Anda di halaman 1dari 14

I.

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Usia : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Paguyangan, Bumiayu, Jawa Tengah
Pekerjaan : Penjahit
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk : 13 Maret 2019
Bangsal / Kamar : Bugenvil/ 1
No. Catatan Medik : 02082236
Pembayaran / Kelas : BPJS Non PBI / Kelas III

B. ANAMNESIS
Keluhan utama:
Pasien mengeluh memiliki benjolan di depan telinga kanan
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke Poli Klinik Bedah Onkologi RSMS pada tanggal 13 Maret
2019 kemudian pasien masuk bangsal rawat inap. Pasien mengeluhkan
terdapat benjolan di depan telinga kanan yang semakin meluas ke pipi kanan
namun tidak nyeri. Lokasi benjolan berada di depan telinga kanan meluas
hingga ke pipi kanan. Pasien menyadari terdapat benjolan sekitar 3 tahun
yang lalu. Benjolan tidak terasa sakit namun membesar dan meluas hingga ke
pipi kanan 2-3 bulan kemudian. Pasien merasa benjolan tidak terasa nyeri.
Benjolan nyeri hanya saat pasien bekerja lama hingga malam. Saat awal
muncul benjolan, pasien sedang hamil sehingga tidak memeriksakan
benjolannya. Setelah pasien melahirkan yaitu sekitar 2 tahun kemudian pasien
memeriksakan ke dokter. Sebulan dari dokter, pasien berobat alternatif di
daerah Bumiayu yaitu berupa minuman jamu namun keluhan tidak berkurang,

1
terdapat keluhan batuk dan pasien semakin sering meludah. Pasien kemudian
berobat ke RS Alam Medika Bumiayu dan dirujuk ke RSMS. Batuk(+), sesak
nafas (-), berat badan turun 5 kg.

Riwayat penyakit dahulu:


 Riwayat benjolan sebelumnya (-)
 Riwayat operasi sebelumnya (-)
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes mellitus disangkal
 Riwayat alergi disangkal
Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat benjolan (-), riwayat kanker (-) saudara, riwayat hipertensi (-),
riwayat diabetes mellitus (-), riwayat alergi (-).
Riwayat sosial ekonomi:
Pasien merupakan seorang penjahit. Pasien tinggal di rumah bersama suami
dan kedua anaknya. Pasien memiliki kebiasaan makan 3 kali sehari dengan
lauk pauk dan sayuran. Pasien sering mengonsumsi gorengan setiap hari dan
apabila memasak pasien menggunakan vetcin.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Hari, tanggal : Kamis, 14 Maret 2019
Tempat : Bangsal Bugenvil

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : E4V5M6 / Composmentis
Tekanan darah : 140/80mmHg
Nadi : 78 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu badan : 36.0ºC
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 60 kg

2
Status generalis
Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis(-/-) , sklera tidak ikterik pada
mata kanan dan kiri, blefaroptosis (-/-), reflek
cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3 mm
- Telinga : Terdapat benjolan pada depan telinga kanan
melebar hingga ke bawah telinga kanan dan ke pipi
kanan, nyeri tekan (-), otorhea (-/-)
- Hidung : Tidak keluar sekret
- Mulut : Tidak tampak sianosis
- Leher : Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak
teraba pembesaran kelenjar getah bening leher
Status vegetatif
Buang air besar (+), buang air kecil (+), flatus (+)
Pemeriksaan thorax
Paru
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris (tidak ada
gerakan nafas yang tertinggal), tidak ada retraksi spatium
intercostalis.
- Palpasi : Gerakan dada simetris, vokal fremitus kanan sama dengan
kiri.
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
- Auskultasi :Suara dasar nafas vesikuler, tidak terdapatronkhi
basahkasar di parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada
kedua lapang paru, dan tidak ditemukan wheezing.
Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada
sebelah kiri atas.
- Palpasi : Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V

3
- Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II Linea Parasternal Dextra
Batas jantung kanan bawah SIC IV Linea Parasternal
Dextra
Batas jantung kiri atas SIC II Linea Parasternal Sinistra
Batas jantung kiri bawah SIC V Linea Midklavikula
Sinistra, 2 jari medial.
- Auskultasi : S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan
gallop.
Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : Bising usus positif normal
- Perkusi : timpani seluruh lapang perut
- Palpasi :Tidak ditemukan nyeri tekan pada seluruh abdomen.
Pemeriksaan ekstremitas
Tidak tampak sianosis, akral hangat, edema (+/+/+/+)
Pemeriksaan genitalia
Perempuan.
Status lokalis

Inspeksi kelenjar parotis


 Inspeksi : Terdapat massa sebesar bola tenis yang terletak di
anterior auricular dextra hingga region bucal, berbatas tegas, warna
seperti warna kulit, tidak terdapat benjolan disekitarnya. Tampak lobules
telinga kanan terangkat.

