Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga

orang yangmengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain – pada kelompok usia

45 tahun ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi. [1]

Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 – 15% dari seluruh stroke dan memiliki

tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark cerebral. Literature lain menyatakan 8 – 18% dari

stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif terbaru

menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat

menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan peningkatan kualitas

pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, taupun peningkatan penggunaan terapeutik agen

platelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan. [2]

Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan

k o m b i n a s i seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga

penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang

lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik

dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan kembali kemandirian

fungsionalnya. [2]

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Stroke Hemoragik

Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara

cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama

24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain

yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular

intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid

atau langsung ke dalam jaringan otak [3]

2.2 Epidemiologi Stroke Hemoragik

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama

kecacatan. [2] Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiga

nya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup

dengan kekacauan, d a n s e p e r t i g a s i s a n y a d a p a t s e m b u h k e m b a l i s e p e r t i

semula. Dari keseluruhan data di dunia,ternyata stroke sebagai

penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta)dari total kematian per

tahunnya.[4]

Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya

dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral. Mortalitas

dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan

hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian

fungsionalnya. Selain itu ada sekitar 40 – 80% akhirnya meninggal pada 30 hari pertama

setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan

dari 251 penderita stroke, a d a 4 7 % wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69

2
tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun

dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk. [2]

2.3 Etiologi Stroke Hemoragik

Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:[5]

 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)

 Ruptur kantung aneurisma

 Ruptur malformasi arteri dan vena

 Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)

 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan

fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan,

hipofibrinogenemia, dan hemofilia.

 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.

 Septik embolisme, myotik aneurisma

 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena

 Amiloidosis arteri

 Obat v a s o p r e s s o r, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi

a r t e r i veretbral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis

2.4 Faktor Risiko Stroke Hemoragik

Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik dijelaskan

dalam table berikut : [6]

Faktor Resiko Keterangan


Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.

Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada

mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk

setiap 10 tahun di atas 55 tahun.


3
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini

berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko

perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,

risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan

meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun

masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki

berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum

usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara

kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-

laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk

stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan

tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu

kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki

tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga

tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi

Kaukasia kelas menengah atas di California.


Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes

meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat

hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.

Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia

serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang

besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal

pada mikrosirkulasi serebral.


Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih

dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang

4
fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular

aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena

miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :

Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke

Fibrilasi atrial :

Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial

karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke

sebesar 17 kali.

Lainnya :

Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti

prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,

aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari

ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan

bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk

segala usia dan

kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah

batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi

risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa

lima tahun setelah penghentian.


5
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit

hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah

dari isi sel darah merah;

plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan

penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,

hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan

gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan

penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh

kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat

trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-

kadang dapat terjadi.


Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke

tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,

dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan

system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.


Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk

obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.

Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat

mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang

iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas

vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan

difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.


Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan

penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang

jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor

risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di

bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan


6
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan

intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan

yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.


Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke

pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan

masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor

risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme

diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang

produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun


Diet Konsumsi alkohol :

Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid

dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa

muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke

termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,

hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa

menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran

otak dan autoregulasi.

Kegemukan :

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas

telah secara konsisten meramalkan berikutnya

stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh

adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%

di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark

otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui

pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.


7
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan

arteritis otak dan infark.


Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan

faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan

diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.

Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah

didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di

Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif

dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman

telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam

usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada

orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

2.5 Patogenesis Stroke Hemoragik

A. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan

arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat

menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa

orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.

Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan

perdarahan.[6]

Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka,

tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan

antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan

antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.[6]

B. Perdarahan Subaraknoid

8
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena

cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.[6]

Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,

ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.

Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah

arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding

arteri itu.[6]

Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat

kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana

tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah

hasil dari aneurisma kongenital.7

Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya

koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.

Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya

diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup

jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan

menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.[6]

2.6 Patofisiologi Stroke Hemoragik

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam

waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh

menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas

(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh

iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di

sekitarnya.[7]

9
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen

pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada

kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,

yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi

yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.[7]

Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan

otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus

lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,

gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.
[7]

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik

kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior

dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan

bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.
[7]

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial

dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.[7]

Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang

disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia

basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan

terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan

menyebabkan defisit sensorik.[7]

Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan

otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan

10
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan

tergantung dari lokasi kerusakan:[7]

 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).

 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia

(traktus piramidal).

 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah

ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus

spinotalamikus).

 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),

singultus (formasio retikularis).

 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan

persarafan simpatis).

 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf

hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf

okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).

 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran

tetap dipertahankan).

2.7 Gejala Klinis Stroke Hemoragik

Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan

intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi

biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke

hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan

tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.[2]

Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika

belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
11
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,

dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah

sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan

memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan

pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.[2]

Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi

batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,

dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:

ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,

hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang

mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,

wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.[2]

A. Perdarahan Intraserebral

Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,

serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,

sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan

perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti

kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu

sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu

atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,

muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik

untuk menit.[8]

B. Perdarahan Subaraknoid

12
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada

saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang

menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]

 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut

sakit kepala halilintar)

 Sakit pada mata atau daerah fasial

 Penglihatan ganda

 Kehilangan penglihatan tepi

Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu

harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.[8]

Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan

mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran

singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.

Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,

merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin

menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. [8]

Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi

lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala

terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]

Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan

kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]

 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)

 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh

 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa

13
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau

jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan

subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: [2,8]

 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat

membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal)

dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,

peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan

gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah

dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.

 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat

kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak

mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.

Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti

kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau

memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.

 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.

2.8 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik

Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa

gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis, gangguan

sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia,

disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara

mendadak. [1]

Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan

Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien

stroke dengan perdarahan intraserebral.[9]


14
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai

perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan

perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. [10]

Sistem grading yang dipakai antara lain :

 Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

Grade Kriteria
I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit

neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi

awal
V Koma

 WFNS SAH grade

15
WFNS grade GCS Score Major facal deficit
0
1 15 -
2 13-14 -
3 13-14 +
4 7-12 + or -
5 3-6 + or -

Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma.
[10]

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan

diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya

adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum

glukosa. [2]

Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah

penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak

membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti

perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI

otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2

CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke

iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya.

CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari

1 cm.2

16
Versi orisinal:

= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah
diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan

daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
Versi disederhanakan:
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) –
Pemeriksaan lain– 12.
(3 x atheroma) yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai

memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian

Kesadaran:
signifikan dengan stroke.2

Sadarkarena
Oleh = 0; mengantuk, stupor
tidak seluruh = 1;Sakit
Rumah semikoma, koma
memiliki = 2 di atas, maka untuk memudahkan
alat-alat
Muntah: tidak
pemeriksaan = 0 dilakukan
dapat ; ya = 1 dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu sistem yang

Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1


berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
sering digunakan antara lain:
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:

Skor > 1 : Perdarahan otak


Siriraj Hospital Score [11]
< -1: Infark otak

17
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,

meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,

hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic

Attack (TIA).2

2.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

18
2. Terapi umum (suportif)

a. stabilisai jalan napas dan pernapasan

b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi

c. pemeriksaan awal fisik umum

d. pengendalian peninggian TIK

e. penanganan transformasi hemoragik

f. pengendalian kejang

g. pengendalian suhu tubuh

h. pemeriksaan penunjang

B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Terapi medik pada PIS akut:

a. Terapi hemostatik 1

 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis

yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor

VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi

yang normal.

 Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.

 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,

tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.

b. Reversal of anticoagulation 1

 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh

frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.

 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent

coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan

19
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan

ginjal.

 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai

warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus

tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya

hanya beberapa jam.

 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin

diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya

gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi

platelet, atau keduanya.

 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian

obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah terjadinya perdarahan.

c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM



Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap

kontroversial.

Tidak dioperasi bila: 1


Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.


Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan

intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila: 1


Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau

kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus

secepatnya dibedah.

20

PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma

cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi

strukturnya terjangkau.

Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.


Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda

dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid

1. Pedoman Tatalaksana 1

a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):

 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya

menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.

 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan

lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.

 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.

 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan

neurologi yang timbul.

b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1

 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat

darurat.

 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas

yang adekuat.

 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.

 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian

status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1


21
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak

direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun

kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.

b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada

keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya

vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.

c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.

d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1

a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang

setelah rupture aneurisma pada PSA.

b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,

banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak

berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien

dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan

klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi

klinik khusus.

c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk

perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1

a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara

oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti

memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium

antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.

22
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu

hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral

perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat

vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien

yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.

c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.

d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-

pasien yang gagal dengan terapi konvensional.

e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:

 Pencegahan vasospasme:

 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.

 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.

 Jaga keseimbangan cairan.

 Delayed vasospasm:

 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.

 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.

 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14

mmHg.

 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.

 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.

5. Antifibrinolitik

Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai

adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis

6-12 g/hari.1

6. Antihipertensi 1
23
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik

(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum

tindakan operasi aneurisma clipping).

b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari

90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.

c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai

mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.

Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan

memberikan efek takikardi.

d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan

vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang

mungkin terjadi akibat vasospasme.

7. Hiponatremi

Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan

NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan

tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1

Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam 200

mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena menyebabkan

hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.1

8. Kejang

Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak

direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin

timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,

kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang

disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1

24
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100 mg

oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi.

Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1

Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak

kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-

faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri

media.1

9. Hidrosefalus 1

a. Akut (obstruksi)

Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya

kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal

ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan

infeksi.

b. Kronik (komunikan)

Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer atau

permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan 1

a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah

trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression

devices.

b. Analgesik:

 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.

 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.

 Tylanol dengan kodein.

 Hindari asetosal.

25
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:

 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.

 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.

 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.

 Propofol 3-10 mg/kg/jam.

 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:

 Antagonis H2

 Antasida

 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.

 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.

 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

2.10 Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada

perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-

48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan

perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam

3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan

kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal

yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas

permanen.2

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari

perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis

yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar

dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome

26
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam

ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan

antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome

fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2

2.11. Pencegahan Stroke Hemoragik

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi

berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi

yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1

 Mengatur pola makan yang sehat


 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet

Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi

seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis

Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.

3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,

Jakarta. 2006

4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003

5. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.

Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:

New York.2005

28
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.

Thieme Stuttgart. 2000.

7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,

2007.

8. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:

http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html.

9. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh

dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.p

df/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh

dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsA

AFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?

nmid=88307927

11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan

intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/.

29

Anda mungkin juga menyukai