Anda di halaman 1dari 10

KARAKTERISTIK TERATOMA SAKROKOKSIGAL

DI DIVISI BEDAH ANAK RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG


TAHUN 2013-2016

Syara Fina Kusmaheidi1, Chairul Ismael2, Ali Taufan3


1
Fakultas Kedokteran Unjani Cimahi, 2,3 Bagian Pendidikan Kedokteran
Fakultas Kedokteran Unjani Cimahi.

ABSTRACT

Sacrococcygeal teratoma is a tumour which is located on the sacrococcygeal


bone, it derived from totipotent cell’s multiplication of the Hansen nodes, and
usually diagnosed in infancy. The prevalence is from 1 in 30000-70000 live
births. Early detection is needed, because malignancy is usually found after 2
months age, it can be done by knowing its characteristics. Because of Indonesia
still have few research about the SCT’s characteristics especially in West Java,
this study aims to find out the latest data of characteristics sacrococcygeal
teratoma in Pediatric Surgery Department of RSHS. This is a retrospective
descriptive research by reviewing SCT’s patient’s medical records at RSHS years
2013-2016. There are 13 cases, 77% of patients after 2 months age, Female was
predominant (8:5). The major chief complaint is a palpable sacrococcygeal mass
(92%) with digestive and urinary disorder in 23% of patients. As many 72%
women didn’t find any abnormalities in prenatal USG. As many 85% was born
spontaneously. In physical examination all patients presents a palpable mass in
the gluteus. As many 78% did the chest x-ray, 69% did the abdominal/pelvic x-ray,
and 69% did both CT-scan and AFP. Type I is dominated all of patients (46%).
Most tumors was 78% benign. The conclusion is many patients are diagnosed
after 2 months age and not all of them are malignant, most of all is women. Most
of them came with a palpable mass in buttocks, with digestive or urinary disorder.
All patients showed a visible and palpable mass in the gluteus, with different types
and dominated by type I.

Keyword : Altman, characteristics, presacrum mass, sacrococcygeal, teratoma

ABSTRAK

Teratoma sakrokoksigal adalah tumor yang berada di tulang sakrum dan koksiks,
terbentuk dari hasil multiplikasi sel totipotent nodus Hansen, dan biasa ditemukan
pada anak yang baru lahir. Prevalensinya di dunia adalah 1 dari 30.000-70.000
kelahiran hidup, dan di RSPAD Gatot Subroto dari tahun 1998-2003 terdapat 21
kasus. Deteksi dini perlu dilakukan karena sifatnya yang dapat berkembang
menjadi ganas setelah usia 2 bulan, salah-satunya dengan mengetahui
karakteristiknya. Karena masih belum banyak penelitian mengenai karakteristik

1
teratoma sakrokoksigal di Indonesia khususnya Jawa Barat, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui data terkini mengenai karakteristik pasien teratoma
sakrokoksigal di Divisi Bedah Anak RSHS Bandung. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif retrospektif dengan mengambil data sekunder dari rekam medis
pasien teratoma sakrokoksigal di RSHS Bandung tahun 2013-2016. Telah
didapatkan 13 kasus teratoma sakrokoksigal, sebanyak 77% pasien terdiagnosis
setelah usia 2 bulan, perempuan 62% lebih banyak dari pada laki-laki. Keluhan
utama tersering 92% adalah benjolan pada gluteus, disertai keluhan penyerta
tersering 23% adalah gangguan BAB dan BAK. Sebanyak 72% ibu yang
melakukan pemeriksaan USG prenatal tidak menemukan kelainan seperti
teratoma. Mayoritas ibu 85% melahirkan secara spontan pervaginam. Hal yang
paling menonjol pada pemeriksaan fisik 100% adalah adanya massa pada gluteus.
Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah foto thorax (78%),
foto abdomen/pelvis (69%), CT- Scan (69%) dan AFP (69%). Tipe terbanyak
adalah tipe I (46%). Sifat tumor yang paling banyak didapat adalah jinak (78%).
Didapatkan kesimpulan bahwa banyak pasien terdiagnosis setelah usia 2 bulan
dan tidak semua bersifat ganas, paling banyak pada perempuan, dengan mayoritas
pasien datang karena keluhan benjolan pada gluteus, disertai keluhan gangguan
BAK maupun BAB. Semua pasien menunjukkan massa yang terlihat dan teraba
pada gluteus, dengan tipe yang berbeda-beda dan didominasi oleh tipe I.

