Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN

“NON HODGKIN LIMFOMA (NHL)”

OLEH:

DITA AYUHANA

15.20.016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS: PROGRAM


PROFESI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Resume pada pasien Poli Onkologi di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang Yang
Dilakukan Oleh:
Nama : Dita Ayuhana
NIM : 15. 20. 016
Prodi : Pendidikan Profesi Ners Program Profesi STIKes Kepanjen
Malang
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners
Departemen Keperawatan Dasar yang dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus
2019- 31 Agustus 2019, yang telah disetujui dan disahkan pada:

Hari :
Tanggal :

Malang, Agustus 2019

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(................................) (................................)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Limfoma non-Hodgkin adalah kanker dari kelenjar getah bening


karena itu mudah menjalar ke tempat-tempat lain disebabkan kelenjar getah
bening dihubungkan satu dengan yang lain oleh saluran-saluran getah bening.
Kanker kelanjar getah bening atau limfoma adalah sekelompok penyakit
keganasan yang bekaitan dan mengenai sistem limfatik. Sistem limfatik
merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh yang membentuk
pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker.
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada
anak sepertiga leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat. Angka kejadian
tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia dibawah 2
tahun. Laki-laki lebih sering bila dibandingkan wanita dengan perbandingan
2,5 : 1. Angka kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di USA
16,4 persejuta anak dibawah usia 14 tahun. Angka kejadian limfoma
malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Di
indonesia, terdapat beberapa kasus yang terjadi pada kanker Non-hodgkin’s
lymphoma. Contohnya yaitu Limfoma non-Hodgkin dari sinus sphenoid
menyebabkan kelumpuhan saraf terisolasi oculomotor. WHO memperkirakan
sekitar 1,5 juta orang di dunia saat ini hidup dengan NHL dan 300 ribu orang
meninggal karena penyakit ini tiap tahun. Sekitar 55 persen dari NHL tipenya
agresif dan tumbuh cepat.
NHL merupakan kanker tercepat ketiga pertumbuhannya setelah
kanker kulit dan paru-paru. Angka kejadian NHL meningkat 80 persen
dibandingkan tahun 1970-an. Setiap tahun angka kejadian penyakit ini
meningkat 3-7 pesen. NHL banyak terjadi pada orang dewasa dengan angka
tertinggi pada rentang usia 45-60 tahun.
Untuk lebih lanjut mengenai penyakit kanker Limfoma non-Hodgkin
dan kasus-kasusnya yang sering terjadi serta cara pengobatan penyakit ini
dapat dijelaskan dalam makalah ini.
1.2 Tujuan
a. Mahasiswa dapat mengetahui Definisi Limfoma Non Hodgkin
b. Mahasiswa dapat mengetahui Etiologi Limfoma Non Hodgkin
c. Mahasiswa dapat mengetahui Manifestasi Klinis Limfoma Non
Hodgkin
d. Mahasiswa dapat mengetahui Klasifikasi Limfoma Non Hodgkin
e. Mahasiswa dapat mengetahui Patofisiologi Limfoma Non Hodgkin
f. Mahasiswa dapat mengetahui Pemeriksaan Penunjang Limfoma Non
Hodgkin
g. Mahasiswa dapat mengetahui Pentalaksanaan Limfoma Non Hodgkin
h. Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan Limfoma Non
Hodgkin
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN
2. 1 Definisi
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa
gangguan proliferatif tidak terkendali dari jaringan limfoid (limfosit B
dan sistem sel limfosit T). (Schwartz M William, 2010)
Limfoma non Hodgkin (LMNH) adalah neoplasma yang ganas
pada sistem limfatik dan jaringan limfoid. Seperti halnya kebanyakan
neoplasma anak, penyebab LMNH juga tidak diketahui. Sejumlah
faktor, seperti infeksi virus, imunodefisiensi, aberasi kromosom,
imunostimulasi kronis, dan pemajanan terhadap lingkungan memicu
terjadinya limfoma maligna. (Betz, 2009)
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker)
yang berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar
ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat
(dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan
cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi
dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.