4
 Palpasi : pada regio preauricular dextra terdapat nodul
berukuran 5x5 cm, konsistensi kenyal padat, tidak teraba hangat,
permukaan rata, batas tegas, nyeri tekan (-).
 Inspeksi kgb colli : massa (-), eritema (-).
 Palpasi kgb colli : massa (-), nyeri tekan (-)

D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


CT Scan Leher
Biopsi

E. DIAGNOSIS BANDING
Parotitis
Limfoma
Tumor ganas parotis (karsinoma epidermoid, karsinoma sel squamosa)

F. DIAGNOSIS SEMENTARA
Tumor Parotis Dextra T3N0M0

G. USULAN TATALAKSANA
1. Rujuk ke fasilitas kesehatan tingkat dua bila berada di fasilitas kesehatan
primer
2. KIE keluarga dan pasien: informed consent, definisi, faktor risiko,
pemeriksaan penunjang lain (mamografi, biopsi), tata laksana
pembedahan, dan prognosis tumor payudara

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG DI RSMS


Permeriksaan laboratorium 14 Maret 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 10.7 L 11,2 – 17,3 g/Dl
Leukosit 13460 H 3800 –10600 U/L
Hematokrit 33 L 40– 52 %
Eritrosit 4.1 4,4 – 5,9 ^6/uL

5
Trombosit 335.000 150.000– 440.000 /uL
MCV 82.1 80 – 100 fL
MCH 26.3 26 – 34 Pg/cell
MCHC 32.0 32 – 36 %
RDW 14.4 11,5 – 14,5 %
MPV 9.8 9,4 – 12,4 fL
Basofil 0.2 0–1%
Eosinofil 0.3 L 2–4%
Batang 0.6 L 3–5%
Segmen 85.8 50 – 70
Limfosit 9.8 L 25 – 40 %
Monosit 3.3 2-8
Granulosit 11620 H

GDS 114 <=200


Na 141 134-146
K 3.6 3.4-4.5
Cl 105 96 – 108
Ca 8.3 8.5-10.1

I. TATALAKSANA DI RSMS
1. KIE keluarga dan pasien: informed consent, definisi, faktor risiko, tata
laksana pembedahan, dan prognosis tumor parotis

J. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad functionam : bonam

6
II. PERMASALAHAN

Tumor kelenjar ludah memiliki angka kejadian 3% dari keseluruhan kasus


keganasan pada kepala dan leher. Sekitar 60-70% kelejar parotis merupakan
tumor jinak.Neoplasma kelenjar ludah yang paling sering adalah adenoma
pleomorfik diikuti oleh tumor warthin. Selain itu terkadang diikuti oleh tumor
neurrogenik yaitu schwannoma, paraganglioma, dan neurofibroma. Tumor parotis
ini sulit didiagnosis karena biasanya tanpa didahului gejala klinis yang bermakna.
Tumor parotis dapat tumbuh dan membesar hingga menekan saraf cranial
IX, X, XI, XII saraf. Gejala di tumor parotis biasanya muncul ketika tumor
menjadi lebih besar dari 2,5-3 cm. Gejala- gejala yang biasa ditemukan yaitu
terdapat sensasi benda asing (teraba massa oral), sulit menelan (disfagi), otologis,
dan suara serak (Rahman, Budiman, & Yurni, 2013).
Tumor parotis sering ditemukan pada wanita dewasa pada usia dekade ke
tiga hingga ke enam kehidupan. Biasanya kelenjar parotis yang terkena adalah
unilateral (Erindra, Rahman, & Hafiz, 2018). Insidensi global tahunan tumor
parotis diperkirakan sebesar 0,4-13,5 per 100.000 orang. Sekitar 80% tumor
parotis tidak berbahaya. Umumnya yaitu adenoma pleomorfik. Onset tumor ini
biasanya terjadi pada usia puncak yaitu 45 tahun. Gejala klinis yang bermakna
biasanya perlu dicurigai adanya keganasan (Tartaglione, et al., 2015).
Penyakit tumor parotis jarang sekali menimbulkan keluhan sehingga
biasanya pasien pergi ke dokter saat tumor sudah membesar. Praktisi perlu
mendeteksi dini tumor ini agar pasien mendapatkan terapi yang adekuat sebelum
tumor berubah menjadi keganasan.