Kata kunci : Altman, benjolan pada gluteus, karakteristik, sakrokoksigal, teratoma

PENDAHULUAN
Teratoma adalah tumor sel germinal yang terdiri dari satu atau lebih lapisan
germinal endoderm, mesoderm dan ektoderm. 1 Teratoma merupakan hasil dari
multiplikasi berkelanjutan sel totipoten dari nodus Hensen (Nodus Hensen adalah
suatu agregasi dari sel totipotensial yang merupakan pengatur utama pada
perkembangan embrionik), yang gagal berkembang pada masa akhir embrionik
sehingga membentuk neoplasma. 2
Teratoma dibedakan berdasarkan jaringan dan organ yang diidentifikasi
pada lokasi ektopik, meliputi gonad, mediastinal, retroperitoneal, sakrokoksigal,
servikal, orofaringeal, dan gaster. Teratoma sakrokoksigal adalah tumor yang
paling sering terjadi pada anak, diikuti oleh tumor di gonad, mediastinal,
retroperitoneal, servikal, orofaringeal, dan gaster. Sakrokoksigal adalah bagian
yang sering terdapat teratoma pada anak 45%, lokasi selanjutnya yang paling
sering adalah gonad 32%, mediastinal 6%, retroperitoneal 4%, servikal 3%,
presakral 5 %, sistem saraf pusat 5%. 1,3,4
Teratoma sakrokoksigal adalah teratoma yang terletak pada dasar tulang
koksiks yang merupakan hasil multiplikasi berkelanjutan sel totipoten dari nodus
Hensen yang gagal berkembang pada masa akhir embrionik, sehingga membentuk
neoplasma. 1 Insidensinya 1 dari 30.000 sampai 70.000 kelahiran hidup di dunia
dan 4 kasus pertahun di Indonesia dan paling sering ditemukan pada wanita. 1,3,4
Holcomb mencatat 79 pasien usia di bawah 2 bulan 90% jinak, dan 90% dari
pasien dengan usia lebih dari 2 bulan tumornya berkembang menjadi keganasan.1

