Anda di halaman 1dari 63

PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PERAWAT

TENAGA KESEHATAN SUKARELA YANG BEKERJA DI

INSTANSI PEMERINTAH

Usulan penelitian untuk Tesis S-2

Program Studi Magister Ilmu Hukum

Kosentrasi Hukum Kesehatan

Diajukan oleh

Zainal Abidin

NIM 17.C2.0031

Kepada

FAKULTAS HUKUM DAN KOMUNIKASI

UNIKA SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2019
1

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang sejak semula

diproklamasikan oleh The Founding Father, dicitakan sebagai Negara

hukum, yang dimana landasan tersebut dimuat dalam Pasal 3 ayat (1)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1. Dalam berbagai

konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, semuanya menyatakan secara

tegas bahwa Indoenesia adalah negara hukum. Negara hukum dipandang

sebagai satu pilihan terbaik dalam menata kehidupan kenegaraan yang

berdasarkan demokrasi dengan suatu konstitusi yang mengatur hubungan

antara negara dan rakyat, hak-hak asasi warga negara dan pembatasan

penguasaan serta jaminan keadilan dan persamaan dihadapan hukum serta

kesejahteraan bagi masyarakat.

Cita- cita bangsa dalam hal mewujudkan kesejahteraan umum bagi

seluruh warga negara merupakan amanat dari UUD 1945, yang dimana

terwujudnya derajat kesehatan yang optimal dan menyeluruh bagi setiap

orang tanpa memandang ras, suku, maupun agama merupakan salah satu

unsur penting yang tak dapat dipisahkan. Hal demikian dijelaskan dalam

Pasal 28 ayat (1) UUD 1945.

Pembangunan dibidang kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan serta kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai

1
Selajutnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di singkat UUD 1945
2

investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara

sosial dan ekonomis.2 Dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

bagi masyarakat, diperlukan suatu upaya penyelenggaraan berbagai

kegiatan dibidang kesehatan. Upaya-upaya tersebut dilaksanakan melalui

partisipasi dari berbagai kalangan, untuk menjaga kesehatan secara

berkelanjutan, serta terbebas dari tindakan diskriminasi, baik itu suku,

agama, maupun ras. Upaya tersebut diwujudkan melalui kebijakan sistem

kesehatan nasional secara menyeluruh dan terpadu.3

Salah satu unsur penting dalam pembangunan kesehatan adalah

tersedianya tenaga kesehatan yang bekerja secara profesional dalam

memberikan pelayanan kesehatan bagi warga masyarakat. Pemerintah

berkewajiban menjamin agar unsur penting ini dapat berfungsi dengan baik

melalui berbagai produk hukum yang memberikan landasan terhadap

pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi setiap tenaga kesehatan yang ada.

Selain itu, untuk menunjang tercapainya peningkatan derajat kesehatan,

maka pemerintah pusat, pemerintah daerah, tenaga kesehatan, serta seluruh

lapisan masyarakat berkolaborasi melakukan kegiatan penyuluhan,

penyebaran informasi, dan lain sebagainya.4

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui

pendidikan dibidang kesehatan yang jenis tertentu memerlukan

2
R. Hapsara H.R, 2014, Filsafat, Pemikiran Dasar Pembangunan Kesehatan, Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, hlm. 37.
3
Cecep Triwibowo, 2014, Etika dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika, hlm. 13.
4
Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 65.
3

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dalam menjalani

profesinya, Tenaga kesehatan yang mengabdikan dirinya untuk

memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat memiliki hak atas

kesejahteraan, imbalan serta perlindungan hukum, hal tersebut dituangkan

dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan.5

Tenaga kesehatan dikelompokkan menjadi beberapa profesi, satu

diantaranya adalah tenaga perawat. Dalam menjalani profesinya, Perawat

memiliki landasan serta acuan hukum yang tertuang dalam Undang-Undang

Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.6 Perawat merupakan suatu

profesi yang memberikan layanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat

keperawatan yang meliputi bidang yang amat luas, mencakup aspek fisik

dan psikis, dalam kapasitas individu, hubungannya dengan keluarga, dan

sosial. Keperawatan adalah upaya pelayanan kesehatan secara profesional

yang dimana diintegrasikan dalam bentuk layanan biologi, psikologi, sosial,

serta spiritual, mencakup siklus hidup manusia secara menyeluruh yang

ditujukkan kepada individu, keluarga, serta komunitas masyarakat, baik itu

yang sehat maupun yang sakit.7

5
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentag Kesehatan, selanjutnya di singkat Undang-
Undang Kesehatan.
6
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, selajutnya di singkat Undang-
Undang Keperawatan.
7
Deden Dermawan, 2012, Buku Ajar Keperawatan Komunitas, Yogyakarta: Gsyen Publishing,
hlm. 7.
4

Menurut La Ode Jumadi Gaffar, dalam Pengantar Keperawatan

Profesional, berdasarkan hasil Lokakarya Keperawatan Nasional tahun

1983, Keperawatan adalah :

Suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan


bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-
psiko-sosio-spiritual yang kompherensif, ditunjukan kepada
individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun
sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia”8

Peran perawat sangatlah penting pada proses pelayanan kesehatan,

dimana perawat dapat melaksanakan perannya secara mandiri maupun

secara ketergantungan atau kolaboratif. Pelayanan esensial yang diberikan

oleh perawat terhadap individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang

mempunyai masalah kesehatan meliputi promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif dengan menggunakan proses keperawatan untuk mencapai

tingkat kesehatan yang optimal. Perawat sebagai salah satu profesi yang

masuk dalam klasifikasi tenaga kesehatan berhak untuk mendapatkan

imbalan dari layanan jasa keperawatan yang diberikannya, baik itu layanan

jasa praktik mandiri maupun jasa layanan yang dilakukan di instansi

pemerintah tempatnya bekerja, hal tersebut sesuai dengan amanat Pasal 36

butir (c) Undang-Undang Keperawatan.

Hak asasi manusia dengan Negara hukum tidak dapat dipisahkan,

dimana Negara terlibat dalam mengatur hak-hak seseorang secara hukum

agar terwujudnya suatu keadilan. Dengan demikian, pengakuan dan

8
Sri Praptianingsih, 2006, Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan Di
Rumah Sakit, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 25.
5

pengukuhan Negara hukum salah satu tujuannya melindungi hak asasi

manusia, berarti hak dan sekaligus kebebasan perseorangan diakui,

dihormati dan dijunjung tinggi.9

Hak Asasi Manusia menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor

39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia10 merupakan seperangkat hak

yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai Mahluk Tuhan

Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,

dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, dan pemerintah, dan

setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat

manusia.11

Secara alamiah, setiap manusia mempunyai hak-hak serta kewajiban

tertentu yang harus dihormati dan dipertahankan, seperti halnya hak hidup,

hak berpendapat, hak memilih kepercayaan, hak atas perlindungan, hak atas

kesejahteraan, serta hak memiliki, masuk dalam kelompok hak asasi yang

wajib dihormati.12

Sejalan dengan hal itu, perawat sebagai manusia yang memiliki hak-

hak untuk dijunjung tinggi harkat dan martabatnya dalam merefleksikan

diri untuk bekerja sebagai pelayan masyarakat telah dijamin oleh Pasal 38

ayat (1) sampai (4) Undang-Undang HAM. Lebih lanjut lagi, perawat

sebagai bagian dari warga negara Indonesia telah dijamin oleh Undang-

9
A. Masyur Effendi, 1994, Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan
Internasional, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 27.
10
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manuisa, selanjutnya disingkat
Undang-Undang HAM.
11
Zainuddin Ali, 2016, Sosiologi Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 90
12
A. Masyur Effendi, Op.cit., hlm. 28.
6

Undang terkait hak-haknya untuk mendapatkan pekerjaan serta

penghidupan yang layak telah dituangkan dalam amanat Pasal 27 ayat (2)

UUD 1945. Selanjutnya, penekanan atas hak mendapatkan imbalan dalam

hubungan kerja tertuang pada Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945.

Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat yang bekerja di

fasilitas-fasilitas kesehatan milik pemerintah, maupun milik swasta

menghabiskan waktu kerja yang panjang. Dalam menjalani pekerjaannya,

perawat yang bekerja menggunakan sistem shift, enam jam untuk shift pagi

dan sore, sementara untuk shift malam, selama duabelas jam.13 Beban kerja

yang alami perawat terasa begitu besar, mengingat dalam melakukan

praktik keperawatan, perawat lebih memprioritaskan hak-hak kesehatan

pasien daripada hak pemenuhan kesehatan pribadinya.14

Tugas mulia yang diemban perawat terkesan diabaikan, dimana

seringnya terjadi kontradiksi kepentingan antara rumah sakit sebagai

pemberi kerja dan perawat sebagai tenaga kerja, yakni pemberi kerja

mengharapkan suatu hasil kerja yang maksimal, sedangkan tenaga kerja

mengharap kesejahteraan yang maksimal pula. Perselisihan hubungan

industrial ini sering kali berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

terhadap perawat. Praktis hal tersebut telah melanggar HAM terhadap

perawat dalam statusnya sebagai tenaga kerja untuk menjalankan

13
Rimbara Susilo, Tito Yustiawan, Perhitungan Tenaga Keperawatan Dengan Metode Full Time
Equivalent Di Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan Surabaya, Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, Volume 18, No 4, Tahun 2015, hlm 400.
14
Koesparmono Irsan dan Armansyah, 2016, Hukum Tenaga Kerja: Suatu Pengantar, Jakarta:
Erlangga, hlm. 150
7

pekerjaannya, yang dimana telah di atur dalam Pasal 4 ayat (1) sampai ayat

(4) Undang-Undang Nmomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.15

Untuk pemenuhan hak tidak selamanya didapat dengan sendirinya,

adakalanya perlu bantuan dari pihak lain. Begitu pula dalam pelaksanaan

kewajiban. Dalam hubungannya dengan penerapan hukum untuk

mendapatkan hak-hak seseorang kadangkala diperlukan campur tangan

pemerintah yang berkewajiban merealisasikan hak warga masyarakat.16

Pada prinsipnya, agar hukum dapat menjadi nyata, maka perlu menerapkan

serta mengimplementasikan Undang-Undang maupaun peraturan-peraturan

pemerintah sebagai dasar acuan dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.17

