwa model ideologi dominan ini nampak
lebih radikal karena oriantasinya melalui jalur pendidikan dan media massa.
Sehingga pengaruhnya terhadap masyarakat akan sangat mendominasi ideologi
mereka, bahkan tidak menutup kemungkinan muncul pro dan kontra terhadap
mekanisme penerapan voting yang ada, disamping itu dengan konstruk ideologi melalui
sosialisasi jalur pendidikan dan media massa jurstru juga menambah khsanah bagi
pemerintah atau elit politik yang lahir dari mekanisme voting untuk mengakselerasi
kebijakan atas otoritasnya, yang menjadi ke khawatiran adalah dengan kondisi sosial
yang berlebihan maka akan berimbas pada otoritas dan otonomi personal.
Searah dengan perkembangan zaman perubahan pemungutan suara pun sudah mulai
berubah yang sebelumnya secara manual sekarang sudah menggunakan sistem elektronik atau
yang lebih sering disebut e-voting.

Electronic Voting diartikan sebagai penggunaan hak pilih dalam sebuah pemilu dengan
menggunakan bantuan teknologi secara elektronik.(priyono & Dihan, 2010). Dengan kata lain
e-voting adalah sistem pemungutan suara secara elektronik yang menggunakan teknologi
sebagai sarana pelaksanaannya dari sistem manual menjadi eletronik atau digital. Maksudnya
saat ini pemilihan di indonesia masih menggunakan kertas suara untuk mencoblos calon
pasangan yang akan di pilih namun melalui e-voting ini, masyarakat memilih bukan melalui
kertas suara melainkan melalui sebuah perangkat elektronik yaitu komputer(Choer & Kurniadi,
2017)

Beberapa definisi tentang e-voting (priyono, 2010) :

No Nama Definisi
1. Kahani (2005) E-voting refers to the use of computers or
computerized voting equipment to cast ballots in
an election
2. Smith dan E-voting enhancement of I-voting is one of the
Clark (2005) latest and extremely popular methods of casting
votes, and is usually performed by using either
a PC via a standard web browser; touch-tone
telephone or cellular phone, digital TV, or a
touch screen in a kiosk at a designated location.
3. Hajjar, et.al E-voting is a type of voting that includes the use
(2006) of a computer rather than the traditional use of
ballot at polling centers or by postal mail.
4. Magi (2007) Electronic voting (e-voting) is any voting
method where the voter’s intention is expressed
or collected by electronic means. There are
considered the following electronic voting ways.
5. Zafar dan E-voting combines technology with the
Pilkjaer (2007) democratic process, in order to make voting
more efficient and convenient for voters. E-
voting allows voters to either vote by computer
from their homes or at the polling station.

1. Perkembangan Pelaksaanaan Pemilu Elektronik di Indonesia.

Pelaksanaan sistem Pemilu elektronik pada hakekatnya merupakan sebuah proses difusi
inovasi. Teori difusi inovasi Everett M Rogers memberikan landasan pemahaman tentang
inovasi, mengapa orang mengadopsi inovasi, faktor-faktor sosial apa yang mendukung adopsi
inovasi, dan bagaimana inovasi tersebut berproses di antara masyarakat serta bagaimana
budaya memberikan kontribusi yang besar dalam diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi. Difusi
didefinisikan sebagai suatu proses pengomunikasian suatu inovasi melalui saluran tertentu
selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap diterima atau tidaknya sebuah inovasi yaitu: karakteristik inovasi,
saluran komunikasi, dan sistem sosial. Karakter inovasi meliputi keunggulan relatif dari
inovasi tersebut, kompabililtas inovasi atau derajat kesesuaian inovasi dengan nilai, budaya
dan kebutuhan pengadopsi, kerumitan serta kemampuan diujicobakan. Terkait dengan saluran
komunikasi, saluran kosmopolit lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif
lebih penting pada tahap persuasi. Selain itu, saluran media massa relatif lebih penting
dibandingkan dengan saluran lainnya.
Keunggulan relatif dari sistem pemilu elekronik selain dipengaruhi oleh berbagai
keunggulan teknis yang dimiliki perangkat teknis yang dikembangkan BPPT, juga dipengaruhi
berbagai kondisi yang mendorong adanya pemilu elektronik sebagai sebuah solusi. Berbagai
kondisi tersebut di antaranya amar putusan Mahkamah Konstitusi pada 23 Januari 2014 yang
memutuskan bahwa penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu
legislatif dilaksanakan secara serentak mulai 2019. Pemilu serentak jelas menghadirkan
berbagai permasalahan teknis yang menjadi tantangan sangat besar bagi penyelenggaraan
pemilu serentak 2019 secara konvensional sekaligus menjadi keunggulan relatif dari e-voting
2019. Berbagai masalah itu di antaranya logistik yang kerap terlambat di sejumlah daerah,
proses pengumpulan kartu suara yang lambat dan perbedaan kecepatan pelaksanaan
pemungutan suara di masing-masing daerah karena geografis heterogen. Akibatnya, proses
penghitungan suara dan pengumuman hasil pemilu memakan waktu lama. Salah satu dampak
negatif dari proses penghitungan suara yang memakan waktu lama adalah jatuhnya korban jiwa
meninggal sebagaimana data KPU, 157 orang relawan meninggal dunia selama pelaksanaan
Pemilu 2014.

