Anda di halaman 1dari 16

Dosen : Sunarti S.Kep.,Ns.,M.

Kes
Matakuliah : Konsep Dasar Keperawatan II

‘’LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP PADA KASUS PNEUMONIA’’

NAMA : SARTIKA
STAMBUK : 14220160048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Saat ini banyak sekali penyakit yang baru pada saluran pernafasan dan
penyebabnya bermacam-macam, ada di sebabkan oleh virus, bakteri, dan lain
sebagainya. Dengan penomena ini harus menjadi perhatian bagi kita semua. Salah
satu penyakit pada saluran pernafasan adalah pneumonia. Penyakit Pneumonia
sering kali diderita sebagian besar orang yang lanjut usia (lansia) dan mereka yang
memiliki penyakit kronik sebagai akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh (Imun),
akan tetapi Pneumonia juga bisa menyerang kaula muda yang bertubuh sehat. Saat
ini didunia penyakit Pneumonia dilaporkan telah menjadi penyakit utama di
kalangan kanak-kanak dan merupakan satu penyakit serius yang meragut nyawa
beribu-ribu warga tua setiap tahun.
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program
P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini
mengupayakan agar istilah Pnemonia lebih dikenal masyarakat, sehingga
memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang
penanggulangan Pnemonia. Program P2ISPA mengklasifikasikan penderita
kedalam 2 kelompok usia:
Usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia) Usia 2 bulan
sampai kurang dari 5 tahun (2 bulan - Pnemonia, Pnemonia Berat dan Bukan
Pnemonia ). Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita penderita
batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak
menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit
ISPA diluar pnemonia ini antara lain: batuk-pilek biasa (common cold),
pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Pharyngitis, tonsilitis dan otitis, tidak termasuk
penyakit yang tercakup dalam program ini.
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka
kematiannya tinggi, tidak saja dinegara berkembang, tapi juga di negara maju
seperti AS, Kanada dan negara-negara Eropah. Di AS misalnya, terdapat dua juta
sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata
45.000 orang
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi
angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas, napas dan nadi
cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen
memperlihatkan kepadatan pada bagian paru
Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya
merupakan reaksi tubuh untuk mematikan luman. Tapi akibatnya fungsi paru
terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk
oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri,
virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ). Bakteri yang
umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp,
Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus influenza
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit pneumonia
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan
pneumonia, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan intervensi
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan pneumonia, yang
meliputi ppengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementsi, dan
evaluasi.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP MEDIS
1. DEFENISI
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia pada anak dibedakan
menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstiasialis dan bronkopneumonia.
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang
sering mengakibatkan kematian. Pneumonia disebabkan terapi radiasi, bahan
kimia dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyartai terapi radiasi untuk
kanker payudara dan paru, biasanya enam minggu atau lebih setelah
pengobatan sesesai. Pneoumalitiis kimiawi atau pneumonia terjadi setelah
menjadi kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. Jika suatu bagian substasial
dari suatu lobus atau yang terkenal dengan penyakit ini disebut pneumonia
lobaris.
Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal
dari suatu infeksi.

2. KLASIFIKASI
Tiga klasifikasi pneumonia
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia).
3. Pneumonia aspirasi.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
b. Berdasarkan bakteri penyebab:
1. Pneumonia Bakteri/Tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering
diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa
menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia.
Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien
pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau
infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah
dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit,
usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat
berkembang biak dan merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian
jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian
besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi
dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia bakteri tersebut. Gejalanya Biasanya pneumonia
bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu
minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus
pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan
mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap
masuk ke dalam paru-paru.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang
peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus
pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal.
Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.

2. Pneumonia Akibat virus.


Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan
dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit
influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga). Gejalanya Gejala
awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu
demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam
12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan
berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe
pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena
bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu
tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental
dan berwarna hijau atau merah tua.
c. Berdasarkan predileksi infeksi:
1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2. Pneumonia bronkopneumonia
3. Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat
di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri
dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita
pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan
yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara
bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu.
Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala
konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri
lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu
tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi
demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh
tubuh.

3. ETIOLOGI
Penyebab Pneumonia adalah streptococus pneumonia dan haemophillus
influenzae. Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai
penyebab pneumonia yang berat, dan sangat profesif dengan mortalitas tinggi.
a. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
b. Virus: virus influenza, adenovirus
c. Micoplasma pneumonia
4. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai
paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan
juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan
pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif
yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme
infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah
mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi
imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan
anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel
saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel
infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis
dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran
napas bagian atas.
Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan
menyebabkan pneumonia virus. Kemungkinan lain, kerusakan yang
disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat
menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah.
Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu
orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang
pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV,
virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran
hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut
yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di
alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus,
mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan
lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada
bronkiolitis.

5. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum dapat di bagi menjadi:

a. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5 ºC


sampai 40,5 ºC). , sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan
kurang keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea (25 –
45 kali/menit), ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak napas,
air hinger, merintih, sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia
akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah
kedalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas),
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki.
d. Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada tertinggal
di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah,
suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rup, nyeri dada
karena iritasi pleura (nyeri bekurang bila efusi bertambah dan berubah
menjadi nyeri tumpul), kaku duduk / meningimus (iritasi menigen tanpa
inflamasi) bila terdaat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang
terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan
bawah).
e. Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi
pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
f. Tanda infeksi ekstrapulmonal.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial); dapat juga menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema
(stapilococcos), infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau
penyebaran/perluasan infiltrasi nodul (lebih sering virus). Pada
pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada
luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi
jarum, aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan
paru untuk mengatasi organisme penyebeb. Lebih dari satu organise ada :
bekteri yang umum meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos,
aures A.-hemolik strepcoccos, hemophlus influenza : CMV. Catatan :
keluar sekutum tak dapat di identifikasikan semua organisme yang ada.
Kultur darah dapat menunjukan bakteremia semtara
d. JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin.
membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
f. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain.
Mungkin terjadi perembesan (hipoksemia)
g. Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah
h. Bilirubin : Mungkin meningkat.
i. Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan
jaringan intra nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMP ;
kareteristik sel rekayasa(rubela)
7. PENATALAKSANAAN
a. Oksigen 1-2 L / menit
b. IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena)
dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpormukosilier.
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit.
f. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia komuniti base:
- Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
- Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
- Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian.

8. KOMPLIKASI
Abses kulit, abses jaringan lunak, otitis media, sinus sitis, meningitis
pururental, perikarditis dan epiglotis kaang ditemukan pada infeksi H.
Influenzae tipe B.

9. PATOFLOW/PATHWAY

Arief Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. EGC : Jakarta.


Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol.
1, EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn, E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
EGC, Jakarta
Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Erlangga : Jakarta
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine. 2005. Patofisiologi Jilid 2,
Edisi 4. EGC : Jakarta.

Soeparman, dkk. 1998. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. FKUI : Jakarta
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
1. Identitas pasien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nomor register dan dx.medis.
2. Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, hubungan dengan
pasien, pekerjaan dan alamat.
b. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, warna kulit,
tingkat kesadaran kualitatif atau GCS, pola nafas, posisi klien dan respon
verbal klien.
c. Keluhan utama seperti sesak
d. Riwayat penyakit sekarang
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa
hari, kemudian mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala / dada ( anak
besar ) kadang-kadang pada anak kecil dan bayi dapat timbul kejang,
distensiaddomen dan kaku kuduk. Timbul batuk, sesak, nafsu makan
menurun.
e. Riwayat kesehatan
1. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan sebelumnya : batuk, pilek,
demam.
2. Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
3. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti
malnutrisi
4. Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
5. Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan
dangkal,gelisah, sianosis
f. Tanda tanda vital
Meliputi pemeriksaan:
1. Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
2. Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme
kompensasi, sistem konduksi jantung & pengaruh sistem saraf
otonom.
3. Respiratory rate
4. Suhu
g. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : wajah terlihat pucat, lemas, banyak keringat, sesak,
Adanya PCH, Adanya tachipne, dyspnea, Sianosis sirkumoral,
Distensi abdomen, Batuk : Non produktif – produktif.
Nyeri dada
2) Palpasi : denyut nadi meningkat, turgor kulit menurun, Fremitus
raba meningkat disisi yang sakit, Hati mungkin membesar
3) Auslkutasi : terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, takikardia.
4) Perkusi : pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
Menurut M. Doengoes pengkajian yang bisa dilakukan pada pasien
dengan pneumonia adalah :
a. Aktivitas istirahat :
Gejala : kelemahan, kelelahan, Insomnia.
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya GJK kronis.
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan / pucat.
c. Integritas ego
Gejala : banyaknya stressor/ masalah finansial
d. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual muntah, riwayat diabetes
mellitus.
Tanda : distensi abdomen, Hiperaktif bunyi usus, Kulit kering
dengan turgor buruk., Penampilan kalkeksia (malnutrisi).
e. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perubahan mental (bingung)
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk,
nyeri dada subternal (influenza), mialgia, artralgia
Tanda : melindungi area yang sakit (pasien umunya tidur pada
posisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
g. Pernafasan
Gejala : riwayat adanya ISK kronik, PPOM, merokok sigaret,
takipnea, dipsnea progesif, pernafasan dangkal,
penggunaan obat aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : sputum : merah muda, berkarat, atau purulen.
Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi.
Fremitus : taktil dan vocal bertahap dengan konsolidasi.
Gesekan friksi pleural.
Bunyi nafas : menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat, atau
nafas bronchial.
Warna : pucat atau sianosis bibir/kuku.
h. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan system imun, mis: SLE, AIDS,
penggunaan steroid ataukemoterapi, institusionalisasi,
ketidak mampuan umum, demam (misalnya 38,5-39,6
0C)
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan
mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif kemungkinan b.d inflamasi
trakeabranchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
b. Gangguan pertukaran gas kemungkinan b.d perubahan membran alveolar-
kapiler
c. Hipertermi kemungkinan b.d. proses infeksi
d. Resiko Infeksi kemungkinan b.d. ketidakadekuatan pertahanan utama (
penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernafasan), tidak adekuatnya
pertahanan sekunder, penyakit kronis
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan kemungkinan b.d.
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi
f. Resiko kekurangan volume cairan kemungkinan b.d. intake cairan oral
tidak adekuat, kehilangan cairan aktif
g. Intoleransi aktifitas kemungkinan b.d. ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.

3. INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan yang lazim terjadi ( Aplikasi NANDA NIC NOC, 2013)
Diagnosa Keperawatan 1
Bersihan jalan nafas tak efektif kemungkinan berhubungan dengan inflamasi
trakeabranchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan
jalan napas bersih,
kriteria hasil :
a. RR batas normal 20-24x/m
b. Sesak (-)
c. Jalan napas aten dengan bunyi napas bersih
d. Batuk (-)
e. Pasien dapat mengeluarkan sputum
2. Tindakan / intervensi :
Mandiri
a. Monitor dan auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada
aliran udara dan bunyi nafas, misalnya : krekels, mengi.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan, bunyi nafas bronchial ( normal pada bronchus )
dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels dan ronchi dan
mengi terdengar pada inspirasi dan / atau ekspirasi pada respon
terhadap pengumpulan cairan, secret kental dan spasme jalan
nafas / obstruksi.
b. Bantu pasien latihan nafas sering. Tunjukkan / bantu pasien
mempelajari melakukan batuk, misal menekan dada dan batuk
efektif sementara posisi duduk tinggi.
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-
paru/jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme
pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk
mempertahankan jalan nafas paten.
c. Anjurkan pada keluarga untuk memberi pasien cairan hangat
sedikitnya 2500 ml ml/hari ( kecuali kontraindikasi ).
Rasional : Cairan khususnya yang hangat memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
d. Pengisapan sesuai indikasi.
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara
mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk
tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
e. Berikan obat sesuai indikasi, mukoliti, ekspentoran, bronchodilator
& analgesik
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronchus dengan
mobilisasi sekret. Analgesik untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyaman tapi harus digunakan secara hati-hati
karena dapat menekan pernafasan.

Diagnosa Keperawatan 2
Gangguan pertukaran gas dapat dihubungkan dengan ; perubahan membran
alveolar – kapiler ( efek inflamasi ), gangguan kapasitas pembawa oksigen
darah.
1. Tujuan : menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan
kriteria hasil : GDA dalam rentang normal, tak ada gejala distress
pernafasan dan warna kulit tidak pucat.
2. Tindakan / intervensi :
Mandiri :
a. Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
Rasional : manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya
sianosis perifer ( kuku ) atau sianosis sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau espon
tubuh terhadap demam / menggigil.
c. Awasi suhu tubuh sesuai indikasi
Rasional : Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolic
dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi selular.
d. Beri posisi yang nyaman misal semifowler atau fowler.
Rasional : posisi yang nyaman meningkatkan masuknya suplai O2
ke dalam tubuh.
e. Berikan terapi oksigen sesuai terapi dari dokter.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di
atas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan
pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
Diagnosa Keperawatan 3
Hipertermi kemungkinan berhubungan dengan proses infeksi penyakit
1. Tujuan : Diharapkan termoregulasi pada pasien stabil dan dalam batas
normal, dengan kriteria hasil :
a. Suhu tubuh pasien turun dan bertahan dalam batas normal 35,60-
37,40C
b. Badan pasien teraba hangat
c. TTV dalam batas normal
2. Intervensi :
a. Kaji faktor pencetus kenaikan suhu tubuh.
Rasional : untuk mengetahui penyebab dari masalah agar lebih
membantu dalam mendiagnosa
b. Observasi TTV terutama suhu tiap 4 jam.
Rasional : mengetahui perubahan tanda-tanda vital pasien
c. Beri minum yang cukup.
Rasional : mencegah terjadinya dehidrasi sewaktu panas yang
diprodusksi tubuh
d. Libatkan keluarga untuk memberikan kompres air hangat.
Rasional : untuk lebih membantu dalam proses keperawatan agar
suhu tubuh kembali norma
e. Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat.
Rasional : membantu mempermudah penguapan panas
f. Kolaborasi dengan dokter mengenai obat antipiretik penurun
panas.
Rasional : membantu dalam menurunkan panas dengan aksi
hipotalamus
g. Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian cairan IV .
Rasional : pemberian sangat penting agar tidak kekurangan cairan
tubuh karena cairan langsung masuk kedalam pembuluh darah