7
III. PEMBAHASAN

A. Anatomi Kelenjar Parotis


Kelenjar parotis adalah sepasang kelenjar liur terbesar dengan berat
rata-rata 15-30 gram, berlokasi di region preauricula sepanjang permukaan
posterior mandibula. Masing-masing kelenjar parotis dibagi atas lobus
superfisial dan lobus profunda oleh saraf fasialis. Lobus superfisial
menutupi permukaan lateral otot maseter yang kemudian disebut sebagai
kelenjar bagian lateral dari saraf fasialis. Lobus profunda terletak di
medial saraf fasialis, berlokasi diantara prosesus mastoideus dari tulang
temporal dan ramus mandibula (Erindra, Rahman, & Hafiz, 2018).
Kelenjar parotis berbatasan di bagian superior dengan arkus
zigomatikus, di bagian bawah inferior ekor dari kelenjar parotis meluas ke
bawah dan berbatasan dengan margin anteromedial dari otot
sternokleidomastoideus (Erindra, Rahman, & Hafiz, 2018).
Kelenjar parotis mengalirkan sekresinya ke dalam rongga mulut
melalui duktus Stensen yang lokasinya berada di mukosa pipi pada garis
oklusal gigi. Panjang duktus Stensen kurang lebih 4- 7cm, muncul dari
anterior kelenjar parotis. Duktus ini keluar dari permukaan lateral otot
masseter, menembus jaringan lemak pipi dan otot businator. Ujung saluran
berada di mukosa pipi berhadapan dengan gigi molar atas kedua. Kelenjar
parotis aksesorius dapat ditemukan di sepanjang bagian anterior kelenjar
dan pada duktus Stensen, berkisar 20% (Erindra, Rahman, & Hafiz, 2018).
Terdapat saraf wajah dan cabangnya yang melewati kelenjar
parotis. Sekitar 70% dari kelenjar parotis berdekatan dengan saraf fasialis
dan cabangnya. Kelenjar getah bening yang berdekatan memungkinkan
untuk penyebaran penyakit seperti limfoma atau infeksi. Tumor parotis
palign sering terjadi di lobus superfisial. Lobus yang dalam meluas ke
retromandibular sulcus, prosesus styloideus, dan arteri karotis interna
(Fagan, 2009).

8
B. Faktor Risiko Tumor Parotis
Faktor yang dicurigai meningkatkan risiko tumor parotis yaitu
radiasi, genetik, pemakai tembakau, paparan kimia, dan virus (Kertanadi,
Sudipta, & Ardika, 2014). Terdapat dua kategori faktor risiko dari tumor
parotis yaitu:
 Faktor Internal
Faktor internal yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter
dan faktor-faktor pertumbuhan
 Faktor Eksternal
Faktor eksternal pada tumor parotis yaitu seperti pajanan bakteri,
virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin,
tembahakau, atau alkohol (Sumarsetyo, 2010).
Konsumsi tinggi daging olahan, obesitas, lebih dari 7 minuman /
minggu alkohol, dan paparan radiasi terhadap pekerjaan dikaitkan dengan
peningkatan risiko kanker kelenjar ludah. Studi kami juga menyarankan
bahwa tingkat pendidikan tinggi (> 12 tahun) dan konsumsi tinggi bayam /
labu dan sayuran / jus sayuran sebagai suatu kelompok dikaitkan dengan
penurunan risiko kanker kelenjar ludah. Namun, kenaikan atau penurunan
ini tidak signifikan secara statistik kecuali untuk daging olahan (Pan,
Groh, & Morrison, 2017).
Studi hingga saat ini terdapat 459 kasus dan 1265 kontrol populasi
menemukan peningkatan risiko tumor kelenjar parotis terkait dengan
merokok, dan tren peningkatan risiko diamati dengan meningkatnya
intensitas merokok, paket tahun, dan durasi merokok [38]. Penelitian ini
juga menemukan risiko yang sangat tinggi untuk tumor Warthin (Pan,
Groh, & Morrison, 2017).

