Anda di halaman 1dari 78

Cerita Pencerah Hati

Cerita Pencerah Hati

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

● Khalil Gibran
❍ Dua Keinginan

● Idries Shah
❍ Negeri Kebenaran

❍ Kebun

❍ Tiga Buah Penafsiran

❍ Pedagang Rahasia

● Emha Ainun Najib


❍ Di Zawiyyah Sebuah Masjid

❍ Matahari Islam Berpendar-pendar

❍ Syahadat Saridin

● Jalaluddin Rakhmat
❍ Sebuah Teladan

❍ Abdal: Pemimpin Kafilah Ruhani Menuju Allah

❍ Mata yang Tidak Menangis di Hari Kiamat

● Chairil Anwar
❍ Aku

● Rumi
● Nashruddin dan Filsafat
● Hikayat Sang Pena
● Funny
● Poligami (Bagian 1, Bagian 2)
● Polygamy Poetry
● Gambar sejuta arti
● Mohammad Sobary
❍ Kerinduan

❍ Bersih Desa

❍ Hidup Syahid

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/index.html (1 of 2)15/05/2006 7:47:27


Cerita Pencerah Hati

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi |


Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/index.html (2 of 2)15/05/2006 7:47:27


Cerita Pencerah Hati

Dua Keinginan
oleh Khalil Gibran

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Di keheningan malam, Sang Maut turun dari hadirat Tuhan menuju ke bumi. Ia terbang
melayang-layang di atas sebuah kota dan mengamati seluruh penghuni dengan tatapan
matanya. Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-layang dengan sayap-sayap mereka,
dan orang-orang yang terlena di dalam kekuasaan sang lelap.

Ketika rembulan tersungkur kaki langit, dan kota itu berubah warna menjadi hitam legam,
Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di tengah pemukiman -- berhati-hati tidak
menyentuh apapun -- sampai tiba di sebuah istana. Dia masuk dan tak seorang pun kuasa
menghalangi. Dia tegak di sisi sebuah ranjang dan menyentuh pelupuk matanya, dan
orang yang tidur itu bangun dengan ketakutan.

Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara ketakutan,
"Menyingkirlah kau dariku, mimpi yang mengerikan! Pergilah engkau makhluk jahat!
Siapakah engkau ini? Dan bagaimana mungkin kau masuk istana ini? Apa yang kau
inginkan? Minggatlah, karena akulah empunya rumah ini. Enyahlah kamu, kalau tidak,
kupanggil para budak dan para pengawal untuk mencincangmu menjadi kepingan!"

Kemudian Maut berkata dengan suara lembut, tapi sangat menakutkan, "Akulah kematian,
berdiri dan membungkuklah kepadaku."

Dan si kaya berkuasa itu bertanya, "Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan benda
apa yang kau cari? Kenapa kau datang ketika pekerjaanku belum selesai? Apa yang kau
inginkan dari orang kuat seperti aku? Pergilah sana, carilah orang-orang yang lemah, dan
ambillah dia! Aku ngeri oleh taring-taringmu yang berdarah dan wajahmu yang bengis,
dan mataku bergetar menatap sayap-sayapmu yang menjijikan dan tubuhmu yang
memuakkan."

Setelah diam beberapa saat dan tersadar dari ketakutannya, ia menambahkan, "Tidak,
tidak, Maut yang pengampun, jangan pedulikan apa yang telah kukatakan, karena rasa
takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya terlarang. Maka
ambillah emasku seperlunya atau nyawa salah seorang dari budak, dan tinggalkanlah
diriku... Aku masih memperhitungkan kehidupan yang masih belum terpenuhi dan
kekayaan pada orang-orang yang belum terkuasai. Di atas laut aku memiliki kapal yang
belum kembali ke pelabuhan, dan pada hasil bumi yang belum tersimpan. Ambillah
olehmu barang yang kau inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya selir, cantik bagai

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/DuaKeinginan.html (1 of 2)15/05/2006 7:47:36


Cerita Pencerah Hati

pagi hari, untuk kau pilih, Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya seorang putra tunggal
yang kusayangi, dialah biji mataku. Ambillah dia juga, tapi tinggalkan diriku sendirian."

Sang Maut itu menggeram, engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak tahu diri.
Kemudian Maut mengambil tangan orang itu, mencabut kehidupannya, dan
memberikannya kepada para malaikat di langit untuk memeriksanya.

Dan maut berjalan perlahan di antara orang-orang miskin hingga ia mencapai rumah
paling kumuh yang ia temukan. Ia masuk dan mendekati ranjang di mana tidur seorang
pemuda dengan kelelapan yang damai. Maut menyentuh matanya, anak muda itu pun
terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di sampingnya, ia berkata dengan suara
penuh cinta dan harapan, "Aku di sini, wahai Sang Maut yang cantik. Sambutlah ruhku,
impianku yang mengejawantah dan hakikat harapanku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku,
karena kau sangat penyayang dan tak kan meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan
Ilahi, kaulah tangan kanan kebenaran. Jangan tinggalkan daku."

"Aku telah memanggilmu berulang kali, namun kau tak mendengarkan. Tapi kini kau
telah mendengarku, karena itu jangan kecewakan cintaku dengan peng-elakan diri.
Peluklah ruhku, Sang Maut terkasih."

Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang bergetar itu,
mencabut nyawanya, dan menaruhnya di bawah sayap-sayapnya.

Ketika ia naik kembali ke langit, Maut menoleh ke belakang -- ke dunia -- dan dalam
bisikan ia berkata, "Hanya mereka yang di dunia mencari Keabadian-lah yang sampai ke
Keabadian itu."

(dari "Kelopak-Kelopak Jiwa" - Gibran Khalil Gibran)

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/DuaKeinginan.html (2 of 2)15/05/2006 7:47:36


Kisah-kisah Sufi

Idries Shah
Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel | Tentang Penulis | Tentang Penterjemah

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Idries Shah, yang nama lengkapnya Nawab-Zada Sayyid Idries Shah al-Hasyimi, adalah
Syekh Besar (Syekh al-Kabir) Sufi dan anak sulung Nawab asal Sardana, dekat Delhi di
India. Keluarganya berasal dari keluarga Kerajaan Pagham di Hindu-Kush, yang nenek
moyangnya memerintah sejak 1221. Idries Shah dilahirkan di Simla-Himalaya dan
menetap di London. Ia mengarang beberapa buku tentang mistik-tasawuf, diantaranya
Mahkota Sufi (The Sufis) dan Jalan Sufi (The Way of the Sufi), kumpulan cerita sufi, serta
karya-karya lainnya.

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel | Tentang Penulis | Tentang Penterjemah

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Idries/Idries.html15/05/2006 7:47:42
Cerita Pencerah Hati

Negeri Kebenaran
oleh Idries Shah

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Ada seseorang yang yakin bahwa waktu jaga sehari-hari, sebagaimana yang kita saksikan,
tidak mungkin sempurna.

Ia pun pergi mencari Guru Zaman yang sejati. Banyak kitab-kitab yang telah dibacanya
dan banyak kalangan-kalangan yang telah diterjuninya, sehingga ia telah dapat mendengar
ucapan-ucapan dan menyaksikan perbuatan-perbuatan dari berbagai guru. Ia
melaksanakan perintah-perintah yang keras beserta latihan-latihan spirituil yang sangat
menarik hatinya.

Ia sangat gembira karena mendapatkan pengalaman-pengalaman. Namun kadang-kadang


ia bingung karena ia sama sekali tak tahu tingkatan apa yang telah dicapainya dan
dimanakah atau kapankah pencariannya itu akan berakhir.

Pada suatu hari ketika sedang mengkaji segala tingkah lakunya ia mendapati dirinya telah
berada di dekat rumah kediaman manusia-manusia arif bijaksana yang sangat terkenal. Di
dalam rumah itu ia bertemu dengan Khaidir, penunjuk-jalan rahasia yang menunjukkan
jalan ke arah kebenaran.

Khaidir membawanya ke suatu tempat di mana ia dapat menyaksikan manusia-manusia


yang sedang sangat berduka dan sengsara. Kepada mereka ia bertanya, siapakah mereka
itu sebenarnya.

Mereka menjawab: "Kami adalah manusia-manusia yang tidak mengkuti ajaran-ajaran


yang sejati, yang tidak setia kepada tugas yang dibebankan ke atas pundak kami, dan yang
[hanya] memuliakan guru-guru yang kami angkat sendiri."