2. 2 Etiologi
Penyebab NHL belum jelas diketahui. Para pakar cenderung
berpendapat bahwa terjadinya NHL disebabkan oleh pengaruh
rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi
jaringan limfoid tidak terkendali. NHL kemungkinan ada kaitannya
dengan factor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu anggota
keluarga menderita NHL maka risiko anggota keluarga lainnya
terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak
termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup
semakin besar risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya NHL, antara lain :
1. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan
dengan terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined
immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common variable
immunodeficiency, Wiskott Aldrich syndrome dan ataxia-
telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-
kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan Epstein Barr
Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
2. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit
sporadic. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit
ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap
terjadinya limfoma Burkit belum diketahui.
3. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang
sering dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta
pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan
herbisida dan pelarut organic.
4. Diet dan Paparan lsinya : Risiko NHL meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang
terkena paparan UV4,5.

2. 3 Manifestasi Klinis

Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :

1. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit.


2. Demam.
3. Keringat malam.
4. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus.
5. Gangguan pencernaan dan nyeri perut.
6. Hilangnya nafsu makan.
7. Nyeri tulang.
8. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang
terkena.
9. Limphadenopaty.
a. Limfadenopati superficial. Sebagian besar pasien datang
dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak
nyeri pada satu atau lebih region kelenjar getah bening perifer.
b. Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam hari dan
penurunan berat badan lebih jarang terjadi dibandingkan pada
penyakit Hodgkin. Adanya gejala tersebut biasanya menyertai
penyakit diseminata. Dapat terjadi anemia dan infeksi dengan
jenis yang ditemukan pada penyakit Hodgkin.
c. Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat penyakit
distruktur limfoid orofaringeal (cincin waldeyer) yang dapat
menyebabkan timbulnya keluhan “sakit tenggorok” atau napas
berbunyi atau tersumbat.
d. Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopenia
dengan purpura mungkin merupakan gambaran pada penderita
penyakit sumsum tulang difus. Sitopenia juga dapat
disebabkan oleh autoimun.
e. Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering kali membesar dan
kelenjar getah bening retroperitoneal atau mesenterika sering
terkena. Saluran gastrointestinal adalah lokasi ekstranodal
yang paling sering terkena setelah sumsum tulang dan pasien
dapat datang dengan gejala abdomen akut.
f. Organ lain. Kulit, otak, testis dan tiroid sering terkena. Kulit
juga secara primer terkena pada dua jenis limfoma sel T yang
tidak umum dan sindrom sezary.
Gejala dan Penyebab Limfoma

KEMUNGKINAN
GEJALA PENYEBAB TIMBULNYA
GEJALA

Gangguan pernafasan Pembesaran kelenjar getah bening di


dan pembengkakan dada 20 - 30 %
pada wajah
Hilang nafsu makan, Pembesaran kelenjar getah bening di
sembelit berat, nyeri perut 30 - 40 %
perut dan kembung
Pembengkakan pada Pembesaran kelenjar getah bening di
10%
tungkai selangkangan atau perut

Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke usus halus > 10 %

Pengumpulan cairan
Penyumbatan pembuluh darah getah
disekitar paru-paru 20 -30 %
bening didalam dada
(efusi pleura)

Daerah kehitaman dan


menebal dikulit yang Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh 50 - 60 %
terasa gatal

Perdarahan ke dalam saluran


pencernaan, Penghancuran sel darah
merah oleh limpa yang membesar dan
trlalu aktif, Penghancuran sel darah
Anemia merah oleh antibodi abnormal (anemia 30 %, pada akhirnya
(berkurangnya sel hemolitik), penghancuran sum-sum dapat mencapai 100
darah merah) tulang karena penyebaran limfoma, %
ketidakmampuan sum-sum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel darah
merah karena obat atau terapi
penyembuhan

Penyebaran ke sum-sum tulang dan


Mudah terinfeksi oleh
kelenjar getah bening, menyebabkan 20 - 30 %
bakteri
berkurangnya pembentukan antibodi
2. 4 Klasifikasi
Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam
manajemen NHL yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan
memilih pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi hasil
terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut
Arnn Arborr (1971) sebagai berikut:

Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu:

1. Limfoma non Hodgkin agresif.


Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai
limfoma non Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena
sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh
dengan cepat. Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya sangat
menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon sangat baik
terhadap pengobatan.Meskipun pasien yang penyakitnya tidak
berespon baik terhadap standar pengobatan lini pertama,sering
berhasil baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada
kenyataannya, limfoma non Hodgkin agresif lebih mungkin
mengalami kesembuhan total daripada limfoma non
Hodgkin indolen.
2. Limfoma non Hodgkin indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal
sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level
rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen
tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak
menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk
beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara
kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab
lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran
kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala,
suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X,
dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian
diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non
Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar
getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher,
ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin
mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena
limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa
menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium
lanjut saat pertama terdiagnosis.

STADIUM INTERPRETASI
Stadium I Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau
ekstra limfatik
Stadium II Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas
diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik
Stadium III Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah
diafragma atau disertai limfoma ekstra limfatik, limpa
atau keduanya.
Stadium IV Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan
atau tanpa melibatkan kelenjar limfe.

2. 5 Patofisiologi:
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan
akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari
sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses
transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan
imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara
lain:
1) Ukurannya semakin besar
2) Kromatin inti menjadi lebih halus
3) Nukleolinya terlihat
4) Protein permukaan sel mengalami perubahan.
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan
terjadinya limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-
virus seperti virus Epstein-Berg, Sitomegalovirus, HIV, HHV-6,
defisiensi imun, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi awalnya
menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah bening sehingga sel-
sel limfosit tersebut membelah secara abnormal atau terlalu cepat dan
membentuk tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di kelenjar getah
bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan
penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel
tersebut menyerang Kelenjar limfe maka akan terjadi Limphadenophaty
Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak
terkendali, sel darah merah akan terdesak, jumlah sel eritrosit
menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain itu populasi
limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan jumlah sel trombosit
dibawah normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan
terjadi bersamaan, hal itu akan disebut bisitopenia yang menjadi salah
satu tanda kanker darah.
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar
getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di
seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak
menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil
(amandel) menyebabkan gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut
bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan,
berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan
tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia.
Limfoma non hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang,
saluran pencernaan dan kulit. Pada anak – anak, gejala awalnya adalah
masuknya sel – sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit,
usus, otak, dan tulang belekang; bukan pembesaran kelenjar getah
bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit
dan gejala neurologis (misalnya delirium, penurunan kesadaran).
Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali
hangat dan merasa lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat
badan menurun disertai pembengkakan seluruh kelenjar getah bening :
leher, ketiak, lipat paha, dll
2. 6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut.
a. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED
b. Gula darah
c. Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH
d. Fungsi ginjal
e. Immunoglobulin.
2. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui
subtype NHL, bila perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat
lain yang dicurigai.
3. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
4. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran
kelenjar getah bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya,
massa tumor abdomen, dan metastase kebagian intraabdominal.
5. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran
kelenjar media stinum, bila perlu CT scan toraks.
6. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer
terlibat dilanjutkan dengan tindakan gastroskopi
7. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk
melihat keterlibatan tulang.
8. Jika diperlukan biopsy hati

Tabel tes diagnostic dan interpretasi pada klien NHL

Jenis pemeriksaan Interpretasi hasil

Hitung darah lengkap:


Variasi normal, menurun atau meningkat
a) Sel darah putih (SDP)
secara nyata.

Neutofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia


b) Diferensial SDP mungkin ditemukan. Limfofenia sebagai
gejala lanjut.

c) Sel darah merah dan Hb/Ht Menurun

Eritrosit

d) Morfologi SDM Normositik, hipokromik ringan sampai sedang


e) Kerapuhan eritrosit osmotik Meningkat

Meningkat selam tahap aktif (inflamasi,


Laju endap darah (LED)
malignansi)

Menurun (sumsum tulang digantikan oleh


Trombosit
limfomi atau hipersplenisme)

Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi


Test comb
negative pada tahap lanjut.