Diagnosa Keperawatan 4
Resiko Infeksi kemungkinan berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
utama ( penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernafasan), tidak
adekuatnya pertahanan sekunder, penyakit kronis.
1. Tujuan : Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa
komplikasi,mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah/menurunkan risiko infeksi.
2. Tindakan / intervensi :
Mandiri
a. Pantau tanda vital dengan ketat, khusus selama awal terapi.
Rasional : selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal
dapat terjadi.
b. Ubah posisi dengan sering dan berikan pembuangan paru yang baik.
Rasional : meningkatkan pengeluaran, pembersihan infeksi.
c. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.
d. Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual.
Rasional : mencegah penyebaran / melindungi pasien dari proses
infeksi lain.
e. Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan
perubahan warna, jumlah dan bau sekret.
Rasional : Pengeluaran sputum amat penting, perubahan
karakteristik sputum menunjukkan perbaikan pneumonia atau
terjadinya infeksi sekunder.
f. Ajarkan tehnik mencuci tangan yang baik.
Rasional : Efektif berarti menurunkan penyebaran / tambahan infeksi
g. Kolaborasi pamberian antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil
kultur sputum / darah, misalnya penicillin, eritromisin, tetrasiklin,
amikain, sepalosporin & amantadin.
Rasional : untuk membunuh kebanyakan microbial. Komplikasi
antiviral dan antijamur mungkin digunakan bila pneumonia
diakibatkan oleh organisme campuran.

Diagnosa Keperawatan 5
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan kemungkinan berhubungan
denganpeningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi.
1. Tujuan:menunjukkan peningkatan nafsu makan
mempertahankan/meningkatkan berat badan.
2. Tindakan / intervensi :
Mandiri
a. Indentifikasi factor yang menyebabkan mual / muntah misalnya :
sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnoe berat, nyeri. Rasional :
pilihan intervensi tergantung pada penyebaran masalah
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan
pasien dan dapat menurunkan mual.
c. Auskultasi bunyi usus , observasi / palpasi distensi abdomen.
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun / tak ada bila proses
infeksi berat/memanjang.
d. Berikan makan porsi kecil tapi sering termasuk makanan kering
Rasional : Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun
nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.

Diagnosa Keperawatan 6
Resiko kekurangan volume cairan b.d intake cairan oral tidak adekuat,
kehilangan cairan aktif
1. Tujuan : Mempertahankan masukan cairan secara adekuat
2. Kriteria hasil :
a. Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal
b. Tanda-tanda vital normal
c. Tidak terlihat mata cekung, kulit lembab, membran mukosa lembab
3. Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab resiko kekurangan cairan.
Rasional : mengetahui penyebab akan menentukan intervensi yang
akan dilakukan selanjutnya.
b. Monitor status hidrasi (mukosa baik, nadi normal, tekanan darah
normal).
Rasional : status hidrasi yang buruk menunjukkan tanda dan gejala
terjadinya kekurangan cairan.
c. Monitor hasil laborat yang tepat (BUN ↑, ↓ HCl, kepekatan urine).
Rasional : menunjukkan tanda dan gejala terjadinya kekurangan
cairan.
d. Berikan cairan yang disukai dalam batas diit.
Rasional : cairan yang disukai meningkatkan asupan cairan yang
masuk dalam tubuh, intake cairan tercukupi.
e. Ajarkan pada keluarga bahwa kopi, teh, jus buah anggur
menyebabkan diuresis dan menambah kehilangan cairan.
Rasional : keluarga paham meningkatkan kerjasama untuk
menghindari terjadinya kekurangan cairan pada pasien.
f. Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai terapi dokter.
Rasional : mencukupi cairan yang tidak bisa masuk melalu oral.

Diagnosa Keperawatan 7
Intoleransi aktifitas kemungkinan berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
1. Tujuan : Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnoe, kelemahan
berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal.
2. Tindakan / intervensi :
Mandiri
a. Monitor respons pasien terhadap aktivitas.
Rasional : menetapkan kemampuan, kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energi untuk
penyembuhan.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan / atau tidur
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala lebih tinggi.
e. Kolaborasi dengan fisioterapi jika perlu.
Rasional : Meningkatkan kemampuan aktivitas pasien sesuai
kemampuan maksimal.
REFERENSI

Arief Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. EGC : Jakarta.


Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn, E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC,
Jakarta
Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Erlangga : Jakarta
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine. 2005. Patofisiologi Jilid 2,
Edisi 4. EGC : Jakarta.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta;EGC
Soeparman, dkk. 1998. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. FKUI : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai