id/2013/11/laporan-
pendahuluan-fraktur-tibia.html
Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia
A.Anatomi Fisioligi
Fisiologi
Menurut Long, B.C, fungsi tulang secara umum yaitu :
1. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh.
2. Melindungi organ-organ tubuh (contoh:tengkorak melindungi otak)
3. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak).
4. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium dan posfor)
5. Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum tulang).
Menurut Price, Sylvia Anderson, Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi
oleh mineral dan hormon :
1. Kalsium dan posfor tulang mengandung 99 % kalsium tubuh dan 90 % posfor.
Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara hubungan terbalik, kalsitonin dan hormon
paratiroid bekerja untuk memelihara keseimbangan.
2. Kalsitonin diproduksi oleh kelenjar tiroid dimana juga tirokalsitonin yang memiliki efek
untuk mengurangi aktivitas osteoklast, untuk melihat peningkatan aktivitas osteoblast
dan yang terlama adalah mencegah pembentukan osteoklast yang baru.
3 Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Dalam jumlah besar vitamin D
dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat dalam kadar hormon
paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon paratiroid tidak akan
menyebabkan absorbsi tulang sedang vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu
klasifikasi tulang dengan meningkatkan absorbsi kalsium dan posfat oleh usus halus.
4.Paratiroid Hormon, mempunyai efek langsung pada mineral tulang yang
menyebabkan kalsium dan posfat diabsorbsi dan bergerak melalui serum. Peningkatan
kadar paratiroid hormon secara perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan
aktivitas osteoklast sehingga terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum
pda hiperparatiroidisme dapat menimbulkan pembentukan batu ginjal.
5.Growth Hormon (hormon pertumbuhan), disekresi oleh lobus anterior kelenjar pituitary
yang bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah
matriks tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.
6.Gluikokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein. Hormon ini
dapat meningkatkan atau menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau
meningkatkan matriks organ tulang dan membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan
posfor dari usus kecil.
7.Estrogen menstimulasi aktifitas osteoblast. Penurunan estrogen setelah menopause
mengurangi aktifitas osteoblast yang menyebabkan penurunan matriks organ tulang.
Klasifikasi tulang berpengaruh pada osteoporosis yang terjadi pada wanita sebelum
usia 65 tahun namun matriks organiklah yang merupakan penyebab dari osteoporosis.
A.Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patahnya tulang yang
utuh, yang biasanya di sebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang di
tentukan jenis dan luas trauma.(lukman 2007,hal 26)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan atau tulang
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Arif Mansjoer, 2000, hal 346).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddath, 2002, hal 2357).
Patah batang tibia merupakan fraktur yang sering terjadi dibanding fraktur batang
tulang panjang lainnya. (Sjamjuhidajat & Wim de Jong, 2004, hal 886)
B.Etiologi
Fraktur disebabkan oleh :(Arif Muttaqin, 2008, hal 70)
a.Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat komuniti dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b.Trauma tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma
tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh.
Fraktur juga dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan kontraksi otot ekstrim. (Brunner & Suddart, 2002, hal 2357)
Fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebih oleh tulang
( lukman 2007,hal 26)
Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh :
1) Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang
2) Usia penderita
3) Kelenturan tulang
4) Jenis tulang
Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor
biasanya menyebabkan patah tulang
C.Patofisiologi
Fraktur dapat terjadi karena trauma / rudapaksa sehingga dapat menimbulkan luka
terbuka dan tertutup. Fraktur luka terbuka memudahkan mikroorganisme masuk
kedalam luka tersebut dan akan mengakibatkan terjadinya infeksi.
Pada fraktur dapat mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sendi, tulang
bahakan kulit pada fraktur terbuka sehingga merangsang nociseptor sekitar untuk
mengeluarkan histamin, bradikinin dan prostatglandin yang akan merangsang serabut
A-delta untuk menghantarkan rangsangan nyeri ke sum-sum tulang belakang,
kemudian dihantarkan oleh serabut-serabut saraf aferen yang masuk ke spinal melalu
“dorsal root” dan sinaps pada dorsal horn. Impuls-impuls nyeri menyeberangi sum-sum
belakang pada interneuron-interneuron dan bersambung dengan jalur spinal asendens,
yaitu spinothalamic tract (STT) dan spinoreticuler tract (SRT). STT merupakan sistem
yang diskriminatif dan membawa informasi mengenai sifat dan lokasi dari stimulus
kepada thalamus kemudian ke korteks untuk diinterpretasikan sebagai nyeri.
Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi norepinephrin, sarap
msimpatis terangsang untuk mengaktifasi RAS di hipothalamus mengaktifkan kerja
organ tubuh sehingga REM menurun menyebabkan gangguan tidur.
Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak (imobilisasi) disebabkan nyeri bertambah
bila digerakkan dan nyeri juga menyebabkan enggan untuk bergerak termasuk
toiletening, menyebabkan penumpukan faeses dalam colon. Colon mereabsorpsi cairan
faeses sehingga faeses menjadi kering dan keras dan timbul konstipasi.
Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya dekubitus, yaitu
luka pada kulit akibat penekanan yang terlalu lama pada daerah bone promenence.
Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan ancaman akan integritas
stubuh, merupakan stressor psikologis yang bisa menyebabkan kecemasan.
Terputusnya kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat mengakibatkan cedera neuro
vaskuler sehingga mengakibatkan oedema juga mengakibatkan perubahan pada
membran alveolar (kapiler) sehingga terjadi pembesaran paru kemudian terjadi
kerusakan pada pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi
tubuh untk memenuhi kebutuhan oksigen.
Rudapaksa atau trauma berat Penyakit (Osteoporosis)
Fraktur
↓
Adanya hubungan Luka terbuka
dengan dunia luar ↓
↓ Terputusnya kontinuitas jaringan
Organisme merugikan ↓
mudah masuk Nyeri saat digerakan
↓ dan keengganan bergerak Merangsang
Resikoinfeksi ↓ nociceptor
Kerusakan mobilitas fisik sekitar untuk
↓ mengeluarka
Mobilisasi sekret terganggu histamin,
↓ bradikinin,
Kerusakanpertukarangas prostaglandin
↓
Nyeri
dihantarkan
melalui
Serabut A-delta
dan
↓
Cedera vaskuler, Penekanan yang terlalu Tirah baring yang cukup Sumsum tulang
pembentukan trombus lama lama belakang
↓ ↓ ↓ ↓
Oedema Sirkulasi darah Bising usus menurun Serabut saraf
↓ terganggu ↓ aferen
DisfungsiNeurovaskuler ↓ Retensi faeces dalam ↓
Pemenuhan nutrisi dan colon Spinal melalui
O2ke jaringan menurun ↓ sinap
↓ ↓ Cairan faeces padadorsal
perubahan aliran darah Ischemia direabsorpsi oleh colon rootdan sinap
↓ ↓ ↓ padadorsal
Perubahan membran Nekrosis jaringan faeces kering horn
Alveolar (kapiler) ↓ ↓ ↓
↓ Dekubitus Konstipasi Spinal assenden
edema paru (STT/SRT)
↓ ↓
↓
kerusakanpertukaran Ancaman integritas Thalamus
gas ↓ ↓
Stressor Kortek Serebri
↓ ↓
cemas TimbulNyeri
↓
Merangsang
RAS di
Hipothalamus
↓
REM Menururn
↓
Terjaga
D.Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.
(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna
D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan
Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
E.Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddart (2002; 2358) Manifestasi klinis fraktur adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan
lokal, dan perubahan warna.
1.Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untum meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
(terliahat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan
ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5-5cm (1-2 inchi).
4.Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji kreptus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam
atau cedera.
