Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG.
Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang
Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Dengan ratifikasi Konvensi
PBB tersebut, maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis
kelamin (laki–laki – perempuan) harus dihapus. Misalnya, perlakuan pemberian upah buruh
wanita dibawah upah buruh pria harus dihapus, begitu pula dunia politik bukanlah milik pria
maka perempuan harus diberi kesempatan yang sama menduduki posisi dalam partai politik
maupun pemerintahan.
Dengan demikian terjadi perbedaan penghargaan terhadap pria dan wanita, bukan karena
jenis kelaminnya tetapi karena perbedaan pada prestasi. Kita harus menyadari bahwa
pembangunan suatu negara, kesejahteraan dunia, dan usaha perdamaian menghendaki
partisipasi maksimal kaum wanita atas dasar persamaan dengan kaum pria. Kita tidak dapat
menyangkal besarnya sumbangan wanita terhadap kesejahteraan keluarga dan membesarkan
anak . Hal ini menunjukan keharusan adanya pembagian tanggung jawab antara pria dan
wanita dan masyarakat sebagai keseluruhan, bukan dijadikan dasar diskriminasi.
Berbagai upaya untuk menyeratakan antara pria dan wanita terus dilakukan oleh berbagai
pihak, tetapi tetap saja perlakukan diskriminatif terhadap wanita dan anak anak ternyata dari
tahun ke tahun meningkat.
Mariana Amiruddin (Komisioner Komnas Perempuan) menyebutkan bahwa di tahun 2019
ada kenaikan 14% kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu sejumlah 406.178 kasus. Data
tersebut dihimpun dari tiga sumber yakni Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Agama
(PA), lembaga layanan mitra komnas perempuan, dan Unit Pelayanan Rujukan (UPR).
Mariana menjelaskan bahwa pada Catahu 2019 ditemukan fakta baru tentang kekerasan
terhadap perempuan yakni perkosaan dalam pernikahan (marital rape), incest, kekerasan
dalam pacaran (KDP), cybercrime, dan kekerasan seksual pada perempuan disabilitas.
Kendati beberapa darinya adalah jenis kasus lama, namun jenisnya semakin beragam (dikutip
: https://www.jurnalperempuan.org/warta-feminis/catatan-tahunan-2019-komnas-perempuan-
kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-meningkat)
Bahwa data tersebut adalah data yang muncul dipermukaan yang terdeteksi, terupdate di
lembaga-lembaga resmi, dimana korban diberikan keberanian untuk mengungkapkan dan
atau mungkin karena tanpa sengaja terketahui oleh khalayak masyarakat, sehingga korban
mendapatkan perlindungan dari pihak yang berwenang.
Tidak bisa dipungkiri, dan nyata dilapangan ternyata masih banyak yang tidak tersentuh,
bahkan korban sama sekali bungkam, terperdaya selama bertahun tahun, dan tidak sedikit
pula yang akhirnya menjadi trauma, gangguan kejiawaan, bahkan meninggal dunia.
Adalah sudah seharusnya selain dilakukan penerimaan pengaduan dari masyarakat
KOMNAS PEREMPUAN juga menjemput bola atas apa saja yang terjadi yang tidak
tampak di permukaan, bagaimana caranya maka akan terbahas dalam Karya Ilmiah yang
Penulis buat ini.

2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan Latar belakang tersebut diatas maka merumuskan mengidentifikasikan masalah
pelecehan tersebut sebagai berikut
1. Apa yang dimaksud Pelecehan seksual ?
2. Apa saja dampak Pelecehan seksual ?
3. Apa saja pencegahan dan penanganannya ?
4. Apa saja Undang-Undang yang mengatur ?

3. TUJUAN
Diharapkan dengan Penulisan ini dapat memberikan masukan kepada KOMNAS PEREMPUAN
untuk bisa mengantisipasi dan atau meminimalisir terjadinya pelecehan dan atau tindak
kejahatan terhadap perempuan.

BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN PELECEHAN SEKSUAL

Definisi arti Pelecehan seksual secara umum adalah perilaku pendekatan-pendekatan


yang terkait dengan seks yang Tak Diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan
seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada seks. (dikutip :
https://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual)

Pada yang terlihat dalam masyarakat Pelecehan seksual yang sering menjadi sorotan adalah
perempuan dan anak-anak, namun korban pelecehan seksual bisa menimpa siapa saja, tidak
harus perempuan dan tidak harus lawan jenis, terkadang banyak terjadi Pelecehan seksual
diterima juga korban laki laki, pelakunyajuga laki laki (sodomi), bisa jadi korban adalah
lawan jenis atau sesama jenis, bisa dewasa bisa juga anak-anak.

Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang
dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Bentuk
pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan
aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat
kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual
terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali dalam konteks non-
seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik
(kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis), atau menggunakan anak
untuk memproduksi pornografi anak (Dikutip
:https://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual_terhadap_anak)
Pelecehan seksual anak yang dilakukan oleh anak mengacu pada bentuk pelecehan
seksual anak di mana anak prepuber adalah korban pelecehan seksual oleh satu atau lebih
anak lain atau remaja dan di mana tidak ada orang dewasa yang terlibat langsung. Istilah ini
menggambarkan aktivitas seksual di antara anak-anak yang terjadi tanpa persetujuan, tanpa
kesetaraan, atau sebagai akibat dari paksaan. Ini termasuk ketika salah satu dari anak-anak
menggunakan kekuatan fisik, ancaman, tipu daya atau manipulasi emosionaluntuk
memperoleh kerja sama. Pelecehan seksual anak yang dilakukan oleh anak dibedakan lebih
jauh dari bermain seksual secara normatif atau rasa ingin tahu pada anatomi dan eksplorasi
(yaitu "bermain dokter ") karena terbuka dan tindakan sengaja diarahkan pada rangsangan
seksual atau orgasme. Dalam banyak kasus, inisiator melakukan eksploitasi kepada anak
lain yang naif, dan korban tidak menyadari sifat dari apa yang terjadi kepada mereka.
Ketika pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu saudara itu dikenal sebagai
"kekerasan antar saudara". (https://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual_terhadap_anak).
2. JENIS JENIS PELECEHAN SEKSUAL

3. TIPE TIPE PELECEHAN SEKSUAL

Pelecehan seksual terhadap anak mencakup berbagai pelanggaran seksual, termasuk:

 Pelecehan seksual - istilah ini didefinisikan sebagai suatu tindak pidana di mana
seseorang yang telah dewasa menyentuh anak di bawah umur untuk tujuan
kepuasan seksual, misalnya perkosaan (termasuk sodomi), dan penetrasi seksual
dengan objek. Termasuk sebagian besar negara bagian Amerika Serikat dalam
definisi mereka tentang kekerasan seksual, ada kontak penetratif tubuh di bawah
umur, bagaimanapun sedikit, jika kontak dilakukan untuk tujuan kepuasan seksual.
 Eksploitasi seksual - istilah ini didefinisikan sebagai suatu tindak pidana di mana
orang dewasa melakukan kekerasan terhadap anak di bawah umur untuk promosi,
kepuasan seksual, atau keuntungan, misalnya melacurkan anak, dan menciptakan
atau melakukan perdagangan pornografi anak.
 Perawatan seksual - menentukan perilaku sosial dari pelaku seks anak yang
potensial yang berusaha untuk membuat mereka menerima rayuan yang lebih
sedikit, misalnya di ruang bincang-bincang daring.[94]

4. DAMPAK PELECEHAN SEKSUAL

Dampak atau efek dari Pelecehan seksual terhadap anak – anak sangatlah luar biasa, berikut
terurau dibawah ini : ( https://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehanseksualterhadapanak)

A. Kerusakan psikologi
Pelecehan seksual anak dapat mengakibatkan kerugian baik jangka pendek dan jangka
panjang, termasuk psikopatologi di kemudian hari. Dampak psikologis, emosional,
fisik dan sosialnya meliputi depresi, gangguan stres pasca
trauma, kegelisahan, gangguan makan, rasa rendah diri yang buruk, gangguan
identitas pribadi dan kegelisahan; gangguan psikologis yang umum
seperti somatisasi, sakit saraf, sakit kronis, perubahan perilaku seksual, masalah
sekolah/belajar; dan masalah perilaku termasuk penyalahgunaan obat terlarang,
perilaku menyakiti diri sendiri, kekejaman terhadap hewan,[36][37][38] kriminalitas ketika
dewasa dan bunuh diri. Pola karakter yang spesifik dari gejala-gejalanya belum
teridentifikasi. dan ada beberapa hipotesis pada asosiasi kausalitas ini.

Efek negatif jangka panjang pada perkembangan korban yang mengalami perlakuan
berulang pada masa dewasa juga terkait dengan pelecehan seksual anak. Hasil studi
menyatakan ada hubungan sebab dan akibat dari pelecehan seksual masa kanak-kanak
dengan kasus psikopatologi dewasa, termasuk bunuh diri, kelakuan anti-sosial,

Studi telah membentuk hubungan sebab akibat antara masa kanak-kanak pelecehan
seksual dan daerah tertentu tertentu psikopatologi dewasa, termasuk kecenderungan
bunuh diri, kelakuan anti-sosial, gangguan kejiwaan paska trauma, kegelisahan, dan
kecanduan alkohol. Orang dewasa yang mempunyai sejarah pelecehan seksual pada
masa kanak-kanak, umumnya menjadi pelanggan layanan darurat dan layanan medis
dibanding mereka yang tidak mempunyai sejarah gelap masa lalu. Sebuah studi yang
membandingkan perempuan yang mengalami pelecehan seksual masa kanak-kanak
dibanding yang tidak, menghasilkan fakta bahwa mereka memerlukan biaya perawatan
kesehatan yang lebih tinggi dibanding yang tidak.