Kemudian ia dibawa pula oleh Khaidir ke suatu tempat di mana setiap orang mempunyai
wajah yang berseri-seri dan berbahagia. Kepada mereka ia bertanya, siapakah mereka itu
sebenarnya.

Mereka menjawab: "Kami adalah manusia-manusia yang tidak menuruti Petunjuk-


petunjuk Jalan yang sebenarnya."

"Tetapi bila engkau telah mengabaikan petunjuk-petunjuk itu mengapakah engkau bisa
berbahagia?" bertanya si pengelana.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/NegeriBenar.html (1 of 3)15/05/2006 7:47:46


Cerita Pencerah Hati

"Karena kami lebih senang memilih kebahagiaan daripada kebenaran," jawab mereka,
"seperti orang-orang yang memilih guru-guru mereka sendiri sebenarnya memilih
kesengsaraan pula."

"Tetapi bukankah kebahagiaan itu adalah cita-cita yang paling tinggi dari ummat
manusia?" bertanya pula si pengelana.

"Tujuan yang terakhir dari ummat manusia adalah kebenaran. Kebenaran itu lebih
daripada kebahagiaan. Seseorang yang telah mendapatkan kebenaran dapat memiliki
perasaan-perasaan yang bagaimanapun menurut keinginannya atau membuang semua
perasaan-perasaan itu. Kami telah berpura-pura bahwa kebenaran itu adalah kebahagiaan
dan kebahagiaan itu adalah kebenaran dan orang-orang percaya kepada kami. Dan hingga
saat inipun engkau sendiri menyangka bahwa kebahagiaan itu pastilah sama dengan
kebenaran. Tetapi kebahagiaan akan memenjarakan dirimu sebagaimana yang dilakukan
oleh kesengsaraan."

Kemudian sang pengelana rnenemukan dirinya telah berada kembali di halaman itu
dengan Khaidir di sisinya.

"Aku akan mengabulkan sebuah permintaanmu," kata Khaidir.

"Aku ingin mengetahui mengapa aku telah gagal dalam mencari dan bagaimana aku dapat
berhasil," jawab si pengembara.

"Engkau telah menyia-nyiakan seluruh hidupmu," kata Khaidir, "karena engkau adalah
manusia pembohong. Engkau sebenarnya mencari kepuasan pribadi walaupun engkau
[sebenarnya] dapat [memilih] mencari kebenaran."

"Namun aku sedang mencari kebenaran itu ketika aku bertemu denganmu. Dan hal ini tak
terjadi terhadap setiap orang."

"Ya, engkau telah dapat menemuiku karena ketulusan hatimu cukup besar untuk
menginginkan kebenaran demi kebenaran itu sendiri walaupun untuk sesaat saja.
Ketulusan hatimu yang sesaat itulah yang menyebabkan aku datang untuk memenuhi
himbauanmu."

[sesaat kemudian] Kini si pengelana merasakan keinginan yang menggelora untuk


menemui kebenaran meskipun ia akan tenggelam. Namun Khaidir telah beranjak pergi
dan ia pun mengejarnya.

"Jangan engkau ikuti aku ", seru Khaidir, "aku akan kembali ke dunia yang penuh tipu,
karena disitu[-lah] aku seharusnya berada untuk melakukan tugasku."

Ketika si pengelana melihat ke sekelilingnya, sadarlah ia bahwa ia tak lagi berada di


halaman rumah sang guru arif bijaksana tetapi sedang berada di tengah-tengah negeri
kebenaran.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/NegeriBenar.html (2 of 3)15/05/2006 7:47:46


Cerita Pencerah Hati

Sumbangan dari: Sunari <sunari@ssp.co.id>

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/NegeriBenar.html (3 of 3)15/05/2006 7:47:46


Cerita Pencerah Hati

Kebun
oleh Idries Shah

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Seorang guru dari tingkatan yang tertinggi hidup sebagai seorang petani. Sang guru telah
menulis berbagai kitab dan wejangan. Pada suatu hari, seorang lelaki, yang telah
membaca segala tulisan-tulisan sang guru dan menganggap dirinya sebagai pencari
kebenaran, datang bertamu untuk membahas berbagai masalah yang muluk bersama sang
guru.

"Aku telah membaca semua kitab-kitabmu," si tamu berkata, "aku sependapat dengan
beberapa kitab dan tidak sependapat dengan yang lain-lainnya. Kemudian dalam kitab-
kitab tertentu, aku sependapat dengan bagian-bagian tertentu tapi tidak dapat memahami
bagian-bagian yang lain. Sebagian dari kitab-kitabmu lebih kusukai daripada [sebagian]
yang lain-lainnya."

Si petani arif bijaksana membawa si tamu ke dalam kebun, di mana terdapat aneka rupa
binatang-binatang beserta makanannya dan berkata: "Aku adalah petani penghasil pangan.
Engkau lihatkah wortel dan apel-apel itu? Ada orang yang menyukai wortel tetapi ada
pula yang menyukai apel. Engkau lihatkah binatang-binatang itu? Beberapa orang telah
menyaksikan semua binatang-binatang ini, namun mereka mempunyai pilihan mereka
sendiri-sendiri, yaitu untuk dipacu, untuk dikembang-biakan dan untuk dimakan. Ada
orang-orang yang menyukai ayam dan ada pula yang menyukai domba. Persamaan di
antara binatang-binatang dan tanaman-tanaman ini bukanlah karena sama-sama disukai
atau sama-sama tak disukai tetapi adalah bahwa semuanya adalah bahan pangan.
Semuanya dapat dimakan!"

Sumbangan dari: Sunari <sunari@ssp.co.id>

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Kebun.html15/05/2006 7:47:48
Cerita Pencerah Hati

Tiga Buah Penafsiran


oleh Idries Shah

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Tiga orang guru sufi yang telah bertekad hendak mendapatkan kebenaran sampai ke
rumah salah seorang dari guru-guru yang ternama. *)

Mereka memohon pertolongan dari sang guru. Sebagai jawaban, sang guru membawa
mereka ke dalam kebunnya. Ia mengambil sebuah ranting kayu mati, menuju petak-petak
kebunnya dan menebas kembang-kembang dari pohon-pohon yang menjulang.

Ketika mereka kembali ke dalam rumah, sang guru arif bijaksana duduk beserta siswa-
siswanya dan bertanya:

"Apakah makna dari perbuatanku itu? Barang siapa di antara kamu memberi penafsiran
yang benar akan menerima pengajaranku".

Guru sufi yang pertama menjawab:

"Penafsiranku terhadap pelajaran tadi adalah "manusia-manusia yang menyangka bahwa


mereka lebih banyak mengetahui daripada orang-orang lain harus disamaratakan dengan
orang-orang lain dalam menerima pengajaran"."

Guru sufi yang kedua menjawab:

"Pemahamanku mengenai perbuatanmu tadi adalah "sesuatu yang terlihat indah mungkin
tidak penting dalam totalitasnya"."

Guru sufi yang ketiga menjawab:

"Akan kuterangkan bahwa semua perbuatanmu itu menunjukkan "sebuah benda mati,
bahkan sebuah ranting pengetahuan yang dipergunakan secara berulang-ulang, masih
dapat mencelakakan benda-benda yang hidup"."

Sang guru berkata:

"Kalian semua kuterima sebagai murid karena setiap orang di antara kalian memiliki
penafsiran. Tak seorang pun di antara kalian mengetahui makna yang selengkapnya dan

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/TigaTafsir.html (1 of 2)15/05/2006 7:47:51


Cerita Pencerah Hati

bersama-sama semua penafsiran-penafsiran kalian belumlah sempurna, namun masing-


masing telah mengemukakan sebuah kebenaran."

*) Yang dimaksudkan adalah Mir Alishan Nawai.

Sumbangan dari: Sunari <sunari@ssp.co.id>

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/TigaTafsir.html (2 of 2)15/05/2006 7:47:51


Cerita Pencerah Hati

Pedagang Rahasia
oleh Idries Shah

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Seorang guru mistik, setelah ia mencapai pengetahuan yang serba rahasia mengenai
kebenaran sejati, yaitu pengetahuan yang hanya dapat dicapai oleh segelintir manusia, ia
bermukim di Basrah.

Di sana ia memulai sebuah usaha dan dalam beberapa tahun saja telah memperoleh
kemajuan.

Pada suatu hari seorang guru sufi yang telah mengenalnya beberapa tahun yang lalu,
namun masih berada di atas jalan yang ditempuh oleh para pencari kebenaran, singgah di
tempat kediamannya.

"Betapa gundah hatiku menyaksikan engkau yang telah meninggalkan pencarian dan jalan
kaum mistik," berkata sang guru sufi. Pedagang yang arif bijaksana itu hanya tersenyum
dan tidak memberi komentar apa-apa.

Sang guru sufi kemudian meneruskan perjalanan dan didalam wejangan-wejangannya


dikemudian hari ia sering kisahkan, betapa seseorang bekas sufi yang kemudian beralih
kepada cita-cita yang rendah dalam dunia perdagangan karena ia tampaknya tak memiliki
tekad yang perlu untuk menyelesaikan perjalanan.

Tetapi sang guru sufi pengelana ini akhirnya bertemu dengan Khaidir, sang penunjuk
jalan rahasia. Si guru sufi memohon kepada Khaidir untuk mengantarkannya kepada guru
arif bijaksana pada zaman itu, yang akan memberkahi terang ke dalam hatinya.

Khaidir berkata:

"Jumpailah seseorang pedagang anu, duduklah di kakinya, dan laksanakanlah kerja kasar
yang disuruhnya".

Sang guru sufi tidak habis pikir, iapun berkata dengan tergagap:

"Tetapi betapa mungkin bahwa pedagang itu adalah salah seorang dari manusia-manusia
terpilih, apalagi sebagai guru agung zaman kini?"

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/PedagangRahasia.html (1 of 2)15/05/2006 7:47:54


Cerita Pencerah Hati

Khaidir menjawab:

"Karena ketika ia mendapatkan terang ia pun telah berhasil memperoleh pengetahuan


duniawi. Untuk pertama kali ia rnenyadari bahwa sikap manusia suci menarik orang-
orang tamak yang berpura-pura mencari pengetahuan spirituil dan menolak orang-orang
tulus yang tidak takjub kepada penampilan lahiriah. Aku telah menunjukkan kepadanya
betapa guru-guru yang saleh dapat ditenggelamkan oleh pengikut-pengikutnya. Maka ia
memberi pengajaran dengan diam-diam dan bagi orang-orang yang dangkal penglihatan ia
hanyalah seorang pedagang biasa."

Sumbangan dari: Sunari <sunari@ssp.co.id>

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/PedagangRahasia.html (2 of 2)15/05/2006 7:47:54


Cerita Pencerah Hati

Di Zawiyyah Sebuah Masjid


Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Sesudah shalat malam bersama, beberapa santri yang besok pagi diperkenankan pulang
kembali ke tengah masyarakatnya, dikumpulkan oleh Pak Kiai di zawiyyah sebuah masjid.

Seperti biasanya, Pak Kiai bukannya hendak memberi bekal terakhir, melainkan
menyodorkan pertanyaan-pertanyaan khusus, yang sebisa mungkin belum usah terdengar
dulu oleh para santri lain yang masih belajar di pesantren.

"Agar manusia di muka bumi ini memiliki alat dan cara untuk selamat kembali ke
Tuhannya," berkata Pak Kiai kepada santri pertama, "apa yang Allah berikan kepada
manusia selain alam dan diri manusia sendiri?"

"Agama," jawab santri pertama.

"Berapa jumlahnya?"

"Satu."

"Tidak dua atau tiga?"

"Allah tak pernah menyebut agama atau nama agama selain yang satu itu, sebab memang
mustahil dan mubazir bagi Allah yang tunggal untuk memberikan lebih dari satu macam
tuntunan."

**

Kepada santri kedua Pak Kiai bertanya, "Apa nama agama yang dimaksudkan oleh
temanmu itu?"

"Islam."

"Sejak kapan Allah mengajarkan Islam kepada manusia?"

"Sejak Ia mengajari Adam nama benda-benda."

"Kenapa kau katakan demikian?"

"Sebab Islam berlaku sejak awal mula sejarah manusia dituntun. Allah sangat adil. Setiap
manusia yang lahir di dunia, sejak Adam hingga akhir zaman, disediakan baginya sinar
Islam."

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Zawiyyah.html (1 of 8)15/05/2006 7:47:58


Cerita Pencerah Hati

"Kalau demikian, seorang Muslimkah Adam?"

"Benar, Kiai. Adam adalah Muslim pertama dalam sejarah umat manusia."

**

Pak Kiai beralih kepada santri ketiga. "Allah mengajari Adam nama benda-benda,"
katanya, "bahasa apa yang digunakan?"

Dijawab oleh santri ketiga, "Bahasa sumber yang kemudian dikenal sebagai bahasa Al-
Qur'an."

"Bagaimana membuktikan hal itu?"

"Para sejarahwan bahasa dan para ilmuwan lain harus bekerja sama untuk
membuktikannya. Tapi besar kemungkinan mereka takkan punya metode ilmiah, juga tak
akan memperoleh bahan-bahan yang diperlukan. Manusia telah diseret oleh perjalanan
waktu yang sampai amat jauh sehingga dalam kebanyakan hal mereka buta sama sekali
terhadap masa silam."

"Lantas bagaimana mengatasi kebuntuan itu?"

"Pertama dengan keyakinan iman. Kedua dengan kepercayaan terhadap tanda-tanda yang
terdapat dalam kehendak Allah."

"Maksudmu, Nak?"

"Allah memerintahkan manusia bersembahyang dalam bahasa Al-Qur'an. Oleh karena


sifat Islam adalah rahmatan lil 'alamin, berlaku universal secara ruang maupun waktu,
maka tentulah itu petunjuk bahwa bahasa yang kita gunakan untuk shalat adalah bahasa
yang memang relevan terhadap seluruh bangsa manusia. Misalnya, karena memang
bahasa Al-Qur'anlah yang merupakan akar, sekaligus puncak dari semua bahasa yang ada
di muka bumi."

**

"Temanmu tadi mengatakan," berkata Pak Kiai selanjutnya kepada santri keempat,
"bahwa Allah hanya menurunkan satu agama. Bagaimana engkau menjelaskan hal itu?"

"Agama Islam dihadirkan sebagaimana bayi dilahirkan," jawab santri keempat, "Tidak
langsung dewasa, tua atau matang, melainkan melalui tahap-tahap atau proses
pertumbuhan."

"Apa jawabmu terhadap pertanyaan tentang adanya berbagai agama selain Islam?"

"Itu anggapan kebudayaan atau anggapan politik bukan anggapan akidah."

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Zawiyyah.html (2 of 8)15/05/2006 7:47:58


Cerita Pencerah Hati

"Apakah itu berarti engkau tak mengakui eksistensi agama-agama lain?"

"Aku mengakui nilai-nilai yang termuat dalam yang disebut agama-agama itu --sebelum
dimanipulasikan-- sebab nilai-nilai itu adalah Islam jua adanya pada tahap tertentu, yakni
sebelum disempurnakan oleh Allah melalui Muhammad rasul pamungkasNya. Bahwa
kemudian berita-berita Islam sebelum Muhammad itu dilembagakan menjadi sesuatu yang
disebut agama --dengan, ternyata, berbagai penyesuaian, penambahan atau pengurangan--
sebenarnya yang terjadi adalah pengorganisasian. Itu bukan agama Allah, melainkan
rekayasa manusia."

**

Pak Kiai menatapkan matanya tajam-tajam ke wajah santri kelima sambil bertanya,
"Agama apakah yang dipeluk oleh orang-orang beriman sebelum Muhammad?"

"Islam, Kiai."

"Apa agama Ibrahim?"

"Islam."

"Apa agama Musa?"

"Islam."

"Dan agama Isa?"

"Islam."

"Sudah bernama Islamkah ketika itu?"

"Tidak mungkin, demikian kemauan Allah, ada nama atau kata selain Islam yang sanggup
mewakili kandungan-kandungan nilai petunjuk Allah. Islam dan kandungannya tak bisa
dipisahkan, sebagaimana api dengan panas atau es dengan dingin. Karena ia Islam, maka
demikianlah kandungan nilainya. Karena demikian kandungan nilainya, maka Islamlah
namanya. Itu berlaku baik tatkala pengetahuan manusia telah mengenal Islam atau belum."

**

"Maka apakah gerangan arti yang paling inti dari Islam?" Pak Kiai langsung menggeser
pertanyaan kepada santri keenam.

"Membebaskan," jawab santri itu.

"Pakailah kata yang lebih memuat kelembutan!"

"Menyelematkan, Kiai."

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Zawiyyah.html (3 of 8)15/05/2006 7:47:58


Cerita Pencerah Hati

"Siapa yang menyelamatkan, siapa yang diselamatkan, serta dari apa dan menuju apa
proses penyelamatan atau pembebasan itu dilakukan?"