C. Gejala Tumor Parotis


 Terdapat benjolan di kelenjar parotis
 Sulit menelan
 Benjolan membesar dan melebar
 Merot pada wajah

9
D. Stadium Tumor Parotis
Berikut adalah tabel penentuan klasifikasi tumor mammae menurut AJCC
Cancer Staging Manual ke-7.
Klasifikasi Keterangan
Tumor Primer (T)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada tanda tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor ≤ 2 cm pada dimensi terbesar
T2 Tumor >2 cm dan <4 cm pada dimensi terbesar
T3 Tumor > 4 cm pada dimensi terbesar atau menyebar ke
ekstraparenkim
T4 Tumor ukuran berapapun dengan penyebaran langsung ke
dinding dada dan/atau kulit (ulserasi atau nodul kulit)
T4a Penyebaran ke kulit, mandibula, saraf fasialis
T4b Infasi ke basis cranium/pterygoid/arteri carotis
Limfonodi regional (N)
Nx Limfonodi regional tidak dapat dinilai (mis. telah diangkat)
N0 Tidak ditemukan metastasis limfonodi regional
N1 Metastasis limfonodi <3cm pada dimensi terbesar dan
ipsilateral
N2 Metastasis limfonodi ipsilateral >3 cm tapi <6 cm
Metastase multiple pada ipsilateral limfenodi >6 cm
Bilateral/kontralateral limfenodi >6cm pada dimensi terbesar
N2a Metastasis limfonodi ipsilateral >3 cm tapi <6cm di dimensi
terbesar
N2b Metastasis limfonodi multiple ipsilateral >6 cm di dipensi
terbesar
N3 Metastasis >6 cm di dimensi terbesar ENE (-) atau metastase
di nodul dengan ENE (+)
N3a Metastasis limfonodi >6 CM ene (-)
N3b Metastasis limfonodi dengan ENE (+)
Nx Tidak ada metastase regional limfenodi
Metastasis jauh (M)
M0 Tidak ada bukti klinis atau radiologis mestastasis jauh
cM1/ Pm1 Metastasis jauh tampak pada klinis dan radiologis dan/atau
terbukti secara histologis
E. Berikut adalah tabel stadium dan klasifikasi TNM tumor parotis menurut
AJCC Cancer Staging Manual ke-7.
Stadium T N M
I Tis N0 M0
II T2 N0 M0
III T3 N0 M0
T0-3 N1 M0

10
IV A T4a N0-N1 M0
T0-4a N2 M0
IV B Tapapun N3 M0
T 4b N apapun M0
IV C T apapun N apapun M1

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Sebagai bagian dari pemeriksaan di setiap lesi kepala dan leher dengan
kecurigaan terhadap keganasan, radiologi memegang peran yang
penting juga pada karsinoma mukoepidermoid. Setelah mendapatkan
diagnosis patologi jaringan, atau terdapat kecurigaan klinis yang
sesuai, pencitraan dari kepala dan leher sebaiknya dilakukan. Belum
ada protokol pencitraan terbaik yang spesifik untuk karsinoma
epidermoid ini. CT Scan leher dengan atau tanpa kontras yang paling
sering digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. Temuan
pada tomografi komputer untuk karsinoma mukoepidermoid bervariasi
tergantung pada grading tumor. Tumor low grade akan memiliki
komponen kistik yang lebih besar, komponen padat yang lebih rendah
dan sedikit kalsifikasi. Jadi bila dilihat pada tomografi komputer,
penampilan tumor low grade akan tampak batas yang tegas antara
bentuk kistik dan padat sehingga mudah untuk dikenali. Lesi high
grade akan sulit untuk menilai batas antara komponen kistik dan padat
karena adanya infiltrasi lokal dan memiliki bentuk yang padat. Lesi
intermediate pada umumnya akan memiliki kombinasi sifat yang sulit
untuk diklasifikasikan. Pemeriksaan Magnetic resonance imaging
(MRI) sering digunakan untuk lebih memperjelas karakteristik jaringan
lunak tumor dan menentukan apakah terdapat invasi perineural.
Umumnya tumor low grade akan memiliki sinyal T1 yang rendah dan
T2 tinggi karena komponen kistik yang lebih tinggi, sedangkan tumor
high grade akan memiliki sinyal T1 dan T2 rendah (Erindra, Rahman,
& Hafiz, 2018).

11
2. Biopsi
Studi Zerpa et al menyatakan, pemeriksaan histopatologi terbaik untuk
dapat menegakkan diagnosis suatu karsinoma epidermoid adalah
dengan biopsi eksisi atau dengan menggunakan teknik bedah beku. Hal
ini juga dikemukakan oleh Agravat et al bahwa apabila lesi tersebut
bersifat kistik maka yang sering akan terambil pada saat aspirasi
hanyalah material berupa mukus, maka karsinoma epidermoid tidak
akan terdiagnosis. (Erindra, Rahman, & Hafiz, 2018).
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan
pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada
biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan
patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma parotis dan
juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam
mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah
sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative sebesar 10%.
Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan
massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah
negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi
semuanya menunjukkan hasil negatif.

G. Tatalaksana
Semua tumor parotis yang dapat direseksi dengan pembedahan, selain
limfoma, diangkat secara parsial atau parotidektomi total dengan
pengawetan saraf wajah di bawah anestesi umum.Ini dilakukan baik untuk
mengangkat tumor dan untuk mendapatkan diagnosis histologis yang
pasti.
Konsekuensi dari operasi
• Bekas luka. Sayatan memanjang di lipatan kulit di depan telinga, dan
menjadi horizontal lipatan kulit di leher bagian atas. Itu biasanya sembuh
dengan jaringan parut yang terlihat sangat sedikit.
• Saraf aurikularis yang lebih besar. Pasien punya hilangnya sensasi kulit
permanen bagian bawah telinga eksternal, dan lebih area parotid. Beberapa

12
tahun kemudian mereka dapat mengembangkan neuroma di leher bagian
atas di mana saraf telah ditranseksi, yang lembut untuk disentuh.
• Saraf wajah. Sarafnya sangat sensitif untuk manipulasi bedah, dan tidak
tidak biasa memiliki kelemahan sementara wajah, yang pulih dalam
beberapa minggu atau bulan. Kelemahan permanen sangat jarang dengan
tumor jinak. Namun, saraf atau cabang saraf mungkin harus direseksi dan
dicangkokkan jika diserang oleh tumor ganas.
• Sindrom Frey (berkeringat gustatory).Banyak pasien akan merasa
berkeringat situs parotidektomi saat makan atau minum selama beberapa
tahun setelah operasi.Ini karena hubungan arus pendek antara saraf
secretomotor yang memasok kelenjar parotis, dan kelenjar keringat.
Berkeringat mungkin jarang ditandai, dan bisa di kasus-kasus seperti itu
diobati dengan menyuntikkan Botox secara intradermal. Suntikan
mungkin harus diulang beberapa kali.

H. Prognosis
Dalam kebanyakan kasus tumor high grade pada karsinoma
mukoepidermoid, terapi radiasi adjuvan dianjurkan untuk
meningkatkan kontrol lokoregional. Karsinoma mukoepidermoid high
grade adalah tumor agresif dengan prognosis yang buruk dibandingkan
varian low grade. Angka kekambuhan lokoregional pada kasus tumor
high grade terjadi pada 43,5 % kasus pada waktu 3 tahun bebas
penyakit. Sedangkan angka kelangsungan hidup 5 tahun bebas
penyakit mencapai 30 % (Erindra, Rahman, & Hafiz, 2018).

13
DAFTAR PUSTAKA

Erindra, A., Rahman, S., & Hafiz, A. (2018). Penatalaksanaan Karsinoma


Mukoepidermoid Kelenjar Parotis. Jurnal Kesehatan Andalas , 297-304.

Fagan, J. (2009, August). A Practical Approach to Parotid Tumours. CME Vol.27


, pp. 344-346.

Kertanadi, N., Sudipta, M., & Ardika, G. (2014). Parotidektomi Superfisial pada
Adenoma Pleomorfik Parotis. Jurnal Ilmiah Kedokteran , 43-46.

Pan, S. Y., Groh, M. d., & Morrison, H. (2017). A Case-Control Study of Risk
Factors for Salivary Gland Cancer in Canada. Journal of Cancer
Epidermiology .

Rahman, S., Budiman, B. J., & Yurni. (2013). Giant Parotid Pleomorphic
Adenoma Involving Parapharyngeal Space. Jurnal Kesehatan Andalas ,
189-194.

Sumarsetyo, B. (2010). Adenoma Pleumorfik pada Palatum. Stomatognatic , 15-


18.

Tartaglione, Botto, A., Sciandra, M., Gaudino, S., Danieli, L., Parrilla, C., et al.
(2015). Differential Diagnosis of Parotid Gland Tumours: Which
Magnetic Resonance Findings Should be Taken in Account?
Otorhinolaryngologica Italia JournL , 314-320.

14

Anda mungkin juga menyukai