KELOLA KORPORAT
Prinsip Perlindungan Terhadap Hak Pemegang Saham
Dosen Pengampu: Dr. Drs Frans Sudirjo, S.E.,M.M.,M.Si.,Ak.,CA.,BKP
Disusun oleh:
Kelompok 1
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Etika
Profesi dan Tata Kelola Korporat dengan topik pembahasan “PRINSIP
PERLINDUNGAN TERHADAP HAK PEMEGANG SAHAM”. Makalah ini
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika
Profesi dan Tata Kelola Korporat. Mata kuliah tersebut diambil oleh mahasiswa
dan mahasiswi Pendidikan Profesi Akutansi Angkatan 32, Universitas
Diponegoro.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Kami mengakui bahwa makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan. Kami berharap kepada pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 6
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan .............................................................. 7
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 9
2.1 Hak-Hak Dasar Pemegang Saham ........................................................ 9
2.2 Keputusan Material yang Membutuhkan Persetujuan dalam RUPS... 12
2.3 Penyelenggaraan RUPS ...................................................................... 13
2.4 Pengungkapan Struktur Kepemilikan, termasuk Kepemilikan Piramid,
Cash-flow Right, Control Right dan Hubungannya dengan Insentif
untuk Ekspropriasi .............................................................................. 15
2.5 Pasar Pengendalian Perusahaan Berjalan dengan Efisien dan
Transparan ........................................................................................... 17
2.6 Fasilitasi Dilaksanakannya Hak-hak Semua Pemegang Saham,
termasuk Investor Institusi .................................................................. 19
2.7 Para Pemegang Saham untuk Saling Berkonsultasi terkait dengan
Pelaksanaan Hak-Haknya.................................................................... 20
2.8 Peran Akuntan Profesional dalam Memfasilitasi Pelaksanaan Hak
Pemegang Saham ................................................................................ 20
2.9 Pelaksanaan Prinsip Perlindungan terhadap Hak-hak Pemegang Saham
di Indonesia Menurut Hasil Penilaian Bank Dunia dan IICD-ASEAN
CG Scorecard ...................................................................................... 21
2.10 Hasil Penilaian oleh IICD-ASEAN CG Scorecard ............................. 22
2.11 Menggunakan ASEAN CG Scorecard untuk Menilai Praktik
Perlindungan terhadap Hak- Hak Pemegang Saham Perusahaan
Terbuka ............................................................................................... 23
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 25
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Hukum Dagang (KUHD) bersama dengan pengaturan bentuk badan usaha lain
(Persekutuan Perdata, Firma, CV). Seiring kebutuhan perlindungan hukum yang
lebih kuat dang menyeluruh terhadap azas hukum dalam suatu PT, kemudian
pengaturan mengenai PT diatur secara khusus dalam Undang-Undang Republlik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (yang selanjutnya
akan disebut dengan UU PT 1995); sampai akhirnya diundangkan Undang-
Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (yang selanjutnya akan
disebut dengan UU PT 2007) yang menurut hukum disyaratkan sebagai pengganti
dan penyempurnaan atas Undang-Undang sebelumnya. Pergantian dan
Penyempurnaan yang bersifat khusus, karena dirasa perlu mengakomodir
kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kepastian dan perlindungan hukum
dalam berusaha, serta demi mengakomodir tuntutan pengembangan dunia usaha
yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate
governance). Kepastian dan perlindungan hukum tadi mutlak diperlukan dalm
dunia usaha, terutama di tengah kemajuan perekonomian global dewasa ini,
dimana jarak dan batas Negara tidak lagi menjadi penghalang berjalannya suatu
kegiatan usaha; antara lain untuk melindungi pemilik modal atau investor dalam
pelaksanaan kegiatan usaha. Kepastian dan perlindungan hukum yang demikian
dirasa akan menjaga pemilik modal dan investor agar terus menjalankan kegiatan
usahanya.
Kedudukan PT sebagai institusi adalah sebagai badan hukum, sehingga ia
adalah subyek hukum, pelaku ekonomi, yang mempunyai beberapa nilai lebih
dibandingkan dengan organisasi ekonomi yang lain. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa PT mempunyai nilai lebih baik ditinjau dari aspek ekonomi
maupun aspek yuridisnya. Kedua aspek tersebut saling mengisi satu dengan
lainnya. Aspek hukum memberikan rambu agar keseimbangan kepentingan semua
pihak dapat diterapkan dengan baik dalam menjalankan kegiatan ekonomi.