Anak yang dilecehkan secara seksual menderita gerjala psikologis lebih besar
dibanding anak-anak normal lainnya; sebuah studi telah menemukan gejala tersebut 51
sampai 79% pada anak-anak yang mengalami pelecehan seksual. Risiko bahaya akan
lebih besar jika pelaku adalah keluarga atau kerabat dekat, juga jika pelecehan sampai
ke hubungan seksual atau paksaan pemerkosaan, atau jika melibatkan kekerasan
fisik. Tingkat bahaya juga dipengaruhi berbagai faktor seperti masuknya alat kelamin,
banyaknya dan lama pelecehan, dan penggunaan kekerasan.. The social stigma of
child sexual abuse may compound the psychological harm to children, dan pengaruh
yang merugikan akan kecil dampaknya pada anak-anak yang mengalami pelecehan
seksual namun memiliki lingkungan keluarga yang mendukung atau mendampingi
paska peleceha

B. Kerusakan fisik
1. Cedera
Tergantung pada umur dan ukuran anak, dan tingkat kekuatan yang digunakan,
pelecehan seksual anak dapat menyebabkan luka internal dan pendarahan. Pada kasus
yang parah, kerusakan organ internal dapat terjadi dan dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan kematian. Herman-Giddens dan lainnya menemukan enam hal tertentu
dan enam kasus kemungkinan kematian akibat pelecehan seksual anak di Carolina
Utara antara tahun 1985 dan 1994. Para korban berkisar di usia dari 2 bulan sampai 10
tahun. Penyebab kematian termasuk trauma pada alat kelamin atau dubur dan mutilasi
seksual

2. Infeksi
Pelecehan seksual pada anak dapat menyebabkan infeksi dan penyakit menular seksual.
Tergantung pada umur anak, karena kurangnya cairan vagina yang cukup, kemungkinan
infeksi lebih tinggi. Vaginitis juga telah dilaporkan.

C. Kerusakan neurologis
Penelitian telah menunjukkan bahwa stres traumatis, termasuk stres yang disebabkan oleh
pelecehan seksual menyebabkan perubahan penting dalam fungsi dan perkembangan otak.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pelecehan seksual anak yang parah mungkin
memiliki efek yang merusak pada perkembangan otak. Ito et al. (1998) menemukan
"perbedaan besaran otak sebelah kiri dan kanan secara asimetris dan otak kiri lebih besar
terjadi pada subyek yang mengalami pelecehan; Teicher et al. (1993) menemukan bahwa
kemungkinan peningkatan "gejala seperti epilepsi lobus temporal" pada subjek yang
mengalami pelecehan; Anderson et all. (2002) mencatat perbedaan relaksasi yang tidak
normal sewaktu pemeriksaan NMR (Nuclear magnetic resonance) cerebellar vermis pada
otak orang dewasa yang mengalami pelecehan seksual masa kecil. Teicher et al. (1993)
menemukan bahwa anak pelecehan seksual dapat dikaitkan dengan berkurangnya
luas corpus callosum; berbagai studi telah menemukan hubungan berkurangnya volume
dari hippocampus kiri dengan pelecehan seksual anak; dan Ito et al. (1993) menemukan
kelainan elektrofisiologi meningkat pada anak-anak mengalami pelecehan seksual.

Beberapa studi menunjukkan bahwa pelecehan seksual atau fisik pada anak-anak dapat
mengarah pada eksitasi berlebihan dari perkembangan sistem limbik al. Teicher et.
(1993) menggunakan "Sistem limbik Checklist-33" untuk mengukur gejala epilepsi lobus
temporal ictal seperti pada 253 orang dewasa. Laporan tentang pelecehan seksual anak
dikaitkan dengan peningkatan 49% menjadi skor LSCL-33, 11% lebih tinggi
dibandingkan dengan kenaikan terkait kekerasan fisik yang dilaporkan sendiri. Laporan
dari kedua kekerasan yaitu kekerasan fisik dan seksual dikaitkan dengan peningkatan
sebesar 113%. Korban laki-laki dan perempuan sama-sama terpengaruh.

Navalta et al. (2006) menemukan bahwa dari Scholastic Aptitude Test matematika yang
dilaporkan sendiri dari puluhan sampel perempuan dengan riwayat pelecehan seksual
anak-anak berulang-ulang secara signifikan mendapatkan nilai matematika yang lebih
rendah daripada yang dilaporkan sendiri dengan menggunakan nilai SAT dengan sampel
yang tidak pernah dilecehkan. Karena subjek pelecehan verbal mendapatkan nilai SAT
yang tinggi, mereka berhipotesis bahwa nilai matematika yang rendah dari SAT bisa
"berasal dari sebuah cacat dalam integrasi belahan otak." Mereka juga menemukan
hubungan kuat antara gangguan memori jangka pendek untuk semua kategori diuji
(verbal, visual, dan global) dan durasi dari pelecehan.

II.3. PENCEGAHAN DAN PENANGANANYA

II.4. UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR TENTANG PELECEHAN SEKSUAL

Anda mungkin juga menyukai