"Allah menyelamatkan manusia, diaparati oleh para khulafa' atas bimbingan para awliya
dan anbiya. Adapun sumber dan tujuannya ialah membebaskan manusia dari
kemungkinan tak selamat kembali ke Allah. Manusia berasal dari Allah dan sepenuhnya
milik Allah, sehingga Islam --sistem nilai hasil karya Allah yang dahsyat itu--
dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari cengkeraman sesuatu yang bukan Allah."

"Apa sebab agama anugerah Allah itu tak bernama Salam, misalnya?"

"Salam ialah keselamatan atau kebebasan. Itu kata benda. Sesuatu yang sudah jadi dan
tertentu. Sedangkan Islam itu kata kerja. Berislam ialah beramal, berupaya, merekayasa
segala sesuatu dalam kehidupan ini agar membawa manusia kepada keselamatan di sisi
Allah."

**

Pak Kiai menuding santri ketujuh, "Tidakkah Islam bermakna kepasrahan?"

"Benar, Kiai," jawabnya, "Islam ialah memasrahkan diri kepada kehendak Allah. Arti
memasrahkan diri kepada kehendak Allah ialah memerangi segala kehendak yang
bertentangan dengan kehendak Allah."

"Bagaimana manusia mengerti ini kehendak Allah atau bukan?"

"Dengan memedomani ayat-ayatNya, baik yang berupa kalimat-kalimat suci maupun


yang terdapat dalam diri manusia, di alam semesta, maupun di setiap gejala kehidupan
dan sejarah. Oleh karena itu Islam adalah tawaran pencarian yang tak ada hentinya."

"Kenapa sangat banyak orang yang salah mengartikan makna pasrah?"

"Karena manusia cenderung malas mengembangkan pengetahuan tentang kehendak


Allah. Bahkan manusia makin tidak peka terhadap tanda-tanda kehadiran Allah di dalam
kehidupan mereka. Bahkan tak sedikit di antara orang-orang yang rajin bersembahyang,
sebenarnya tidak makin tinggi pengenalan mereka terhadap kehendak Allah. Mereka
makin terasing dari situasi karib dengan kemesraan Allah. Hasilnya adalah keterasingan
dari diri mereka sendiri. Tetapi alhamdulillah, situasi terasing dan buntu yang terjadi pada
peradaban mutakhir manusia, justru merupakan awal dari proses masuknya umat manusia
perlahan-lahan ke dalam cahaya Islam. Sebab di dalam kegelapanlah manusia menjadi
mengerti makna cahaya."

**

"Cahaya Islam. Apa itu gerangan?"

Santri ke delapan menjawab, "Pertama-tama ialah ilmu pengeahuan. Adam diajari nama

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Zawiyyah.html (4 of 8)15/05/2006 7:47:58


Cerita Pencerah Hati

benda-benda. Itulah awal mula pendidikan kecendekiaan, yang kelak direkonstruksi oleh
wahyu pertama Allah kepada Muhammad, yakni iqra'. Itulah cahaya Islam, sebab agama
itu dianugerahkan kepada makhluk tertinggi yang berpikiran dan berakal budi yang
bernama manusia."

"Pemikiranmu lumayan," sahut Pak Kiai, "Cahaya Islam tentunya tak dapat dihitung
jumlahnya serta tak dapat diukur keluasan dan ketinggiannya: kita memerlukan tinta yang
ditimba dari tujuh lautan lebih untuk itu. Bersediakah engkau kutanyai barang satu dua di
antara kilatan-kilatan cahaya mahacahaya itu?"

"Ya, Kiai."

"Sesudah engkau sebut Adam, apa yang kau peroleh dari Idris?"

"Dinihari rekayasa teknologi."

"Dari Nuh?"

"Keingkaran terhadap ilmu dan kewenangan Allah."

"Hud?"

"Kebangunan kembali menuju salah satu puncak peradaban dan teknologi canggih."

"Baik. Tak akan kubawa kau berhenti di setiap terminal. Tetapi jawablah: pada Ibrahim,
terminal Islam apakah yang engkau temui?"

"Rekonstruksi tauhid, melalui metode penelitian yang lebih memeras pikiran dan
pengalaman secara lebih detil."

"Pada Ismail?"

"Pengurbanan dan keikhlasan."

"Ayyub?"

"Ketahanan dan kesabaran."

"Dawud?"

"Tangis, perjuangan dan keberanian."

"Sulaiman?"

"Ke-waskita-an, kemenangan terhadap kemegahan benda, kesetiaan ekologis dan


keadilan."

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Zawiyyah.html (5 of 8)15/05/2006 7:47:58


Cerita Pencerah Hati

"Sekarang sebutkan yang engkau peroleh dari Musa!"

"Keteguhan, ketegasan haq, ilmu perjuangan politik, tapi juga kedunguan dalam
kepandaian."

"Dari Zakaria?"

"Dzikir."

"Isa?"

"Kelembutan cinta kasih, alam getaran hub."

"Adapun dari Muhammad, anakku?"

"Kematangan, kesempurnaan, ilmu manajemen dari semua unsur cahaya yang dibawa
oleh para perutusan Allah sebelumnya."

**

Akhirnya tiba kepada santri kesembilan. "Di tahap cahaya Islam yang manakah kehidupan
dewasa ini?"

"Tak menentu, Kiai," jawab sanri terakhir itu, "Terkadang, atau bahkan amat sering, kami
adalah Adam yang sembrono dan nekad makan buah khuldi. Di saat lain kami adalah
Ayyub --tetapi-- yang kalah oleh sakit berkepanjangan dan putus asa oleh perolehan yang
amat sedikit. Sebagian kami memperoleh jabatan seperti Yusuf tapi tak kami sertakan
keadilan dan kebijakannya; sebagian lain malah menjadi Yusuf yang dicampakkan ke
dalam sumur tanpa ada yang mengambilnya. Ada juga golongan dari kami yang telah
dengan gagahnya membawa kapak bagai Ibrahim, tapi sebelum tiba di gudang berhala,
malah berbelok mengerjakan sawah-sawah Fir'aun atau membelah kayu-kayu untuk
pembangunan istana diktator itu."

Pak Kiai tersenyum, dan santri itu meneruskan, "Mungkin itu yang menyebabkan
seringkali kami tersembelih bagai Ismail, tapi tak ada kambing yang menggantikan
ketersembelihan kami."

"Maka sebagian dari kami lari bagai Yunus: seekor ikan paus raksasa menelan kami, dan
sampai hari ini kami masih belum selesai mendiskusikan dan menseminarkan bagaimana
cara keluar dari perut ikan."

Pak Kiai tertawa terkekeh-kekeh.

"Kami belajar pidato seperti Harun, sebab dewasa ini berlangsung apa yang disebut abad
informasi. Tetapi isi pidato kami seharusnya diucapkan 15 abad yang lalu, padahal Musa-
Musa kami hari ini tidaklah sanggup membelah samudera."

"Anakku," Pak Kiai menyela, "pernyataan-pernyataanmu penuh rasa sedih dan juga

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Zawiyyah.html (6 of 8)15/05/2006 7:47:58


Cerita Pencerah Hati

semacam rasa putus asa."

"Insyaallah tidak, Kiai," jawab sang santri, "Cara yang terbaik untuk menjadi kuat ialah
menyadari kelemahan. Cara yang terbaik untuk bisa maju ialah memahami kemunduran.
Sebodoh-bodoh kami, sebenarnya telah pula berupaya membuat tali berpeluru Dawud
untuk menyiapkan diri melawan Jalut. Tongkat Musa kami pun telah perlahan-lahan kami
rekayasa, agar kelak memiliki kemampuan untuk kami lemparkan ke halaman istana
Fir'aun dan menelan semua ular-ular sihir yang melata-lata. Kami juga mulai berguru
kepada Sulaiman si raja agung pemelihara ekosistem. Seperti Musa kami juga belajar
berendah hati kepada ufuk ilmu Khidhir. Dan berzikir. Bagai Zakaria, kami memperpeka
kehidupan kami agar memperoleh kelembutan yang karib dengan ilmu dan kekuatan
Allah. Terkadang kami khilaf mengambil hanya salah satu watak Isa, yakni yang tampak
sebagai kelembekan. Tetapi kami telah makin mengerti bagaimana berguru kepada
keutuhan Muhammad, mengelola perimbangan unsur-unsur, terutama antara cinta dengan
kebenaran. Sebab tanpa cinta, kebenaran menjadi kaku dan otoriter. Sedangkan tanpa
kebenaran, cinta menjadi hanya kelemahan, keterseretan, terjebak dalam kekufuran yang
samar, hanyut dan tidak berjuang."