Karena berbagai permasalahan serupa, sejumlah negara akhirnya beralih pada e-voting
sebagai solusi. Berdasarkan hasil studi HyeonWoo Lee, sejumlah negara menunjukkan hasil
yang positif setelah melaksanakan e-voting. Jepang misalnya telah mengadopsi e-voting untuk
pemilihan walikota dan anggota parlemen kotamadya sejak 2002. Di Australia, e-voting juga
sudah diadopsi untuk menghemat waktu dan mendapatkan hasil yang akurat sejak 1988.
Sementara Swiss menerapkan e-voting karena kendala kondisi geografis yang menyulitkan jika
mereka tetap menggunakan sistem pemilu yang menggunakan pos untuk mengirimkan
berbagai keperluan untuk pemungutan suaranya.
Negara lainnya, Estonia telah dimulai melaksanakan e-voting pada Oktober 2005 untuk
pemilu lokal dan tahun 2007 e-voting melalui internet secara nasional. Pada 12 Desember 2008,
Parlemen Estonia telah mengesahkan UU Pemilu yang membolehkan memberikan suara
melalui telepon seluler. Tahun 2011, Estonia mengunakan e-voting untuk memilih anggota
parlemen. Sebanyak 2.140.846 orang telah memilih secara online, 95% pemilih menggunakan
hak pilih di dalam negeri dan sisanya memilih dari luar negeri yang tersebar di 106 negara.
Faktor yang mendorong pelaksanaan pemilu 2019 secara elektronik lainnya adalah
semakin menurunnya jumlah pemilih dari pemilu satu ke pemilu berikutnya. Menurut Hadar
Navis Gumay, pemilu elektronik dapat digunakan untuk mengatasi kendala teknis seperti
kesibukan atau ketidakmampuan fisik pemilih untuk datang langsung ke TPS. Dengan
demikian, digunakannya sistem pemilu elektronik diharapkan mampu meningkatkan
partisipasi pemilih. Studi lainnya menunjukkan bahwa e-voting memberikan kemanfaatan
penghematan anggaran. Sebagaimana studi yang dilakukan Muhammad Syaifullah Fatah,
sistem e-voting selain dapat mengurangi kelemahan terhadap permasalahan pada sistem pemilu
konvensional, juga mampu mengurangi penggunaan bahan kertas. Selain itu, kertas audit yang
berisi informasi pemilihan yang dienkripsi dapat digunakan sebagai sistem keamanan.