F.Komplikasi
Brunner dan Suddarth (2002; 2365) membagi komplikasi fraktur kedalam empat
macam, antara lain :
1. Syok hipovolemik atau traumatik yang terjadi karena perdarahan dan kehilangan
cairan ekstra sel kejaringan yang rusak.
2. Sindrome emboli lemak (terjadi dalam 24 sampai 72 jam setelah cedera). Berasal
dari sumsum tulang karena perubahan tekanan dalam tulang yang fraktur mendorong
molekul-molekul lemak dari sumsum tulang masuk ke sistem sirkulasi darah ataupun
karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres.
3. Sindrom Kompartemen terjadi karena perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa diakibatkan karna:
a. Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu
ketat atau gips atau balutan yang terlalu menjerat
b. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema.
4. Tromboemboli, infeksi dan Koagulopati Intravaskuler Desiminata (KID)
G.Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b.Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d.Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menurun
( pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
e.Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
(Doenges, 2000 : 762
H.Penatalaksanaan
Menurut Price, Sylvia Anderson, alih bahasa Peter Anugerah, (1994:1187), empat
konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur :
1. Rekognisi, menangani diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian
dibawa ke rumah sakit.
2. Reduksi, reposisi fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan letak
normal, usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
3.Retensi, menyatakan metoda-metoda yang dilaksanakan untuk menahan fragmen-
fragmen tersebut selama penyembuhan.
4.Rehabilitasi, dimulai segera setelah dan sesudah dilakukan bersamaan pengobatan
fraktur, untuk menghindari atropi otot dan kontraktur sendi.
I.Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan tahap yang paling
enentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan
data (Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 24).
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien dengan
menggunakan teknik anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan observasi.
a. Biodata Klien
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena biasanya
laki-laki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat kecelakaan bermotor, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
diagnosa medis, nomor medrek dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat dilakukan
pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan
keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan kesehatan.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai dengan dibawa
ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan menggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative), apa yang menyebabkan gejala bertambah berat dan apa
yang dapat mengurangi gejala.
Q (Quality/Quantity), bagaimana gejala dirasakan klien dan sejauh mana gejala
dirasakan.
R (Region/Radiation) dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar? apa yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut ?
S (Saferity/Scale), seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan? Pada skala berapa?
T (Timing), berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala mulai dirasakan,
apakah ada perbedaan intensitas gejala misalnya meningkat di malam hari.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat trauma, riwayat penyakit
tulang seperti osteoporosis, osteomalacia, osteomielitis, gout ataupun penyakit
metabolisme yang berhubungan dengan tulang seperti diabetes mellitus (lapar terus-
menerus, haus dan kencing terus–menerus), gangguan tiroid dan paratiroid.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Hal yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluartga klien terdapat penyakit keturunan
ataupun penyakit menular dan penyakit-penyakit yang karena lingkungan yang kurang
sehat yang berdampak negatif pada kesehatan anggota keluarga termasuk klien.
c. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
terhadap berbagai sistem tubuh.
1) Keadaan Umum
Klien yang mengalami immobilisasi perlu dilihat dalam hal penampilan, postur tubuh,
kesadaran, gaya berjalan, kelemahan, kebersihan dirinya dan berat badannya.
2) Sistem Pernafasan
Bentuk hidung, ada atau tidaknya sekret, PCH (Pernafasan Cuping Hidung),
kesimetrisan dada dan pernafasan, suara nafas dan frekwensi nafas. Pengaturan
pergerakan pernafasan akan mengakibatkan adanya retraksi dada akibat kehilangan
koordinasi otot. Ekspansi dada menjadi terbatas karena posisi berbaring akibatnya
ventilas paru menurun sehingga dapat menimbulkan atelektasis. Akumulasi sekret pada
saluran pernafasan mengakibatkan terjadinya penurunan efisiensi siliaris yang dapat
menyebabkan pembersihan jalan nafas yang tidak efektif. Kelemahan pada otot
pernafasan akan menimbulkan mekanisme batuk tidak efektif.
3) Sistem Kardiovaskuler
Warna konjungtiva pada fraktur, terutama fraktur terbuka akan terlihat pucat
dikarenakan banyaknya perdarahan yang keluar dari luka, terjadi peningkatan denyut
nadi karena pengaruh metabolik, endokrin dan mekanisme keadaaan yang
menghasilkan adrenergik sereta selain itu peningkatan denyut jantung dapat
diakibatkan pada klien immobilisasi. Orthostatik hipotensi biasa terjadi pada klien
immobilisasi karena kemampuan sistem syaraf otonom untuk mengatur jumlah darah
kurang. Rasa pusing saat bangun bahkan dapat terjadi pingsan, terdapat kelemahan
otot. Ada tidaknya peningkatan JVP (Jugular Vena Pressure), bunyi jantung serta
pengukuran tekanan darah. Pada daerah perifer ada tidaknya oedema dan warna pucat
atau sianosis.
4) Sistem Pencernaan
Keadaan mulut, gigi, bibir, lidah, kemampuan menelan, peristaltik usus dan nafsu
makan. Pada klien fraktur dan dislokasi biasanya diindikasikan untuk mengurangi
pergerakan (immobilisasi) terutama pada daerah yang mengalami dislokasi hal ini dapat
mengakibatkan klien mengalami konstipasi.
5) Sistem Genitourinaria
Ada tidaknya pembengkakan dan nyeri daerah pinggang, palpasi vesika urinaria untuk
mengetahui penuh atau tidaknya, kaji alat genitourinaria bagian luar ada tidaknya
benjolan, lancar tidaknya pada saat klien miksi serta warna urine. Pada klien fraktur dan
dislokasi biasanya untuk sementara waktu jangan dulu turun dari tempat tidur, dimana
hal ini dapat mengakibatkan klien harus BAK ditempat tidur memaskai pispot sehingga
hal ini menambah terjadinya susah BAK karena klien tidak terbiasa dengan hal
tersebut.
6) Sistem Muskuloskeletal
Derajat Range Of Motion pergerakan sendi dari kepala sampai anggota gerak bawah,
ketidaknyamanan atau nyeri ketika bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan
observasi adanya luka pada otot akibat fraktur terbuka, tonus otot dan kekuatan otot.
Pada klien fraktur dan dislokasi dikaji ada tidaknya penurunan kekuatan, masa otot dan
atropi pada otot. Selain itu dapat juga ditemukan kontraktur dan kekakuan pada
persendian.
7) Sistem Integumen
Keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi tekstur, kelembaban, turgor,
warna dan fungsi perabaan. Pada klien fraktur dan dislokasi yang immobilisasi dapat
terjadi iskemik dan nekrosis pada jaringan yang tertekan, hal ini dikarenakan aliran
darah terhambat sehingga penyediaan nutrisi dan oksigen menurun.
8) Sistem Persyarafan
Mengkaji fungsi serebral, fungsi syaraf cranial, fungsi sensorik dan motorik sertsa fungsi
refleks.
d. Pola Aktivitas Sehari-hari
1) Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari dan kebiasaan makan-makanan yang mengandung
kalsium yang sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan tulang dan kebiasaan
minum klien sehari-hari, meliputi frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.
2) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan sistem
tubuhnya yang disebabkan oleh fraktur.
3) Pola Istirahat Tidur
Kebiasaan klien tidur sehari-hari, apakah terjadi perubahan setelah mengalani fraktur.
4) Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu dkaji sebelum
klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit.
5) Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan kebiasaan klien
berolah raga sewaktu masih sehat.
e. Aspek Psiko Sosial Spiritual
1) Data Psikologis Pengkajian psikologis yang dilakukan pada klien dengan
fraktur pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial dengan gangguan sistem
lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan
identitas diri). Pada klien fraktur adanya perubahan yang kurang wajar dalam status
emosional, perubahan tingkah laku dan pola koping yang tidak efektif.