**

Betapa tak terbatas apabila perbincangan itu diteruskan jika tujuannya adalah hendak
menguak rahasia cahaya Islam.

"Sampai tahap ini," kata Pak Kiai, "cukuplah itu bagi kalian, sesudah dua pertanyaan
berikut ini kalian jawab."

"Kami berusaha, Kiai," jawab mereka.

"Bagaimana kalian menghubungkan keyakinan kalian itu dengan keadaan masyarakat dan
negeri di mana kalian bertempat tinggal?"

"Kebenaran berlaku hanya apabila diletakkan pada maqam yang juga benar. Juga setiap
kata dan gerak perjuangan," berkata salah seorang.

"Sebaik-baik urusan ialah di tengah-tengahnya, kata Rasul Agung. Harus pas. Tak lebih
tak kurang," sambung lainnya.

"Muhammad juga mengajarkan kapan masuk Gua Hira, kapan terjun ke tengah
masyarakat," sambung yang lain lagi.

"Mencari titik koordinat yang paling tepat pada persilangan ruang dan waktu, atau pada
lalu lintas situasi dan peta sejarah."

"Ada dakwah rahasia, ada dakwah terang-terangan."

"Hikmah, maw'idhah hasanah, jadilhum billati hiya ahsan."

"Makan hanya ketika lapar, berhenti makan sebelum kenyang. Itulah irama. Itulah sesehat-

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Zawiyyah.html (7 of 8)15/05/2006 7:47:58


Cerita Pencerah Hati

sehat kesehatan, yang berlaku bagi tubuh maupun proses sejarah."

"Perjuangan ialah mengetahui kapan berhijrah ke Madinah dan kapan kembali ke Makkah
untuk kemenangan."

"Dan di atas semua itu, Rasulullah Muhammad bersedia tidur beralaskan daun kurma atau
bahkan di atas lantai tanah."

Pak Kiai tersenyum, "Apa titik tengah di antara kutub kaku dan kutub lembek, anak-
anakku?"

"Lentur, Kiai!" kesembilan santri itu menjawab serentak, karena kalimat itulah memang
yang hampir setiap hari mereka dengarkan dari mulut Pak Kiai sejak hari pertama mereka
datang ke pesantren itu.

"Fal-yatalaththaf!" ucap Pak Kiai akhirnya sambil berdiri dan menyalami santri-santrinya
satu per satu, "titik pusat Al-Qur'an!"

1987
Emha Ainun Nadjib

Date: Thu, 5 Oct 2000 16:42:56 +0700


From: ute_rid_strc@unitedtractors.com
To: is-lam@isnet.org

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Zawiyyah.html (8 of 8)15/05/2006 7:47:58


Cerita Pencerah Hati

Matahari Islam Berpendar-pendar


oleh Emha Ainun Nadjib

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Jakarta , Jumat, 13-12-2002 16:29:09

GATRA.com - SAYA sedang menikmati pemandangan indah: berpendar-pendarnya


matahari terbit kebangkitan Islam di Indonesia. Kekuatan mana di muka bumi ini yang
berani melawan kedahsyatan simpanan kekuatan umat Islam, kalau santri sekelas Amrozi
dan rombongannya saja mampu mengguncang dunia dan memerangahkan bumi? Dengan
kemampuan teknologi bom yang ultramodern?

Ini baru level santri. Belum kiai ini, kiai itu. Belum Syekh Fulan atau Polan, Habib sana
atau Habib sini, atau Gus Anu atau Gus Ano. Beberapa santri saja sudah cukup membuat
Polri, BIN, Mossad, CIA, dan dinas intelijen Australia porak-poranda kesombongannya.
Baru sekadar Amrozi!

Itu baru Lamongan sayap dusun luar --dunia sudah guncang. Belum Lamongan bagian
Langitan dan kantong-kantong kekuatan bom Islam lainnya di kabupaten itu. Belum
Bojonegoro, Tuban, Gresik. Jangankan lagi omong Pasuruan, Probolinggo, Jember,
Situbondo --dan jangan pula sebut Jombang! Tandingan Jombang bukan pasukan-pasukan
elite kelas dunia. Jombang disiapkan untuk menaklukkan ultra-sophisticated teknologi
perang Dajjal yang kini ditatar di kedalaman laut Bermuda Triangle.

Kalau semua kekuatan Islam itu, cukup Jawa Timur saja, pada suatu hari serempak ber-
triwikrama, mateg aji, unjuk kebolehan, pastilah Amerika dan Eropa rata tanah, seluruh
permukaan bumi jadi padang pasir!

***

Memang, sebagian kecil kaum muslimin berprihatin dan bersedih hati atas persangkaan
dihancurkankannya citra ulama dan kiai, dirusaknya nama baik dunia pesantren oleh
kasus-kasus terorisme belakangan ini --atas yang mereka sangka tentang nasib Amrozi
dan Imam Samudra. Atas seolah terpecahnya kepemimpinan Islam. Berserak-serak dan
tercerai-berainya kekuatan umat Islam. Atas mitos dan prasangka tentang krisis moral,
krisis akhlak, krisis bermacam-macam yang akhirnya disebut krisis total, dan sebagainya.

Padahal, Tuhan kasih kunci: "Engkau menyukai sesuatu yang sebenarnya buruk bagimu,
dan engkau membenci sesuatu yang sesungguhnya baik bagimu." Apa yang kau sangka
pengikisan nilai Islam ternyata pembangkitan nilai Islam. Sebaliknya, apa yang kau pikir
mengibarkan nilai Islam nanti terbukti justru merusaknya. Apa yang kau kira de-
Islamisasi sesungguhnya memiliki rahasia Islamisasi. Sebaliknya, apa yang kau yakini

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Pendar.html (1 of 5)15/05/2006 7:48:02


Cerita Pencerah Hati

sebagai Islamisasi nanti kau jumpai sebagai proses penyirnaan Islam.

Kalau pengetahuanmu tidak rangkap dan gampang dijebak oleh sesuatu yang seolah-olah
menyenangkan atau seakan-akan menjengkelkan, engkau akan sangat kaget jika suatu hari
mendengar Amrozi memberikan pengakuan bahwa sesungguhnya dia jualah yang
meledakkan Gunung Papandayan. Dan kalau para aparat tidak mau ngemong hati orang
Islam, siap-siap suatu hari ada pasukan santri siluman lagi yang meledakkan Gunung
Semeru, meletuskan Merapi, serta menumpahkan air samudra ke permukaan Pulau Jawa.

Hendaknya para penguasa membatasi keangkuhannya dengan menyadari bahwa para


santri memegang warisan kekuatan-kekuatan dari masa silam: tongkat Nabi Musa, kapak
Ibrahim, keris Kolomunyeng Sunan Giri, tongkat pendek Syekh Abdul Qodir Jaelani,
serban Sunan Kalijaga, Setan Kober Penangsang, Sangkelat Karebet, dan belum lagi ilmu-
ilmu sirrul asror dari Mbah Hamid, Sakajiwa-nya Adipati Kolopaking, kain mandarnya
Imam Lapeo, atau air liur mustajabnya Gus Ud Kedungcangkring.

Itu semua simpanan baku tradisional umat Islam. Santri macam Samudra dan Amrozi
bukan pemegang warisan kelas utama. Kalau nanti yang bergerak adalah mbahurekso
kaum muslimin benar-benar, akibatnya tan kinoyo ngopo tan keno kiniro. Tak bisa Anda
bayangkan dan rumuskan.

Sementara itu, jangan disangka umat Islam adalah kaum yang sibuk membangga-
banggakan khazanah masa silam. Kalau engkau pelajari dengan saksama, kekuatan
mutakhir yang dibangun umat Islam juga tidak bisa diremehkan siapa pun. Baik di bidang
politik dan kekuasaan, di bidang pemikiran, di bidang tarikat dan batiniah, maupun di
bidang teknologi dan budaya.

***

Apalagi kekuatan tasawuf kaum muslimin. Nashrudin Hoja, sesudah keledainya dicuri
orang di halaman masjid, malah masuk masjid lagi dan bersujud lama sekali. Orang-orang
bertanya: kehilangan kendaraan kok malah bersujud? Nashrudin menjawab: "Saya tadi
melakukan sujud syukur. Sungguh saya berterima kasih kepada Allah bahwa hanya
keledai saya yang hilang, sedangkan diri saya ini tidak ikut dicuri orang..."