PT sebagai institusi kegiatan ekonomi memiliki struktur organisasi yang
dianggap memiliki kelebihan. Kelebihan tersebut terletak pada Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris serta tanggung jawabnya
terhadap pemegang saham dan pihak ketiga sebagaimana yang diatur dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas. Keberadaan RUPS sebagai organ tertinggi
4
yang mempunyai wewenang tertentu dan kewajiban direksi untuk meminta
persetujuan RUPS dalam melakukan tindakan tertentu dinilai merupakan bentuk
perlindungan yang memadai bagi pemegang saham dan pihak kreditur.
Pemilik modal sebagai pemegang saham dalam sebuah Perseroan Terbatas
sangat bervariatif seperti pemegang saham mayoritas atau pemegang saham
minoritas, pemegang saham mayoritas seringkali bergabung dalam suatu
kelompok kekuatan yang kadang-kadang membuat kedudukan para pemegang
saham dalam kelompok tersebut tidak berimbang. Terhadap pemegang saham
mayoritas pada prinsipnya perlindungan hukum kepadanya cukup terjamin
terutama melalui mekanisme RUPS yang jika diambil keputusan secara
musyawarah, maka akan dipastikan kelompok pemilik saham mayoritas
cenderung mempengaruhi keputusan RUPS.
Dalam mekanisme pengambilan keputusan di perusahaan dapat dipastikan
pemegang saham minoritas ini akan selalu kalah dibanding pemegang saham
mayoritas, sebab pola pengambilan keputusan didasarkan atas besarnya
prosentase saham yang dimiliki. Keadaan demikian akan semakin parah, jika
ternyata pemegang saham mayoritas menggunakan peluang ini untuk
mengendalikan perusahaan berdasarkan kepentingannya saja dan tidak
mengindahkan kepentingan pemegang saham minoritas. Benturan kepentingan
antara pemegang saham minoritas dan pemegang saham mayoritas seringkali
terjadi, tidak jarang Minority Shareholders hanya dijadikan sebuah pelengkap
dalam sebuah perusahaan. Untuk itu, agar terpenuhinya unsur keadilan,
diperlukan suatu keseimbangan sehingga pihak pemegang saham minoritas tetap
dapat menikmati haknya.
Pemberlakuan prinsip keadilan dalam perseroan terbuka mengharuskan
diberikan kekuasaan tertinggi kepada RUPS dimana suara terbanyak yang akan
menentukan arah kebijakan perusahaan, tetapi kepada pihak pemegang saham
minoritas seharusnya dijamin pula keadilan dengan memberikan kepadanya hak-
hak yang sesuai dengan asas Good Corporate Governance. Prinsip Tata Kelola
Perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya
adalah mengelola perusahaan secara amanah, akuntabel, transparan dan fair untuk
mencapai tujuan tercapainya nilai perusahaan jangka panjang seraya terlayaninya
5
semua kepentingan pihak yang berkepentingan dengan jalannya perusahaan
(stakeholders). Introduksi Good Corporate Governance secara formal oleh
Organisatian for Economic Coperation and Development (OECD) dan
diterbitkannya pedoman Good Corporate Governance oleh Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG).
Berdasarkan hal tersebut, maka penerapan prinsip-prinsip Good corporate
governance dalam pengelolaan perusahaan dapat memberikan suatu rasa aman
bagi para pihak dalam perusahaan, karena dengan prinsip-prinsip tersebut
perusahaan dapat berjalan dengan baik. Sebaliknya, para pihak dalam suatu
perusahaan tidak akan mendapat kenyamanan dalam perusahaannya bila
pengelolaan perusahaan tidak dijalankan dengan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana penerapan Good
Corporate Governance dalam pengelolaan perusahaan sehingga dapat melindungi
kepentingan para pihak. Khususnya Kepentingan Pemegang Saham sebagai pihak
yang dirugikan bila terjadi benturan kepentingan.
Penilaian distrandarisasi dan dilakukan secara sistematis dan memasukkan
rekomendasi kebijakan dan country action plan. Sebagai respon terhadap hasil
evaluasi, banyak negara telah mulai melakukan reformasi hukum, peraturan dan
tata kelola kelembagaan. Penilaian berfokus pada tata kelola perusahaan yang
terdaftar di bursa efek. Penilaian dapat diperbarui untuk mengukur kemajuan
selama kurun waktu tertentu. Partisipasi suatu negara dalam proses penilaian dan
publikasi laporan akhir bersifat sukarela. Pada akhir Juni 2010, 75 penilaian telah
selasai pada 59 negara di seluruh dunia.