Alkalin fosfatase Mungkin meningkat bila tulang terkena

Kalsium serum Meningkat pada eksaserbasi

BUN Mungkin meningkat bila ginjal terlibat

Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi


Globulkin
pada penyakit lanjut

Foto toraks, vertebra, ekstremitas


Dilakukan untuk area yang terkena dan
proksimal serta nyeru tekan pada
membantu penetapan stadium penyakit
area pelvis

Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan


memastikan keterlibatan nodus limfe
CT scan dada, abdominal, tulang
mediatinum, abdominal, dan keterlibatan
tulang.

Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus


USG abdominal
limferetroperitoneal

Menentukan keterlibatan sumsum tulang,


Biopsy sumsum tulang
invasi sumsum tulang terlihat pada tahap luas.

Biopsy nodus limfe Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma

2. 7 Penatalaksanaan
Untuk terapi pasien NHL, tergantung tipe, stadium, usia dan
kondisi kesehatan organ lainnya. Untuk NHL indolen yang tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik), cukup dilakukan observasi pada
pasien dan jika menunjukkan gejala (simptomatik), pada stadium I
maupun II, pilihan terapi utamanya adalah radioterapi. Untuk NHL
indolen stadium III dan IV, jika proliferasi selnya lambat, bisa diberi
kemoterapi dengan obat chlorambucill cyclophosphamid oral, jika cepat
dan jangkauannya luas dapat diberikan CVP, C-MOPP atau BACOP.
Sedangkan NHL agresif, terapi yang diberikan adalah kemoterapi
kombinasi dosis tinggi. Radioterapi terkadang juga digunakan untuk
penyembuhan penyakit NHL (Santoso M, 2004). Terapi terpilih untuk
penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah radiasi,
radioterapi lokal atau radioterapi dengan lapangan yang luas terutama
pada kasus limfoma histiositik difus. Penderita penyakit stadium II
difus memerlukan kombinasi kemoterapi dan radiasi. Agen
kemoterapeutik yang sering dipakai pada NHL adalah:

Obat Pemberia Toksisitas


Generik Dagang n Akut Jangka Panjang
Agen Alkil:
Cyclophospa Cytoxan, IV, Oral Nausea Alopesia, sistitis hemo-ragik,
mide Endoxan miolosupresi, imunosupresi,
amenorea, steril pada pria.
Antibiotik:
Doxorubicin Adriamycin IV Vesikel Mielosupresi, Alopesia,
berat Toksisitas pada jantung dengan
dengan dosis kumulatif
nekrosis
jaringan,
nausea
Alkaloid
alam:
Vincristin Oncovin IV Flebitis Neuropati perifer, miopati,
lokal, alopesia.
nausea
Adrenokorti
koid:
Prednison Orasone, Oral Gangguan Gangguan sal. cerna, diabetes
Deltasone saluran kimiawi, retensi air,
cerna, osteoporosis, psikosis.
retensi air

Sumber : Boediwarsono.2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam :


FK.UNAIR
2. 8 Asuhan Keperawatan

PENGKAJIAN
a. Anamnese
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai
sehari-hari, status perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat,
pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena
adanya benjolan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan
benjolan terasa nyeri bila ditelan kadang-kadang disertai dengan
kesulitan bernafas, gangguan penelanan, berkeringat di malam
hari.Pasien biasanya megnalami dendam dan disertai dengan
penurunan BB.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat
penyakit seperti pembesaran pada area seperti : leher, ketiak, dll.
Pasien dengan transplantasi ginjal atau jantung.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit
yang sama dengan pasien, ada atau tidaknya riwayat penyakit
menular, penyakit turunan seperti DM, Hipertensi, dan lain-lain.
b. Kebutuhan dasar:
Menurut M. Doengoes (2000) pengkajian yang bisa dilakukan
pada pasien dengan Limfoma Non-Hodgkin adalah:
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala:
Kelelahan, kelemahan atau malaise umum. Kehilangan
produktifitas dan penurunan toleransi latihan.
Tanda:
Penurunan kekuatan, jalan lamban dan tanda lain yang
menunjukkan kelelahan.
2) Sirkulasi
Gejala:
Palpitasi, angina/nyeri dada.
Tanda:
Takikardia, disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi
drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian
yang jarang), ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan
dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu dan
pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut), pucat
(anemia), diaforesis, keringat malam.
3) Eliminasi
Gejala:
Perubahan karakteristik urine dan atau feses. Riwayat
Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi
(infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal).
Tanda:
Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi
uretal/ gagal ginjal). Disfungsi usus dan kandung kemih
(kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).
4) Makanan/Cairan
Gejala:
Anoreksia/kehilangna nafsu makan. Disfagia (tekanan pada
easofagus).
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama
dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan
sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda:
Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan
(sekunder terhadap kompresi venakava superior oleh
pembesaran nodus limfa) Ekstremitas : edema ekstremitas
bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari
pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin) Asites
(obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran
nodus limfa intraabdominal).
5) Nyeri/Kenyamanan
Gejala:
Tidak ada nyeri pada nodus limfa yang terkena.
6) Pernapasan
Gejala:
Dispnea pada saat kerja atau istirahat.
Tanda:
Dispnea, takikardia. Batuk kering non-produktif. Tanda distres
pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan
kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada
saraf laringeal).
7) Keamanan
Gejala:
Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler
pencetus untuk infeksi virus herpes sistemik, TB,
toksoplasmosis atau infeksi bakterial).
Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada
pasien yang titer tinggi virus Epstein-Barr). Riwayat
ulkus/perforasi perdarahan gaster. Pola sabit adalah
peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa
minggu (demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam,
keringat malam tanpa menggigil. Kemerahan/pruritus umum.
Tanda:
Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari
38oC tanpa gejala infeksi, nodus limfe simetris, tak nyeri,
membengkak/membesar (nodus servikal paling umum terkena,
lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila dan
mediastinal). Nodus terasa keras, diskret dan dapat digerakkan,
pembesaran tosil, pruritus umum. Sebagian area kehilangan
pigmentasi melanin (vitiligo).
8) Seksualitas
Gejala:
Masalah tentang fertilitas/kehamilan (sementara penyakit tidak
mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi), penurunan
libido.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran: tidak terjadi penurunan kesadaran (compos mentis).
2) Pemeriksaan integument
Terdapat daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal
akibat perluasan limfoma ke kulit.
3) Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala: bentuk normocephalik.
Wajah: normal.
Leher: biasanya terjadi pembengkakan pada kelenjar getah bening
di leher. Pembesaran terkadang terjadi juga pada tonsil sehingga
mengakibatkan gangguan menelan.
4) Pemeriksaan dada
Apabila terjadi pembesaran kelenjar getah bening di dada, maka
pasien akan merasakan sesak nafas. Penyumbatan pembuluh
getah bening di dada mengakibatkan penyumbatan cairan di paru
sehingga dapat mengakibatkan sesak nafas dan efusi pleura.
5) Pemeriksaan abdomen.
Apabila terjadi pembesaran kelenjar getah bening di perut maka
akan menimbulkan hilang nafsu makan, sembelit berat, nyeri
perut atau perut kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus.
Terkadang terdapat konstipasi akibat penekanan pada usus. Jika
limfoma menyebar ke usus halus maka akan terjadi penurunan
berat badan Diare dan Malabsorbsi. Terdapat pembengkakan pada
skrotum.
7) Pemeriksaan ekstremitas.
Jika terjadi penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan
atau perut maka akan terjadi pembengkakan tungkai. Dan apabila
terdapat penyumbatan pembuluh getah bening pada daerah aksila
maka akan terjadi pembengkakan pada daerah aksila.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Darah Lengkap
 SDP : bervariasi, dapat normal, menurun atau meningkat
secara nyata. Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit,
basofilia, dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfopenia
lengkap (gejala lanjut).
 SDM dan Hb/Ht : menurun. Peneriksaan SDM dapat
menunjukkan normositik ringan sampai sedang, anemia
normokromik (hiperplenisme).
 LED : meningkat selama tahap aktif dan menunjukkan
inflamasi atau penyakit malignansi. Berguna untuk
mengawasi pasien pada perbaikan dan untuk mendeteksi
bukti dini pada berulangnya penyakit.
 Kerapuhan eritrosit osmotik : meningkat.
 Trombosit : menurun (mungkin menurun berat, sumsum
tulang digantikan oleh limfoma dan oleh hipersplenisme)
 Test Coomb : reaksi positif (anemia hemolitik) dapat terjadi
namun, hasil negatif biasanya terjadi pada penyakit lanjut.
 Besi serum dan TIBC : menurun.
 Alkalin fosfatase serum : meningkat terlihat pasda
eksaserbasi.
 Kalsium serum : mungkin menigkat bila tulang terkena.
 Asam urat serum : meningkat sehubungan dengan destruksi
nukleoprotein dan keterlibatan hati dan ginjal.
2) Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer
terlibat dilanjutkan dengan tindakan gstroskopy.
3) BUN : mungkin meningkat bila ginjal terlibat. Kreatinin serum,
bilirubin, ASL (SGOT), klirens kreatinin dan sebagainya
mungkin dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan organ.
4) Hipergamaglobulinemia umum: hipogama globulinemia dapat
terjadi pada penyakit lanjut.
5) Foto dada: dapat menunjukkan adenopati mediastinal atau hilus,
infiltrat, nodulus atau efusi pleural.
6) Foto torak, vertebra lumbar, ekstremitas proksimal, pelvis, atau
area tulang nyeri tekan : menentukan area yang terkena dan
membantu dalam pentahapan.
7) Tomografi paru secara keseluruhan atau skan CT dada :
dilakukan bila adenopati hilus terjadi. Menyatakan kemungkinan
keterlibatan nodus limfa mediatinum.
8) Skan CT abdomenial: mungkin dilakukan untuk
mengesampingkan penyakit nodus pada abdomen dan pelvis dan
pada organ yang tak terlihat pada pemeriksaan fisik.
9) Ultrasound abdominal: mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus
limfa retroperitoneal.
10) Skan tulang: dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang.
Skintigrafi Galliium-67: berguna untuk membuktikan deteksi
berulangnya penyakit nodul, khususnya diatas diagfragma.
11) Biopsi sumsum tulang: menentukan keterlibatan sumsum
tulang. Invasi sumsum tulang terlihat pada tahap luas.
12) Biopsi nodus limfa: membuat diagnosa penyakit Hodgkin
berdasarkan pada adanya sel Reed-Sternberg.
13) Mediastinoskopi: mungkin dilakukan untuk membuktikan
keterlibatan nodus mediastinal.
14) Laparatomi pentahapan: mungkin dilakukan untuk mengambil
spesimen nodus retroperitoneal, kedua lobus hati dan atau
pengangkatan limfa (Splenektomi adalah kontroversial karena
ini dapat meningkatkan resiko infeksi dan kadang-kadang tidak
biasa dilakukan kecuali pasien mengalami manifestasi klinis
penyakit tahap IV. Laporoskopi kadang-kadang dilakukan
sebagai pendekatan pilihan untuk mengambil spesimen.