Ini bukan hanya bermakna kritik atas hilangnya kepribadian manusia yang dicuri kekuatan
nafsu kekuasaan, keserakahan kapitalistik, ditelan ideologi dan bukan me-manage
ideologi pilihannya, dehumanisasi oleh industri, depersonalisasi oleh komunalisme,
lenyapnya kemanusiaan oleh kepandaian atau oleh kebodohan. Tak hanya itu. Kisah
Nashrudin ini juga bermakna sufistik, misalnya bahwa rezeki itu tidak hanya berbentuk
memperoleh atau mendapatkan, melainkan bisa juga berbentuk kehilangan. Keuntungan
tidak selalu berarti memiliki, bisa juga pada saat tidak memiliki. Kemenangan tidak hanya
berarti menang dalam perebutan dan kenduri, kemenangan malah mungkin terjadi pada
seseorang yang berpuasa dari perebutan, pesta pora, dan kerakusan.

Orang mengatakan bahwa kekuatan politik umat Islam terpecah-pecah, karena ia tidak
tahu bahwa itu memang strategi yang disengaja. Politisi Islam tahu, jangan sampai terjadi
hegemoni Islam di negara yang bukan Islam. Islam itu ngemong, bukan menguasai. Apa
yang tampak terpecah-pecah itu sesungguhnya dinamika pluralisme dalam tubuh umat

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Pendar.html (2 of 5)15/05/2006 7:48:02


Cerita Pencerah Hati

Islam. Islam itu memerdekakan, membuka pintu tafsir atau interpretasi seluas jumlah
pemeluknya. Bisa ada sejuta mazhab dalam Islam. Jangankan sekadar beberapa puluh
partai politik Islam.

Orang bilang ekonomi kaum muslimin terpuruk, karena mereka tidak mengerti pilihan
utama pemeluk Islam berada di tengah-tengah. Ada level ghony, kaya. Ada level miskin
dan ada level fakir. Orang Islam tidak memilih kaya, tapi juga menolak menjadi fakir.
Cukup pilih miskin saja. Rasulullah Muhammad sendiri adalah 'abdan nabiyya: Nabi yang
rakyat jelata. Beliau ditawari punya kekuasaan dan kekayaan seperti Nabi Sulaiman,
namun menolak.

Itu pun, umumnya kaum muslimin masih tergolong kaya dibandingkan dengan Nabi
Muhammad, yang rumah tinggalnya bersama Siti Aisyah panjangnya hanya 4,80 m,
lebarnya 4,62 m. Itu pun tanpa kulkas, tanpa VCD player, AC, furnitur, dan aksesori. Jadi,
kalau dari sisi negatif, perekonomian umat Islam seperti terpuruk, dari sisi positif hal itu
menunjukkan bahwa mereka lebih memilih kekayaan akhirat daripada kekayaan dunia.

***

Jadi, apa yang perlu dicemaskan dari keadaan umat Islam di Indonesia? Kalau dikalahkan
di dunia, toh engkau menang di akhirat. Dunia cuma sekejap, akhirat abadi. Apa
keberatanmu?

Kalau namamu dicoreng kehinaan di bumi, engkau memperoleh kemuliaan di langit.


Bumi hanya mikrokosmos, sedangkan langit makrokosmos. Apa alasanmu untuk tidak
bersyukur?

Makin namamu dihancurkan, ditangkap, dihukum di dunia, makin populer dan tinggi
indah kursimu di surga. Nikmat Allah yang mana yang masih engkau dustakan?

Allah menagih jihadmu, dan tidak mempertanyakan kemenangan duniawimu. Allah


menantikan syahidmu, dan membayar penderitaan duniamu dengan pendaran-pendaran
cahaya wajah-Nya sendiri yang abadi menggiurkanmu.

Katakanlah kita mulai kehilangan Buya Hamka, kita memiliki yang lebih dari itu: Quraish
Shihab. Kita kehilangan Muhammad Natsir, malah muncul Yusril Ihza Mahendra. Mulai
kehilangan Cak Nurcholish Madjid, malah dianugerahi Ulil Abshar Abdalla. Umpamanya
pun kehilangan Ustad Zainuddin MZ, kita punya yang lebih dimensional: Aa Gym. Dan
kalaupun akhirnya pada suatu hari nanti Gus Dur uzur, kita punya Saifullah Yusuf.

Kita punya banyak tokoh Islam fenomenologis. Pemikiran-pemikirannya mungkin


menggelisahkan dan menjengkelkan ulama-ulama tua, tapi lambat laun orang-orang tua
harus belajar kepada anak-anaknya.

Mereka itu letaknya di pinggir, tak terlalu dianggap kental Islamnya, tapi nanti akan
ternyata keilmuannya memang ijtihadiyah --hanya saja, kita orang-orang tua terlambat
memahaminya.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Pendar.html (3 of 5)15/05/2006 7:48:02


Cerita Pencerah Hati

Kita punya banyak Nashrudin lain. Kecenderungan sikapnya seolah bertentangan dengan
tradisi konvensional kaum tua. Padahal, sungguh kritik mereka sangat menohok. Setelah
kaum muslimin "kehilangan keledai", Nashrudin-Nashrudin ini seakan tidak menunjukkan
sikap militan untuk mengutuk si pencuri. Mereka malah kelihatan seperti melakukan
sujud syukur atas tertangkapnya Ustad Ba'asyir, Amrozi, dan Samudra.

Bahkan terdengar seakan memuji-muji pihak yang dianggap musuh dan justru kaannahum
mengutuk saudara-saudaranya seagama.

Itu semata-mata karena model kritisisme Nashrudin memang mempersyaratkan


kecerdasan pikiran tingkat tinggi, kepekaan dan kejernihan hati yang sungguh-sungguh --
untuk mampu menangkapnya. Itulah sebabnya, "yang kau anggap baik ternyata
berbahaya, yang kau anggap buruk malah sebenarnya baik". Islam liberal malah dicurigai,
sementara Islam sensual justru dibiarkan saja merajalela di mana-mana dari kampus-
kampus hingga mal-mal.

***

Sungguh saya menikmati berpendarnya matahari kebangkitan Islam di Nusantara,


terutama selama Ramadan, ketika siang, malam, pagi, sore, kita diguyur kenikmatan dan
kemuliaan acara-acara Ramadan di sekian banyak siaran (syiar) televisi. Engkau yang
berpengalaman melanglang buana ke mancanegara, jawablah apa ada Ramadan sesemarak
tayangan TV-TV kita?

Engkau ingat hukum kompetensi: yang berwenang atas kualitas dunia sepak bola adalah
PSSI, tinju adalah KTI, tepung adalah Bogasari, rawon adalah Probolinggo, dan gudeg
adalah Yogyakarta. Jangan pesan gudeg ke Banyuwangi, jangan cari petinju hebat ke
PSSI, dan jangan menambal ban bocor ke penjual rujak. Kalau mau berdakwah, PSSI-nya
adalah ulama.

Siaran TV Ramadan memuat penyamaran-penyamaran strategis yang tentu didasarkan


pada tiga prinsip dakwah: dengan hikmah, perlakuan yang tepat, menyerbu konsumen
berdasarkan apa yang baik bagi konsumen. Kalau Topan-Leysus ada tanpa ustad, acara
bisa tetap jalan. Kalau hanya ustad yang ada sedangkan Topan-Leysus tak ada, acara bisa
batal. Demikian juga yang primer adalah Eko Patrio dan Ulfah Dwiyanti, Taufiq Savalas
dan Elma Theana, dan seterusnya. Ustad yang hadir berposisi sekunder.

Apakah industri TV melanggar prinsip kompetensi? Tidak. Itu yang disebut penyamaran
strategis. Supaya orang lain tak gampang mengidentifikasi kita, maka hijau disamarkan
dengan kuning, merah disamarkan dengan jingga. Ustad atau kiai yang sesungguhnya
adalah Topan, Leysus, Eko, Taufiq, dan lain-lain. Kiai yang tawadlu adalah yang
menghindarkan diri dari sifat-sifat yang Tuhan tersinggung kepada pelakunya: riya',
takabur, ujub, suka pamer, menonjol-nonjolkan diri.

Kiai-kiai sejati kita itu sepanjang tahun tidak pernah menunjukkan siapa mereka
sebenarnya, tidak pernah memamerkan kekiaiannya, mereka menyamar jadi artis. Hanya
pada Ramadan mereka harus polos luar-dalam, sebab puasa adalah ibadah yang diminta
Allah pribadi secara langsung.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Pendar.html (4 of 5)15/05/2006 7:48:02


Cerita Pencerah Hati

Siapa tahu, ternyata mereka itulah Wali Songo abad ke-21.