2
Tanda yang muncul adalah adanya masa kistik ukuran kecil hingga sebesar
kepala bayi di posterior sakral yang sering membuat misdiagnosis dengan
meningokokel sakral anterior. Hal tersebut menyebabkan kasus teratoma
sakrokoksigal ini dapat didiagnosis banding dengan meningokokel dan
hemangioma sakral, limfoma, kordoma, duplikasi rektal, kista epideroid dan
neuroblastoma.3,6 Teratoma sakrokoksigal pada prenatal dapat ditandai dengan
meningkatnya ukuran uterus abnormal atau meningkatnya kadar AFP pada ibu,
ada pula pasien yang mengalami polihidramnion sebelum melahirkan. 1,5 Tumor
vaskular yang besar dapat menyebabkan kegagalan besar dari output yang
menyebabkan adanya edema dan plasentomegali, adanya gejala ini sebelum
minggu ke 30 dari gestasi mengarah pada prognosis yang buruk, maka diagnosis
prenatal penting dilakukan.5,7
Teratoma sakrokoksigal termasuk 3% keganasan yang terjadi pada anak-anak,
yang dapat didiagnosis prenatal maupun setelah kelahiran. 3,4,7 Diagnosis prenatal
dapat dilakukan dengan USG yang rata – rata terdeteksi di usia kehamilan 24
minggu.8 Pada pemeriksaan USG dapat menunjukkan komponen tumor kistik atau
solid. Pada saat postnatal dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, terutama
dengan rectal toucher/ DRE, radiografi, foto lateral polos pelvis, barium enema,
abdomen intravenous pyelogram, USG dan MRI. Umumnya diagnosis lengkap
dengan jenis tumornya ditegakkan pascabedah setelah dilakukan pemeriksaan
histopatologi.6-8
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk teratoma pada janin yang
terdeteksi lebih dini adalah pemeriksaan USG prenatal. Pada pasien yang
terdeteksi setelah lahir, dianjurkan untuk melakukan pembedahan secara lengkap
atau reseksi lengkap minimal 24 jam setelah lahir atau segera setelah
terdiagnosis.9 Gejala umum yang mungkin muncul pascabedah adalah
inkontinensia feses ataupun urin, refluks vesikoureter, infeksi saluran kemih,
kelemahan ekstremitas bawah, dan terkadang terjadi konstipasi. 3,6,9
Teratoma sakrokoksigal dengan ukuran yang sangat besar dapat menyebabkan
distosia pada kelahiran pervaginam, sehingga seksio sesaria sangat dianjurkan
pada tumor yang terdeteksi dini dengan USG dengan ukuran lebih besar dari 5
cm. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada teratoma sakrokoksigal diantaranya
dapat menyebabkan kematian janin dan ruptur tumor yang dapat pula
menyebabkan perdarahan masif.4,6,10
Teratoma sakrokoksigeal pada populasi anak mengalami tranformasi ke arah
ganas seiring dengan peningkatan umur. Berdasarkan beberapa literatur teratoma
sakrokoksigeal pada anak dapat mengalami transformasi kepada kegansan
setealah usia 2 bulan.1,4,6 Hal tersebut perlu dihindari dengan melakukan deteksi
dini pada teratoma sakrokoksigal. Untuk mendeteksi dini teratoma sakrokoksigal
pada anak, maka perlu diketahui pasti mengenai karakteristik dari teratoma
sakrokoksigal pada anak. Karena belum banyak penelitian yang menunjukkan
data mengenai karakteristik teratoma sakrokoksigal pada anak di Indonesia dan
khususnya di Jawa Barat, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian
mengenai karakteristik teratoma sakrokoksigal pada anak di Divisi Bedah Anak
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2013 – 2016. Penelitian ini
diambil di RSHS Bandung karena, RSHS merupakan rumah sakit rujukan di Jawa

3
Barat, sehingga diharapkan penelitian ini dapat menggambarkan angka kejadian
teratoma sakrokoksigal di Jawa Barat.

SUBJEK DAN METODE


Penelitian ini diambil dari data sekunder berupa rekam medis pasien yang
terdiagnosis teratoma sakrokoksigal di divisi Bedah Anak RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung tahun 2013-2016 dengan total keseluruhan pasien 13 selama 3
tahun. Metode yang digunakan adalah deskriptif retrospektif. Pengambilan sampel
dengan cara total sampling. Instrumen pada penelitian ini adalah rekam medis,

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Pasien Teratoma Sakrokoksigal Berdasarkan Usia
Karakteristik pasien teratoma sakrokoksigal berdasarkan usia di Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung berkisar antara 0 bulan hingga 2 tahun. Usia terbanyak
terdeteksi atau terdiagnosis teratoma sakrokoksigal adalah pada usia lebih dari 2
bulan yaitu sejumlah 10 pasien atau 77%, sedangkan yang terdeteksi pada usia
kurang dari 2 bulan adalah 23% atau sejumlah 3 pasien. Pada penelitian ini
hasilnya kurang sesuai dengan penelitian yang menunjukkan bahwa kasus
teratoma sakrokoksigal banyak didiagnosis pada usia kurang dari 2 bulan. 11
Karakteristik pasien teratoma sakrokoksigal berdasarkan usia dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1 subjek penelitian berdasarkan usia