2. 9 Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pembesaran nodus limfa
mediastinal dan edema jalan nafas ditandai dengan sesak napas
2. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi ditandai dengan
takikardia, disritmia, peningkatan kedalaman pernapasan, suhu lebih
tinggi dari 37,80C, malaise umum.
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake makanan di tandai dengan penurunan berat badan
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan transpor oksigen
ditandai dengan kelemahan, sesak nafas saat melakukan aktivitas,
adanya sianosis, klien tampak pucat
5. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan orofaring yang
ditandai dengan keengganan untuk makan.
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penyumbatan
pembuluh getah bening di selangkangan akibat limfoma non-hodgkin
ditandai dengan pembengkakan di tungkai, klien mengeluh kesulitan
untuk berjalan, keterbatasan rentang gerak.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidak adekuatan
informasi tentang penyakitnya ditandai dengan, klien tampak
bertanya-tanya tentang penyakitnya.
8. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan saraf nyeri yang ditandai
dengan klien tampak meringis
9. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan
transportasi oksigen yang ditandai dengan warna kulit pucat
10. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi
O₂ dan CO₂ ditandai dengan perubahan frekuensi pernafasan
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Evaluasi
NO

1 Nyeri akut NOC : Pain Control NIC : Pain Management


berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Lakukan pengkajian nyeri: S: Klien mengatakan
penekanan saraf keperawatan …x24 jam P: propokatif dan paliatif nyerinya berkurang
nyeri ditandai diharapkan nyeri klien dapat Q : quality O:
dengan klien tampak teratasi dengan kriteria hasil : R: region - Tanda-tanda vital dalam
meringis  Pasien dapat mengenal nyeri S: severity batas normal
yang dialaminya (range 5) T: time - Wajah klien tampak
 Pasien mengetahui faktor  Observasi adanya respon tidak meringis menahan
penyebab nyeri (skala 5) nonverbal ketidaknyamanan nyeri
 Pasien dapat melaporkan A: Masalah teratasi sebagian
ketika tidak dapat mengontrol  Gunakan komunikasi P: Lanjutkan intervensi +
nyeri (skala 4) terapeutik agar pasien modifikasi intervensi
 Pasien melaporkan perubahan mengatakan pengalaman
gejala nyeri (skala 4) nyeri
 Ajarkan pasien untuk
NOC : Pain Level mengurangi nyeri dengan
 Klien melaporkan adanya rasa terapi nonfarmakologi
nyeri yang ringan (skala 4) (teknik distraksi)
 Klien tidak mengerang atau  Anjurkan pasien untuk
menangis terhadap rasa sakitnya menggunakan pengobatan
(skala 5) nyeri yang adekuat
 Klien tidak menunjukkan rasa Kolaborasi dengan tenaga
sakit akibat nyerinya (skala 5) medis lain dalam pemberian
analgesic

NIC : Analgesic
Administration
 Ketahui lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
memberikan pasien medikasi
 Lakukan pengecekan
terhadap riwayat alergi
 Pilih analgesic yang sesuai
atau kombinasikan analgesic
saat di resepkan anagesik
lebih dari
 Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan
setelah diberikan analgesic
dengan satu kali dosis atau
tanda yang tidak biasa
dicatat perawat. Evaluasi
keefektian dari analgesic

2 Perubahan perfusi NOC : Tissue Perfusion : NIC : Hemodynamic


jaringan perifer tidak Peripheral Regulation S : Klien mengatakan suhu
efektif berhubungan Setelah dilakukan asuhan  Auskultasi suara paru-paru ektremitasnya hangat
dengan gangguan keperawatan selama …x24 jam untuk mengetahui adanya O : Nadi klien normal,
transportasi oksigen diharapkan perfusi jaringan keabnormalan CRT< detik, tekanan
ditandai dengan perifer adekuat dengan kriteria  Auskultasi suara jantung systolic dan diastolic
warna kulit pucat hasil :  Monitor dan catat detak normal
 CRT < 2 detik (skala 5) jantung, irama, nadi A : Tujuan tercapai sebagian
 Suhu ektremitas normal (skala  Monitor nadi perifer, CRT, P : Lanjutkan intervensi
5) temperature, dan warna
 Nadi ektremitas normal (skala ektremitas
5)  Bila perlu tinggikan kepala
 Tekanan systolic dan diastolic klien dari tempat tidur
normal (skala 5)  Monitor adanya edema
perifer
3 Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan NIC : Respiratory
S : Klien mengatakan tidak
efektif berhubungan keperawatan selama …x24 jam monitoring sesak
dengan pembesaran diharapkan pola napas efektif1. Monitor kecepatan, irama, O : RR klien dalam rentang
nodus limfa dengan kriteria hasil : kedalaman, dan usaha normal, irama pernafasan
mediastinal dan NOC : Respiratory status : pernapasan normal
edema jalan nafas airway patency 2. Catat pergerakan dada, serta
A : Tujuan tercapai sebagian
ditandai dengan  RR klien dalam rentang normal lihat simetris dan
P : Lanjutkan intervensi
sesak napas (skala 5) penggunaan otot bantu napas
 Kedalaman inspirasi klien 3. Monitor sesak menurun atau
adekuat (skala 5) bertambah parah
 Irama pernafasan normal (skala 4. Auskultasi suara paru-paru
5) setelah pemberian terapi
untuk mengetahui hasilnya
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Keganasan limfoma adalah kanker jaringan limfoid, klasifikasi
tergantung pada empat gambaran utama: tipe sel, derajat diferensiasi, tipe
yang menghasilkan sel tumor, dan pola pertumbuhan nodular diobservasi,
istilah nodular digunakan setelah tipe sel. Bila tak memperhatikan pola
pertumbuhan yang di buat, limfoma adalah tipe penyebar. Limfoma
malignum adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan
limfatik di organ lainnya. Ia merupakan salah satu keganasan sistem
hematopoietik terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu limfoma Hodgkin
(HL) dan limfoma non Hogkin (NHL). Belakangan ini insiden limfoma
meningkat relatif cepat. Belakangan ini insiden ilimfoma meningkat relatif
cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin timbul dari kelenjar limfe, hanya
10%timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe. Sedangkan
limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan
limfatik di luar kelenjar. Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka
kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80% lebih, menjadi tumor
ganas dengan efektivitas terapi tertinggi dewas ini. Prognosis limfoma
non-Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat disembuhkan.
4.2 Saran

1. Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengerti tentang asuhan keperawatan limfoma non
Hogkin
2. Keluarga pasien
Keluarga dapat memberikan dukungan kepada pasien terkait dengan
penyakit yang diderita seperti limfoma non Hogkin sehingga pasien
lebih cepat dalam proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.


Dochterman, Joanne Mccloskey. 2000. Nursing Intervention Classification. America :
Mosby.
Swanson, Elizabeth. 2004. Nursing Outcome Classification. America: Mosby
Williams, Lipincott & Wilkins.2011.Nursing: Memahami Berbagai Macam
Penyakit.Jakarta:Indeks
Brunner & Suddarth.2002.Keperawatan Medikal-Bedah Vol.3.Jakarta:EGC
Soebandri dkk. 2001. Kuliah Hematologi dan Onkologi Medik. Lab. / SMF Ilmu Penyakit
Dalam. FK. UNAIR, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Soeparman, Sarwono W. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Penerbit Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
Pearce Evelyn C, 2009. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia

Gibson John, 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta : EGC

Handayani Wiwik, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Schwartz M William, 2010. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC

Betz Cecily Lynn, 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Sacher, Ronald A, 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC

Otto, Shirley E, 2005. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC

American Joint Cancer Comitee. 2012. Comparison Guide Cancer Staging Manual.
AJCC: Chicago.

Boediwarsono., Soebandiri., sugianto., Armi. A., Sedana. M.P., Ugroseno.,. 2007. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UNAIR: Surabaya

Mansjoer, A. 2001.Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius


a. Pathway
Abnormalitas genetic, factor
lingkungan, infeksi virus

Pembesaran kelenjar Gangguan


Nyeri getah bening termoregulasiResiko Hipertermi Resiko
terjadinya infeksi
terjadinya infeksi

Mendesak jaringan sekitar Mendesak pembuluh darah Mendesak sel saraf

Sistem Sistem saraf Sistem Sistem Respons psikososial


pernapasan pencernaan muskuluskletal

Pa O2menurun Paralisis faringeal Efek hiperventilasi Sesak napas

PCO2 meningkat Penurunan suplai Tindakan invasif


oksigen kejaringan
Sesak napas

Peningkatan
produksi sekret

Penurunan
imunitas
Produksi asam
Kesulitan menelan
lambung
meningkat
Koping tidak
Peristaltik efektif
Penurunan nafsu Peningkatan
menurun
makan metabolisme
anaerob

Kecemasan

Mual, nyeri Peningkatan


Pola napas tidak lambung konstipasi produksi asam
efektif laktat

↑ Jalan nafas tidak


efektif

Kelemahan fisik
umum,odem
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Intoleransi aktivitas

Anda mungkin juga menyukai