Anemia Aplastik
Anemia Aplastik
1.1 PENDAHULUAN
penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan
produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang
dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Kejadian anemia aplastik pertama kali dilaporkan tahun 1888 oleh Ehrlich
pada seorang perempuan muda yang meninggal tidak lama setelah menderita
hiposeluler (tidak aktif). Pada tahun 1904, Chauffard pertama kali menggunakan
nama anemia aplastik. Puluhan tahun berikutnya definisi anemia aplastik masih
belum berubah dan akhirnya tahun 1934 timbul kesepakatan pendapat bahwa
tanda khas penyakit ini adalah pansitopenia sesuai konsep Ehrlich. Pada tahun
pansitopenia, hipoplasia berat atau aplasia sumsum tulang, tanpa adanya suatu
1
diperkirakan lebih sering terjadi dinegara Timur dibanding negara Barat.
Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan insiden pada penduduk Asia
gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang mengalami depresi
Semakin berat hipoplasia yang terjadi maka prognosis akan semakin jelek.
2
Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15 tahun dapat mencapai 69%
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.4 Pada anemia
aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga
Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia
paralitik toksik.1
2.2 Epidemiologi
Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus
persejuta orang pertahun.2,9 Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang
berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun.
Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7
4
lebih besar daripada di negara Barat belum jelas.9 Peningkatan insiden ini
dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti
dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di
Amerika.5
kasus.
anemia Fanconi
trombosit <20x109 /l
Anemia aplastik sangat berat Sama seperti anemia aplastik berat kecuali
netrofil <0,2x109/l
5
Anemia aplastik bukan berat Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia
2.4 Etiologi
Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia.
penyebabnya tidak diketahui.4,11 Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi
Radiasi
Efek regular
Bahan-bahan sitotoksik
Benzene
Reaksi Idiosinkratik
Kloramfenikol
NSAID
6
Anti epileptik
Emas
Virus
Penyakit-penyakit Imun
Eosinofilik fasciitis
Hipoimunoglobulinemia
Kehamilan
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
7
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
2.4.1 Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi
dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana
sensitif.4,12 Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia
aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan
menyebabkan fibrosis.2
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis
dan luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi
dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan
sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi
tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada
dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X).
Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan
2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis
radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan
8
2.4.2 Bahan-bahan Kimia
anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia
yang lain seperti insektisida dan logam berat juga berhubungan dengan anemia
2.4.3 Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
Menengah
salisilamide
valproate
9
Anti histamine Klorfeniramin,
pirilamin, tripelennamin
oksifenbutazon sulindac
Anti mikroba
penisilin, streptomisin,
β-lactam antibiotik
pirimetamin
Alkylating Busulfan,
agen cyclophosphamide,
melphalan, nitrogen
mustard
mercaptopurine,
methotrexate
10
Antibiotik Daunorubisin,
Sitotoksik doxorubisin,
mitoxantrone
metiltiourasil, potassium
perklorat,
propiltiourasil, sodium
thiosianat
lithium, meprobamate,
metiprilon
furosemide
Hipoglikemik Klorpropamide,
tolbutamide
11
pentoxifylline
Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang
aplastik merupakan resiko menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan
resiko rendah.
2.4.4 Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,
virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang
paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah
neutralizing antibodi terhadap Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia
dapat terjadi.8,12,13
infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi
imun sekunder, inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel
12
2.4.5 Faktor Genetik
oleh hipoplasia sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu
jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan
limpa.2
hubungan antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan
mengeksaserbasi anemia aplastik yang telah ada dimana kondisi tersebut akan
membaik lagi setelah melahirkan. Pada kasus yang lain, aplasia terjadi selama
berikutnya.9
13
2.5 Patogenesis
oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik
yang paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang
sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga
mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal
ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi,
contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara).
dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui dengan
pasti.11
Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat
ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis
14
Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin
dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel.
interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada
pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram
(apoptosis).11
yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu
organ.7 Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering
rutin Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 4). Pada tabel 4
15
terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang
Jenis Keluhan %
Pendarahan 83
Lemah badan 80
Pusing 69
Jantung berdebar 36
Demam 33
Pucat 26
Sesak nafas 23
Penglihatan kabur 19
Telinga berdengung 13
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada
tabel 5 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan
16
Pucat 100
Pendarahan 63
Kulit 34
Gusi 26
Retina 20
Hidung 7
Saluran cerna 6
Vagina 3
Demam 16
Hepatomegali 7
Splenomegali 0
a. Pemeriksaan Darah
regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi
terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan
17
trombosit kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah
normal. Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau
produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel
produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa
daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis.
Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih
18
elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan
rendah.9
kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat
30% sel pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20%
bila selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan
19
2.8 Diagnosis
disertai sumsum tulang yang miskin selularitas dan kaya akan sel lemak
6.
Anemia aplastik
Myelodisplasia
Leukemia akut
Myelofibrosis
Anemia megaloblastik
Hipersplenisme
20
Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis
Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu
anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat
yaitu dengan adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau
dengan adanya sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga
Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy
21
2.10 Penatalaksanaan
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
dibutuhkan.
spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila
berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan
terapi G-CSF.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu
22
Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi
sumsum tulang. Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor saudara yang
cocok (matched sibling donor), faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau
yang lebih muda umumnya mentoleransi transplantasi sumsum tulang lebih baik
dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host Disease). Pasien yang lebih
aplastik.2
23
a. Pengobatan Suportif
packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan
pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor
diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).2
tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya.
b. Terapi Imunosupresif
- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
24
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan
mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi
ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan
Terapi ATG :
ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari
Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG
dan dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum
25
Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon
tahun atau lebih mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus
hati.
sebesar 70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon
siklofosfamid. Dengan dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat
imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini
pertama tidak jelas sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari
sering disarankan untuk imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini
lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon terhadap ATG adalah
dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi ATG.2
26
c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)
terhadap siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang
Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor ini juga tidak bertahan lama.
refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung
dan sel-sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia
aplastk ringan dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat.
terapi imunosupresif.2,9
anemia aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan
27
HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada
sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan
kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi
primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila
meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor
(Graft Versus Host Disesase/GVHD).2 Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti
memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.9,10
sumsum tulang dari donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan
umur.10
yang lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10 Pasien
dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG)
28
maka pemberian transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan.15 Akan
tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang namun telah
mungkin diambil dari donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang.
Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection)
2.11 Prognosis
Jumlah absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah
berat dan jumlah netrofil kurang dari 200/l (0,2x109/liter) dikaitkan dengan
respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang jelek bila transplantasi
sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih
29
baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional merespon sementara
terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien
Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang
berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun
dan sekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak
40% pasien yang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan
menderita gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar
11% pada pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum
transplantasi stem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum
dan belum tersensitisasi dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi
setelah terapi memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian
sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous leukimia pada 40% pasien yang
pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif. Pada 168 pasien yang
selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif,
30
Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal
memiliki toksisitas yang lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat
31
BAB III
KESIMPULAN
komponen selular pada darah tepi yaitu berupa keadaan pansitopenia (kekurangan
dan terkait dengan penyakit-penyakit yang lain. Anemia aplastik juga ada yang
gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi,
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.
pendarahan di organ-organ. Gejala yang paling menonjol tergantung dari sel mana
PRC dan trombosit. Penggunaan obat-obat atau agen kimia yang diduga menjadi
infeksi juga harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Terapi
32
standar untuk anemia aplastik meliputi terapi imunosupresif atau transplantasi
sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host
Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya
Prognosis dipengaruhi banyak hal, antara lain derajat anemia aplastik, usia
pasien, ada tidaknya donor dengan HLA yang cocok untuk transplantasi sumsum
33
DAFTAR PUSTAKA
1. William DM. Pancytopenia, aplastic anemia, and pure red cell aplasia. In: Lee
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Kelima. Jakarta. Balai Penerbit FKUI,
2009;1116-26.
topic162.htm
An experience of 89 Cases.2004;18(1):76-9
101
William Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.
34
10. Smith EC, Marsh JC. Acquired aplastic anaemia, other acquired bone marrow
2005;190-206.
Modern Hematology Biology and Clinical Management 2nd ed. New Jersey:
12. Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow failure
13. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in Clinical Practice 4th ed.
14. Linker CA. Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al (eds).
Current Medical Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw Hill,
2013;510-11.
35