2) Data sosial
Pada data sosial yang dikaji adalah hubungan klien dengan keluarga dan hubungan
klien dengan petugas pelayanan kesehatan.
3) Data Spiritual
Perlu dikaji agama dan kepribadiannya, keyakinan dan harapan yang merupakan aspek
penting untuk penyembuhan penyakitnya.
f. Data Penunjang
Menurut Doengoes et. al (2002:762), pemeriksaaan diagnostik yang biasa
dilakukan pada pasien dengan fraktur:
1) Pemeriksaan rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
2) Computed Tomography (CT-SCAN).
Memperlihatkan fraktur dan dislokasi, dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak dan untuk mengetahui lokasi dan panjangnya patah tulang
didaerah yang sulit dievaluasi.
3) Arteriogram
Dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan vaskuler.
4) Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar haemoglobin yang biasanya lebih rendah
karena perdarahan akibat trauma. Hematokrit mungkin meningkat atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple). Kreatinin
(trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal). Profil koagulasi
(perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel atau cedera hati).
2. Analisa Data
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan masalahnya
kemudian dianalisa dengan menggunakan tabel yang terdiri dari nomer, data yang
terdiri dari data subjektif dan objektif, etiologi dan masalah, sehingga menghasilkan
suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang nantinya akan menjadi diagnosa
keperawatan.
Diagnosa Keperawatan
Doenges et.al (2000; 762-775) merumuskan delapan diagnosa keperawatan,
Brunner dan Suddarth (2002; 2363) merumuskan tiga diagnosa keperawatan yang
dapat terjadi pada fraktur tertutup dan Engram, Barbara (1999; 268-271) merumuskan
lima diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur.
Dari tiga pendapat tersebut dapat di simpulkan bahwa diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada gangguan sistem muskuloskeletal dengan fraktur adalah:
1.Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada
jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan
lingkungan akibat fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal.
4.Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi dan terpasangnya
alat fiksasi.
5.Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas
usus
6.Kerusakan pola istirahat dan tidur behubungan dengan nyeri
7. Depisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan akibat fraktur.
8.Resiko disfungsi Neurovaskuler berhubungan dengan cedera vaskuler
9.Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru dan mobilisasi
sekret tidak adekuat
10. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera
pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi
Tupan : Nyeri hilang.
Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari di harapkan nyeri
berkurang, dengan kriteria :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang.
b. Skala nyeri menjadi 2 dari skala nyeri 0-5
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD = 120/80 mmHg; RR = 16-24
x/menit; N = 60-80 x/menit; S = 36,5-37,50 C).
d. Klien dapat melakukan teknik distraksi dan relaksasi yang tepat.
Rencana :
Tabel 2.4
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera
pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi
Intervensi rasionalisasi
Pertahankan imobilisasi Menghilangkan nyeri dan
bagian yang sakit dengan mencegah kesalahan posisi
tirah baring, gips, pembebat, tulang/tegangan jaringan yang
traksi. cedera.
Tinggikan dan sokong Untuk meingkatkan aliran darah
ekstremitas yang mengalami balik vena, menurunkan edema,
luka/fraktkur. menurunkan nyeri.
Kaji tngkat nyeri klien Dengan menkaji tingkat nyeri klien
untuk keefektifan pengawasan
intervensi. Tingkat ansietas dapat
mempengaruhi persepsi/reaksi
Lakukan tekhnik distraksi terhadap nyeri.
dengan cara mengajak klien Dengan melakukan teknik distraksi
berbincang-bincang pada klien dengan cara berbincang-
bincang, dapat mengalihkan
Berikan alternatif tindakan perhatian klien tidak hanya tertuju
kenyamanan, contoh pijatan, pada nyeri.
pijatan punggung, perubahan Meningkatkan sirkulasi umum ;
posisi. msnurunkan area tekanan lokal dan
Lakukan dan awasi latihan kelelahan otot.
rentang gerak pasif/aktif.
Mempertahankan
Dorong klien untuk kekuatan/mobilitas otot yang sakit
menggunakan teknik dan memudahkan resolasi inflamasi
manajemen stres, contoh pada jaringan yang cedera.
relaksasi progresif, latihan Memfokuskan kembali perhatian,
napas dalam, imajinasi meningkatkan rasa kontrol, dan
visualisasi. Sentuhan dapat meningkatkan kemampuan
terapeutik. koping dalam manajemen nyeri,
yang mungkin menetap untuk
periode lebih lama.
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
PerencanaanDan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta.
Intervensi Rasionalisasi
a. Lakukan rentang gerak aktif Mencegah/menurunkan insiden
pada anggota gerak sehat komplikasi kulit, menghindari spasme
sedikitnya 4 kali/hari otot, dan gerak aktif meningkatkan
kemandirian dalam pergerakkan
b. Lakukan latihan rentang gerak Gerak pasif dapat mencegah
pasif pada anggota gerak yang kontraktur, dan dengan cara disangga,
sakit dengan hati-hati, dan agar tidak terjadi pergeseran pada
sangga ekstrimitas yang fraktur. tulang yang fraktur
c. Ubah posisi setiap 2-4 jam
Melancarkan sirkulasi sehingga
mempercepat penyembuhan serta
mencegah/menurunkan insiden
d. Tingkatkan latihan gerak komplikasi kulit.
secara perlahan. d. Rentang grak secara bertahap
Hari kedua post op, klien bisa dimungkinkan tidak menyebabkan
duduk di tempat tidur dengan keterkejutan pada klien
nyaman
Hari ketiga post op, klien
bisa turun dari tempat tidur dan
jalan-jalan di sekitar dengan
tangan yang fraktur disangga
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 769) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
O
b
s
e T
a
v n
a d
s a
p
u e
k r
a k
u i
n r
a
u a
k n
p
e g
ma
b n
e g
n r
e
u n
k .
a
n
b
u
k D
a
e p
p a
it t
asi, perubahan warna kulit, bau mengindikasikan timbulnya infeksi
drainage yang tidak enak/asam. lokal/nekrosis jaringan yang dapat
2. Kaji sisi pen/kulit, perhatikan menimbulkan adanya osteomeilitis.
keluhan peningkatan nyeri/rasa
terbakar atau adanya oedema, Dapat mencegah kontaminasi
eritema, drainage / bau tak enak. silang dan kemungkinan infeksi.
3. Berikan perawatan pen/kawat Kekuatan otot, spasme tonik otot
steril sesuai protokol dan latihan rahang dan disphagia menunjukan
mencuci tangan. adanya tetanus.
4. Kaji tonus otot, reflek tendon Adanya drainage purulen akan
dalam dan kemampuan untuk memerlukan kewaspadaan luka untuk
berbicara. mencegah kontaminasi silang.
Antibiotik spektrum luas dapat
5. Lakukan prosedur isolasi. digunakan secara propilaktip pada
mikroorganisme khusus.
Leukositosis biasanya ada dengan
6. Berikan obat sesuai dengan proses infeksi.
indikasi, contoh antibiotik IV/topikal.
7. Kolaborasi pemeriksaan
laboraorium, hitung darah lengkap.
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
Intervensi Rasionalisasi
a. Kaji kulit untuk luka Memberikan informasi tentang
terbuka, benda asing, sirkulasi kulit dan masalah yang
kemerahan, perdarahan, mungkin disebabkan oleh alat
perubahan warna, kelabu, dan/atau pemasangan bebat atau
memutih. traksi, atau pembentukan edema
yang membutuhkan intervensi medik
lanjut.
b. Masase kulit dan Menurunkan tekanan konstan
penonjolan tulang. pada area yang peka da risik
Pertahankan tempat kering abrasi/kerusakan kulit
dan bebas kerutan.