6
4. Bagaimana prosedur pengungkapan struktur kepemilikan, termasuk
Kepemilikan Piramid, Cash Flow Right, Control Right dan
Hubungannya dengan Insentifuntuk Ekspropriasi?
5. Bagaimana pasar pengendalian perusahaan berjalan dengan efisien dan
transparan?
6. Bagaimana fasilitasi dilaksanakannya hak-hak semua pemegang saham,
termasuk investor institusi?
7. Bagaiman para pemegang saham untuk saling berkonsultasi terkait
dengan pelaksanaan hak-haknya?
8. Bagaimana peran akuntan profesional dala memfasilitasi pelaksanaan
hak pemegang saham?
9. Bagaimana pelaksanaan prinsip perlindungan terhadap hak-hak
pemegang saham di Indonsia menurut hasil penilaian Bank Dunia dan
IICD-ASEAN GG Scorecard?
10. Bagaimana hasil penilaian oleh IICD-ASEAN CG Scorecard?
11. Bagaimana menggunakan ASEAN CG Scorecard untuk menilai praktik
perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham perusahaan terbuka?
7
6. Untuk mengetahui fasilitasi dilaksanakannya hak-hak semua pemegang
saham, termasuk investor institusi.
7. Untuk mengetahui para pemegang saham untuk saling berkonsultasi
terkait dengan pelaksanaan hak-haknya.
8. Untuk mengetahui peran akuntan profesional dala memfasilitasi
pelaksanaan hak pemegang saham.
9. Untuk mengetahui Pelaksanaan prinsip perlindungan terhadap hak-hak
pemegang saham di Indonsia menurut hasil penilaian Bank Dunia dan
IICD-ASEAN GG Scorecard.
10. Untuk mengetahui konsep hasil penilaian oleh IICD-ASEAN CG
Scorecard.
11. Untuk mengetahui menggunakan ASEAN CG Scorecard untuk menilai
praktik perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham perusahaan
terbuka.
8
BAB II
PEMBAHASAN
9
d. Hak untuk memperoleh penjelasan lengkap dan informasi yang akurat
mengenai prosedur yang harus dipenuhi berkenaan dengan
penyelenggaraan RUPS;
e. Dalam hal terdapat lebih dari satu jenis dan klasifikasi saham dalam
perusahaan, maka: (i) setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara
sesuai dengan jenis, klasifikasi dan jumlah saham yang dimiliki; dan (ii)
setiap pemegang saham berhak untuk diperlakukan setara berdasarkan
jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
Dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 (UU PT) disebutkan bahwa
direksi perusahaan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham.
Peraturan Bapepam-LK No. X.H.2 mengatur kewajiban Biro Administrasi Efek
dan emiten untuk mengadministrasikan, menyimpan dan memelihara catatan,
pembukuan, data dan keterangan tertulis yang berhubungan dengan pemegang
saham:
10
perusahaan mengumumkan kepada publik hasil RUPS dalam waktu dua hari
setelah RUPS dalam dua surat kabar Indonesia (salah satunya harus terdistribusi
nasional). UU PT juga mengatur jika pemegang saham meminta, Direksi memberi
kepada pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus,
dan risalah RUPS.
11
• Pemegang saham dengan hak suara minimal 10% juga dapat mengajukan
permintaan ke pengadilan untuk melakukan inspeksi atas perusahaan jika
meyakini bahwa perusahaan atau anggota dewan melakukan tindakan ilegal
yang mengakibatkan dampak buruk ke pemegang saham atau pihak ketiga.
• Pemegang saham juga dapat meminta kepada Perseroan agar sahamnya
dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui
tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan,
berupa perubahan anggaran dasar; pengalihan atau penjaminan kekayaan
Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen)
kekayaan bersih Perseroan; atau Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan.
• Pemegang saham dengan hak suara minimal 10% juga dapat meminta
dilakukan RUPS.
• Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang
berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris,
sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan
dengan kepentingan Perseroan.
• Melalui RUPS, pemegang saham mempunyai hak untuk melakukan
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan Dewan
Komisaris.
