KOLESISTITIS
Disusun oleh :
Edeltrudis Endang D. B 158114138
Magdalena Nogo Kelen 158114146
Parinda Utami 168114123
Irene Savia Hasugian 178114001
Septiana Wahyu Jatiningrum 178114002
Kyefas Swandikqa 178114003
Yessica Cici Roslin 178114004
Yohanes Rudianto 178114005
Theresia Putri Puttaparti 178114006
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Faktor risiko untuk pengembangan kolesistitis antara lain yaitu : Dehidrasi, Nutrisi
parenteral total, Penyakit kardiovaskular, Diabetes mellitus, Sepsis, Iskemia, Gangguan
motilitas, Infeksi oleh mikroorganisme (protozoa, dan parasit), Penyakit kolagen, Reaksi alergi.
(MOPH Qatar, 2017)
Komplikasi kolesistitis akut meliputi : Kolangitis akut, Pankreatitis bilier, Sindrom
Mirizzi (obstruksi ekstrinsik duktus hepatika umum oleh batu empedu yang terimpeksi di
kandung empedu atau duktus kistik), Peritonitis bilier, Abses pericholecystic, Fistula bilier,
Perforasi kandung empedu, Sepsis. (MOPH Qatar, 2017)
Algoritma
Menurut Tokyo Guidline 2018, penatalaksanaan terapi pasien kolesistitis akut adalah sebagai
berikut :
➢ Menurut hasil lab leukosit > 10000/Ul, menunjukkan terjadinya infeksi oleh bakteri.
Organisme yang paling sering diisolasi oleh kultur empedu kandung empedu pada
pasien ini termasuk Escherichia coli, spesies Klebsiella, Streptococcus Grup D, spesies
Staphylococcus, dan spesies Clostridium (Sangma dan Marak, 2016).
➢ SGOT dan SGPT yang melebihi normal menunjukkan terjadi kerusakan atau
peradangan pada jaringan hati. SGPT lebih spesifik terhadap kerusakan hati dibanding
SGOT.
➢ Demam yang diderita menunjukkan adanya tanda gejala inflamasi sistemik,
ditunjukkan dengan adanya nilai LED (Laju Endap Darah) yang melebihi normal.
➢ Warna kencing yang seperti teh dan warna mata yang menguning mengindikasikan
bahwa kadar bilirubin tinggi.
Assessment
Hasil diagnosis menunjukkan pasien mengalami kolesistitis.
1. Berdasarkan “Subjective”, pasien mengatakan nyeri pada perutnya terutama bagian ulu
hati dan perut sebelah kanan. Nyeri tersebut sudah berlangsung sekitar 1 minggu (akut).
Nyeri tersebut kadang muncul kadang hilang. Nyeri kadang terasa sampai ke punggung
belakang dan pundak. Nyeri yang ditimbulkan ini merupakan nyeri daerah epigastrum
yang merupakan suatu gejala pada kolesitasis akut (PBIDI, 2017 & Soumitra, 2015).
Pasien juga mengeluh demam ± 1 minggu disertai pusing, dan merasakan mual setiap
saat, dan nafsu makan berkurang yang merupakan suatu gejala pada kolesitasis akut
(PBIDI, 2017). BAK berwarna seperti teh dan mata berwarna kuning (sklera ikhterik)
menujukkan ikhterik akibat adanya batu disaluran empedu dan kadar bilirubin yang
tinggi (PBIDI, 2017). Pasien juga sering membeli makanan di luar, yang mana makanan
di luar / makanan cepat saji umumnya merupakan makanan berlemak. Banyak
mengonsumsi makanan berlemak merupakan suatu faktor risiko terjadinya kolesitisis
(PBIDI, 2017). Sebagian besar atau 95% kasus peradangan kandung empedu ini
disebabkan oleh batu empedu atau disebut kalkulus kolesistitis akut, jika peradangan
tidak disebabkan batu empedu maka disebut akalkulus kolesistisis akut dan ini hanya
sekitar 5-10 % (Bope, 2017). Belum bisa dikalsifikasikan apakah pasien mengalami
kalkulus kolestitis akut atau akalkulus kolestitis akut karena tidak ada data scan USG
(Soumitra, 2015). Bisa dikatakan sebagai kolesistitis akut karena pasien mengalami
gejala dan keluhan yang timbul baru 1 minggu.