Tempatkan bantalan
air/bantalan lain bawah
kiku/tumit sesuai inidikasi. Posisi yang tak tepat dapat
c. Kaji posisi bebat pada alat menyebabkan cedera
traksi kulit/kerusakan.
Intervensi Rasionalisasi
Berikan makanan kecil, Meningkatkan relaksasi dengan
susu hangat sore hari perasaan mengantuk
Turunkan jumlah minum Menurunkan kebutuhan akan
sore hari, lakuikan berkemih bangun untuk pergi ke kamar mandi
sebelum tidur
Batasi masukan makanan Kafein dapat memperlambat klien
dan minuman mengandung untuk tidur dan memopengaruhi tidur
kafein tahap REM.
Sumber : Doengoes, et. al. (2000, hal 493, 385). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
Intervensi Rasional
1. Melatih klien untuk Dengan tindakan tersebut akan
melakukan pergerakan yang meningkatkan ketegangan otot
melibatkan daerah abdomen abdomen yang membantu
seperti miring kanan dan miring peningkatan peristaltik sehingga
kiri. feses yang keluar lancar.
Intervensi Rasionalisasi
Beri informasi tentang Dengan memberikan informasi
pentingnya perawatan diri dapat menambah wawasan
bagi klien pengetahuan klien tentang cara
Bantu dan fasilitasi klien
perawatan diri yang benar
dalam melakukan personal Dengan menyediakan dan
higiene mendekatkan akan mendorong
kemandirian klien dalam hal
Jaga kebersihan pakaian melakukan aktivitas
dan alat tenun klien Pakaian yang bersih dan alat
Berikan lotion dan talk tenun yang kering dapat mencegah
setelah mandi terjadinya gatal.
Untuk meningkatkan rasa nyaman
klien dan dapat mencegah terjadinya
biang keringat
Sumber:Doengoes, et. al. (2000, hal 301). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
Intervensi Rasionalisasi
a. Jalin rasa percaya Rasa percaya dapat melahirkan
keterbukaan
b. Kaji ulang tingkat Dapat mengetahui derajat
kecemasan klien kecemasan klien sehingga
memudahkan intervensi selanjutnya
Beban kecemasan dapat
c. Berikan kesempatan berkurang dengan diekspresikan
mengekspresikan Dengan mengetahui penyakit,
perasaannya dimungkinkan klien akan merasa
d. Berikan penjelasan tenang
tentang penyakit yang
diderita Dimungkinkan dapat mengetahui
hal yang tidak diketahui
e. Berikan kesempatan
bertanya untuk
Sumber: Doengoes, et. al. (2000, hal 922) . Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
10. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru dan mobilisasi
sekret tidak efektif
Tupan : pola nafas adequat
Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam tidak ditemukannya
tanda-tanda ketidak efektifan pola nafas, dengan kriteria:
a. Mempertahankanpola nafas adequat
b. Frekuensi nafas 12-24x/menit
c. Tidak adanya dispneu/sianosis
Rencana:
Tabel 2.13
Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
Edema paru dan mobilisasi sekret tidak efektif
Intervensi Rasionalisasi
a. Awasi frekuensi pernafasan Tarkifne, dispnea, dan
dan upayanya. Perhatikan perubahan dalam mental dan tanda
stridor, penggunaan otot dini insufisiensi pernafasan dan
bantu, retraksi, terjadinya mungkin hanya indikator terjadinya
sianosis sentral. emboli paru tahap awal
Perubahan dalam bunyi
b Auaskultasi bunyi nafas adventisius menunjukan terjadinya
perhatikan terjadinya ketidak komplikasi pernafasan
samaan Dapat mencegah terjadinya
emboli lemak, yang erat
c. Atasi jaringan cedera/tulang hubungannya dengan fraktur.
dengan lembut, khusunya Menungkatkan ventilasi alveolar
selama beberapa hari dan prfusi. Reposisi meningkatkan
pertama drimnage sekret dan menurunkan
kongesti pada area dependen.
d. Bantu dalam latihan nafas Hemodialisa dapat terjadi
dalam dengan emboli paru
Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan dan menilai data yang baru (Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 89).
Menurut wilknison (2007; dalam Nurjanah, Intansari. 2010; 186) implementasi
yang bisa dilakukan oleh perawat terdiri
dari: do (melakukan),delegate (mendelegasikan) dan record (mencatat).
Evaluasi
Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid (2009; 94-96) menjelaskan bahwa evaluasi
adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang
diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi bertujuan untuk mengakhiri rencana tindakan keperawatan, memodifikasi
rencana tindakan keperawatan dan meneruskan rencana keperawatan.
Evaluasi terdiri dari evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada
etiologi dan dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan
berhasil. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan
secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan
keberhasikan/ketidak berhasilan, rekaputasi dan kesimpulan status kesehatan klien
sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
3.Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC
4.Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III. Jakarta :
EGC.
KONSEP DASAR
OPEN FRAKTUR TIBIA FIBULA (CRURIS)
1. Pengertian
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikena stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer Suzanne, C 2001).
Jenis Fraktur
Fraktur komplet :
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
Fraktur tidak komplet :
Patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
Fraktur tertutup :
Fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
Fraktur terbuka :
Fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang
Greenstick :
Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkak
Transversal :
Fraktur sepanjang garis tengah tulang
Kominutif :
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
Depresi :
Fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
Kompresi :
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
Patologik :
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya
2. Etiologi
Kekerasan langsung (Terkena pada bagian langsung trauma)
Kekerasan tidak langsung (Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma)
Kekerasan akibat tarikan otot
Trauma
Gerakan pintir mendadak
Kontraksi otot ekstrim
Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma
Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
Patah karena letih
3. Tanda Dan Gejala
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, hematoma,
dan edema
Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur
Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
4. Patofisiologi ( Pathway )
5. Komplikasi
Malunion : Tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya
Delayed union : Proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebih
lambat dari keadaan normal
Non union : Tulang yang tidak menyambung kembali
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan fraktur menurut Brunner and Sudarth ( 1996 : 2360 ) dan www.medicastore
diantaranya sebagai berikut :
a) Reduksi Fraktur
Reduksi tertutup, dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang keposisi semula dengan
manipulasi atau traksi manual.
Reduksi terbuka, fraktur terbuka memerlukan reduksi terbuka dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi, alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk memperthankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b) Traksi
Ada dua macam traksi yaitu traksi skelet dan kulit, Traksi kulit adalah traksi yang dipasang tidak
boleh melebihi toleransi kulit ( 2-3 kg beban tarikan ) dan untuk mengontrol spasme kulit dan
memberikan immobilisasi. Macam – macam traksi kulit diantaranya :
Traksi Buck, adalah traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya
diimmobilisasi parsial atau temporor yang diinginkan.
Traksi Russell, dapat digunakan untuk fraktur pada plato tibia, menyokong fleksi pada
penggantung dan memberikan gaya tarikan horizontal melalui pita traksi dan balutan elastis
ketungkai bawah.