12
Bapepam-LK mengeluarkan aturan mengenai transaksi material (IX.F.2)
dan transakai yang mengandung benturan kepentingan (IX.F. l). Transaksi
material adalah transakal dengan nilai sama dengan atau lebih besar dari 20%
ekuitas perusahaan. Untuk transaksi dengan nilai antara 20% hingga 50% ekuitas,
perusahaan wajib mengumumkan ke publik rincian transaksi tersebut paling
lambat 2 hari setelah perjanjian transaksi ditandatangani. Informasi yang
diungkapkan antara lain adalah ringkasan laporan penilai yang meliputi
diantaranya pendapat mengenai kewajaran transaksi. Transaksi dengan nilai lebih
besar dari 50% ekuitas perusahaan harus mendapat persetujuan dari RUPS dan
diumumkan ke publik sebagaimana halnya transaksi dengan nilai lebih kecil dari
50%. Transaksi yang mengandung benturan kepentingan harus mendapat
persetujuan dari pemegang saham independen.
Dalam peraturan Bapepam-LK IX.F.1, selain diatur mengenai transaksi
benturan kepentingan, juga diatur mengenai transaksi afiliasi (transaksi pihak
berelasi). Transaksi afiliasi harus dilaporkan ke Bapepam-LK dan dilaporkan ke
publik paling lambat dua hari setelah terjadinya transaksi, sedangkan transaksi
benturan kepentingan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan pemegang
saham independen atau wakil mereka dalam RUPS.
13
1. Pemegang saham harus diberikan informasi yang cukup dan tepat waktu
mengenai tanggal, lokasi, dan agenda RUPS, dan juga informasi lengkap dan
tepat waktu mengenai isu yang akan diambil dalam RUPS.
Berdasarkan Peraturan Bapepam-LK (IX.J.1), RUPS harus diumumkan 20
hari sebelum tanggal pelaksanaan RUPS. Undangan RUPS, termasuk agenda
RUPS, harus dilakukan paling tidak 14 harus sebelum RUPS, dengan tidak
memperhitungkan tanggal pemanggilan den tanggal RUPS. Dalam panggilan
RUPS wajib dicantumkan tanggal, waktu, tempat, mata acara, dan
pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di
kantor perusahaan.
2. Pemegang saham mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ke
dewan, termasuk pertanyaan mengenal audit eksternal tahunan, memasukkan
agenda dalam RUPS, dan mengajukan resolusi, dengan batasan tertentu.
Pemegang saham mempanyai hak untuk mengajukan pertanyaan, walaupun
berdasarkan UU PT, pertanyaan tersebut harus terkait dengan agenda RUPS.
Pemegang saham mempunyai hak yang relatif lemah untuk menambahkan
agenda RUPS, karena mereka harus melakukan rapat pemegang saham dengan
minimum 10% kepemilikan atau harus ada persetujuan bulat dari seluruh
pemegang saham. Pemegang saham dapat memberikan hak suara secara
langsung atau in absentia. Hal ini untuk memfasilitasi partisipasi pemegang
saham dalam RUPS tanpa diharuskan hadir secara langsung dalam RUPS.
Proxy tersebut tidak perlu dibuat di hadapan notaris. Dalam UU PT No. 40
Tahun 2007 memungkinkan electronic voting pada saat RUPS, tetapi masih
sangat jarang perusahaan yang menggunakannya.
Namun belum ada aturan yang mengharuskan perusahaan untuk memberikan
informasi kepada pemegang saham mengenai prosedur pengambilan suara
dalam RUPS maupun prosedur bagi pemegang saham non pengendali untuk
mengajukan calon anggota dewan.
Di dalam Pedoman KNKG (2006) disebutkan nominasi anggota dewan
seharusnya dilakukan oleh Komite Nominasi dan Remunerasi, yang diketuai
oleh komisaris independen. Penunjukan komisaris independen seharusnya
14
memperhatikan masukan dari pemegang saham minoritas, yang diperoleh
melalui komite tersebut.
15
saham (RUPS). Dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki perbedaan yang
kontras, cashflow rights lebih memihak pada besarnya kepemilikan suatu pihak
dimana pihak yang menginvestasikan uang/modal yang paling besar ialah
yang memiliki hak lebih besar. Sedangkan, control rights memihak pada kontrol
hak suara yang lebih besar dalam suatu rapat umum pemegang saham.
16
shareholdings, maka dimungkinkan control right dari pemegang saham tersebut
lebih besar dibandingkan cash flow rightsnya.