1. Pandangan Masyarakat Melihat Penerapan Sistem E-voting di Indonesia

Menyoal kesiapan e-voting 2019 maka struktur sosial menjadi salah satu faktor penting
yang harus diperhatikan. Salah satu masalah mendasar yang berkaitan dengan struktur sosial
adalah kondisi penguasaan TIK di Indonesia. Kondisi penguasaan TIK di Indonesia menurut
data statistik Global Competitivenes Report 2010-2011 dari World Economic Forum (WEF)
Indonesia dinilai masih rendah kesiapan teknologinya, yaitu baru menduduki ranking ke-91
dunia. Berdasarkan studi yang dilakukan Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, pola penyediaan dan pengelolaan layanan TIK pada
umumnya masih berorientasi infrastruktur (supply driven), sedangkan pola berbasis
pemberdayaan masyarakat (demand driven) masih sangat terbatas.
Digital gap adalah salah satu permasalahan besar yang harus diselesaikan sebelum
melangkah menuju tahapan pemilu 2019 serentak secara elektronik. Oleh karena itu, Komisi I
DPR harus secara rigid mencermati berbagai program di Kementerian Komunikasi dan
Informatika yang terkait dengan persiapan infrastruktur pendukung pemilu 2019 serentak
secara elektronik.
Hal lain yang tak kalah penting adalah kesiapan suprastruktur dan infrastruktur politik
untuk melaksanakan pemilu serentak 2019 secara elektronik yang juga meliputi berbagai upaya
untuk mengurangi rendahnya budaya mempercayai pemungutan suara dengan mengunakan
bantuan TIK. Sebagai salah satu contoh voting di Paripurna DPR saja masih mengunakan
sistem manual, padahal sudah tersedia perangkat teknologi yang cukup memadai. Namun
ketidakpercayaan pada teknologi tersebut juga wajar. Di Belanda, misalnya, mesin e-voting
pernah ‘bocor’, dengan rasio signifikan yaitu delapan dari sembilan mesin e-voting bocor.
Dampaknya, sejak berakhirnya pemilu 2007, Belanda kembali ke cara lama dalam memberikan
suara, yaitu mencontreng. Tercatat tiga negara yang telah menarik diri dari e-voting antara lain
Jerman, Belanda, dan Irlandia.
Karenanya, perbaikan infrastruktur dan suprastruktur pendukung tersebut memerlukan
manajemen pemerintahan yang luar biasa karena berkaitan dengan sejumlah kementerian yang
terkait. Di sisi lain, terlaksananya pemilu 2019 secara elektronik memerlukan kecermatan DPR
sebagai lembaga negara yang menjalan fungsi pengawasan untuk secara jeli melihat berbagai
kendala dan mengusulkan berbagai alternatif kebijakan yang mampu mendorong terwujudnya
pelaksanaan pemilu 2019 secara elektronik. Hal penting lainnya yang harus diperhatikan DPR
berkaitan dengan perencanaan anggaran dan pembiayaan yang tentunya akan berbeda antara
penyelenggaraan pemilu secara konvensional dengan pemilu secara elektronik.
Permasalahan lainnya terkait dengan kesiapan e-voting adalah ketersediaan payung
hukum yang secara komprehensif mengatur penyelenggaraan e-voting. Ketersediaan landasan
hukum yang memayungi seluruh institusi dan kegiatan untuk penyelenggaraan pemilu secara
elektronik tersebut juga berkaitan dengan code of conduct penyelenggaraan pemilu.
Pengaturan dalam UU terkait pemilu belum mengatur secara komprehensif bagaimana
penyelenggaraan pemilu secara elektronik. Sampai saat ini RUU yang menjadi dasar hukum
Pemilu 2019 yang disiapkan oleh Pemerintah belum disampaikan ke DPR untuk dibahas.