Traksi skelet, dipasang langsung ketulang menggunakan pin metal atau kawat yang dimsukan
kedalam tulang disebelah distal garis fraktur, menghindari saraf, pembuluh darah, otot, tendon
sendi. Traksi skelet dipasang secara asepsis seperti pada pembedahan. Traksi skelet biasanya
menggunakan 7 – 12 kilogram umtuk mencapai efek terapi.
c) Immobilisasi Fraktur
Menurut Brunner and Suddarth fraktur direduksi fragmen tulang harus direduksi atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan, immobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi ekterna atau interna fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu,pin dan teknik gips atau fiksator eksterna
d) Pemasangan gips
Jenis – jenis gips diantaranya sebagai berikut :
Lengan pendek, memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan
Lengan panjang, memanjang dari setinggi lipat ketiak sampai disebelah proksimal lipatan telapak
tangan
Tungkai pendek, memanjang dari bawah lutut sampai dasar jari kaki
Tungkai panjang, memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari
kaki
Berjalan, gips panjang atau pendek yang di buat lebih kuat
Tubuh, melingkar di batang tubuh
Spika, melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas
Spika bahu, jaket tubuh yang melingkar batang tubuh, bahu dan siku
Spika panggul, melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah
e) Debridemen
Luka yang kemerahan biasanya terjadi pada tingkat regenerasi perbaikan jaringan yang lambat,
hal ini diperlukan sebagai perlindungan untuk mencegah kerusakan perbaikan jaringan. Luka
yang berwarna kuning adalah karakteristik utama dari zat cair atau semi cair “ slough ” yang
terkadang diberengi dengan drainasi purulen, mengirigasi luka menggunakan bahan balutan yang
dapat menyerap seperti impregnated nonadheren, balutan hidrogel, atau bahan lain yang dapat
menyerap, luka hitam adalah luka yang tertutup oleh jaringan nekrotik yang tebal atau eschar.
Luka hitam membutuhkan tindakan debridement (membuang jaringan yang nekrotik),
membuang jaringan yang nonviable dari luka harus dilakukan sebelum luka dapat disembuhkan.
Debridemen mempunyai empat cara, yaitu :
Sharp : Scapel digunakan untuk memisahkan dan membuang
jaringan yang mati
Mechanical : Dilakukan melalui gosokan kuat atau balutan basah yang
lembab
Chemical : Enzim collagen
Outolytic : Balutan mengandung moisture (lengas) seperti transparan film
Balutan/penutup luka Fungsi :
Melindungi luka dari mekanikal injury
Melindungi luka dari kontaminasi bakteri
Mempertahankan High humidity luka
Mempertahankan isolasi ternal
Menyerap drainage atau membersihkan luka atau keduanya
Mencegah hemoragik (digunakan sebagai balutan tekan atau dengan kain pembalut elastis)
Mengimmobilisasi dan mencegah injury
Tipe Balutan tergantung pada :
Lokasi ukuran maupun jenis lukanya
Banyaknya eksudat
Keadaan luka saat debridement atau adanya infeksi
Kondisi luka berpengaruh pada frekuensi penggantian balutan, sulit atau mudah pada tindakan
pengantian balutan
Menurut Barbara C . Long ( 1996 : 357 ) penatalaksanaan fraktur terbuka diantaranya:
a) Debridemen luka untuk membersihkan kotoran, benda asing, jaringan yang lepas, dan tulang
yang nekrosis
b) Pemakaian toksoid tetanus
c) Culture jaringan dari luka
d) Kompres terbuka
e) Pengobatan dengan antibiotic
f) Pemantauan gejala osteomyelitis, tetanus, dan gas gangrene
g) Menutup luka setelah diketahui tidak ada infeksi
h) Immobilisasi yang patah
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
b) Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c) Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d) Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer Suzanne, C 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta. EGC.
http://csohilait.wordpress.com/2013/10/20/askep-kasus-fraktur-terbuka-tibia-fibula/
Diakses pada tanggal 2 Maret 2014.
FRAKTUR
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka
sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka
organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat
disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat kecelakaan, terjatuh
dan luka (Bleby & Bishop, 2003).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan
oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
B. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser
dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup
ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma
kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke
arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang..
b. Adanya dislokasi
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
10. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Gambar 1. Tipe Fraktur
C. ETIOLOGI
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/
ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
1. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang. Proses
ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat
penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya :
a. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis
terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh,
yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena
akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang
dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang
padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun
remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi
sumsum tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan
suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar
adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan
dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri
atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun
atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan
terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti
banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan
pada permukaan tulang).
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan
garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan
kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium
dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam
menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan
organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi
(kemampuan menahan tekanan).
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali
dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai
mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya.
Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang
sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang
menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran
mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium
yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan
interstisium, dan darah.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres
beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara
drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen,
testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan
pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya
kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-
tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung
pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas
berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
2. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu,
dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur
seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan
tulang.
F. MANIFESTASI KLINIS
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling
terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan
pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah
tersebut.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas,
Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban
kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.
H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang
sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah
yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup
rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan
yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang
terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan
tulang hasta (radius atau ulna).
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis
avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai
fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari
sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi
dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia
keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting.
Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri
yang menetap pada saat menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa
exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam
tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi
karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki
risiko osteomyelitis yang lebih besar
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang –
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat menyebabkan
non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari
fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi
atau pergeseran.
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara
ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler
baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang
mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah
tulang baru yg menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan
keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini
dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-
sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar.
Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan
pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa
diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau
tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang
terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih
tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
Gambar 9.Fase Penyembuhan Tulang
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan
disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat
penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang
fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal adalah
yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips
adalah :
o Koreksi deformitas
o Mengurangi aktifitas
o Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan
lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi
internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas
pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan
sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
Traksi mekanik, ada 2 macam :
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam
waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
o Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan
metal.
Immobilisasi
Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat
dipertahankan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah
pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya
insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang
anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen
tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini
dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa
komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir
normal selama penatalaksanaan dijalankan
1) FIKSASI INTERNA
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang
cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi
mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan
radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang
karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal,
tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling
baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
2) FIKSASI EKSTERNA
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada
pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang.
Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk
tindakan ini.
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu
dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan dalam
penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari itu
diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.
K. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut
atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari.
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa
lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi
dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu
perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu
pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada
indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga,
perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
b. Pemeriksaan Fisik
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan
klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri
kepala.
(3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi,
simetris, tak oedema.
(5) Mata
(6)Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(7) Hidung
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(9) Thoraks
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
(b) Palpasi
(c) Auskultasi
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
(b) Palpasi
(c) Perkusi
(d) Auskultasi
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a) Look (inspeksi)
(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(3) Fistulae.
(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral
(posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua
arah, baik pemeriksa maupun klien.
(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time Normal
> 3 detik
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.
(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi
lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC)
DX
KOLABORASI
Kolaborasikan dengan do
tidak berhasil
Respiratory Monitoring
Monitor rata – rata, kedala
Latihan Keseimbangan
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Instruksikan pada pengun
dan setelah berkunjung m
Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi Gunakan sabun antimikro
Pertahankan lingkungan a
Infection Protection (p
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhad
Dorong istirahat
Diskusikan perubahan ga
mencegah komplikasi di
pengontrolan penyakit
Eksplorasi kemungkinan
tepat
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner and
Suddarth).
Macam-macam fraktur:
1. Fraktur komplit yaitu garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang, dan
fragmen tulang biasanya berubah tempat.
2. Fraktur incomplete yaitu fraktur yang melibatkan bagian potongan menyilang tulang. Salah
satu sis patah, yang lain, biasanya bengkak (Green stick).
3. Fraktur tertutup yaitu fraktur tidak meluas melewati kulit.
4. Fraktur terbuka (compound) yaitu fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi.
5. Fraktur tranversal yaitu fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang.
– Fraktur oblik (miring) yaitu fraktur yang arahnya membentuk sudut melintasi tulang yang
bersangkutan biasanya tidak stabil dan sulit diatasi.
– Fraktur spiral diakibatkan terpilihnya ekstremitas fraktur.
– Fraktur comminuted fracture yaitu tulang terpisah menjadi bagian-bagian kecil.