Dalam hal perawat sebagai pemberi layanan kesehatan yang bekerja

di fasilitas-fasilitas kesehatan, baik itu fasilitas pelayanan kesehatan milik

pemerintah maupun swasta merupakan tenaga kerja yang memiliki

kesempatan dan hak yang setara untuk mendapatkan pekerjaan tanpa adanya

diskriminasi, yang dimana, hal tersebut berdasarkan amanat dari Pasal 5 dan

pasal 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang

Ketenagakerjaan.18

15
Darwin Botutihe, Hamid Pongoliu, Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Pada Rumah Sakit Islam
Gorontalo, Jurnal Al-himayah : Fakultas Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo, Volume 2, No 2,
Oktober 2018, hlm. 148.
16
Nurul Qamar, Muhammad Syarif, Dachran S. Busthami, Farah Syah Reza,2016, Sosiologi
Hukum, Jakarta: MitraWacana Media, hlm. 75.

17
Ibid.
18
Undanng-Undanng Nomor 13 Tahunn 2013 Tentang Ketenagakerjaan, Selanjutnya disingkat
Undang-Undang Ketenagakerjaan.
8

Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah tidak terlepas dari

penyelenggaraan pemerintah pusat, karena pemerintah daerah merupakan

bagian dari penyelenggaraan pemerintahan negara. Hubungan kewenangan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah melahirkan implikasi wewenang

dalam hal mengurus, serta melindungi segala bentuk kepentingan rakyat di

daerah, termasuk dalam urusan penyelenggaraan kepegawaian, maupun

ketenagakerjaan. Koordinasi fungsional pemerintah pusat dan pemerintah

daerah dalam menjamin hak dan kesejahteraan tenaga kerja merupakan

salah satu tolok ukur meninngkatnya kesejahteraan umum secara nasional,

sesuai dengan amanat UUD 1945. Oleh karena itu, pembangunan

ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang

saling mendukung.19

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintah Daerah20 menjelaskan bahwa Pemerintah daerah merupakan

kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah yang

memimpin dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi suatu

kewenangan daerah otonom. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah di

Indonesia yang diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 menjelaskan bahwa

Negara kesatuan republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi itu

19
Agusmidah, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika dan Kajian Teori, Bogor :
Ghalia Indonesia, hlm. 13.
20
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, selanjutnya disingkat
Undang-Undang Pemerintah Daerah.
9

dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi kabupaten dan kota

mempunyai pemerintah daerah yang diatur dengan Undang-Undang.

Pada bidang kesehatan, pemerintah daerah Kota/Kabupaten

mendelegasikan tugas serta tanggung jawab dalam mengontrol serta

mengarahkan segala bentuk program kerja fasilitas kesehatan dalam upaya

peningkatakan derajat kesehatan masyarakat, baik itu dalam bentuk

promotif, preventif, serta rehabilitatif kepada Dinas Kesehatan

Kota/Kabupaten. Selain itu, penyediaan serta pengembangan tenaga

kesehatan di daerah yang bertujuan menunjang pelayanan kesehatan yang

optimal bagi masyarakat merupakan tanggung jawab lain dinas kesehatan.

Perawat tenaga kesehatan sukarela21 merupakan istilah yang

diperuntukkan bagi perawat yang bekerja di instansi pemerintah secara

sukarela atau dalam istilah lain disebut perawat magang. Perekrutan perawat

TKS melalui surat tugas yang dikeluarkan oleh Dinas kesehatan setempat,

yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman bekerja serta membantu

meringankan beban kerja perawat pegawai negeri sipil.22 Dalam praktiknya,

perawat TKS tidak diperkenankan menuntut upah atau gaji, hal tersebut

disepakati dan disetujui melalui surat pernyataan yang ditanda tangani

sendiri oleh perawat tersebut. Adapun imbalan yang mereka dapatkan dari

pekerjaan sukarelanya adalah berupa insentif dari ruangan maupun dari

perawat PNS. Upah tersebut mereka dapatkan satu kali dalam tiga bulan.

21
Perawat Tenaga Kesehatan Sukarela, Selanjutnya di singkat Perawat TKS.
22
Perawat Pegawai Negeri Sipil, Selanjutnya di singkat Perawat PNS.
10

Selain persetujuan untuk tidak menuntut gaji, di dalam surat pernyataan

tersebut, perawat TKS tidak diperkenankan menuntut untuk menjadi PNS

atau diangkat menjadi tenaga honorer daerah.

Didalam penelitian yang dilakukan oleh Al-Muhajirin terkait

“Perlindungan Hukum Bagi Perawat Non Pegawai Negeri Sipil Di

Puskesmas Pada Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima Setelah

Berlakunya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang

Keperawatan”, disebutkan bahwa :

Pemerintah sebagai pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga


kesehatan mengharapkan sesuatu dari tenaga kesehatan dalam
membantu memberikan pelayanan kesehatan atau mensukseskan
kegiatan yang akan di selenggarakan. Hasil dari kinerja tenaga
kesehatan, baik itu secara tindakan fisik maupun pikiran, maka
pemerintah yang memberi kerja akan memperoleh manfaat dari hasil
kerja tenaga kesehatan. Untuk itu pemerintah harus mengupayakan
pemberian imbalan berupa uang (upah) kepada tenaga kesehatan
sebagai pegawainya.23

Kenyataan yang terjadi diberbagai daerah, masih banyak perawat

TKS yang bekerja di instansi pemerintah yang sudah mengabdi sekian tahun

masih belum tersentuh oleh kebijakan serta perhatian pemerintah sebagai

warga negara yang memiliki hak-hak baik dalam bentuk kepastian status

hukum maupun kesejahteraannya. Didalam rapat kerja Dewan Perwakilan

Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPW PPNI) Kalimantan

23
Al Muhajirin, Perlindungan Hukum Bagi Perawat Non Pegawai Negeri Sipil Di Puskesmas
Pada Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 38
Tahun 2014 Tentang Keperawatan, Tesis : Program Studi Magister Hukum Kesehaatan, Fakultas
Pascasarjana Unika Soegijapranata Semarang ( tidak diterbitkan), tahun 2018, hlm.1.
11

Barat, yang diadakan pada hari jumat,(1/12/2017), Hanif Fadhillah selaku

ketua umum PPNI menjelaskan, masalah utama yang dihadapi oleh profesi

perawat adalah terkait kesejahteraannya, hal tersebut merupakan tanggung

jawab pemerintah daerah. Perawat kerap dibayar dengan gaji yang sangat

kecil, status merekapun tidak jelas, kebanyakan dari mereka menjadi

perawat TKS atau honorer di instansi pemerintah.24 Status perawat sebagai

TKS membuatnya diupah dengan gaji yang minim. Dibeberapa kabupaten

yang adalah di Kalimantan barat, diketahui bahwa perawat yang berstatus

TKS hampir mencpai 30% dari jumlah seluruh perawat yang ada.

Sementara itu, di Sumatera utara, tapatnya di kabupaten Asahan,

perawat TKS yang bekerja di Puskesmas dan RSU H. Abdul Manan

Simatupang melakukan aksi unjuk rasa pada hari Rabu, (13/02/2019). Aksi

tersebut dilatar belakangi atas perekrutan perawat tenaga kontrak yang

tidak sesuai prosedur. Para perawat TKS tersebut berdalih bahwa perawat

tenaga kontrak yang baru diangkat adalah perawat yang tidak pernah

bekerja secara sukarela. Pengunjuk rasa tersebut menambahkan bahwa

mereka merasa dianaktirikan karena tidak diperhatikan hak-haknya oleh

pemerintah daerah. 25

Hal yang sama terjadi di Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Senin (11/3/2019) pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bima, yang

24
Claudia Liberani dalam http://pontianak.tribunnews.com/2017/12/01/ppni-ungkap-
permasalahan-perawat-yang-dialami-perawat-di-indonesia . Diakses tanggal 08 maret 2019.
25
https://senyumperawat.com/2019/02/tks-perawat-unjuk-rasa-di-dinkes-asahan-kami-merasa-
dianaktirikan.html/amp . Diakses tanggal 08 maret 2019.
12

mencakup dokter, perawat, bidan, baik itu yang berstatus PNS maupun yang

berstatus TKS melakukan aksi mogok kerja lantaran hak berupa jasa

pelayanan serta insentif yang tidak dibayarkan.26 Berdasarkan hasil

wawancara via telpon, salah satu perawat TKS yang ikut dalam aksi tersebut

menuturkan, bahwa alasan lain dalam aksi tersebut adalah tuntutan atas hak

tersedianya peralatan safety yang menunjang keselamatan tenaga kesehatan

dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.

Dalam hal pemenuhan HAM terhadap perawat TKS , tidak hanya

sebatas membahas tentang pemenuhan kesejahteraan (Gaji/upah) semata,

namun terdapat faktor lain yang teramat penting, yakni perlindungan serta

kepastian hukum. Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan bahwa :

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan


dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama
didepan hukum.
Atas dasar amanat tersebut diatas , landasan hukum yang

mengakomodir pelaksaan perlindungan hukum bagi setiap warga Negara di

tuangkan dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang HAM, bahwa :

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,


dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian
hukum dalam semangat didepan hukum.

26
https://kahaba.net/berita-bima/63886/pegawai-rsud-kota-bima-mogok-kerja-pasien-
terlantar.html?fbclid=IwAR3_LPAMBRBuClJ77JjQYH4fM4zf1R2o4tuMz6UR6BqLZoSAizEeo
Kc4wCw . Diakses tanggal 13 Maret 2019.
13

Selanjutnya, secara spesifik, Pasal 36 butir (a) Undang-Undang

Keperawatan mengamanatkan, Perawat dalam melaksanakan Praktik

Keperawatan berhak:

Memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan


tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi,
standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Dalam surat tugas yang dikeluarkan oleh dinas kesehatan

kota/kabupaten setempat, tidak diuraikan secara spesifik tentang bagaimana

bentuk pertanggung jawaban dinas kesehatan serta instansi pemerintah

(rumah sakit maupun puskesmas) tempat perawat TKS bekerja, sehingga

kepastian untuk mendapatkann perlindungan hukum belum tentu mereka

peroleh. Hal tersebut berbanding terbalik, dengan amanat Undang-Undang

yang disebutkan diatas, sebab didalamnya tidak membedakan hak-hak

perawat TKS dengan perawat PNS. Berdasarkan hal tersebut perlindungan

hukum terhadap perawat TKS sangatlah penting untuk diterapkan, sehingga

HAM yang melekat pada dirinya dapat menjamin aktivitas pekerjaannya

dalam upaya memberikan pelayanan keperawatan kepada masyarakat.

Untuk menunjang penerapan HAM atas perlindungan hukum bagi perawat

sukarela, selain rumah sakit dan puskesmas tempatnya bekerja, organisasi

profesi PPNI memiliki peran penting dalam mengadvokasi perawat tenaga

sukarela, sebab PPNI merupakan wadah yang menaungi seluruh perawat

agar hak-haknya yang diamanatkan dalam Pasal tersebut diatas terjamin

ketika melakukan tindakan keperawatan.


14

HAM atas perlindungan hukum terhadap perawat TKS tidak hanya

perlu diterapkan pada kasus-kasus tindakan kekerasan semata, melainkan

pada hal-hal yang lebih luas, seperti ; perlindungan atas kewenangan

melakukan tindakan keperawatan, perlindungan atas pelimpahan

wewenang dari dokter, serta perlindungan atas tugas dan pekerjaannya

diluar profesi perawat. Hal tersebut dianggap penting, sebab perawat TKS

dua kali lipat lebih beresiko terkena tuntutan hukum jika dibandingkan

perawat PNS, mengingat status hukumnya belum diakomodir oleh

pemerintah daerah serta instansi pemerintah tempatnya bekerja.

Dalam melakukan praktik keperawatan yang ada di daerah, perawat

TKS memiliki wewenang yang sama dengan perawat PNS. Tidak adanya

batasan kewenangan tindakan yang boleh dan tidak boleh untuk di lakukan

yang tertuang dalam surat tugas, membuat mereka beresiko terkena tuntutan

hukum. Apabila mereka tanpa sengaja melakukan kesalahan dalam

tindakan keperawatan, praktis hal itu menjadi tanggung jawabnya sendiri.

Tanggung jawab yang mereka emban bertolak belakang dengan

ketidakjelasan status hukumnya.27

Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Keperawatan,

pelimpahan wewenang dari dokter kepada perawat hanya dapat dilakukan

secara terlulis. Pelimpahan tersebut dilakukan secara delegatif maupun

27
Muhammad Saputra Padeli, Tanggung Jawab Hukum Perawat Dalam Melaksanakan
Kewenangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Tesis :
Program Studi Magister Hukum Kesehaatan, Fakultas Pascasarjana Unika Soegijapranata
Semarang ( tidak diterbitkan), tahun 2017, hlm. 6
15

mandat. Pelimpahan wewenang secara delegatif disertai pelimpahan

tanggung jawab, sedangkan pelimpahan wewenang secara mandat menajdi

tanggung jawab pemberi wewenang, dalam hal ini adalah tanggung jawab

dokter. Hal tersebut di jelasakan didalam Pasal 32 ayat (3) dan ayat (6)

Undang-Undang Keperawatan. Akan tetapi, di puskesmas yang ada

didaerah-daerah terpencil, pelimpahan di lakukan secara lisan saja.

Pelimpahan wewenang tidak hanya di tujukkan kepada perawat PNS saja,

namun juga ditujukkan kepada perawat TKS. Potensi pelaggaran HAM bisa

saja terjadi dalam hal pelimpahan wewenang secara lisan kepada Perawat

PNS, terlebih perawat TKS, sebab kekuatan hukumnya dianggap lemah,

karena dalam peraturan perundang-undangan tidak diatur pelimpahan

secara lisan.28

Selanjutnya, dalam hal perawat TKS melakukan pekerjaan, diluar

kompetensi pun sering terjadi, antara lain ; menjadi petugas Kefarmasian,

petugas Laboratorium, petugas loket pendaftaran, petugas rekam medik,

bahkan ada pula yang menjadi kasir, dan petugas kebersihan. Hal demikian,

sering di terjadi di daerah-daerah, dan dianggap sesuatu yang biasa, akan

tetapi pelanggaran etika profesi terhadap perawat TKS seolah dibiarkan

begitu saja.

28
Aning Pattypeilohy, Sutarno, Adriano, Kekuatan Hukum Pelimpahan Wewenang dari Dokter
Kepada Ners Ditinjau dari Aspek Pidana dan Perdata, 2014, Legality, ISSN: 2549-4600, Volume
25, No.2, September 2017- Februari 2018, hlm. 175
16

Fasilitas kesehatan yang dibawah naungan pemerintah kota Bima

mencakup, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bima, dan empat

pusat kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang tersebar di lima kecamatan,

antara lain : (1) Rumah sakit Umum kota Bima berada di wilayah kecamatan

Asakota; (2) Puskesmas Paruga berada di wilayah kecamatan Rasanae

Barat; (3) Puskesmas Rasanae timur berada diwilayah kecamatan Rasane

Timur; (4) Puskesmas Mpunda berada di wilayah kecamatan Mpunda; dan

(5) Puskesmas Penanae berada di wilayah kecamatan Raba. Fasilitas-

fasilitas kesehatan tersebut rata-rata mempekerjakan Perawat tenaga

kesehatan sukarela.

Dalam hal relasi yang terjalin antara pemerintah sebagai penyedia

lapangan kerja dengan perawat TKS, diperlukan suatu aturan yang dapat

mengatur hak serta kewajiban antara kedua belah pihak agar terciptanya

suatu keselarasan pada sektor pelayanan jasa kesehatan. Pemerintah selaku

pemberi kerja diwajibkan memenuhi hak-hak perawat TKS untuk

mendapatkan kesejahteraan, keadilan, perlindungan, serta status hukum

agar terhindar dari segala bentuk tindakan diskriminasi, serta pelanggaran

HAM, sebab hal tersebut telah di jamin oleh Undang-Undang.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis berniat untuk meneliti

tentang Perspektif Hak Asasi Manusia Terhadap Perawat Tenaga

Kesehatan Sukarela Yang Bekerja di Instansi Pemerintah.


17

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan suatu masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perspektif hak asasi manusia mengatur perawat tenaga

kesehatan sukarela yang bekerja di instansi pemerintah?

2. Bagaimanakah penerapan hak asasi manusia bagi perawat tenaga

kesehatan sukarela yang bekerja di instansi pemerintah?

3. Bagaimanakah pengaruh aturan hukum yang ada terhadap perawat

tenaga kesehatan sukarela yang bekerja di instansi pemerintah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui perspektif hak asasi manusia mengatur perawat

tenaga kesehatan sukarela yang bekerja di instansi pemerintah.

2. Untuk mengetahui penerapan hak asasi manusia bagi perawat tenaga

kesehatan sukarela yang bekerja di instansi pemerintah.

3. Untuk mengetahui pengaruh aturan hukum yang ada terhadap perawat

tenaga kesehatan sukarela yang bekerja di instansi pemerintah.


18

D. Manfaat Penelitian

Selain bermanfaat secara pribadi bagi penulis, penelitian ini

diharapkan dapat memberi manfaat baik bagi pihak, antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi

perkembangan ilmu hukum kesehatan yang berkaitan dengan penerapan

hak asasi manusia terhadap perawat tenaga sukarela.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan serta sebagai persyaratan untuk memenuhi kelulusan guna

mendapatkan gelar MH.Kes pada program studi Magister Hukum

Kesehatan.

b. Bagi Pemerintah Kota Bima

Penelitian ini diharapkan menjadi referensi Pemerintah Kota Bima

dalam membuat kebijakan terkait pemenuhan hak kesejahteraan,

kejelasan status, serta pemenuhan hak perawat tenaga kesehatan

sukarela yang bekerja di instansi kesehatan milik pemerintah.

c. Bagi Perawat Tenaga Kesehatan Sukarela

Penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat TKS terhindar

dari pelanggaran HAM, mengetahui status hukumnya, serta mampu

memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan kesejahteraan.


19

d. Bagi Organisasi Profesi

Penelitian ini diharapkan sebagai suatu referensi untuk

memperjuangkan hak-hak perawat TKS yang bekerja pada instansi

pemerintah, baik itu ha katas kesejahteraan, hak atas perlindungan

hukum, serta kejelasan status hukumnya.