Peraturan Bapepam-LK (X.K.6) yang telah direvisi tahun 2012
mengharuskan adanya pengungkapan informasi mengenai pemegang saham
utama dan pengendali, baik langsung maupun tidak langsung, sampai kepada
pemilik individu, yang disajikan dalam bentuk skema atau diagram. Peraturan
Bapepam-LK tersebut mengharuskan adanya uraian tentang nama Komisaris dan
Direktur dan persentase kepemilikannya dalam saham perusahaan. Namun belum
diwajiblan adanya pengungkapan mengenai kepemilikan saham tidak langsung
dari Komisaris dan Direktur tersebut. Belum ada aturan yang mengatur
mengenai kewajiban pengungkapan terkait perjanjian pemegang saham,
17
merugikan pemegang saham atau Perseroan, antara lain Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Peraturan Bapepam-LK IX.H.1 mengatur mengenai Pengambilalihan
Perusahaan Terbuka. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa calon pengendali
baru yang melakukan negosiasi yang dapat mengakibatkan Pengambilalihan dapat
mengumumkan negosiasi tersebut dalam paling sedikit satu surat kabar harian
berbahasa Indonesia yang berperedaran nasional, serta menyampaikan
pengumuman tersebut kepada Perusahaan Terbuka yang akan diambil alih,
Bapepam dan LK, dan Bursa Efek.
Menurut peraturan Bapepam IX.H.1, pihak yang melakukan
pengambilalihan yang mengakibatkan perubahan pengendali wajib
mengumumkan dalam paling sedikit satu surat kabar harian berbahasa Indonesia
yang berperedaran nasional, serta menyampaikan kepada Bapepam dan LK paling
lambat satu hari kerja setelah terjadinya pengambilalihan. Pihak yang melakukan
pengambilalihan tersebut wajib melakukan penawaran tender untuk sisa saham
yang ada.
Peraturan Bapepam-LK X.M.1 mewajibkan setiap pihak yang memiliki
5% (lima perseratur) atau lebih saham disetor serta Direktur atau Komisaris
Emiten atau Perusahaan Publik melaporkan kepada OJK atas kepemilikan dan
setiap perubahan kepemilikannya atas saham perusahaan.
Pasar pengendalian adalah salah satu mekanisme tata kelola perusahaan,
yaitu pasar bertindak sebagai salah satu alat untuk mendisplinkan manajemen.
Manajemen dapat diberhentikan jika pengakuisisi meyakii hal tersebut dapat
membuat perusahaan beroperasi lebih efisien. Namun, juga perlu dipastikan
bahwa pada saat terjadi pengambilalihan tersebut, hak-hak pemegang saham tetap
terlindungi.
Anti-take-over devices adalah alat yang digunakan dewan untuk
menghindari terjadinya pengambilalihan yang tidak diinginkan. Anti-take-over
devices harus mendapat persetujuan pemegang saham. Pemegang saham dapat
menggunakan alat tersebut untuk menghindari terjadinya pengambilalihan dan
penggantian manajemen jika menurut pemegang saham hal tersebut adalah yang
terbaik bagi perusahaan dan pemegang saham. Namun, penggunaan anti-take-over
18
devices yang berlebihan akan menyebabkan fungsi pasar pengendalian menjadi
tidak berjalan, sehingga tidak dapat mendisplinkan manajemen. Penggunaan
secara berlebihan tersebut pada akhirnya dapat merugikan pemegang saham.
19
2.7 Para Pemegang Saham untuk Saling Berkonsultasi terkait dengan
Pelaksanaan Hak-Haknya
20
Akuntan profesional yang merupakan anggota komite audit mempunyai
peranan melakukan pengawasan atas hal tersebut.
21
non keuangan lainnya.
b. Mengharuskan hak-hak utama pemegang saham dimasukkan ke dalam akte
pendirian perusahaan.
c. Mengamandemen UU PT agar lebih melindungi kepentingan Pemegang
saham.
Beberapa hal yang perlu diamandemen antara lain:
a) Mengurangi ambang batas untuk tindakan pemegang saham dari 10%
menjadi 5%, karena adanya kepemilikan terkonsentrasi
b) Memberikan pemegang saham hak eksplisit untuk mengakses informasi
tertentu.
c) Mengharuskan perubahan atas hak suara dari tipe saham tertentu harus
disetujui super majority dari saham yang terpengaruh, jika terdapat lebih
dari satu tipe saham.
d) Mengatur peranan dewan dalam merekomendasikan dividen pada saat
RUPS dan mengatur batasan waktu kapan dividen harus dibayar.
e) Memberikan Dewan Komisaris secara eksplisit kekuasaan untuk
menyetujui transaksi material dan mengelola konflik kepentingan
d. Memberikan pemegang saham minoritas hak yang lebih besar dalam
pemilihan dewan
Proses pada pengadilan di Indonesia memerlukan prosedur dan waktu
yang lebih lama dan juga biaya yang lebih besar dibandingkan negara-negara
OECD dan juga negara-negara Asia Timur. Hal ini bukan saja merugikan
pemegang saham, tetapi juga pemangku kepentingan lain seperti karyawan dan
kreditur, dan juga regulator.