1. Fraktur patalogic yaitu fraktur terjadi karena adanya penyakit tulang (seperti kanker,
osteoporosis) dengan tak ada trauma atau hanya minimal.
3. Etiologi
Penyebab paling umum fraktur tibia biasanya disebabkan oleh:
1. Pukulan/benturan langsung.
2. Jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi.
3. Gerakan memutar mendadak.
4. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau penyakit primer seperti
osteoporosis.
4. Patofisiologi
– Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan
langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, atau gerakan memuntir yang keras. Fraktur tibia dan
fibula sering terjadi dalam kaitan satu sama lain. Pasien datang dengan nyeri deformitas, hematoma
yang jelas, dan edema berat. Seringkali fraktur ini melibatkan kerusakan jaringan lunak berat karena
jaringan subkutis di daerah ini sangat tipis.
– Fungsi saraf peroneus dikaji untuk dipakai sebagai data dasar. Jika fungsi saraf terganggu,
pasien tak akan mampu melakukan gerakan dorsofleksi ibu dari kaki dan mengalami gangguan
sensasi pada sela jari pertama dan kedua. Kerusakan arteri tibialis dikaji dengan menguji respons
pengisian kapiler. Gejalanya meliputi nyeri yang tak berkurang dengan obat dan bertambah bila
melakukan fleksi plantar, tegang dan nyeri tekan otot di sebelah lateral krista tibia, dan parestesia.
Fraktur dekat sendi dapat mengakibatkan komplikasi berupa hemartrosis dan keruskaan ligamen.
– Kebanyakan fraktur tibia tertutup ditangani dengan reduksi tertutup dan imobilisasi awal
dengan gips sepanjang tungkai. Reduksi harus relatif akurat dalam hal angulasi dan rotasinya. Ada
saat dimana sangat sulit mempertahankan reduksi, sehingga perlu dan dipertahankan dalam posisinya
dengan gips. Aktivitas akan mengurangi edema dan meningkatkan peredaran darah. Penyembuhan
fraktur memerlukan waktu 6 sampai 10 minggu.
– Fraktur terbuka atau komunitif dapat ditangani dengan traksi skelet, fiksasi interna dengan
batang, plat, atau naik atau fiksasi eksterna. Latihan kaki dan lutut harus didorong dalam batas alat
imobilisasi. Pembebanan berat badan dimulai sesuai resep, biasanya sekitar 4 sampai 6 minggu.
– Seperti pada fraktur ekstremitas bawah, tungkai harus ditinggikan untuk mengontrol edema.
Diperlukan evaluasi neurovaskuler berkesinambungan.
Click here to download pathway
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
2. Darah lengkap: menunjukan tingkat kehilangan darah (pemeriksaan Ht, Hb. Peningkatan sel
darah putih sebagai respons normal terhadap respon stress setelah trauma.
3. Masa pembekuan dan perdarahan
Persiapan pre operasi, biasanya normal jika tidak ada gangguan perdarahan.
1. Pemeriksaan urine
Sebagai evaluasi fungsi ginjal.
1. EKG: mendeteksi ada tidaknya kelainan pada jantung dan sebagai persiapan operasi.
7. Therapi
1. Gips untuk memberi immobilisasi, menyokong dan melindungi tulang selama proses
penyembuhan, mencegah/memperbaiki deformitas.
2. Traksi untuk mencapai aligment dengan memberi beban seminimal mungkin pada daerah
distal.
3. Prosedur operasi dengan oper reduction and internal fixation (ORIF). Dilakukan pembedahan
dan dipasang fiksasi internal untuk mempertahankan posisi tulang (misalnya: skrup, plat, pin,
kawat, paku). Alat ini bila dipasang di sisi maupun di dalam tulang, digunakan jenis yang sama
antra plate dan sekrup untuk menghindari terjadinya reaksi kimia.
4. Debridement dilakukan jika keadaan luka parah dan tidak beraturan untuk memperbaiki
keadaan jaringan lunak di sekitar fraktur.
8. Komplikasi
1. Shock hipovolemik karena perdarahan (kehilangan daerah eksternal maupun yang tidak
kelihatan).
2. Emboli lemak pada saat fraktur lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum
tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler.
3. Boneunion penyembuhan terlambat bila terdapat kerusakan jaringan yang luas yang dapat
terjadi karena infeksi.
4. Infeksi karena keadaan luka atau luka post pembedahan.
5. Kompartemen karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus
otot terlalu ketat.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif:
1. Nyeri b.d patah tulang/spasus otot, edema, dan/atau kerusakan jaringan lunak.
2. Perubahan perfusi jaringan b.d menurunnya aliran darah akibat cedera.
3. Potensial infeksi b.d trauma tulang dan kerusakan jaringan lunak.
4. Kecemasan b.d nyeri, ketidakmampuan dan gangguan mobilitas.
5. Kurang pengetahuan tentang keadaan fraktur, pilihan tindakan.
Post Operatif:
1. Nyeri b.d prosedur operasi dan keadaan luka.
2. Gangguan mobilitas fisik b. perubahan status ekstremitas bawah sesudah operasi, nyeri dan
terapi modalitas fisik.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d bertambahnya kebutuhan metabolik,
penyembuhan tulang dan penyembuhan jaringan lunak.
4. Potensial komplikasi post operasi b.d intervensi pembedahan atau imobilitas.
5. Potensial infeksi b.d kerusakan integritas jaringan/kulit.
6. Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan
di rumah.
1. 3. Rencana Tindakan
Pre Operasi
1. Nyeri b.d prosedur operasi dan keadaan luka
HYD : Nyeri berkurang ditandai dengan :
– TTV dalam kertas normal : S = 36ºִ< 37ºc 3,P = 20x / menit, N=80 x/menit, TD =120 / 80
– Pasien mengatakan nyeri berkurang
– Nyeri dalam batas
Intervensi keperawatan:
1. Obsevasi TTV tiap 4 jam
R/ menunjukkan respon terhadap nyeri
1. Kaji keluhan nyeri
R/ untuk mengetahui intervensi berikutnya
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring
R/ menghilangkan rasa nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang
1. Latih tarik nafas dalam
R/ untuk mengurangi rasa nyeri
1. Kolahorasi dengan dokter untuk tindakan selanjutnya
R/ untuk mrnghilangkan nyeri
1. Perubahan Perfusi b.d menurunnya cairan darah akibat cedera
HYD : Perfusi terpenuhi ditandai dengan:
1. TTV dalam batas normal, S = 36-37oC, TD = 120/80, N=80 x/mnt, P=18 x/mnt
2. Kulit hangat dan kering
Intervensi Keperawatan:
1. Kaji TTV tiap 3-4 jam
R/ untuk menunjukkan respon perfusi
2. Lepaskan perhiasan dari ekstrimitas yang sakit
R/ Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema
1. Kaji alirankapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada faktur
R/ Kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial.
1. Awasi posisi / lokasi alat penyangga sementara
R/ Alat dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah
Post Operasi
1. Nyeri b.d. tindakan operasi dan keadaan luka
HYD : nyeri berkurang sampai dengan hilang ditandai dengan :
1. Pasien tampak rileks
2. Mampu beradaptas dalam beraktivitas / tidur / istirahat
3. Pasien dapat menunjukkan ketrampilan relaksasi
4. Intensitas nyeri 1 – 2
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji TTV dalam 3 – 4
R/ untuk mengetahui respons nyeri
1. Kaji tingkat rasa nyeri
R/ untuk mengetahui intervensi keperawatan yang akan dilakukan
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips / traksi
R/ menghilangkan rasa nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang
1. Tinggikan ekstremitas yang fraktur
R/ meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan menurunkan nyeri
1. Hindari penggunaan sprei/bantal plassik dibawah ekstremitas
R/ dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas
1. Ajarkan teknik relaksasi
R/ untuk mengurangi rasa nyeri
1. Beri obat sesuai dengan intruksi dokter untuk pemberian analgetik
R/ untuk mengurangi rasa nyeri
1. Gangguan mobilitas pisik b.d perubahan status ektremitas bawah sesudah operasi, nyeri dan
terapi modalitas fisik
HYD : Meningkatkan/mempertahankan mobilitas fisik pada tingkat yang paling tinggi ditandai
dengan : pasien mau bergerak secara perlahan.
Intervensi keperawatan:
1. Kaji derajat mobilitas yang dapat dilakukan
R/ untuk mengindentifikasi rencana tindakan selanjutnya
1. Dorong partisipasi klien dalam aktivitas dengan rekreasi, missal : dengan menonton TV.
R/ memberi kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan fikiran
Kembali
1. Ajarkan pasien untuk bergerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit
R/ mempertahankan gerak sendi dan kekuatan otot
1. Bantu/ dorong untuk melakukan perawatan diri sendiri, misal : mencukur
R/ meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi darah
1. Awasi TD saat beraktivitas
R/ untuk mengindentifikasi keluhan pusing
1. Bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat
R/ untuk mempercepat proses penyembuhan dan adpatasi aktivitas yang dilakukan
1. Beri minum 2000 – 3000 liter / hari
R/ mempertahankan hidrasi kulit, menurunkan resiko infeksi urinarius
1. Batasi makanan yang mengandung gas, misal : kol
R/untuk mencegah konstipasi
1. Beri obot sesuai instruksi dokter untuk pemberian pencahar
R/untuk mencegah konstipasi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d bertambahnya kebutuhan metabolik
penyembuhan tulang dan penyembuhan jaringan lunak
HYD: Nutrisi terpenuhi ditandai dengan :
1. BB naik 200 gram dalam 1 bulan
2. Pasien mengatakan badannya mengalami ppenambahan BB
3. Wajah tampak segar
Intervensi :
1. Berikan batu es, air, setelah mual hilang
R/ mempertahankan cairan aadekuaaaat mencegah dehidrasi
1. Anjurkan pasien untuk makan porsi kecil tapi sering
R/ untuk memenuhi nutrisi
1. Kolaaborasi dengan dokter untuk memberikan diet tinggi kalori, vitamin, protein
R/ nutrisi penting untuk penyembuhan
1. Kurang pengetahuan tentang perubahan aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan di
rumah.
HYD: Pasien dapat mengerti tentang aktivitas yang boleh dilakukan ditandai dengan :
1. Pasien tidak bertanya dengan pertanyaan yang sama pada perawat
2. Pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
R/ untuk mengetahui rencana tindakan yang akan dilakukan
1. Diskusikan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
R/ pasien mengerti dan kooperatif
1. Libatkan keluarga dalam perawatan
R/ untuk membantu bekerjasama dalam proses perawatan
1. 4. Discharge Planning
1. Anjurkan pada pasien untuk check-up secara teratur di tempat pelayanan kesehatan.
2. Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang bergizi dan banyak mengandung
serat seperti: nasi ditambah lauk pauk dan susu.
3. Minum obat sesuai dengan instruksi dokter.
4. Saat berjalan gunakan tumpuan lebih banyak pada kaki yang tidak sakit.
5. Melatih ujung kaki untuk digerakan 1-3 kali dalam setengah jam.
6. Menjaga kebersihan luka dan segera laporkan ke tenaga kesehatan bila ada bau yang
tidak enak, ada rembesan darah keluar, demam tinggi.
7. Anjurkan untuk banyak minum 2-3 liter/hari.
8. Jelaskan penyebab dari fraktur, pengobatan dan komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC. 2002.
Doengus E. Marilynn, Mary Frances, Moorhouse, Alice, C. Geislet. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi
3. Jakarta: EGC. 1999.
Donna D. Ignatavicius, Marylin V.B. Medical Surgical Nursing: A Nursing Process
Approach.Pensylvania: WB. Saunders Company. 1991.
Lynda Juall Carpenito. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 1997.
Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson. Patofisiologi. Edisi 4. Jakarta: EGC. 1995.
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
OPEN FRAKTURE CRURIS
Defenisi
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui
kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. luka pada kulit
dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena tertembus
misalnya oleh peluru atau trauma langsung (chairuddin rasjad,2008).
Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan sedang atau
pernah berhubungan dunia luar (PDT ortopedi,2008)
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi
pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang mendapatkan stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Brunner & Suddart, 2001).
Jenis fraktur
a) Berdasarkan sifat fraktur:
1. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
2. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
b) Berdasarkan kompli/tidak komplitnya fraktur:
1. Fraktur komplit : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
2. Fraktur tidak komplit: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c) Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme trauma:
1. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkok.
2. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
3. Oblik: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding
transversal)
4. Spiral: arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
5. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
6. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
7. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
8. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget,
metastasis tulang, tumor).
9. Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya.
ANATOMI FISIOLOGI
1. Patela ( Tempurung lutut )
Sebelah atas dan bawah dari kolumna femoralis terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan
trokanter minor. Dibagian ujung berbentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang
disebut kondilus medialis dan kondilus lateralis. Diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat
letaknya tulang tempurung lutut ( patela ) yang disebut fosa kondilus
2. Tibia ( TI. Kering )
Bentuk lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os fibula, pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus medialis, bagian
dari tibia meliputi :
1) Prosesus Interkondiloid
2) Fosa interkondoloid
3) Maleolus medialis
4) Tuberositas tibia fibula ( TI betis )
5) Maleolus lateralis
6) Prosesus stiloid
3. Tarsalia ( pergelangan kaki ) terdiri dari :
1) Talus
2) Kalkaneus
3) Navikular
4) Kunaiformi
Lateralis
Inter medialis
1. Vasodilatasi
2. Pengeluaran plasma
3. Infiltrasi sel darah putih
Etiologi
Menurut Oswari E (1993):
a. Kekerasan langsung: Terkena pada bagian langsung trauma
b. Kekerasan tidak langsung: Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Menurut Barbara C Long (1996):
a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
c. Patah karena letih
Patofisiologi
Fraktur
↓
Periosteum, pembuluh darah
dan jaringan sekitarnya rusak
↓
§ Perdarahan
§ Kerusakan jaringan di ujung tulang
↓
Terbentuk hematom di canal medula
↓
Jaringan mengalami nekrosis
↓
Nekrosis merangsang terjadinya peradangan, ditandai :
Tahap penyembuhan tulang
1. Haematom :
o Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom
o Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat
o Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan
berkembang menjadi granulasi.
2. Proliferasi sel :
o Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur
o Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum
melebihi tulang.
o Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur.
3. Pembentukan callus :
o Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus.
o Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus.
o Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal.
o Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas
melebihi garis fraktur.
4. Ossification
o Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium dan bersatu di
ujung tulang.
o Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian
tengah
o Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.
5. Consolidasi dan Remodelling
o Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast.
VII.Manifestasi klinis
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan
edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
f. Peningkatan temperatur lokal
g. Kehilangan fungsi
VIII. Komplikasi
1. Umum :
o Shock
o Kerusakan organ
o Kerusakan saraf
o Emboli lemak
2. Dini:
o Cedera arteri
o Cedera kulit dan jaringan
o Cedera partement syndrom.