1. Kendala dan hambatan Pelaksanaan E-voting di Indonesia

Keunggulan relatif dari sistem pemilu elekronik selain dipengaruhi oleh berbagai
keunggulan teknis yang dimiliki perangkat teknis yang dikembangkan BPPT, juga dipengaruhi
berbagai kondisi yang mendorong adanya pemilu elektronik sebagai sebuah solusi. Tapi untuk
diadopsi secara penuh, sistem pemilu elektronik memiliki sejumlah permasalahan yang harus
segera diselesaikan yaitu belum tersedianya payung hukum yang memadai untuk pelaksanaan
pemilu 2019 secara elektronik serta kelemahan infrastruktur dan suprastruktur pendukung.
Meskipun demikian, DPR sebagai lembaga negara yang menjalan fungsi legislasi,
pengawasan, dan anggaran perlu secara jeli memerhatikan berbagai kendala dan mengusulkan
berbagai alternatif kebijakan yang mampu mendorong terpenuhinya legalitas dan infrastruktur
untuk pelaksanaan pemilihan secara elektronik, baik itu secara menyeluruh meliputi e-
verifikasi dan e-voting-nya, maupun sebagian yaitu e-verifikasi untuk mempermudah dan
mempercepat serta menjamin akurasi data pemilih.
Karenanya, Kementerian Kominfo perlu didesak untuk segera merealisasikan
program-program yang dapat memperkecil digital gap di Indonesia. Program lain Kominfo
yang harus didorong adalah program Palapa Ring yang merupakan rencana pembangunan
jaringan telekomunikasi nasional dari Sabang sampai Merauke. Selain itu, DPR harus segera
memulai pembahasan RUU Pemilu 2019 sehingga mampu menyediakan payung hukum yang
komprehensif bagi kemungkinan penyelenggaraan pemilu serentak 2019 secara elektronik. Hal
lain yang tak kalah penting untuk mewujudkan e-voting 2019 adalah memanfaatkan saluran
kosmopolit dan saluran media sebagai proses difusi
Berikut ada beberapa perbandingan penerapan e-voting di Indonesia meskipun
cakupanya masih kecil, hanya pemilu ditingkat desa,dusun, dan organisasi-organisasi
kemasyarakatan. Namun pelaksanaanya patut kitaapresiasai sebagai sebuah inovasi ataupun
terobosan baru dalam sistem kepemiluan diIndonesia.
Hambatan dan tantanganya akan terlihat dengan jelas dari 15 jurnal yang akan di
analisa. Bagaimana kelemahan dan keunggulan sistem e-voting dapat kita terapkan dalam
sistem kepemiluan di Indonesia meskipun cakupannya masih kecil tapi setidaknya sudah ada
satu perbandingan untuk berinovasi dalam sistem kepemiluan kita.

Tabel Penelitian E-voting

No. Penulis Judul Metodelogi Hasil Temuan Lok


Penelitian Penel
1. a. a. Fernandes Kinerja Badan metode yang -Penyelenggarakan Kabup
Simangnunsong (Insti Pemberdayaan digunakan Peneliti pemungutan suara Bantae
tut Pemerintahan Masyarakat dalam kegiatan dengan metode Provin
DalamNegeri, Tahun dan penelitian ini elektronic voting (e- Sulaw
2016) Pemerintahan adalah metode voting) sudah berjalan Selata
b. b. Taufik Anshari Desa(BPMPD) kualitatif. cukup baik.
Rasak (Istitut dalam -sosilisasai kepada
Pemerintahan Dalam Pelaksanaan masyarakat tentang e-
Negeri, Tahun 2016) Pemilihan voting dan penguatan
Kepala desa teknis sistem e-voting
serentak kepada pegawai
melalaui BPMPD dalam rangka
metode penguatan Sumberdaya
elektronikc manusia.
voting (e-
voting) di
Kabupaten
Bantaeng
Provinsi
Sulawesi
selatan.
2.
a. a. Yusfar Ilhaqul RANCANG -menggunakan Penelitian ini Kabup
Choeri.(Sekolah BANGUN metode berorientasi menghasilkan aplikasi Garut,
Tinggi Teknologi ELECTRONIC objek, gambaran Electronic Voting Provin
Garut, Tahun 2017) VOTING tahap Work kepala daerah Jawa B
b. b. Dede Kurniadi. PEMILIHAN Breakdown Kabupaten Garut dan
(Sekolah Tinggi KEPALA Structure (WBS) Aplikasi ini dibangun
Teknologi Garut, DAERAH dari metode yang untuk dijadikan
Tahun 2017) KABUPATEN digunakan dalam alternatif implementasi
GARUT Electronic Voting Pemilihan Kepala
-studi literatur, Daerah Kabupaten
bertujuan untuk Garut, fitur
menganalisa penghitungan suara
kebutuhan dalam hasil pemilihan
aplikasi pada langsung dikalkulasi
penelitian oleh komputer,
sebelumnya. sehingga
Sedangkan pada mempersingkat proses
tahap spesifikasi dan penghitungan surat
kebutuhan sistem suara.
dilakukan aktivitas
wawancara untuk
mengetahui
kebutuhan yang
diperlukan dalam
mengembangkan
sistem.
3. a. a. Ikhsan Why Adopt E- Penelitian ini -Bahwa pemilihan Kabup
Darmawan. voting? Study menggunakan umum secara elektronik Musi
(Departemen Ilmu on Village pendekatan untuk pemilihan kepala Rawas
Politik Universitas Leader kualitatif dan desa di Musi rawas Provin
Indonesia, Tahun Elections in menerapkan studi adalah kehendak dari Sumat
2016) Musi Rawas, kasus bupati. Selata
b. b. Nurul South analisis. Karena -faktor keamanan harus
Nurhandjati Sumatera penelitian ini ingin lebih ditingkatkan
(Departmen Ilmu mengeksplorasi karena takut terjadi
Politik Universitas fenomena yang intervesi.
Indonesia, Tahun unik -antusisme masyarakat
2016) pada kasus tertentu sangat bagus oleh
untuk karena itu sosialisasi
mengungkapkan harus lebih
motif e-voting ditingkatkan.
dan hubungannya
dengan apa yang
dialami oleh para
pemilih.

