LP Baru Cap Fara
LP Baru Cap Fara
A. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa anak-
anak dan sering terjadi pada masa bayi. Penyakit ini timbul sebagai penyakit primer dan
dapat juga akibat penyakit komplikasi. ( Aziz Alimul : 2006).
CAP ( Community Acquired Pneumonia) merupakan peradangan akut parenkim
paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 2000)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan Reevers (2001) :
a. Community Acquired Pneumonia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa
berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme
penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau
kalangan lansia.
b. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti
Aeruginosa pseudomonas dan Klebseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri
umum penyebab hospital acquired pneumonia.
c. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang
ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi
anatominya saja.
d. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya,
kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.
C. ETIOLOGI
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti :
Streptococcus pneumonia, S. aureus, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif
seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta
kompos.
D. PATOFISIOLOGI
Aspirasi mikroorganisme yang mengkolonisasi sekresi orofaring merupakan rute
infeksi yang paling sering. Rute inokulasi lain meliputi inhalasi, penyebaran infeksi melalui
darah (hematogen) dari area infeksi yang jauh, penyebaran langsung dari tempat penularan
infeksi. Jalan napas atas merupakan garis pertahanan pertama terhadap infeksi, tetapi,
pembersihan mikroorganisme oleh air liur, ekspulsi mukosiliar, dan sekresi IgA dapat
terhambat oleh berbagai penyakit, penurunan imun, merokok, dan intubasi endotrakeal.
Pertahanan jalan napas bawah meliputi batuk, refleks muntah, ekspulsi mukosiliar, surfaktan,
fagositosis makrofag dan polimorfonukleosit (PMN), imunitas selular dan humoral.
Pertahanan ini dapat dihambat oleh penurunan kesadaran, merokok, produksi mukus yang
abnormal (mis; kistik fibrosis atau bronkitis kronis), penurunan imun, intubasi dan tirah
baring yang lama.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
2. Gejala khas :
Sianosis pada mulut dan hidung.
Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.
Gelisah, cepat lelah.
3. Batuk mula-mula kering produktif.
4. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia
5. Pemeriksaan laboratorium = leukositosis.
6. Foto thoraks = bercak infiltrate pada satu lobus/beberapa lobus.
F. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat, maka dapat menimbulkan :
1. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga
tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke
dalam dan timbul efusi.
2. Efusi pleura.
3. Emfisema.
4. Meningitis.
5. Abses otak.
6. Endokarditis.
7. Osteomielitis.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
B. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa Perawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
1. Inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatan produksi sputum
2. Nyeri pleuritik
3. Penurunan energi, kelemahan
Kemungkinan dibuktikan dengan :
1. Perubahan frekuensi kedalaman pernafasan
2. Bunyi nafas tak normal, penggunaan otot aksesori
3. Dispnea, sianosis
4. Batuk efektif/tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum
Kriteria Hasil :
1. Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas
2. Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea atau
sianosis
Intervensi Keperawatan :
1. Mandiri
1. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
2. Auskultasi paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi nafas
tambahan (krakles, mengi)
3. Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
4. Penghisapan sesuai indikasi
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
2. Kolaborasi
1. Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain
2. Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgesic
3. Berikan cairan tambahan
4. Awasi seri sinar ‘X’ dada, Analisa Gas Darah, nadi oksimetri
5. Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan
Reevers, Charlene J, et all (2001). Care Principle and Practise Of Medical Surgical
Nursing, Philadelpia : WB Saunders Company.
Smeltzer SC, Bare B.G (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I,
Jakarta : EGC
Suyono, (2009). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.