2. Berdasarkan “Hasil Laboratorium” pasien diketahui mengalami leukositosis sebab
jumlah leukosit pasien dalam darah melebihi batas normal. Selain itu, nilai bilirubin
direk, bilirubin indirek juga melebihi batas normal (hiperbilirubin) yang juga disertai
dengan meningkatnya nilai SGOT dan SGPT. Data tersebut ciri-ciri yang ditunjukan
merujuk pada penyakit Cholesistis Grade II (Bornscheuer, 2014).
Plan
a. Goals of Therapy
Tujuan terapi cholesistitis adalah membatasi respons septik sistemik dan peradangan lokal,
untuk mencegah infeksi di tempat bedah pada luka superfisial, fasia, atau ruang organ, dan
untuk mencegah pembentukan abses intrahepatik (Gomi, H., 2018).
b. Terapi Farmakologi
1. Injeksi Terfacef → Menurut kami, Ceftriaxone Na (Cephalosporin III) IV sudah tepat
diberikan sebagai antibiotik profilaksis. Tambahkan terapi Metronisazole IV 500mg
setiap 8 jam jika dicurigai pasien terinfeksi bakteri anaerob (PBIDI, 2017; NHS, 2016;
MedScape, 2019).
2. Injeksi Santagesik → Menurut kami, Metamizole tepat digunakan sebagai terapi
analgesik pada kasus pasien. Selain itu, terapi golongan NSAID ini dapat mengurangi
inflamasi yang terjadi pada kantung empedu / mengurangi progresivitas kolesititis
akut (MOPH Qatar, 2017; AUGIS, 2016).
3. Injeksi Pumpicell → Menurut kami, Pantoprazole kurang tepat digunakan untuk
mengatasi mual yang dialami pasien. Menurut penelitian Chuang, S. C., et al., 2018,
golongan PPI dapat menurunkan sekresi asam lambung dan meningkatkan lingkungan
pH lambung, hal ini dapat mengurangi aktivitas terapi bakterisida sehingga
memungkinkan patogen dapat melewati lambung menuju duodenum, hal ini juga
meningkat risiko perpindahan patogen menuju saluran empedu, dengan demikian,
meningkatkan kejadian infeksi saluran empedu termasuk akut kolesistitis. Oleh karena
itu, pasien direkomendasikan diberikan antiemetik berupa Metoclorpamide IM 10-20
mg setiap 4-6 jam PRN (MedScape, 2019).
4. Curcuma → Terapi tepat dan tetap dilanjutkan.
5. Lesichol oral → Terapi tetap dilanjutkan.
6. SNMC oral → Pemberian SNMC tetap dilanjutkan.
7. Jika pasien mengalami demam, pasien direkomendasikan menggunakan Paracetamol
500mg 3x1 PRN.
c. Terapi non Farmakologi
1) Mengatur pola makan dan berolahraga
2) Bila merasa lelah langsung beristirahat dan mengurangi beban pekerjaan
3) Dianjurkan untuk menurunkan berat badan
4) Menjalani diet rendah lemak
5) Mengkonsumsi sayuran, buah-buahan dan makanan berserat lainnya
6) Hindari makanan yang berlemak tinggi, karena kolesterol yang terbentuk dapat
menghambat pengangkut asam empedu oleh trimethylamine yang menginduksi
batu empedu kolesterol (PBIDI, 2017; Park, et al., 2017).
d. Rekomendasi Lainnya
Pasien direkomendasikan untuk melakukan USG guna melihat ukuran dari batu empedu
yang terbentuk, sehingga dokter spesialis bedah dapat memberikan saran atau keputusan
untuk dilakukannya pembedahan (Cholecystectomy).
Monitoring
1. Monitoring Outcome / Keberhasilan Terapi
1) Pemeriksaan abdomen untuk mengindentifikasi rasa nyeri daerah epigastrum
berkurang atau tidak. Hal ini untuk menilai keberhasilan terapi Metimazole
(NSAID).
2) Pemeriksaan demam maupun pusing. Jika pasien mengalaminya pasien
direkomendasikan menggunakan Paracetamol 500mg 3x1 PRN.
3) Pemantauan nafsu makan pasien mulai meningkat atau tidak. Hal ini untuk
menilai keberhasilan terapi Curcuma.
4) Pemeriksaan warna urine, feses, dan mata pasien, masih menunjukan ikhterik
atau tidak. Sekaligus melakukan pemeriksaan kadar bilirubin direk maupun
indirek pada darah maupun urine.