3. Lanjut :
o Staffnes (kaku sendi)
o Degenerasi sendi
o Penyembuhan tulang terganggu :
o Mal union
o Non union
o Delayed union
o Cross union
B. KONSEP KEPARAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
- Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek
batuk
- Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak
teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
- Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a.Aktivitas/istirahat
z kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
z Keterbatasan mobilitas
d) Sirkulasi
z Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
z Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
z Tachikardi
z Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
z Cailary refil melambat
z Pucat pada bagian yang terkena
z Masa hematoma pada sisi cedera
e) Neurosensori
Kesemutan
Deformitas, krepitasi, pemendekan
Kelemahan
f) Kenyamanan
z nyeri tiba-tiba saat cidera
z spasme/ kram otot
g) Keamanan
z laserasi kulit
z perdarahan
z perubahan warna
z pembengkakan lokal
Smeltzer Suzanne, C 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta. EGC
Price Sylvia, A, 1994, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC
Subhan, 2002, Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Musculoskeletal di Ruang Bedah
F Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, Universitas Airlangga, Surabaya.
Evelyn C . Pearce. Anatomi dan fisiolagi untuk paramedis . Jakarta : 1992
B. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh
- Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, kontraksi otot ekstrim,
- Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
- Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
C. Patofisiologis
Jenis fraktur :
§ Fraktur komplit adalah patah pada selurh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran
§ Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
§ Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.
§ Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada
kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi
menjadi : Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya dan sakit jelas,
Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan Grade III,
yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi,
merupakan yang paling berat.
Penyembuhan/perbaikan fraktur :
Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum
terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk
pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel
pembentuk tulang premitif (osteogenik) berdeferensiasi menjadi kondroblas dan
osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang akan merangsang deposisi kalsium.
Terbentuk lapisan tebal (kalus disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan
meluas, bertemu dengan lapian kalus dari fragmen yang satunya dan menyatu. Fusi
dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang
melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.Persatuan (union) tulang
provisional ini akan menjalani transformasi metaplastikuntuk menjadi lebih kuat dan
lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami re-modelling dimana osteoblas akan
membentuk tulang baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yanng rusak
sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya.
D. Manifestasi klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.
E. Komplikasi fraktur
- Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
- Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
- Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
- Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan
di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
- Shock,
- Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun,
usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
- Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang
imobiil dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila
terjadi pada bedah ortopedil
- Infeksi
- Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
- Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability.
F. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak
sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah.
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.
G. Penangganan fraktur
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
- Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka,
yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-
ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
- Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau di
pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan.
Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator
eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai
inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai
lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18
minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
- Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
§ Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
§ Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
§ Memantau status neurologi.
§ Mengontrol kecemasan dan nyeri
§ Latihan isometrik dan setting otot
§ Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
§ Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
- Imobilisasi fragmen tulang.
- Kontak frgmen tulang minimal.
- Asupan darah yang memadai.
- Nutrisi yang baik.
- Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
- Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
- Potensial listrik pada patahan tulang.
H. Diagnosa keperawatan
§ Nyeri berhubungan dengan fraktur
§ Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, tekanan dan
disuse
§ Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan
aktivitas.
§ Resiko infeksi berhubungan dengan trauma
§ Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
I. Perencanaan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Nyeri akut
Resiko Cidera
Kurang perawatan diri
Resiko infeksi
NIC :
1.Pain manajemen
- Kaji kondisi nyeri
- Observasi respon non verbal ketidaknyamanan.
- Gunakan kkomunikasi teraupetik
- Evaluasi pengalaman nyeri pasien
- Kontrol lingkungan.
- Meminimalkan faktor pencetus nyeri
- Ajarkan teknik non farmakologi
- Tingkatkan istirahat/tidur
- Pastikan pasien menerima analgetik
- Monitor pemberian analgesik.
2.Manajemen medikasi
- Tentukan obat yang ditentukan sesuai dengan order.
- Monitor efeksivitas pengobatan
- Monitor tanda-tanda toxisitas.
- Jelaskan pada pasien kerja dan efek obat.
- Ajarkan pasien memperhatikan aturan pengobatan.
3.Penkes proses penyakit
- Kaji tk. Pengetahuan pasien tentang Fraktur
- Jelaskan patofisiologi fraktur
- Jelaskan tanda, gejaa dan diskusikan terapi yang diberikan.
4.Manajemen Lingkungan
- Batasi pengunjung
- Pertahankan kebersihan tempat tidur.
- Atur posisi paien yang nyaman
NIC :
Memberikan posisi yang nyaman unuk Klien:
- Berikan posisi yang aman untuk pasien dengan meningkatkan obsevasi pasien, beri
pengaman tempat tidur
- Periksa sirkulasi periper dan status neurologi
- Menilai ROM pasien
- Menilai integritas kulit pasien.
- Libatkan banyak orang dalam memidahkan pasien, atur posisi
NIC :
Bantuan perawatan diri
- Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
- Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan
- Beri bantuan sampai pasien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
- Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
- Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
- Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
NIC :
1.Kontrol infeksi
- Batasi penginjung
- Pertahankan kebersihan lingkungan
- Ajarkan pasien teknik cuci tangan.
- Cuci tangna sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
- Gunakan teknik steril dalam perawtan luka.
- Kelola antibiotik sesuai order
- Pertahankankan intake nutrisi dan cairan.
- Jelaskan tandan dan gejala infeksi
2. Pencegahan infeksi
- Monitor tanda infeksi
- Monitor hasil Lab.
- Jelaskan pada pasien cara pencegahan infeksi
3. Monitor vital sign
NIC :
1.Terapi ambulasi
- Konsultasi dengan terapi untuk perencanaan ambulasi
- Latih pasien ROM sesuai kemampuan
- Ajarkan pasien berpindah tempat
- Monitor kemampuan ambulasi pasien
2. Pendidikan kesehatan
- Jelaskan pada pasien pentingnya ambulasi dini
- Jelaskan pada pasien tahap ambulasi
Bantuan perawatan diri dapat membantu klien dalam beraktivitas dan melatih pasien
untuk beraktivitas kembali.
Melatih latihan gerak ekstremitas pasien serta mencegah adanya kontraktur sendi dan
atropi otot
Daftar Pustaka
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Dep.Kres.RI 1995. Penerapan proses keperawatan pada klien dengan ganggua sistem
muskuloskletal. Pusat pendidikan tenaga kesehatan Dep.Kes.RI. Jakarta
Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book.
St. Louis
Long. 1996. Perawatan medikal bedah. Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan
Padjajaran. Bandung.
Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St.
Louis
Prince, Wilson. 1995. Patofisiologi konsep klinis proses-prpses penyakit , edisi 4, buku 2.
EGC. Jakarta
SABTU, 22 JANUARI 2011
Grade I Patah tulang terbuka dengan luka < 1 cm, relatif bersih, kerusakan
jaringan lunak minimal, bentuk patahan simpel/transversal/oblik.
Grade II Patah tulang terbuka dengan luka > 1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak
luas, bentuk patahan simpel.
Grade III Patah tulang terbuka dengan luka > 10 cm, kerusakan jaringan lunak
yang luas, kotor dan disertai kerusakan pembuluh darah dan saraf.
IIIA. Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan luas, tapi masih bisa
menutupi patahan tulang waktu dilakukan perbaikan.
III B Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan lunak hebat dan atau hilang
(soft tissue loss) sehingga tampak tulang (bone-exposs)
III C Patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh darah dan atau saraf yang
hebat
Pembersihan luka
Luka kotor, bekuan darah dan material benda asing harsu dibuang dan dicuci
dengan air steril, dan lebih ideal dengan garam fisiologis.
Tujuan debridemen :
Penutupan luka
- Penutupan luka untuk patah tulang teruka tipe 1 dapat dilakukan dengan
penutupan secara primer
- Penutupan luka untuk patah tulang teruka tipe 2 dan 3 sebaiknya dibiarkan
terbuka dan memerlukan debridemen ulang bila ada tanda-tanda infeksi.
Pemberian antibiotika
Pencegahan tetanus
>>