Usia N %
< 2 bulan 3 23
> 2 bulan 10 77
Total 13 100

Keluhan Utama Pasien Teratoma Sakrokoksigal


Keluhan utama pasien teratoma sakrokoksigal saat pertama kali datang ke
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung adalah adanya benjolan pada sakrokoksigal,
ataupun adanya gangguan BAK. Keluhan benjolan pada sakrokoksigal ditemukan
pada 12 pasien (92%), serta 1 pasien (8%) dengan keluhan gangguan BAK berupa
sulit BAK. Menurut literatur Holcomb (2010), teratoma sakrokoksigal sangat
mudah didagnosis karena presentasi massa pada bokong yang dapat langsung
terlihat sejak lahir.1 Dari penelitian didapatkan pula 1 pasien yang datang dengan
keluhan gangguan BAK berupa sulit BAK, hal ini disebabkan oleh karena pasien
ini merupakan pasien yang terdiagnosis teratoma sakrokoksigal tipe IV, yakni
tumor yang berada di intrapelvis/presakrum dan tidak mengalami perluasan
eksternal.12 Karakteristik keluhan utama pasien teratoma sakrokoksigal di Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung dapat dihat pada Tabel 2.

4
Tabel 2 Keluhan Utama Pasien Teratoma Sakrokoksigal
Keluhan Utama N %
Benjolan bokong 12 92
Gangguan BAK 1 8
Gangguan BAB 0 0
Perut kembung 0 0
Total 13 100

Keluhan Penyerta Pasien Teratoma Sakrokoksigal


Gejala dan tanda lain yang menyertai keluhan utama pasien teratoma
sakrokoksigal di Rumah Sakit Hasan Sadikin adalah gangguan BAK pada 3
pasien (23%), gangguan BAB pada 3 pasien (23%), perut kembung, muntah,
demam dan nyeri perut pada 1 pasien (8%).
Dari 13 pasien yang terdiagnosis saat postnatal keluhan tersering terjadi pada
3 pasien (23%) dengan keluhan gangguan BAK dan BAB. Penelitian ini sesuai
dengan pernyataan Bhatt dan Kumar, bahwa umumnya tanda dan gejala teratoma
sakrokoksigal asimptomatik, tapi pada pasien dengan tumor yang baru terdeteksi
saat kelahiran maupun beberapa hari, minggu, ataupun bulan setelah kelahiran
dapat menunjukkan beberapa gejala yang menyertai ukutan tumor yang sudah
terlihat besar, gejala penyerta tersebut dapat berupa sulit BAK dan sulit BAB. 1
1 pasien mengalami 3 keluhan penyerta berupa gangguan BAK perut
kembung dan nyeri perut (pasien nomor 9). Menurut Holcomb, pada teratoma
dengan lokasi intrapelvis umumnya terlambat didiagnosis karena keluhan yang
pertama kali didapat adalah konstipasi, retensi urin, massa pada abdomen, nyeri
perut dan perut kembung, atau kegagalan tumbuh kembang.1 Pasien nomor 9
merupakan pasien yang terdiagnosis teratoma tipe IV, dengan keseluruhan
komponen tumor berada di dalam pelvis/abdomen, sehingga tumor mengkompresi
traktus urinarius, maupun mendesak saluran pencernaan yang dapat menyebabkan
perut kembung maupun nyeri perut.
1 pasien lain juga mengalami 3 keluhan penyerta berupa gangguan BAK,
muntah, dan demam (pasien nomor 13). Dalam literatur, tidak didapatkan
mengenai keluhan penyerta demam maupun muntah, tetapi dari hasil penelitian
pasien nomor 13 ini terdiagnosis teratoma dengan tipe III disertai ISK. Menurut
analisa peneliti, demam muncul sebagai manifestasi dari ISK yang muncul karena
teratoma tipe III sebagian besar massanya terdapat dalam rongga pelvis. Kompresi
massa intrapelvis mendesak traktus urinarius dan menyebabkan retensi urin,
retensi urin akan menyebabkan proliferasi bakteri yang dapat menyebabkan
infeksi pada saluran kemih. Pada pasien yang sama disertai keluhan muntah,
keluhan ini juga diduga sebagai manifesatasi kompresi massa intraabdomen pada
teratoma tipe III. Massa dapat mendesak usus dan menyebabkan perangsangan
pada N. Vagus yang dapat menyebabkan keluhan muntah.
Keluhan penyerta pasien teratoma sakrokoksigeal dapat dilihat pada Tabel 3.

5
Tabel 3 Keluhan Penyerta Pasien Teratoma Sakrokoksigal
Keluhan Penyerta
Pasien Gangguan Gangguan Perut Muntah Demam Bb Turun Nyeri Perut
BAK BAB Kembung
1
2
3 V
4
5
6 V
7 V V
8
9 V V V
10
11
12
13 V V V
Total 3 3 1 1 1 0 1
% 23 23 8 8 8 0 8

Riwayat Deteksi Kelainan USG Prenatal Ibu dari Pasien Teratoma


Sakrokoksigal
Pada rekam medis dituliskan mengenai riwayat deteksi kelainan USG prenatal
pada Ibu dari pasien teratoma sakrokoksigal, kemudian didapatkan data bahwa 7
ibu pasien melakukan USG prenatal dan hanya 2 ibu pasien (28%) yang
mendapatkan kelainan.

Tabel 4 Riwayat Deteksi Kelainan USG Prenatal Ibu dari Pasien Teratoma
Sakrokoksigal
Deteksi Kelainan USG N %
Prenatal
Normal 5 72
Kelainan pada janin 2 28
(dugaan
Total teratoma) 7 100

Cara Persalinan Ibu dari Pasien Teratoma Sakrokoksigal


Untuk melihat komplikasi prenatal berupa adanya teratoma yang cukup besar
sehingga membuat distosia saat persalinan, maka diteliti mengenai cara persalinan
pada ibu dari pasien teratoma sakrokoksigal. Dari hasil penelitian didapatkan 2
pasien (15%) lahir dengan seksio sesar karena distosia, dan 11 pasien (85%) lahir
secara spontan pervaginam. Berdasarkan penelitian Mahmood maupun Flake
bahwa seksio sesar perlu dilakukan pada ibu pasien yang janinnya terdeteksi
memiliki tumor lebih dari 5 cm, ataupun adanya komplikasi persalinan berupa
distosia, hal ini mungkin terjadi kepada kedua ibu pasien tersebut.10,13

Tabel 5 Cara Persalinan Ibu dari Pasien Teratoma Sakrokoksigal


Riwayat Persalinan N %
Pervaginam 11 85
Seksio Sesar 2 15
Total 13 100

6
Pemeriksaan Fisik yang didapat pada Pasien Teratoma Sakrokoksigal
Pemeriksaan fisik pada pasien teratoma sakrokoksigal di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung dapat dilihat berdasarkan inspeksi untuk melihat adanya massa,
ulserasi maupun anus yang terdorong ke arah anterior, serta palpasi yang
dilakukan untuk melihat lokasi masa teratoma. Pada kasus teratoma sakrokoksigal
dilakukan pemeriksaan palpasi tambahan berupa rectal toucher untuk membantu
menentukan tipe teratoma sakrokoksigal.
Dalam penelitian ini 100% pasien ditemukan massa yang menonjol saat
inspeksi. 9 pasien atau 69% pasien didapatkan temuan ulserasi yang muncul pada
massa tumor maupun di area perianal. Temuan lain pada inspeksi, didapatkan pula
9 pasien atau 69% pasien dengan posisi anus yang terdorong ke arah anterior.

Tabel 6 Pemeriksaan Fisik Inspeksi Pasien Teratoma Sakrokoksigal


Inspeksi N %
Massa 13 100
Ulserasi 9 69
Posisi Anus terdorong ke 9 69
anterior

Pada penelitian ini benjolan pada gluteus mendominasi temuan fisik pada saat
palpasi yaitu sebesar 92% atau pada 12 pasien, hal tersebut sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa temuan utama pada pemeriksaan fisik adalah adanya
massa atau benjolan pada gluteus, abdomen maupun yang nampak menonjol ke
perineum.1 1 pasien sisanya menunjukkan massa pada abdomen dan gluteus,
pasien ini merupakan pasien yang terdiagnosis teratoma sakrokoksigal tipe III.
Sesuai dengan letak massa teratoma tipe III yaitu dominan di pelvis dan abdomen
dan mengalami perluasan eksternal, maka temuan pemeriksaan fisiknya pun
didapatkan massa pada abdomen serta gluteusnya. Lokasi massa teratoma pada
palpasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Pemeriksaan Fisik Palpasi Massa dan Identifikasi Lokasi Pada Pasien
Teratoma Sakrokoksigal
Massa N %
a/r gluteus 12 92
a/r abdomen 0 0
a/r gluteus&abdomen 1 8
Total 13 100

Pada penelitian, didapatkan 7 pasien atau sebesar 54% yang teraba massa
pada pemeriksaan rectal toucher, dan 6 pasien atau sebesar 46% yang tidak teraba
massa pada pemeriksaan rectal toucher. Hal ini sesuai dengan penelitian Tran dan
kawan – kawan, untuk mendiagnosis teratoma sakrokoksigal dapat dilakukan
dengan pemeriksaan fisik rectal toucher, sehingga dapat ditemukan adanya
massa presakrum yang dapat dipalpasi.5

7
Tabel 8 Pemeriksaan Fisik dengan Rectal Toucher Pasien Teratoma Sakrokoksigal
Rectal Toucher N %
Teraba massa 7 54
Tidak teraba massa 6 46
Total 13 100

Pemeriksaan Penunjang Pasien Teratoma Sakrokoksigal


Dari 13 pasien, 10 paien (78%) melakukan pemeriksaan foto thorax, 9 pasien
(69%) melakukan pemeriksaan foto polos abdomen maupun pelvis, 6 pasien
(46%) melakukan pemeriksaan USG, 9 pasien (69%) melakukan pemeriksaan CT
scan, 1 pasien (8%) melakukan pemeriksaan MRI, 2 pasien (15%) melakukan
pemeriksaan FNAB sebelum operasi dan 9 pasien (69%) melakukan pemeriksaan
AFP.

Tabel 9 Pemeriksaan Penunjang Pasien Teratoma Sakrokoksigal


Pemeriksaan Penunjang N %
Foto Thorax 10 78
Foto Polos 9 69
(abdomen/pelvis)
USG 6 46
CT scan 9 69
MRI 1 8
FNAB 2 15
AFP 9 69

Tipe Teratoma yang didapat pada Pasien Teratoma Sakrokoksigal


Tipe Teratoma yang didapatkan pada pasien teratoma sakrokoksigal di Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung terbanyak adalah pasien dengan teratoma
sakrokoksigal tipe 1 sebanyak 46% dengan jumlah 6 pasien, tipe II sebanyak 31%
dengan jumlah 4 pasien, tipe III sebanyak 15% dengan jumlah 2 pasien, dan tipe
IV sebanyak 8% dengan jumlah 1 pasien. Pada penelitian tersebut teratoma
sakrokoksigal yang mendominasi adalah tipe I dilanjutkan dengan tipe II, III dan
IV. Hasilnya sesuai dengan penelitian yang dilakukan Angtuaco dan Collins
(2011) bahwa teratoma sakrokoksigal tipe I ditemukan sebanyak 46,7%, tipe II
ditemukan sebanyak 34.7%, tipe III sebanyak 8.8% dan tipe IV sebanyak 9.8%. 4

Tabel 10 Tipe Teratoma yang didapat pada Pasien Teratoma Sakrokoksigal


Tipe Teratoma N %
I 6 46
II 4 31
III 2 15
IV 1 8
Total 13 100

Gambaran Pemeriksaan Histopatologi Pasien Teratoma Sakrokoksigal


Pemeriksaan Histopatologi untuk kasus ini hanya dilakukan oleh 9 pasien.
Mayoritas gambaran yang didapatkan adalah tumor jinak 7 pasien atau 78%, dan