20

E. Kerangka Pemikiran

1) Kerangka Konsep

Pasal 28D ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945

Pemenuhan Hak Asasi Manusia Pemenuhan Atas Hak Perawat

Pasal 38 ayat (1) Sampai (4) Undang- Peraturan Perundang-undangan :


Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia Pasal 36 huruf (c) Undang-Undang Nomor 38
Tahun 2014 Tentang Keperawatan

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36


Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Pasal 57 huruf (c) Undang-Undang Nomor 36


tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan

a. Undang-

Undang
Fasilitas layanann Hak atas kesejahteraan
kesehatan Milik
Perlindungan Hukum Nomor 13
Pemerintah

Kewenangan dalam Tahun tindakan


melakukan 2003
keperawatan
Rumah Sakit Puskesmas Tentang
Tanggung jawab hukum
Umum Daerah
Ketenagaker
Penerapan Terhadap
Perawat Sukarela jaan.

Pengaruh terhadap
Perawat Sukarela
21

2) Kerangka Teori

1) Hak

Hak adalah sesuatu yang dimiliki oleh setiap manusia, yang melekat

pada dirinya sejak masih di dalam kandungan yang diperoleh dari pihak

lain berupa kebutuhan pribadi, disertai tuntutan diri terhadap individu agar

terpenuhinya rasa keadilan, moralitas, serta legalitas diri.29 Setiap orang

memiliki berbagai macam hak didalam kehidupan sosialnya, hak tersebut

diperoleh dari orang lain disekitarnya, maupun dari pemegang kekuasaan

yang ada pada Negara yang ditempatinya.30 Petrus Soerjowinoto

mengatakan 31 :

Hak adalah kewenangan yang diberikan oleh hukum objektif kepada


subjek hukum. Hak dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
(a) Hak mutlak
Yaitu kewajiban atau kekuasaan mutlak yang diberikan oleh
hukum kepada subjek hukum, misalnya hak asasi manusia, hak
keperdataan.
(b) Hak relatif
Yaitu hak yang memberikan kewenangan kepada seseorang atau
beberapa orang untuk menuntut agar orang lain melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Hak itu timbul karena beberapa hal, yaitu:32
a) Karena ada subjek hukum baru, baik berupa orang atau badan
hukum.
b) Karena ada pernajian yang telah disepakati oleh para pihak yang
mengadakan perjanjian.
c) Karena adanya kerugian yang diderita oleh seseorang akibat
kesalahan orang lain.
d) Karena seseorang telah melakukan kewajiban baru merupakan
syarat untuk memperoleh hak itu.
e) Karena daluwarsa.

29
Nindy Amelia, 2016, Prinsip Etika Keperawatan, Yogyakarta: D-Medika, hlm. 14.
30
Soekidjo Notoatmodjo, Op. cit., hlm. 26.
31
Petrus Soerjowinoto, 2017, Ilmu Hukum Suatu Pengantar Buku Panduan Mahasiswa, Semarang:
Universitas Katolik Soegijapranata, hlm. 44.
32
Ibid, hlm 45.
22

(1) Acquisitief verjaring yaitu daluwarsa yang melahirkan


hak.
(2) Extinctief verjaring yaitu daluwarsa yang menghapuskan
hak.
Selain timbulnya suatu hak karena adanya peristiwa hukum,
maka lenyapnya atau terhapusnya suatu hak juga timbul. Hak itu
lenyap karena beberapa hal, yaitu:33
a) Karena pemgang hak yang bersangkutan meninggal dunia
dan tidak ada pengganti atau ahli waris pengganti.
b) Maksa berlakunya hak telah abis dan tidak diperpanjang
lagi.
c) Telah diterimanya sesuatu benda yang menjadi objek hak.
d) Kewajiban yang merupakan syarat untuk memperoleh hak
sesudah dipenuhi.
e) Karena daluwarsa.

Selanjutnya, George Whitecross Paton berpendapat: Hak


berdasarkan hukum biasanya diartikan sebagai hak yang diakui
dan dilindungi oleh hukum.34

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara

mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak

dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian

kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan

keleuasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah

yang disebut sebagai hak. Dengan demikian, tidak setiap

kekuasaan dalam masyarakat itu bisa disebut sebagai hak,

melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu diberikan oleh

hukum kepada seseorang.35

Meijers berpendapat bahwa: Dalam sejarah, tiada suatu


pengertian pun yang menduduki posisi sentral dalam hukum

33
Ibid, hlm.46
34
Peter Mahmud Marzuki, 2017, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana, hlm. 141.
35
Satjipto Rahardjo, 2014, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm 53-54.
23

perdata selain hak. Karena hak merupakan sesuatu yang melekat


pada manusia baik pada aspek fisik maupun aspek
eksistensialnya. Bahkan posisi hak bukan hanya pada hukum
perdata saja, melainkan juga pada semua hukum. Hukum
memangdibuat karena adanya hak.36

Paton menguraikan: hak sebagai suatu kewenangan


seseorang yang diakui oleh hukum untuk menunaikan
kepentingannya. Lebih lanjut agak berbeda dengan Paton,
Houwing memandang hak sebagai suatu kepentingan yang
dilindungi oleh hukum dengan cara tertentu.37

Lubis menuturkan bahwa: Hak adalah tuntutan seseorang


terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai
keadilan, moralitas, dan legalitas.38

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan bahwa hak

merupakan sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan,

kekuasaan untuk berbuat sesuatu (kerana telah ditentukan oleh Undang-

undang, aturan, dan sebagainya), kekuasaan yang benar atas seuatu atau

untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.39

Menurut kamus hukum hak mempunyai tiga arti yaitu:40

a) Merupakan kekuasaan, kewenangan yang diberikan oleh


hukum kepada subjek hukum.
b) Tuntutan sah agar orang lain bersikap dengan cara tertentu.
c) Kebebasan untuk melakukan sesuatu menurut hukum.

Yang menjadi dasar timbulnya hak adalah manusia mempunyai

berbagai kebutuhan yang merupakan pemacu bagi dirinya untuk

36
Peter Mahmud Marzuki, Op. cit.., hlm 148.
37
Peter Mahmud Marzuki, Op. cit.., hlm 151.
38
Cecep Triwibowo, Op.cit., hlm 27-28.
39
Ibid.
40
Cecep Triwibowo, Yulia Fauziyah, 2012, Malpraktik Etika Perawat Penyelesaian Sengketa
Melalui Mediasi, Yogyakarta: Nuha Medika, hlm. 20.
24

memenuhi kebutuhannya, seperti bekerja untuk memperoleh uang bagi

pemenuhan kebutuhan.41

Suatu kepentingan merupakan sasaran dari hak, bukan hanya

karena dilindungi oleh hukum, tetapi juga karena adanya pengakuan

terhadapnya. Paton mengemukakan bahwa hak bukan hanya

mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, melainkan juga

kehendak. Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum adalah

sebagai berikut:42

a) Hak itu diletakan kepada seseorang yang disebut sebagai


pemilik atau subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai
orang yang memiliki titel atas barang yang menjadi
sasaran dari hak.
b) Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi
pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terdapat
hubungan korelatif.
c) Hak ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk
melakukan (commission) atau melakukan (omission)
2011sesuatu perbuatan. Ini bisa disebut isi dari hak.
d) Commission atau omission itu menyangkut sesuatu yang
bisa disebut sebagai objek dari hak.
e) Setiap hak menurut hukum itu mempunyai titel, yaitu
suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya
hak itu pada pemiliknya.

41
Sri Hartini, Tedi Sudrajat, 2017, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm.
46.
42
Satjipto Rahardjo, Op. Cit., hlm. 54-55.
25

2) Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia merupakan seperangkat hak yang melekat pada

hakikat dan keberadaan manusia Sebagai Mahluk Tuhan Yang Maha Esa

dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan

dilindungi oleh Negara, hukum, dan pemerintah, dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.43

Jhon Locke berpendapat, bahwa hak asasi adalah hak yang

diberikan langsung oleh tuhan sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Bila

diartikan, hak tersebut bersifat suci dan tidak dapat dipisahkan dari

seorang manusia.44

Pasal 1 Deklarasi universal tentang HAM menjelaskan bahwa :

Semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam


martabat dan hak. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan
harus bertindak terhadap sesama manusia dalam semangat
persaudaraan.45

Pasal diatas mencakup pernyataan umum mengenai martabat yang

melekat dan kebebasan serta persamaan manusia, yang menunjukkan nilai

normatif konsep hak-hak asasi manusia. 46

43
Zainudin Ali, Op.cit., hlm.90.
44
H.A. Masyur Effendi, Op.cit., hlm. 18.
45
Peter Baehr, Pieter Van Dijk, Adnan Buyung Nasution, Leo Zwaak, 2001, Instrumen
Internasional Pokok-Pokok Hak Asasi Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm. 183.
46
Ibid.
26

Harkat dan martabat manusia yang sering disebut hak asasi manusia

sebenarnya sudah ada sejak peradaban manusia dimulai. Tuhan

menciptakan manusia sebagai mahluk tertinggi, lengkap dengan kemauan,

perasaan dan pikiran sendiri.47

Hakikat keberadaan dan dasar HAM semata-mata untuk

kepentingan pribadi manusia itu sendiri, artinya setiap manusia atau

individu dapat menikmati HAM yang melekat padanya. Dalam kehidupan

masyarakat, manusia merupakan pribadi utuh yang jati dirinya tidak

boleh dihilangkan, ia mempunyai hak atas dirinya sendiri.48

Zainuddin Ali menuturkan, ruang lingkup HAM dalam aspek

kehidupan, antara lain sebagai berikut49 :

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan pribadi, keluarga,


kehormatan, martabat, dan hak miliknya.
(2) Setiap orang berhak atas pengakuan didepan hukum sebagai
manusia pribadi dimana saja ia berada.
(3) Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta
perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu.
(4) Setiap orang tidak boleh diganggu yang merupakan hak yang
berkaitan dengan kehidupan pribadi didalam tempat
kediamannya.
(5) Setiap orang berhak atas kemerdekaan dan rahasia dalam
hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh
diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang
sah sesuai Undang-Undang.
(6) Setiap orang berhak bebas dari penyiksaan, penghukuman, atas
perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, penghilangan paksa
dan penghilangan nyawa.

47
M. Hutauruk, 2004, Hak-Hak Azasi Manusia dan Warganegara, Jakarta: Penerbit Erlangga, hlm.
9.
48
H.A. Masyur Effendi, Op.cit., hlm. 47.
49
Zainuddin Ali, Op.cit., hlm 91.
27

(7) Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditekan, disiksa, dikucilkan,


diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.
(8) Setiap orang berhak hidup dalam tatanan masyarakat dan
kenegaraan yang damai, aman dan tenteram, yang menghormati,
melindungi dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia
dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang.

Deklarasi universal terkait jaminan HAM atas pekerjaan

diamanatkan pada Pasal 23 ayat (1) sampai ayat (4)50 :

(1) Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas


memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang
adil serta baik dan atas perlindungan terhadap pengangguran.
(2) Setiap orang, dengan tidak ada perbedaan, berhak atas
pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.
(3) Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan
yang adil dan baik yang menjamin penghidupannya bersama
dengan keluarganya, sepadan dengan martabat manusia dan, jika
perlu ditambah dengan bantuan-bantuan sosial lainnya.
(4) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat sekerja
untuk melindungi kepentingan-kepentingannya.

Selanjutnya, Hutauruk menguraikan: Seseorang berhak melamar


dan/atau memegang sesuatu pekerjaan bebas sesuai dengan keahlian dan
kecakapannya. Notaris, pengacara, dokter, pengajar, insinyur dan lain-lain
dapat menjalankan usaha pemberian jasanyasetelah memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Janganlah dianggap,
bahwa mereka itu selalu senang. Mereka itu hanya melihat sangat jauh
kedepan agar terjamin hidup keluarganya. Jaminan sosial, pension dan
lain-lain harus dipikul sendiri. Kegiatan dan kelesuan dilapangan
keuangan dan perekonomian dan berbagai faktor lain membuat
penghasilan mereka itu kadang-kadang banyak, kadang-kadang sedikit.
Hal itu jelas ada resiko yang tidak enteng;51

50
Peter Baehr, Pieter Van Dijk, Adnan Buyung Nasution, Leo Zwaak, Op.cit., hlm. 240.
51
M. Hutauruk, Op.cit., hlm. 45.
28

Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan hukum dan Undang-

Undang perlu memberikan perhatian terhadap penerapan HAM warga

Negara, oleh sebab itu, K.H. Abd. Rahman Wahid selaku presiden

keempat Republik Indonesia membagi peran Negara terhadap HAM,

antara lain, sebagai pejuang yang membantu warganya untuk

mendapatkan HAM, dan sebagai pengawas untuk memastikan HAM

warga Negara terpenuhi dengan baik.52

3) Perawat

Sejarah perkembangan keperawatan dimulai sejak manusia itu

diciptakan, dimana setiap manusia memiliki naluri dasar untuk merawat

dirinya sendiri dan orang lain, sebagaimana tercermin pada orangtua yang

merawat anaknya.53 Selanjutnya, perkembangan perawat di Indonesia

dimulai sebelum masa kemerdekaan, dimana pada tahun 1799

pemerintahan kolonial Belanda menunjuk beberapa penduduk pribumi

untuk membantu zieken oppaser di rumah sakit Binner Hospital Jakarta

dalam hal menjaga dan memelihara kesehatan staf maupun tentara

Belanda. Penduduk pribumi tersebut dinamakan Velpleger.54 Seiring

dengan perkembangannya, perawat sekarang merupakan salah satu unsur

penting dalam pelayanan kesehatan di negeri ini.

52
Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum,
Bandung: Mandar Maju, hlm. 173
53
Arita Murwani, 2008, Pengatar Konsep Dasar Keperawatan, Yogyakarta: Fitramaya, hlm 1-2.
54
Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Bumi Medika, hlm.
9-10.
29

Keperawatan adalah upaya pelayanan kesehatan secara profesional

yang dimana di integrasikan dalam bentuk layanan biologi, psikologi,

sosial, serta spiritual, mencakup siklus hidup manusia secara menyeluh

yang ditujukkan kepada individu, keluarga, serta komunitas masyarakat,

baik itu yang sehat maupun yang sakit.55

Sebagaimana yang telah disebutkan pada pasal 1 butir 1 Undang-

Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan bahwa :

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud Keperawatan adalah


kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit.

1) Defenisi Perawat

Perawat merupakan salah satu profesi yang masuk dalam klasifikasi

tenaga kesehatan. Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan

program pendidikan keperawatan, baik dalam maupun luar negeri, yang

diakui oleh pemerintah republik Indonesia sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.56 Pada Pasal 1 butir 2 Undang-

Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan disebutkan

pengertian perawat bahwa,

Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program

pendidikan keperawatan, baik dalam maupun luar negeri, yang diakui

55
Deden Dermawan, Op. cit., hlm. 7.
56
Nindy Amelia, Op. cit., hlm 19.
30

oleh pemerintah republik Indonesia sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Perawat terbagi menjadi tiga macam, perawat vokasional,

perawat profesional, dan perawat profesional spesialis.57

a) Perawat vokasional
Perawat vokasional adalah seseorang yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan praktik dengan batasan tertentu
dibawah supervisi langsung mauun tidak langsung oleh perawat
profesional dengan sebutan Lincensed Vocational Nurse (LVN).
b) Perawat profesional
Perawat profesional adalah tenaga profesional yang mandiri,
bekerja secara otonom, berkolaborasi dengan yang lain, telah
menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, dan telah
lulus ujian komptensi perawat profesional yang dilakukan oleh
konsil dengan sebutan Registered Nurse (RN).
c) Perawat profesional spesialis
Perawat profesional spesialis adalah seorang perawat yang
disiapkan di atas level perawat profesional, mempunyai
kewenangan sebagai spesialis atau kewenangan yang diperluas, dan
telah lulus ujian komptensi perawat profesional spesialis.

2) Peran dan Fungsi Perawat

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan

oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu

sistem. Peran tersebut dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dai dalam

maupun dari luar yang bersifat stabil. Peran yaitu suatu bentuk dari

perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu.

Peran Perawat merupakan cara untuk menyatakan aktivitas perawat

dalam praktik.58

57
Ibid.
58
Emmelia Ratnawati, 2014, Keperawatan Komunitas, Yogyakarta: Pustaka Baru Press, hlm 91.
31

Dalam melaksanakan praktik keperawatan perawat mempunyai

peran. Adapun peran perawat sebagai tenaga kesehatan menurut

lokakarya keperawatn antara lain sebagai berikut.59

a) Perawat sebagai pelaksana


Perawat dalam menjalankan fungsinya sebagai perawat
pelaksana dimana perawat menggunakan metode pemecahan
masalah dalam membantu pasien untuk mengatasi masalah
kesehatannya.
b) Perawat sebagai pendidik
Fokus utama dari perawat pendidik adalah
mengajakarkan/melakukan penyuluhan individu yang sakit
atau tidak mampu dan keluarganya untuk melakukan
perawatan sendiri.
c) Perawat sebagai pengelola
Dalam hal ini perawat memiliki peran dan tanggung jawab
dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan
keperawatan sesuai dengan manajemen keperawatan dalam
kerangka paradigma keperawatan.
d) Perawat sebagai peneliti
Dalam upaya ikut berperan serta dalam pengembangan body
of knowledge keperawatan, maka perawat ahrus mempunyai
kemampuan untuk melakukan penelitian di bidangnya.
Dengan kemampuan meneliti, perawat dapat
mengidentifikasi masalah keperawatan, menerapkan prinsip
dan metode yang tepat.
Jauh sebelum itu, peran perawat dimasa lalu adalah sebagai penjaga

dan pelayan domestik. Banyaknya tugas tukang bedah pada saat itu,

seperti membersihkan dan membalut luka serta memberikan obat, yang

tergolong bagian fungsi keperawatan modern. Bedanya, tukang bedah

tidak bertanggung jawab atas perawatan kustodial pasien.60

59
Cecep Tribowo, 2010, Hukum Keperawatan Panduan Hukum Dan Etika Bagi Perawat,
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, hlm 33-39.
60
Rosalia Sciortino, 2008, Perawat Puskesmas Di Antara Pengobatan Dan Perawatan, Yogyakarta:
Gadjah Mada Uneversity Press, hlm 79-85.
32

Selain peran Dalam melaksanakan praktik keperawatan perawat

mempunyai fungsi. Fungsi adalah suatu pekerjaan yang harus

dilaksanakan sesuai dengan perannya. Fungsi daat berubah dari suatu

keadaan ke keadaan yang lain. Ada tiga jenis fungsi perawat dalam

melaksanakan perannya yaitu:61

a) Fungsi independen
Dalam fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan
perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri,
berdasarkan pada ilmu keperawatan. Oleh karena itu,
perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul
dari tindkan yang di ambil.
b) Fungsi dependen
Perawat membantu dokter memberikan pelayanan
pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang
dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti
pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan
suntikan. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis
menjadi tanggung jawab dokter. Setiap tindakan perawat
yang berdasarkan perintah dokter, dengan menghormati
hak pasien tidak termasuk dalam tanggung jawab perawat.
c) Fungsi interdependen
Tindakan perawat berdasarkan ada kerja sama dengan tim
perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika
perawat bersama tenaga kesehatan lainnya berkolaborasi,
mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya
tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang
dokter.
Selain memiliki peran dan fungsi sebagai profesi keperawatan,

perawat juga memiliki tugas dan wewenang yakni memberikan pelayanan

keperawatan. Hal ini sebagai yang telah dijelaskan dalam Pasal 1 butir 1

Undang-Undang nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan bahwa,

“Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu,

61
Diva Viya Febriana, 2017, Konsep Dasar Keperawatan, Yogyakarta: Healthy PT Anak Hebat
Indonesia, hlm 56-57.
33

keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun

sehat”. Lebih lanjut lagi tugas dan wewenang perawat diatur dalam Pasal 31

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2104 tentang Keperawatan yang

mengatur bahwa:

(1) Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor


bagi Klien, Perawat berwenang:
(a) Melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di
tingkat individu dan keluarga serta di tingkat kelompok
masyarakat;
(b) Melakukan pemberdayaan masyarakat;
(c) Melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan
masyarakat;
(d) Menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan
masyarakat; dan
(e) Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.
(2) Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola Pelayanan
Keperawatan, Perawat berwenang:
(a) Melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan;
(b) Merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
Pelayanan Keperawatan; dan
(c) Mengelola kasus.
(3) Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti
Keperawatan, Perawat berwenang:
(a) Melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;
(b) Menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan atas izin pimpinan; dan
(c) Menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai
dengan etika profesi dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Kemudian disetiap tatanan, dalam memberikan pelayanan perawat

profesional mempunyai enam tanggung jawab yang harus dilaksanakan.

Adapun tanggung jawab tersebut sebagai berikut:62

a) Praktik keperawatan
Tanggung jawab dalam praktek keperawatan
profseional adalah mendefinisikan standar asuhan, standar
praktek, mendefinisikan standar penampilan (kejra/kejelasan

62
Joni Afriko, 2016, Hukum Kesehatan (Teori Dan Aplikasinya) Dilengkapi Undang-undang
Kesehatan Dan Keperawatan, Bogor: In Media, hlm 68-70.
34

posisi dan harapan), mengelola kolaborasi antar disiplin


ilmu, mendefinisikan kriteria pengembangan karier,
menyeleksi dan mengelola kerangka konsep tentang sistem
pemberian asuhan keperawatan.
b) Peningkatan kualitas
Tanggung jawab perawat profesional dalam
meningkatkan kualitas adalah mengembangkan Instrument
dan metode untuk aplikasi yaitu standar, mengembangkan
dan merencanakan peningkatan kontinyu melalui kelompok
atau individu untuk menyelasaikan masalah dan
mengintegrasikan “unit based” kegiatan peningkatan
kualitas.
c) Penelitian
Tanggung jawab perawat dalam penelitian adalah
menyeleksi topik riset keperawatan terkini dilingkungan
tempat kerja dan mendefinisikan kesempatan atau peluang
risetkeperawatan.
d) Pendidikan
Tanggung jawab perawat profesional dalam
pendidikan yaitu menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk pembelajaraan, mengevaluasi kebutuhan dan
pengembangan kompetensi program pendidikan. mengukur
hasil program pendidikan keperawatan, mengelola hubungan
baik antara institusi pendidikan dan pelayanan, memonitor
efektifitas komunikasi perawat dan mengembangkan
intervensi untuk pengembangan yang diperlukan dan
memahami masing-masing individu mempunyai tanggung
jawab dalam meningkatkan komptensinya.
e) Manajemen
Tanggung jawab perawat profesional dalam
manajemenadalah mengkoordinir, dan mengelola sumber
daya manusia, fasilitas, keuangan, mnajamen informasi
sistem dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga
menciptakan situasi kerja yang kondusif.
f) Change agent
Tanggung jawab utamanya adalah mempunyai inisiatif
dan berani mengambil resiko yang diperlukan oleh
“entrepreneurship”.
35

4) Rumah sakit

Rumah sakit merupakan sebuah institusi besar,sebuah lembaga

yang rumit, lembaga yang mmbutuhkan sarana- prasarana dan dana

yang besar, tempat (fisik), untuk melakukan kegiatan yang

menggunakan peralatan bertekhnologi canggih, dimana orang sakit

mendapatkan perawatan, sebagai tempat bertemunya para professional

yang melakukan praktik profesi, pendidikan dan pelatihan para calon

tenaga medis dan tenaga kesehatan, juga merupakan tempat penelitian,

dan pengembangan ilmiah dibidang kesehatan, sebagai organisasi yang

kompleks, membutuhkan SDM yang banyak, memiliki misi social dan

kemanusiaan, diatur dalam seperangkat perundang-undangan

dilengkapi regulasi pelaksanaan, sebagai sebuah sistem yang dinamis

dan adaptif, karena harus berinteraksi terus menerus dengan lingkungan

eksternal, sosial dan lingkungan organisasi.63

Rumah sakit adalah merupakan pelayanan kesehatan rujukan,

artinya pelayanan rumah sakit tipe dan tingkat apapun utamanya,

melayani rujukan dari berbagai bentuk pelayanan primer atau pelayanan

kesehatan dasar seperti puskesmas, klinik, dokter praktik swasta, dan

sebagainya. Pelayanan primer yang dilakukan oleh rumah sakit biasanya

63
Endang Wahyati Yustina, 2012, Mengenal Hukum Rumah Sakit, Bandung: CV Keni Media,
hlm.13.
36

dilakukan untuk penderita gawat darurat (emergency) atau bagaian

rawat jalan (out patient)64

Rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah

memberikan pelayanan kepada pasien . Pelayanan tersebut merupakan

diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan maslah kesehatan

baik yang bersifat bedah maupun non bedah.65

Berdasarkan jenis penyakit atau masalah kesehatan penderita,

dibedakan menjadi :

a. Rumah Sakit Umum (RSU) yaitu rumah sakit yang


melayani segala jenis masalah kesehatan atau penyakit dari
masyarakat.
b. Rumah sakit khusus yaitu rumah sakit yang hanya
melayani salah satu jenis masalah kesehatan atau penyakit
dari masyarakat. Misalnya : Rumah Sakit Jiwa, Rumah
Sakit Kusta, Rumah Sakit Ibu dan Anak, Rumah Sakit
Jantung, dan sebagainya.66

Rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah Daerah (RSUD) :

a. RSUD Provinsi
b. RSUD Kabupaten/Kota67

Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara

berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit

khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan

pelayananan rumah sakit. Rumah sakit umum berdasarkan funsi

64
Soekidjo Notoatmodjo, Op. cit., hlm. 157.
65
Cecep Triwibowo, 2012, Perizinan Dan Akreditasi Rumah Sakit, Sebuah Kajian Hukum
Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika, hlm 31.
66
Soekidjo Notoatmodjo, Op. cit., hlm 157.
67
Ibid.
37

rujukan terdiri atas : (a). Rumah sakit umum kelas A; (b). Rumah

sakit umum kelas B; (c) Rumah sakit umum kelas C ; dan (d) Rumah

sakit umum kelas C.68

a) Asas Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi

masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh

perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi

dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap

mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan

terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya.69 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah sakit menjelaskan :

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan


yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.

Rumah sakit diselenggarakan berasaskan pancasila dan

didasarkan pada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas,

manfaat, keadilan, persamaan hak, dan anti diskriminasi,

pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta

mempunyai fungsi sosial. 70

68
Ibid, hlm. 158.
69
Sri Siswati, 2015, Etika Dan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Undang-Undang Kesehatan,
Depok: PT Raja Gravindo Persada, hlm. 80
70
Ibid, hlm. 81.
38

b) Tujuan Rumah sakit

Mengutip Pasal 3 Undang-Undang Rumah Sakit, Sri Siswanti

menulis dalam bukunya yang berjudul Etika Dan Hukum Kesehatan

Dalam Perspektif Undang-Undang Kesehatan71, bahwa pengaturan

penyelenggaraan rumah sakit bertujuan untuk:

(a) Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan


pelayanan kesehatan.
(b) Memberikan perlindungan hukum terhadap keselamatan
pasien, msyarakat, lingkungan rumah sakit, dan sumber daya
manusia di rumah sakit.
(c) Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan
rumah sakit.
(d) Memberikan kepastian hukum kepada pasien , masyarakat,
sumber daya manusia rumah sakit, dan rumah sakit.

c) Tugas dan fungsi Rumah sakit

Selajutnya, siswanti menguraikan Pasal 4 dan 5 Undang-

Undang Rumah Sakit,

bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk

menjalankan tugas rumah sakit mempunyai fungsi :

(a) penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan


kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;

71
Ibid, hlm. 83.
39

(b) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui


pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis;
(c) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan; dan
(d) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta
penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

5) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan

Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.72 Pusat Kesehatan

Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu sarana pelayanan

kesehatan yang menjadi andalan atau tolak ukur dari pembangunan

kesehatan, sarana peran serta masyarakat, dan pusat pelayanan pertama

yang menyeluruh dari suatu wilayah.73

72
Deden Dermawan, Op. Cit., hlm. 73.
73
Dedy Alamsyah, 2011, Manajemen Pelayanan Kesehatan, Yogyakarta : Nuha Medika, hlm. 43.
40

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu

fasilitas pelayanan kesehatan yang diwujudkan untuk

menyelenggarakan kesehatan masyarakat atau kesehatan perseorangan.

Hal ini Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 1 butir 7

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang

mengatur bahwa,

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau


tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.

Puskesmas adalah organisasi fungsional yang mempunyai peran

sangat besar dan dapatdikatakan mempunyai nilai jual yang

strategisdalam melaksanakan pembangunn kesehatan masyarakat dan

meningkatkan taraf kesehatan individu maupun masyarakat dan

lingkungan.

Puskesmas sebagai pusat pelayanan masyarakat di

Kabupaten/Kota lebih lanjut lagi diatur Pada Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas. Pasal 1 butir 2

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat

Kesehatan Masyarakat. menjelaskan pengertian Puskesmas, bahwa:

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut


Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya.
41

1) Tujuan Puskesmas
Selain menerapkan dan mempunya visi dan misi, Puskesmas juga
mempunyai tujuan. Tujuan puskesmas yaitu mendukung tercpainya
tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal diwilayah kerja Puskesmas agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam ranglka mewujudkan
Indonesia sehat.74

2) Fungsi Puskesmas
Memberikan pelayanan kesehatan perseorangan maupun
masyarakat di wilayah kecamatan fungsi dari Puskesmas itu sendiri.
Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 4 Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 mengatur bahwa,
“Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan
untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya
dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat”. Lebih
lanjut lagi fungsi Puskesmas sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal
5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 mengatur
bahwa :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Puskesmas menyelenggarakan
fungsi: a) penyelenggaraan UKM tingkat pertama di
wilayah kerjanya; dan b) penyelenggaraan UKP tingkat
pertama di wilayah kerjanya.

Dalam menyelenggarakan fungsi Puskesmas sebagaimanaa yang


telah dijelaskan pada Pasal 5 diatas, pada Pasal 6 Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas mengatur
bahwa, Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf a, Puskesmas berwenang untuk:

74
Deden Dermawan, Op. Cit., hlm 76.
42

a) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis


masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan
pelayanan yang diperlukan;
b) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan
kesehatan;
c) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan
pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan;
d) Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat
perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan
sektor lain terkait;
e) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan
pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat;
f) Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya
manusia Puskesmas;
g) Memantau pelaksanaan pembangunan agar
berwawasan kesehatan;
h) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi
terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan
Kesehatan; dan
i) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan
masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem
kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.

Selanjutnya diatur dalam Pasal 7 Peraturan Menteri kesehatan


Nomor 75 Tahun 2014 yang mengatur bahwa, Dalam
menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf b, Puskesmas berwenang untuk:
a) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara
komprehensif, berkesinambungan dan bermutu;
b) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif;
c) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang
berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat;

Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai andalan atau tolak ukur


dalam pelayanan kesehatan ditingkat pertama fasilitas kesehatan
pemerintah, Puskesmas memiliki asas-asas dalam mengelola
program kerja yang berdasarkan pada prinsip penyelenggaraan,
tugas, fungsi, dan wewenang sebagaimana yang diatur dalam Pasal
43

3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang


Puskesmas mengatur bahwa:
(1) Berdasarkan prinsip paradigma sehat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, Puskesmas mendorong
seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam
upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang
dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
(2) Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Puskesmas
menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
(3) Berdasarkan prinsip kemandirian masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, Puskesmas mendorong
kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
(4) Berdasarkan prinsip pemerataan sebagaimana pada ayat (1)
huruf d, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh
masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa
membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan
kepercayaan.
(5) Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, Puskesmas
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan
memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak
berdampak buruk bagi lingkungan.
(6) Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, Puskesmas
mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan
UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta
melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan
manajemen Puskesmas.

Manajemen kerja Puskesmas sangat berpengaruh pada pelayanan


yang dilakukan oleh Puskesmas. Adanya fungsi manajemen yang dimana
sebagai suatu proses yang dapat dilihat dari fungsi-fungsi manajemen
yang dilakukan seseoarang manajer. Penerapan fungsi manajemen di
Puskesmas diterapkan di setiap program yang ada di dipuskesmas (sekitar
18 program pokok) manajemennya meliputi perencanaan, manajemen
personalia, pelatihan, supervisi, manajemen keuangan, manajemen
44

logistik, monitoring program, kerja sama/koordinasi, dan


pencatatan/pelaporan.75

Pengembangan mutu pelayanan kesehatan melalui Puskesmas juga

sangatlah penting untuk dikembangkan, meskipun sumber daya manusia

(SDM), dana, dan teknologi kedokteran yang dimanfaatkan di tingkat

pelayanan dasar ini tidak sebesar rumah sakit. Namun, karena jumlah

Puskesmas sudah cukup banyak dan tersebar diseluruh Indonesia, mutu

kesehatan pelayanan primer ini juga wajib dikembangkan untuk

mengurangi ketimpangan dan ketidakadilan dalam penyelengaraan

pelayanan kesehatan dipublik negeri ini.76

75
Efendi Sianituri, 2018, Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Jakarta: Buku
Kedokteran EGC, hlm 17.
76
A. A. Gde Muninjaya, 2018, Manajemen Mutu Pelayanan Keesehatan, Jakarta: Buku Kedokteran
EGC, hlm. 1.
45

F. METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

Pada penelitian studi sosial, hukum konsepsikan sebagai suatu

institusi sosial yang dikaitkan secara riil dengan variabel-variabel sosial

lain.77 Lebih lanjut lagi, penelitian hukum sosiologis, mula-mula yang

diteliti adalah data sekunder, yang dilanjutkan dengan penlitian data

primer dilapangan atau terhadap masyarakat.78

Pendekatan pada penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui

sejauh mana perspektif hak asasi manusia terhadap perawat tenaga

kesehatan sukarela yang bekerja rumah sakit dan puskesmas dibawah

naungan instansi pemerintah kota bima.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi dalam penelitian ini adalah menggunakan deskriptif

analitis. Yang dimana menggambarkan frekuensi terjadinya gejala

hukum atau peristiwa hukum atau karakteristik gejala hukum atau

frekuensi adanya hubungan (kaitan) antara gejala hukum atau peristiwa

hukum yang satu dengan yang lain. Dimana dalam penelitian ini ingin

mengetahui bagaimana perspektif maupun penerapan hak asasi

manusia terhadap perawat tenaga kesehatan sukarela yang bekerja di

77
Ronni Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia
Pustaka, hlm. 34.
78
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, hlm.52.
46

instansi pemerintah, apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

3. Jenis Data

Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data

pimer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh

langsung dari obyek yang akan diteliti di lapangan, sedangkan data

sekunder adalah data yang didapatkan dari dokumen atau publikasi

serta perundang-undangan.79

a. Data Primer

Jenis data primer didapat melalui dua tehnik pengumuplan

data, antara lain:

1) Wawancara

2) Observasi

b. Data Sekunder

Data sekunder dari penelitian ini didapatkan dari studi

dokumentasi dan studi pustaka.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini direncakan akan dilakukan pada dua fasilitas layanan

kesehatan dibawah naungan instansi pemerintah daerah Kota Bima,

yakni Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Paruga dan Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bima. Selanjutnya untuk

79
Sugiyono, 2018 Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan Kombinasi, Bandung: Alfabeta,
hlm.187.
47

mendapatkan data-data penunjang, akan dilakukan wawancara terhadap

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bima atau pejabat yang mewakili, Kepala

Badan Kepegawaian Daerah Kota Bima atau pejabat yang mewakili,

serta Ketua Umum Dewan Perwakilan Daerah Persatuan Perawat

Nasional (DPD PPNI) Kota Bima.

5. Metode Pengumpulan Data

a. Data primer

Data primer yang didapat yakni menggunakan dua

tehnik metode, yakni wawancara dan observasi.

1) Wawancara

Wawancara merupakan tehnik atau cara yang digunakan

untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai

tujuan tertentu.80 Dalam penelitian ini, susunan pertanyaan

yang dilakukan melalui metode wawancara bertujuan untuk

mendapatkan gambaran dan informasi mengenai perspektif

hak asasi manusia terhadap perawat tenaga sukarela yang

bekerja di instansi pemerintah Kota Bima. Adapun

narasumber dalam penelitian ini adalah :

(1) Kepala Dinas Kesehatan Kota Bima atau pejabat yang

mewakili.

(2) Kepala Badan Kepegawaian Kota Bima atau pejabat

yang mewakili.

80
Burhan Ashshofa , 2013, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, hlm. 95.
48

(3) Perawat kepala ruangan di Rumah Sakit Kota Bima atau

pejabat yang mewakili.

(4) Kepala puskesmas Paruga atau pejabat yang mewakili

(5) Ketua DPD Organisasi Profesi PPNI Kota Bima atau

pejabat yang mewakili.

(6) Perawat tenaga kesehatan sukarela yang bekerja di

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bima, dan Puskesmas

Paruga. Masing-masing berjumlah sepuluh orang.

2) Observasi

Observasi yaitu dengan pengamatan yang dilakukan untuk

mengamati gejala yang diteliti. Setelah diteliti, dicatat dan

selanjutnya catatan tersebut di analisis.81 Dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan observasi partisipatif pasif, yang

dimana peneliti datang di tempat kegiatan orang yang

diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.82

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

meninjau aktifitas bekerja perawat tenaga kesehatan

sukarela, baik itu jam datang dan jam pulang kerja, serta

kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

81
Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit., hlm. 70.
82
Sugiyono, Op. cit., hlm. 311.
49

b. Data Sekunder

Dalam penelitian ini, yang dimaksud data sekunder adalah

data yang berasal dari bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, yang meliputi :

(1) Bahan hukum primer

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

1945.

b. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia.

c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang

Tenaga Kesehatan.

d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan.

e. Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang

Keperawatan.

(2) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu data dari instansi tertentu dapat berupa buku-

buku dibidang hukum, keperawatan, kesehatan dan jurnal

terkait hak asasi manusia.

6. Metode Sampling

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan dua metode,

yakni purposive sampling dan accidental sampling. Purposive

sampling yaitu memilih sampel berdasarkan pertimbangan/penelitian


50

subyektif dari penelitian, jadi dalam penelitian ini peneliti menentukan

sendiri narasumber mana yang dianggap dapat mewakili. Purposive

sampling di gunakan untuk ; Kepala Dinas Kesehatan Kota Bima,

Kepala Badan Kepegawaian Kota Bima, Perawat Kepala Ruangan di

Rumah Sakit Kota Bima, Kepala Puskesmas Paruga, dan Ketua DPD

PPNI Kota Bima. Sedangkan Accidental sampling, yaitu pengambilan

narasumber yang kebetulan ada atau tersedia di tempat penelitian sesuai

dengan konteks penelitian.83 Accidental sampling di gunakan untuk

perawat TKS, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan,

serta yang berpendidikan D3 keperawatan dan berpendidkan profesi

ners.

7. Metode Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan

metode kualitatif yakni menggunakan pendekatan situasi sosial, yang

terdiri dari tiga elemen yaitu : tempat, pelaku, dan aktifitas yang

berinteraksi secara sinergis.84

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi, akan

dikorelasikan serta dianalisis dengan teori-teori hukum, serta peraturan

perundang-undangan terkait. Setelah analisis data selesai, akan

disajikan dalam bentuk narasi, yang dimana narasi tersebut

menguraikan tentang perspektif hak asasi manusia terhadap perawat

83
Burhan Ashshofa, Op.cit., hlm. 91.
84
Sugiyono, 2018, Op. cit., hlm. 297.
51

tenaga kesehatan sukarela yang bekerja di instansi pemerintah. Dalam

hal ini Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bima dan Puskesmas Paruga.

Pengambilan kesimpulan dilakukan secara induktif.


52

G. RENCANA PENYAJIAN TESIS

Sistematika penulisan dalam rencana penyajian tesis ini, adalah

sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam pendahuluan, akan diuraikan mengenai latar

belakang serta rumusan masalah pemilihan judul, mengenai

latar belakang mengemukakan mengenai pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, yang berkaitan dengan judul penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini memuat tentang teori- teori yang menjelaskan,

hak oleh para ahli; teori-teori tentang HAM; definisi, tugas,

fungsi, serta peran perawat sebagai tenaga kesehatan; teori

tentang rumah sakit; dan teori tentang puskesmas, dimana

teori yang dimuat memiliki korelasi terkait penerapan hak

asasi manusia terhadap perawat tenaga sukarela yang bekerja

di instansi pemerintah.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini memuat hasil yang diperoleh dari wawancara

dan observasi yang di dapat selama proses penelitian

berlangsung. Kemudian di bahas sejauh mana penerapan hak

asasi manusia terhadap perawat tenaga kesehatan sukarela


53

yang bekerja di instansi kesehatan milik pemerintah kota

bima.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran yang mungkin

bermanfaat bagi penerapan hak asasi manusia terhadap

perawat tenaga kesehatan sukarela yang bekerja di instansi

kesehatan milik pemerintah kota bima. Selanjutnya pada

bagian akhir dilengkapi lampiran dan daftar pustaka.


54

H. JADWAL PENELITIAN

Tahun 2019
No. Kegiatan Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt
1. Pengajuan Judul
Penyusunan
2.
Proposal
3. Seminar Proposal

4. Revisi Proposal
Pengumpulan &
5.
Pengolahan Data
Penyusunan Hasil
6.
Tesis
Seminar Hasil
7.
Tesis
8. Sidang Tesis
Pengumpulan
9.
Draft Tesis
55

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:.
Ashsofa, Burhan. 2013, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.
Alamsyah, Dedi. 2011, Manajemen Pelayanan Kesehatan, Yogyakarta: Nuha
Medika.
Agusmidah. 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika Dan Kajian
Teori, Bogor: Ghalia Indonesia.
Afriko, Joni. 2016, Hukum Kesehatan (Teori Dan Aplikasinya) Dilengkapi
Undang-undang Kesehatan Dan Keperawatan, Bogor: In Media.
Amelia, Nindy. 2013, Prinsip Etika Keperawatan, Yogyakarta: D-Medika.
Atmasasmita, Romli. 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan
Hukum, Bandung: Mandar Maju.
Ali, Zainuddin. 2016, Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.
Baehr, Peter, et al. 2001, Instrumen Internasional Pokok-Pokok Hak Asasi
Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Budiono & Pertami, Sumirah Budi. 2015, Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:
Bumi Medika.
Dermawan, Deden. 2012, Buku Ajar Keperawatan Komunitas, Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Effendi, A. Masyur 1994, Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum
Nasional Dan Internasional, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Febriana, Diva Via. 2017, Konsep Dasar Keperawatan, Yogyakarta: Healthy PT
Anak Hebat Indonesia.
Hartini, Sri & Sudrajat, Tedi. 2017, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Jakarta:
Sinar Grafika.
Hutauruk, M. 2004, Hak-Hak Azasi Manusia dan Warganegara, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
HR, Hapsara. R. 2014, Pemikiran Dasar Pembangunan Kesehatan, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
56

Irsan, Koesparnomo & Armansyah. 2016, Hukum Tenaga Kerja : Suatu Pengantar,
Jakarta: Erlangga.
Marzuki, Peter Mahmud. 2017, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana.
Murwani, Arita. 2008, Pengatar Konsep Dasar Kperawatan, Yogyakarta:
Fitramaya.
Muninjaya, A. A. Gde. 2018, Manajemen Mutu Pelayanan Keesehatan, Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2018, Etika Dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Praptianingsih, Sri. 2006, Kedudukan Hukum Perawat Dalam Pelayanan
Kesehatan Di Rumah Sakit, Jakarta: PT. Raja Granfindo Persada.
Qamar, Nurul. 2016, Sosiologi Hukum, Jakarta : Mitra Wacana Media.
Rahardjo, Satjipto. 2014, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti
Ratnawati, Emmelia. 2014, Keperawatan Komunitas, Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Sciortino, Rosalia. 2008, Perawat Puskesmas Di Antara Pengobatan Dan
Perawatan, Yogyakarta: Gadjah Mada Unuversity Press.
Siswanti, Sri. 2015, Etika Dan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Undang-
Undang Kesehatan, Depok: PT Raja Gravindo Persada.
Sianituri, Efendi. 2018, Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Jakarta, Ghalia.
Soerjowinoto, Petrus. 2017, Ilmu Hukum Suatu Pengatar Buku Panduan
Mahasiswa, Semarang: Fakultas Hukum Unika Soegijapranata.
Soekanto, Soejono. 1986, Pengantar Pendidikan Hukum, Jakarta: Universitas
Indoenesia
Sugiyono. 2018, Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan Kombinasi, Bandung:
Alfabeta.
Tribowo, Cecep. 2010, Hukum Keperawatan Panduan Hukum Dan Etika Bagi
Perawat, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
57

__________.2012, Perizinan Dan Akreditasi Rumah Sakit, Sebuah Kajian Hukum


Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika.
__________. 2014, Etika dan Hukum Kesehatan. , Yogyakarta : Nuha Medika.
__________. & Fauziyah, Yulia. 2012, Malpraktik Etika Perawat Penyelesaian
Sengketa Melalui Mediasi, Yogyakarta: Nuha Medika.
Yustina, Endang Wahyati. 2012, Mengenal Hukum Rumah Sakit, Bandung : CV.
Keni Media.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan.

JURNAL:

Al Muhajirin, Perlindungan Hukum Bagi Perawat Non Pegawai Negeri Sipil Di


Puskesmas Pada Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima Setelah
Berlakunya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan,
Tesis : Program Studi Magister Hukum Kesehaatan, Fakultas Pascasarjana
Unika Soegijapranata Semarang ( tidak diterbitkan), tahun 2018, hlm.1.

Aning Pattypeilohy, Sutarno, Adriano, Kekuatan Hukum Pelimpahan Wewenang


dari Dokter Kepada Ners Ditinjau dari Aspek Pidana dan Perdata, 2014,
Legality, ISSN: 2549-4600, Volume 25, No.2, September 2017- Februari
2018, hlm. 175.

Darwin Botutihe, Hamid Pongoliu, Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Pada


Rumah Sakit Islam Gorontalo, Jurnal Al-himayah : Fakultas Syariah IAIN
Sultan Amai Gorontalo, Volume 2, No 2, Oktober 2018, hlm. 148.
58

Muhammad Saputra Padeli, Tanggung Jawab Hukum Perawat Dalam


Melaksanakan Kewenangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 2014 tentang Keperawatan, Tesis : Program Studi Magister Hukum
Kesehaatan, Fakultas Pascasarjana Unika Soegijapranata Semarang ( tidak
diterbitkan), tahun 2017, hlm. 6.

Rimbara Susilo, Tito Yustiawan, Perhitungan Tenaga Keperawatan Dengan


Metode Full Time Equivalent Di Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan
Surabaya, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Volume 18, No 4, Tahun
2015, hlm 400.

INTERNET:

Claudia Liberani dalam http://pontianak.tribunnews.com/2017/12/01/ppni-


ungkap-permasalahan-perawat-yang-dialami-perawat-di-indonesia. Diakses
tanggal 08 maret 2019.

https://senyumperawat.com/2019/02/tks-perawat-unjuk-rasa-di-dinkes-asahan-
kami-merasa-dianaktirikan.html/amp . Diakses tanggal 08 maret 2019.

https://kahaba.net/berita-bima/63886/pegawai-rsud-kota-bima-mogok-kerja-
pasien-
terlantar.html?fbclid=IwAR3_LPAMBRBuClJ77JjQYH4fM4zf1R2o4tuMz6UR6
BqLZoSAizEeoKc4wCw . Diakses tanggal 13 Maret 2019.
59
60
61
62

Anda mungkin juga menyukai