4. Rahmad Abdillah ANALISA Metode penelitian -Bahwa faktor Propin


(Universitas Islam FAKTOR yang digunakan teknologi, infrastuktur, Riau
Negeri Sultan Syarif COMPATIBILI adalah dan implementasi
Kasim Riau, Tahun TY Kuanatitatif. sangat berpengaruh
2014) TERHADAP dalam pelaksanaan e-
IMPLEMENT voting.
ASI E- -Pengembangan sistem
VOTING e-voting kedepanya
perlu diterapkan di
Indonesia.
5. a. a. Edi Priyono E-VOTING: Metode penelitian -Bahwa penerapan Tinjau
(Universitas URGENSI yang digunakan sistem pemilihan Pustak
Muhammadiyah TRANSPARA adalah Qualitatif Umum secara
Solo, Tahun 2010) NSI DAN cara mengkaji elektronik di Indonesia
b. b. Fereshti Nurdiana AKUNTABILI jurnal-jurnal dan harus segera
Dihan (Universitas TAS sumber dari dilaksanakan baik
Muhammadiyah internet pemilihan presiden,
Solo, Tahun 2010) legislatif maupun
Pilkada.
-pemilhan umum secara
elektronik dianggap
lebih baik dari pada
pemillihan umum
secara manual karena
lebih transparan.
-Faktor kemanan dalam
mengguganakan sistem
juga perlu diperhatikan.
-sosialisasi lebih awal
harus dilakukan supaya
masyarakat tidak kaget
dan mengerti teknologi.
6. Slamet Risnanto APLIKASI Penelitian kualitatif -Bahwa sistem e-voting Tinjau
(Universitas Sangga PEMUNGUT dengan dengan menggunakan pustak
Buana YPKP Bandung, AN SUARA menggunakan sms ini dapat digunakan
Tahun 2017) ELEKTRONI tinjauan pustaka untuk segala macam
K/E-VOTING proses pemilu baik
MENGGUNA pemilhan presiden,
KAN legislatif, kepala
TEKNOLOGI daerah, hingga kepala
SHORT desa.
MESSAGE -penggunaan alatnya
SERVICE juga relatif lebih murah.
DAN AT
COMMAND
7. Satya Mahardika IMPLEMENT menggunakan - Kebijakan e-voting ini Kabup
(Universitas Dipenogoro, ASI metode penelitian merupakan sebuah Boyol
Tahun 2013) KEBIJAKAN kombinasi (mixed terobosan dalam sebuah Provin
ELECTRONIC methods) antara pemilihan umum, Jawa
VOTING (E- metode kuantitatif khususnya di Kabupaten Tenga
VOTING) dan metode Boyolali dalam
DALAM kualitatif dengan Pemilihan Kepala Desa.
PEMILIHAN metode deskriptif. - dikeluarkan Peraturan
KEPALA Bupati No 5 tahun 2012
DESA DI yang telah mengatur tata
KABUPATEN acara pemilihan dengan
menggunakan metode e-
BOYOLALI
voting sebagai landasan
TAHUN 2013
hukum.
- Kebijakan e-voting
merupakan kebijakan
yang baru, maka dari itu
perlu adanya sosialisasi
kepada masyarakat desa.