Nilai rata-rata untuk kategori ini paling rendah dibandingkan nilai rata-rata
kategori lain pada tahun 2012 adalah 33,1 dan tahun 2013 adalah 4l,5 Rata-rata
skor yang rendah ini terutama disebabkan karena bukan perusahaan publik di
Indonesia tidak mempublikasikan notulensi RUPS, yang memberikan informasi
berguna bagi investor untuk mengevaluasi proses dan substansi dari RUPS
tersebut. Selain itu, panggilan RUPS tidak dilakukan paling lambat 21 hari
22
sebelum tanggal RUPS dan sebagian besar perusahaan publik mengumumkan
hasil RUPS lebih 1 hari setelah tanggal RUPS. Item-item agenda yang
memerlukan persetujuan RUPS umumnya tidak disertai penjelasan dan rationale
dari Direksi Perusahaan tidak megungkapkan keberadaan kebijakan yang
memungkinkan pemegang saham untuk memilih direksi dan komisaris secara
individu. Sebagian besar perusahaan publik juga membayarkan dividen lebih dari
30 hari setelah diumumkan.
Salah satu keunggulan di Indonesia dalam kategori ini adalah UU PT
mengharuskan remunerasi anggota dewan untuk disahkan oleh pemegang saham
dalam RUPS. Perubahan fundamental dalam perusahaan juga harus mendapat
persetujuan dari pemegang saham. Berdasarkan survey yang diakukan IICD,
perusahaan mematuhi aturan hukum terkait pelaksanaan RUPS. Sebagian besar
RUPS diselenggarakan di tempat dimana sebagian besar pemegang saham berada
misalnya di Jakarta.
23
suara yang mengatur berjalannya RUPS.
a. Pengambilan suara dilaksanakan dengan polling (tertutup) dan bukan
dengan angkat tangan.
b. Pengambilan suara dapat dilakukan in absentia (tanpa kehadiran fisik).
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelaksanaan good corporate governance (GCG) sangat diperlukan untuk
membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat
mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat.
Tantangan terkini yang dihadapi karena prinsip-prinsip dan praktik good
corporate governance (GCG) masih belum dipahami secara luas oleh komunitas
bisnis dan publik umumnya.
Dimana tujuan utama dari perusahaan adalah untuk memaksimalkan
kesejahteraan pemegang saham (dengan tetap memperhatikan kepentingan
pemangku kepentingan), sehingga peranan tata kelola perusahaan adalah
memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham dan untuk menyelaraskan
kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Selain itu, pemegang saham
juga mempunyai hak untuk berpartisipasi dan mendapat informasi yang memadai
terkait keputusa mengenai perubahan mendasar yang terjadi di perusahaan dalam
suatu kondisi bahwa hak-hak pemegang saham tetap terlindungi.
Berdasarkan penjelasan tersebut tentu perlunya penilaian bahwa prinsip
perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham khususnya komunitas bisnis di
Indonesia terlaksana. Sekarang sudaha ada berbagai peraturan mengenai hak-hak
dasar pemegang saham di Indonesia. Salah satu permasalahan transaksi yang
mengandung benturan kepentingan harus mendapat persetujuan dari pemegang
saham independen dimana pemegang saham minoritas kurang mempunyai
pengaruh dalam pemilihan anggota dewan. Pemegang saham juga mempunyai hak
yang lemah untuk mengajukan agenda RUPS atau mengajukan pertanyaan dalam
RUPS.
Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
tidak secara tegas memberikan perlindungan hukum terhadap pemilik saham
minoritas dalam pengambilan keptusan peralihan saham, namun dalam praktik
pemegang saham minoritas hharus tetap diundang dalam RUPS untuk didengar
pendapatnya. Pengabaian terhadap kehadiran pemegang saham minoritas dalam
25
RUPS dapat berdampak bahwa RUPS tersebut menjadi tidak sah dan dapat
dibatalkan di Pengadilan. Ini menunjukkan bahwa eksistensi pemegang saham
minoritas sangat dilindung dan dihormati.
26
DAFTAR PUSTAKA
Claessens et al. (2002). The Separation of Ownership and Control in East Asian
Corporations. Journal of Financial Economics 58, 81-112
27