5) Pemeriksaan darah lengkap untuk mendeteksi nilai leukosit dan LED pasien,
sekaligus mengidentifikasi nilai SGPT dan SGOT.
2. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
1) Ceftriaxone → Pemantauan ruam, kemerahan, sesak nafas, dan tanda gejala
anafilaksis lainnya. Jika terjadi reaksi anafilaksis segera hentikan penggunaan
obat, dan segera ditangani oleh dokter untuk memberikan terapi suportif.
2) Metimazole → Pemantauan perut terasa sebah atau tidak.
3) Metoclorpamid → Pemantauan gejala ektrapiramidal / reaksi distonik.
3. Monitoring Tanda Gejala Kemungkinan Komplikasi
1) Pemantauan tanda vital RR, denyut nadi, saturasi oksigen, maupun suhu tubuh.
Selain itu juga melakukan pemantauan nilai WCC. Jika hasil menunjukkan RR
>20; denyut nadi >90; WCC <4 atau >12; dan suhu <36°c atau >38°c,
menandakan pasien memiliki tanda maupun gejala SIRS. Jika hal ini terjadi,
perlu dilakukan kultur darah (NHS, 2016).
Daftar Pustaka
AUGIS, 2016, Gallstone Disease. Royal College and Surgeons. Ireland.
Andira, Ayu., Ramatillah, D.L., dan Lukas, Stefanus., 2015. Liver Cirrhosis and Congestive
Heart Failure at PGI Cikini Hospital. International Journal of Pharmacy Teaching &
Practices. Vol 6. Jakarta.
Bope ,Edward T., 2017. Conn’s Current Therapy 2017. Elsevier
Bornscheuer, T., Stefaan, S., 2014. Calculated Antibiosis of Acute Cholangitis and
Cholecystitis. Viszeralmedizin Gastrointestinal Medicine and Surgery, Review Article:
Ubersichtsarbeit.
Chuang, S. C., et al., 2018. Proton pump inhibitors increase the risk of cholecystitis: a
populationbased case–control study. Taiwan. 1-2.
Gomi, Harumi et al., 2018. Tokyo Guidelines 2018: antimicrobial therapy for acute cholangitis
and cholecystitis. Japanese Society of Hepato-Biliary-Pancreatic Surgery.
Knab, L M., Anne Marie Boller, David M. Mahvi. 2014. Cholecystitis. North Saint Clair,
Chicago.
Marinda, F. D., 2014. Hepatoprotective Effect of Curcumin in Chronic Hepatitis.
MedScape, 2019. https://www.medscape.com/. Diakses pada tanggal 29 April 2019, pukul
20.08 WIB.
MIMS, 2019, MIMS Indonesia Drugs Information Disease News. Biochemical.
MOPH (Ministry of Public Health). 2017. Acute Cholecystitis - Assessment and Medical
Management. Ministry of Public Health State of Qatar.
NHS, 2016. Clinical Guidline for Management of Acute Cholecystitis in Adults. 2-9.
Okamoto, Kohji et al., 2018. Tokyo Guidelines 2018: flowchart for the management of
acute cholecystitis. Japanese Society of Hepato-Biliary-Pancreatic Surgery.
Park, Yongsoon et al., 2017. Association between diet and gallstones of cholesterol and
pigment among patients with cholecystectomy: a case-control study in Korea. Journal of
Health, Population and Nutrition. South Korea.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta. 96-97.
Raddyvari, Kiran et al., 2015. Evaluation of Stronger Neo Minophagen-C (SNMC) in Patients
with Acute Hepatitis. Journal of Clinical and Experimental Hepatology.
https://doi.org/10.1016/j.jceh.2015.07.152.
Rodriguez A. , Robert D. Barraco . 2018. Geriatric Trauma and Acute Care Surgery.
Sangma, Mima .M.B., and Marak, Fremingston., 2016. Clinicoetiopathological Studies of
Acute Cholecystitis. International Surgery Journal.
Singh, S,.Davis, D., 2018. Ringer's Lactate.
Soumitra, R,. Lawrence Reed. 2015. Acute Cholecystitis. New York : Springer
Yokoe, Masamichi., 2018. Tokyo Guidelines 2018: diagnostic criteria and severity grading of
acute cholecystitis (with videos). Japanese Society of Hepato-Biliary-Pancreatic
Surgery.