8
2 pasien atau 22% memberikan gambaran tumor dengan gambaran ganas. Pada
penelitian ini 5 dari 9 pasien yang memiliki gambaran histopatologi yang jinak
terdiagnosis setelah usia 2 bulan, dan tumornya tetap bersifat jinak, 1 diantaranya
merupakan pasien yang rekuren setelah 14 bulan operasi dan tetap jinak (operasi
pengangkatan tumor dan koksi pada usia 4 bulan). Sehingga pada 5 pasien
tersebut, tidak ditemukan kesesuaian dengan literatur mengenai tumor yang dapat
mengalami transformasi kepada keganasan jika didiagnosis setelah usia 2
bulan.14,15 Gambaran Histopatologi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Gambaran Histopatologi Pasien Teratoma Sakrokoksigal di Rumah Sakit


Hasan Sadikin Bandung Periode Tahun 2013 – 2016
Gambaran Histopatologi N %
Jinak 7 78
Ganas 2 22
Total 9 100

SIMPULAN
a. Karakteristik pasien teratoma sakrokoksigal berdasarkan usia di RSHS 77%
paling banyak terdiagnosis setelah usia 2 bulan.
b. Keluhan utama yang paling sering muncul pada pasien teratoma
sakrokoksigal di RSHS sebagian besar adalah benjolan pada gluteus dengan
persentase 92%.
c. Keluhan penyerta yang paling sering muncul pada pasien teratoma
sakrokoksigal adalah gangguan BAB dan gangguan BAK yang terjadi pada
23% pasien.
d. Ibu pasien teratoma sakrokoksigal yang melakukan USG prenatal sebesar
72% tidak menemukan kelainan kongenital seperti teratoma sakrokoksigal.
e. Cara persalinan ibu pasien teratoma sakrokoksigal 85% adalah spontan
pervaginam.
f. Temuan fisik yang didapat pada pasien teratoma sakrokoksigal 100% massa
tumor terlihat saat inspeksi. Hal lain yang ditemukan pada temuan fisik
adalah sebagian besar massa ditemukan di regio gluteus sebesar 92% dan
pasien yang massanya teraba pada rectal toucher sebesar 54%, disertai
temuan fisik lain berupa 69% pasien yang mengalami ulserasi pada massanya
maupun perianal dan 69% pasien yang menunjukkan posisi anus yang
terdorong.
g. Pemeriksaan penunjang yang paling banyak dilakukan oleh dokter untuk
meunjang diagnosis pasien teratoma sakrokoksigal adalah foto thorax 78%,
foto polos 69%, CT scan 69% dan AFP 69%.
h. Tipe teratoma sakrokoksigal yang paling banyak ditemukan di RSHS adalah
tipe I sebesar 46%.
i. Sifat tumor yang paling banyak didapat pada pemeriksaan histopatologi
adalah 78% jinak.

9
Saran
a. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai teratoma sakrokoksigal dengan
desain penelitian yang berbeda, untuk mengetahui faktor-faktor risiko pada
ibu pasien yang dapat menyebabkan teratoma sakrokoksigal.
b. Perlunya edukasi yang diberikan kepada orang tua yang memiliki bayi,
perawat ibu dan anak, bidan, praktisi di posyandu, dan praktisi di puskesmas
agar lebih memperhatikan tanda maupun gejala teratoma sakrokoksigal,
terutama benjolan pada gluteus, dan tidak menunda-nunda untuk berobat ke
dokter. Edukasi juga perlu diberikan pada orang tua pasien yang sudah
mengetahui anaknya terdiagnosis teratoma sakrokoksigal sejak lahir untuk
menyegerakan menyetujui tindakan operasi, mengingat bahaya transformasi
tumor yang dapat menjadi ganas. Edukasi juga perlu diberikan kepada ibu
hamil, untuk melakukan pemeriksaan USG selama kehamilan untuk melihat
ada-tidaknya kelainan kongenital.
c. Pencatatan rekam medis, maupun lampiran rekam medis seperti pemeriksaan
penunjang sebaiknya diisi lebih lengkap, sehingga akan lebih melengkapi
penelitian selanjutnya.

10

Anda mungkin juga menyukai