8. a. a. Tohari PENGEMBA Metode kualitatif Teknologi NFC Tinjau


Ahmad (Institut NGAN dengan digunakan sebagai Pustak
Teknologi SISTEM menggunakan studi alternatif dalam proses
Sepuluh OTENTIKASI literatur otentikasi. Sebagai
November, Tahun PADA E- input, digunakan
2014) VOTING telepon pintar dan e-
b. b. Royyana MENGGUNA KTP, yang masing-
M. Ijtihadie KAN NFC masing mempunyai
(Institut karakteristik tersendiri.
Teknologi Uji coba yang telah
Sepuluh dilakukan
November, Tahun menunjukkan bahwa
2014) proses otentikasi
c. c. Afrian beberapa pemilih secara
Wicaksono bersamaan
(Institut meningkatkan relatif
Teknologi kecil waktu yang
Sepuluh diperlukan. Demikian
November, Tahun juga, pertambahan
2014) jumlah pemilih
mempunyai sedikit
pengaruh terhadap
waktu yang
diperlukan.
9. Ali Rokhman PROSPEK Menggunakan -Pelaksanaan pemilu di Tinjau
(Universitas Jenderal DAN metode kuliatatif Indonesia dengan Pustak
Sudirman, Tahun 2011) TANTANGA dengan melihat menggunakan sistem e-
N tinjauan pustaka voting masih perlu
PENERAPAN dan pengumpulan dikaji lebih mendalam
E-VOTING DI bahan-bahan dari lagi.
INDONESIA internet -Faktor sumberdaya dan
keuangan menjadi
penentu pelaksanaan
pemungutan suara
secara elektronik ini.
10. a. a. Asep RANCANG Penelitian ini -Pemilik hak suara Kota
Taufik Muharram BANGUN menggunakan harus memilki KTP Tasikm
(UIN Syarif SISTEM E- pendekatan elektronik yang dapat ya,
Hidayatullah VOTING kuliatatif dengan menggunakan sistem ini provin
Jakarta, Tahun MENGGUNA melihat tinjauan karena sudah Jawa B
2015) KAN pustaka dan terintegrasi.
b. b. Fitrah PROTOKOL sumber-sumber -waktu yang diberikan
Satrya Muharram TWO lain yang relevan untuk prosses pemilihan
(UIN Syarif CENTRAL terlalu singkat.
Hidayatullah FACILITIES
Jakarta, Tahun
2015)

11. a. a. PENGEMBA Menggunakan - dilakukan penelitian Tinjau


Muhamma NGAN metodelogi lebih mendalam Pustak
d Ilyas Sikki SISTEM E- kualitataif pengembangan dan
(Institut Pertanian VOTING melakukan penerapan sistem e-
Bogor, Tahun DENGAN Identifikasi voting ini
2013) PROTOKOL masalah dilakukan yang dapat ditinjau dari
b. b. Sugi TWO dengan cara aspek ekonomi, sosial,
Guritman (Institut CENTRAL mencari hukum,
Pertanian Bogor, FACILITIES informasi baik dan politik untuk
Tahun 2013) MENGGUNA secara langsung mendukung reliabilitas
c. c. Hendra KAN melalui diskusi sistem
Rahmawan(Instit FINGERPRIN dan wawancara jika akan
ut Pertanian T SEBAGAI dengan pihak KPU diimplementasikan
Bogor, Tahun OTENTIKASI maupun secara - diperlukan
2013) VOTER tidak langsung pengembangan protokol
melalui media pemilu yang didisain
massa. sendiri
dan diuji disesuaikan
dengan undang-undang
tentang pemilu dan
tahapan-tahapan proses
pelaksanaan
pemilu sehingga
memudahkan apabila
akan
diimplementasikan di
lapangan.
12. a. a. Rizqi Rancang Penelitian ini -Perlu Penguatan Kabup
Andhestria Adhi Bangun Sistem menggunakan teknologi baik Purbal
(Universitas Informasi E- metode kualitatif. sumberdaya maupun a Prov
Muhammadiyah Voting perangkat sistem e- Jawa
Purwokerto,Tahu Berbasis SMS voting ini. tengah
n 2014) (Developing E- -Membangun kerjasama
b. b. Harjono Voting dengan pihak-pihak
(Universitas Information terkait untuk
Muhammadiyah System SMS memperkuat sistem.
Purwokerto,Tahu Based)
n 2014)

13. a. a. Haryati Sistem Penelitian ini -Sistem ini dapat Tinjau


(Universitas Pemungutan menggunakan menerima hasil dengan pustak
Diponegoro,Tahu Suara metode kualitataif cepat.
n 2014) Elektronik dengan -Model sistem ini
b. b. Kusworo Menggunakan pengumpulan data memiliki tingkat resiko
Adi (Universitas Model Poll melalui internet yang rendah.
Diponegoro,Tahu Site E-Voting dan studi pustaka -memiliki prospek yang
n 2014) baik kedepannya.
c. c. Suryono
(Universitas
Diponegoro,Tahu
n 2014)

14. Harma Oktafia Lingga E-VOTING Adapun metode -Pelaksananaan Kabup


Wijaya (STMIK BERBASIS yang digunakan pemilhan kepala desa di Musi
MUSIRAWAS, Tahun WEBSITE dalam penelitian ini Kabupaten Musi Rawas Rawas
2017) PADA yaitu menggunakan Utara dengan sistem e- Utara
PEMILIHAN Metode penelitian voting adalah hal baru. Provin
KADES DI kualitatif. -Sistem ini Sumat
RANTAU mempermudah Selata
JAYA (LAKE) pemilhan kepala desa di
DENGAN Kabupaten Musi Rawas
KEAMANAN Utara.
DATA
MENGGUNA
KAN
ENKRIPSI
BASE
15. Ruhamah PENGEMBA Penelitian ini -Aplikasi e-voting ini Kota
(Universitas NGAN menggunakan dapat kemudahan bagi Palopo
Cokroaminoto APLIKASI E- metode Kualitatif panitia pemilihan dalam Provin
Palopo,Tahun 2014) VOTING melakukan Sulaw
BERBASIS rekapitulasi hasil Selata
WEB pemilihan dan
PEMILIHAN mencegah
PRESIDEN terjadinya kecurangan
BEM dalam proses
pemilihan.
-Diharapkan panitia
pemilihan presiden
BEM dapat
memaksimalkan
pengguanaan
aplikasi e-voting ini
sehingga bisa
dihasilkan proses
pemilihan yang cepat,
jujur, adil dan rahasia.

C. KESIMPULAN
Penulis melihat ada beberapa faktor analisis yang menyebabkan penerapan sistem e-
voting di indonesia belum bisa maksimal dilaksanakan yaitu :
1. 1. Analisis Kelayakan Sumber Daya Manusia
Di Indonesia, penerapan sistem pemilu secara elektronik masih mengalami
kendala. Salah satunya yakni kesiapan sumber daya manusia (SDM) masyarakat
Indonesia untuk menggunakan sistem ini. Kenyataan bahwa SDM di Indonesia yang
masih timpang terutama kelompok usia tua di pedesaan yang ketinggalan dalam
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Sehingga diperlukan penelitian lebih
dalam mengenai kesiapan SDM di Indonesia dalam penggunaan sistem e-Voting.
sistem e-Voting dapat diterapkan dengan asumsi bahwa masyarakat telah memiliki
pengetahuan dasar tentang penggunaan komputer dan internet serta e-KTP sebagai alat
validasi yang akurat karena nomor KTP mempunyai nilai yang unik atau berbeda satu
dengan yang lain.

1. 2. Analisis Kelayakan Ekonomi


Besarnya anggaran yang dikeluarkan dalam penyelenggaraan pilkada terkadang
tidak diimbangi dengan hasil pilkada yang berkualitas. Sebelum pilkada, penyelenggara
disibukkan dengan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang masih menggunakan
sistem manual. Yang terjadi kekacauan di hampir semua daerah di Indonesia. Hingga
puncaknya ketidak percayaan masyarakat terhadap hasil pilkada, yang mengakibatkan
kerusuhan dan pengrusakan terhadap infrastruktur milik pemerintah yang dapat
menimbulkan kerugian pasca Pilkada. Hal ini akan menambah besar anggaran biaya
yang dikeluarkan pemerintah dalam mengatasi konflik pasca Pilkada.
Berkaitan dengan e-Voting, dalam penerapannya dilihat dari sisi ekonomi
pemerintah selaku penyelenggara yang akan membuat sistem tersebut pengeluaran
anggaran untuk membangun pertama sekali sistem e-voting pasti cukup besar karena
harus membangun jaringan dan sistem diseluruh wilayah Indonesia, kemudian juga
perlu dilakukan sosialisasi yang masif untuk penerapan sistem ini. Selain itu biaya
untuk perawatan sistem ini juga perlu untuk diperhitungkan kerena setiap tahun pasti
harus di upgrade.
1. 3. Analisis kepercayaan masyarakat
Masih banyaknya msayarakat Indonesia yang belum familiar dengan teknologi
informasi menjadi salah satu kendala tersendiri, dan pengetahuan masayarakat
mengenai sistem teknologi tersebut juga masih rendah. Kemudian masih munculnya
paradigama ketidak percayaan masyarakat terhadap hasil perhitungan suara kerena
hasil kucurigaan dan data dimanipulasi oleh pihak tertentu dapat menyebabkan
kekacacauan dan konflik dalam masayarakat.
Sehingga penerapan sistem e-voting ini sangat kurang kepercayaan masyarakat
kerena mereka melihat sistem ini masih merupakan hal baru jadi kecurigaan dan
kewasapadaan masyarakat sangat tinggi terutama masalah kecurangan, tapi hal ini
terjadi biasanya pada masyarakat tingkat bawah atau masayarakat awam.

Daftar Pustaka

Abdillah, R. (2014). Analisa Faktor Compatibility Terhadap Implementasi E-Voting, 3(1), 1–


4.
Adhi, R. A. (2014). Rancang Bangun Sistem Informasi E-Voting Berbasis SMS ( Developing
E-Voting Information System SMS Based). Juita, III(2), 85–93.
Ahmad, T., Ijtihadie, R. M., & Wicaksono, A. (2014). Pengembangan Sistem Otentikasi Pada
E-Voting Menggunakan NFC. Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia,
(September).
Choer, Y. I., & Kurniadi, D. (2017). Rancang Bangun Electronic Voting Pemilihan Kepala
Daerah Kabupaten Garut. Jurnal Algoritma, 14(2), 17–24.
Diponegoro, U., & Mahardika, S. (2017). No Title.
Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations, New York:The Free Press, 1995.
Heywood, A. (2002). Palgrave Foundations (Second Ede). New York: Palgrave Macmillan.
Hyeon-Woo Lee, "Political Implications of E-voting in Korea", International Journal of
Korean Studies, Fall/Winter 2005 • Vol. IX, No. 1.
Haryati,. Adi, K., dan S. (2014). Sistem Pemungutan Suara Elektronik Menggunakan Model
Poll Site E-Voting. Jurnal Sistem Informasi Bisnis, 1, 67–74.
Higashikata, T., & Kawamura, K. (2015). Voting Behavior in Indonesia from 1999 to 2014,
(512).
Hayward, K. (2015). Defining Democracy: Voting Procedures in Decision-making, Elections
and Governance. Representation, 51(2), 269–271.
Indra Pahlevi dkk, Pengembangan Teknologi Informasi Komunikasi, Jakarta: P3DI dan Azza
Grafika, 2015.
Muharram, A. T., & Satrya, F. (2015). Rancan Bangun Sistem E-Voting Menggunakan
Protokol Two Central Facilities. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 15(1).
Politik, J. I., Volume, K., & No, V. I. (2016). JIPSi, VI(1), 67–84.
Priyono, E., & Dihan, F. N. (2010). E-Voting: Urgensi Transparansi & Akuntabilitas.
Seminar Nasional Informatika Yogyakarta, 2010(32), 55–62. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/175335-ID-e-voting-urgensi-transparansi-
dan-akunta.pdf
Risnanto, S. (2017). Aplikasi Pemungutan Suara Elektronik/E-Voting Menggunakan
Teknologi Short Message Service Dan At Command. Jurnal Teknik Informatika, 10(1).
https://doi.org/10.15408/jti.v10i1.5611
Rokhman, A. (2011). Prospek dan tantangan penerapan e-voting di indonesia. Seminar
Nasional Peran Negara Dan Masyarakat Dalam Pembangunan Dan Masyrakat Madani
Di Indonesia, 1–11.
Selatan, S., Pelawe, D., Musi, P., & Rawas, M. (2015). Why Adopt E-voting ? Study on
Village Leader Elections in Musi Rawas , South Sumatera.

Sikki, M. I., Guritman, S., Rahmawan, H., Bogor, I. P., & Dramaga, K. I. P. B. (n.d.). No
Title, 107–114.

Anda mungkin juga menyukai