[Emha Ainun Nadjib, Budayawan]


[Kolom, GATRA, Nomor 04 Beredar Kamis 13 Desember 2002]

Date: Sun, 15 Dec 2002 22:59:02 -0800 (PST)

From: Lina Dahlan <linadahlan@yahoo.com>


To: Hikmah@isnet.org

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Pendar.html (5 of 5)15/05/2006 7:48:02


Cerita Pencerah Hati

Syahadat Saridin
Emha Ainun Nadjib

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Waktu yang diminta oleh Saridin untuk mempersiapkan diri telah dipenuhi. Dan kini ia
harus membuktikan diri. Semua santri, tentu saja juga Sunan Kudus, berkumpul di
halaman masjid.

Dalam hati para santri sebenarnya Saridin setengah diremehkan. Tapi setengah yang lain
memendam kekhawatiran dan rasa penasaran jangan-jangan Saridin ternyata memang
hebat.

Sebenarnya soalnya di sekitar suara, kefasihan dan kemampuan berlagu. Kaum santri
berlomba-lomba melaksanakan anjuran Allah, Zayyinul Qur'an ana biashwatikum -
hiasilah Qur'an dengan suaramu.

Membaca syahadat pun mesti seindah mungkin.

Di pesantren Sunan Kudus, hal ini termasuk diprioritaskan. Soalnya, ini manusia Jawa
Tengah: lidah mereka Jawa medhok dan susah dibongkar. Kalau orang Jawa Timur lebih
luwes. Terutama orang Madura atau Bugis, kalau menyesuaikan diri dengan lafal Qur'an,
lidah mereka lincah banget.

Lha, siapa tahu Saridin ini malah melagukan syahadat dengan laras slendro atau pelog
Jawa.

Tapi semuanya kemudian ternyata berlangsung di luar dugaan semua yang hadir. Tentu
saja kecuali Sunan Kudus, yang menyaksikan semua kejadian dengan senyum-senyum
ditahan.

Ketika tiba saatnya Saridin harus menjalani tes baca syahadat, ia berdiri tegap.
Berkonsentrasi. Tangannya bersedekap di depan dada. Matanya menatap ke depan. Ia
menarik napas sangat panjang beberapa kali. Bibirnya umik-umik [komat-kamit] entah
membaca aji-aji apa, atau itu mungkin latihan terakhir baca syahadat.

Kemudian semua santri terhenyak. Saridin melepas kedua tangannya. Mendadak ia berlari
kencang. Menuju salah satu pohon kelapa, dan ia pilih yang paling tinggi. Ia meloncat.
Memanjat ke atas dengan cepat, dengan kedua tangan dan kedua kakinya, tanpa perut atau
dadanya menyentuh batang kelapa.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/SyahadatSaridin.html (1 of 4)15/05/2006 7:48:07


Cerita Pencerah Hati

Para santri masih terkesima sampai ketika akhirnya Saridin tiba di bawah blarak-blarak
[daun kelapa kering] di puncak batang kelapa. Ia menyibak lebih naik lagi. Melewati
gerumbulan bebuahan. Ia terus naik dan menginjakkan kaki di tempat teratas. Kemudian
tak disangka-sangka Saridin berteriak dan melompat tinggi melampaui pucuk kelapa,
kemudian badannya terjatuh sangat cepat ke bumi.

Semua yang hadir berteriak. Banyak di antara mereka yang memalingkan muka, atau
setidaknya menutupi wajah mereka dengan kedua telapak tangan.

Badan Saridin menimpa bumi. Ia terkapar. Tapi anehnya tidak ada bunyi gemuruduk
sebagaimana seharusnya benda padat sebesar itu menimpa tanah. Sebagian santri spontan
berlari menghampiri badan Saridin yang tergeletak. Mencoba menolongnya. Tapi ternyata
itu tidak perlu.

Saridin membuka matanya. Wajahnya tetap kosong seperti tidak ada apa-apa. Dan
akhirnya ia bangkit berdiri. Berjalan pelan-pelan ke arah Sunan Kudus. Membungkuk di
hadapan beliau. Takzim dan mengucapkan, sami'na wa atha'na -aku telah mendengarkan,
dan aku telah mematuhi.

Gemparlah seluruh pesantren. Bahkan para penduduk di sekitar datang berduyun-duyun.


Berkumpul dalam ketidakmengertian dan kekaguman. Mereka saling bertanya dan
bergumam satu sama lain, namun tidak menghasilkan pengertian apa pun.

Akhirnya Sunan Kudus masuk masjid dan mengumpulkan seluruh santri, termasuk para
penduduk yang datang, untuk berkumpul. Saridin didudukkan di sisi Sunan. Saridin tidak
menunjukkan gelagat apa-apa. Ia datar-datar saja.

"Apakah sukar bagi kalian memahami hal ini?" Sunan Kudus membuka pembicaraan
sambil tetap tersenyum. "Saridin telah bersyahadat. Ia bukan membaca syahadat,
melainkan bersyahadat. Kalau membaca syahadat, bisa dilakukan oleh bayi umur satu
setengah tahun. Tapi bersyahadat hanya bisa dilakukan oleh manusia dewasa yang matang
dan siap menjadi pejuang dari nilai-nilai yang diikrarkannya."

Para santri mulai sedikit ngeh, tapi belum sadar benar.

"Membaca syahadat adalah mengatur dan mengendalikan lidah untuk mengeluarkan suara
dan sejumlah kata-kata. Bersyahadat adalah keberanian membuktikan bahwa ia benar-
benar meyakini apa yang disyahadatkannya. Dan Saridin memilih satu jenis keberanian
untuk mati demi menunjukkan keyakinannya, yaitu menjatuhkan diri dari puncak pohon
kelapa."

Di hadapan para santri, Sunan Kudus kemudian mewawancarai Saridin: "Katamu tidak
takut badanmu hancur, sakit parah atau mati karena perbuatanmu itu?"

"Takut sekali, Sunan."

"Kenapa kamu melakukannya?"

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/SyahadatSaridin.html (2 of 4)15/05/2006 7:48:07


Cerita Pencerah Hati

"Karena syahadat adalah mempersembahkan seluruh diri dan hidupku."

"Kamu tidak menggunakan otakmu bahwa dengan menjatuhkan diri dari puncak pohon
kelapa itu kamu bisa cacat atau meninggal?"

"Aku tahu persis itu, Sunan."

"Kenapa kau langgar akal sehatmu?"

"Karena aku patuh kepada akal sehat yang lebih tinggi. Yakni bahwa aku mati atau tetap
hidup itu semata-mata karena Allah menghendaki demikian, bukan karena aku jatuh dari
pohon kelapa atau karena aku sedang tidur. Kalau Allah menghendaki aku mati, sekarang
ini pun tanpa sebab apa-apa yang nalar, aku bisa mendadak mati."

"Bagaimana kalau sekarang aku beri kau minum jamu air gamping yang panas dan
membakar tenggorakan dan perutmu?"

"Aku akan meminumnya demi kepatuhanku kepada guru yang aku percaya. Tapi kalau
kemudian aku mati, itu bukan karena air gamping, melainkan karena Allah memang
menghendaki aku mati."

Sunan Kudus melanjutkan: "Bagaimana kalau aku mengatakan bahwa tindakan yang kau
pilih itu memang tidak membahayakan dirimu, insya Allah, tetapi bisa membahayakan
orang lain?"

"Maksud Sunan?"

"Bagaimana kalau karena kagum kepadamu lantas kelak banyak santri menirumu dengan
melakukan tarekat terjun bebas semacam yang kau lakukan?"

"Kalau itu terjadi, yang membahayakan bukanlah aku, Sunan, melainkan kebodohan para
peniru itu sendiri," jawab Saridin, "Setiap manusia memiliki latar belakang, sejarah,
kondisi, situasi, irama dan metabolismenya sendiri-sendiri. Maka Tuhan melarang taqlid,
peniruan yang buta. Setiap orang harus mandiri untuk memperhitungkan kalkulasi antara
kondisi badannya dengan mentalnya, dengan keyaknannya, dengan tempat ia berpijak,
serta dengan berbagai kemungkinan sunatullah atau hukum alam permanen. Kadal jangan
meniru kodok, gajah jangan memperkembangkan diri seperti ular, dan ikan tak usah ikut
balapan kuda."

"Orang memang tak akan menyebutmu kadal, kuda, atau kodok, melainkan bunglon. Apa
katamu?"

"Kalau syarat untuk terhindar dari mati atau kelaparan bagi mereka adalah dengan
menyebutku bunglon, aku mengikhlaskannya. Bahkan kalau Allah memang
memerintahkanku agar menjadi bunglon, aku rela. Sebab diriku bukanlah bunglon, diriku
adalah kepatuhanku kepada-Nya."

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/SyahadatSaridin.html (3 of 4)15/05/2006 7:48:07


Cerita Pencerah Hati

Date: 27 Juli 2005 11:25


From: MSR [sani@hjogi.pln.archi.tohoku.ac.jp]

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/SyahadatSaridin.html (4 of 4)15/05/2006 7:48:07


Cerita Pencerah Hati

Sebuah Teladan
oleh Jalaluddin Rakhmat

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Ini adalah sebuah kisah tentang kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib dalam
Khulafaurrasyidin yang sangat patut kita teladani.

Tidak ada khalifah yang paling mencintai ukhuwwah, ketika orang berusaha
menghancurkannya, seperti Ali ibn Abi Thalib. Baru saja dia memegang tampuk
pemerintahan, beberapa orang tokoh sahabat melakukan pemberontakan. Dua orang di
antara pemimpin Muhajirin meminta izin untuk melakukan umrah. Ternyata mereka
kemudian bergabung dengan pasukan pembangkang. Walaupun menurut hukum Islam
pembangkang harus diperangi, Ali memilih pendekatan persuasif. Dia mengirim beberapa
orang utusan untuk menyadarkan mereka. Beberapa pucuk surat dikirimkan. Namun,
seluruh upaya ini gagal. Jumlah pasukan pemberontak semakin membengkak. Mereka
bergerak menuju Basra.

Dengan hati yang berat, Ali menghimpun pasukan. Ketika dia sampai di perbatasan Basra,
di satu tempat yang bernama Alzawiyah, dia turun dari kuda. Dia melakukan shalat empat
rakaat. Usai shalat, dia merebahkan pipinya ke atas tanah dan air matanya mengalir
membasahi tanah di bawahnya. Kemudian dia mengangkat tangan dan berdo'a: "Ya Allah,
yang memelihara langit dan apa-apa yang dinaunginya, yang memelihara bumi dan apa-
apa yang ditumbuhkannya. Wahai Tuhan pemilik 'arasy nan agung. Inilah Basra. Aku
mohon kepada-Mu kebaikan kota ini. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya. Ya
Allah, masukkanlah aku ke tempat masuk yang baik, karena Engkaulah sebaik-baiknya
yang menempatkan orang. Ya Allah, mereka telah membangkang aku, menentang aku dan
memutuskan bay'ah-ku. Ya Allah, peliharalah darah kaum Muslim."

Ketika kedua pasukan sudah mendekat, untuk terakhir kalinya Ali mengirim Abdullah ibn
Abbas menemui pemimpin pasukan pembangkang, mengajak bersatu kembali dan tidak
menumpahkan darah. Ketika usaha ini pun gagal, Ali berbicara di hadapan sahabat-
sahabatnya, sambil mengangkat Al-Qur'an di tangan kanannya: "Siapa di antara kalian
yang mau membawa mushaf ini ke tengah-tengah musuh. Sampaikanlah pesan
perdamaian atas nama Al-Qur'an. Jika tangannya terpotong peganglah Al-Qur'an ini
dengan tangan yang lain; jika tangan itu pun terpotong, gigitlah dengan gigi-giginya
sampai dia terbunuh."

Seorang pemuda Kufah bangkit menawarkan dirinya. Karena melihat usianya terlalu
muda, mula-mula Ali tidak menghiraukannya. Lalu dia menawarkannya kepada sahabat-
sahabatnya yang lain. Namun, tak seorang pun menjawab. Akhirnya Ali menyerahkan Al-
Qur'an kepada anak muda itu, "Bawalah Al-Qur'an ini ke tengah-tengah mereka. Katakan:

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Teladan.html (1 of 2)15/05/2006 7:48:10


Cerita Pencerah Hati

Al-Qur'an berada di tengah-tengah kita. Demi Allah, janganlah kalian menumpahkan


darah kami dan darah kalian."

Tanpa rasa gentar dan penuh dengan keberanian, pemuda itu berdiri di depan pasukan
Aisyah. Dia mengangkat Al-Qur'an dengan kedua tangannya, mengajak mereka untuk
memelihara ukhuwwah. Teriakannya tidak didengar. Dia disambut dengan tebasan
pedang. Tangan kanannya terputus. Dia mengambil mushaf dengan tangan kirinya, sambil
tidak henti-hentinya menyerukan pesan perdamaian. Untuk kedua kalinya tangannya
ditebas. Dia mengambil Al-Quran dengan gigi-giginya, sementara tubuhnya sudah
bersimbah darah. Sorot matanya masih menyerukan perdamaian dan mengajak mereka
untuk memelihara darah kaum Muslim. Akhirnya orang pun menebas lehernya.

Pejuang perdamaian ini rubuh. Orang-orang membawanya ke hadapan Ali ibn Abi Thalib.
Ali mengucapkan do'a untuknya, sementara air matanya deras membasahi wajahnya.
"Sampai juga saatnya kita harus memerangi mereka. Tetapi aku nasihatkan kepada kalian,
janganlah kalian memulai menyerang mereka. Jika kalian berhasil mengalahkan mereka,
janganlah mengganggu orang yang terluka, dan janganlah mengejar orang yang lari.
Jangan membuka aurat mereka. Jangan merusak tubuh orang yang terbunuh. Bila kalian
mencapai perkampungan mereka janganlah membuka yang tertutup, jangan memasuki
rumah tanpa izin, janganlah mengambil harta mereka sedikit pun. Jangan menyakiti
perempuan walaupun mereka mencemoohkan kamu. Jangan mengecam pemimpin mereka
dan orang-orang saleh di antara mereka."

Sejarah kemudian mencatat kemenangan di pihak Ali. Seperti yang dipesankannya,


pasukan Ali berusaha menyembuhkan luka ukhuwwah yang sudah retak. Ali sendiri
memberikan ampunan massal. Sejarah juga mencatat bahwa tidak lama setelah
kemenangan ini, pembangkang-pembangkang yang lain muncul. Mu'awiyah mengerahkan
pasukan untuk memerangi Ali. Ketika mereka terdesak dan kekalahan sudah di ambang
pintu, mereka mengangkat Al-Qur'an, memohon perdamaian. Ali, yang sangat mencintai
ukhuwwah, menghentikan peperangan. Seperti kita ketahui bersama, Ali dikhianati.
Karena kecewa, segolongan dari pengikut Ali memisahkan diri. Golongan ini, kelak
terkenal sebagai Khawarij, berubah menjadi penentang Ali. Seperti biasa, Ali
mengirimkan utusan untuk mengajak mereka berdamai. Seperti biasa pula, upaya tersebut
gagal.

Dari: Islam Aktual. Jalaluddin Rakhmat. Mizan, Jakarta 1991


Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Teladan.html (2 of 2)15/05/2006 7:48:10


Cerita Pencerah Hati

ABDAL: PEMIMPIN KAFILAH RUHANI MENUJU ALLAH


oleh Jalaluddin Rakhmat

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dalam kafilah ruhani yang berjalan menuju Tuhan, kita melihat barisan yang panjang.
Mereka yang berada dalam barisan mempunyai martabat yang bermacam-macam,
bergantung pada sejauh mana mereka telah berjalan. Dari tempat berangkat ke tujuan, ada
sejumlah stasiun yang harus mereka lewati. Derajat mereka juga bergantung pada
banyaknya stasiun yang sudah mereka singgahi. Pada setiap stasiun selalu ada
pengalaman baru, keadaan baru, dan pemandangan baru. angat sulit menceritakan
pengalaman pada stasiun tertentu kepada mereka yang belum mencapai stasiun itu.

Dalam literatur tasawuf, stasiun itu disebut manzilah atau maqam. Pengalaman ruhani
yang mereka rasakan disebut hal. Ada segelintir orang yang sudah mendekati stasiun
terakhir. Mereka sudah sangat dekat dengan Tuhan, tujuan terakhir perja1anan mereka.
Maqam mereka sangat tinggi di sisi Tuhan. Kelompok mereka disebut awliya', kekasih-
kekasih Tuhan. Mereka telah dipenuhi cahaya Tuhan. Sekiranya kita menemukan mereka,
kita akan berteriak seperti teriakan orang munafik pada Hari Akhir, "Tengoklah kami
(sebentar saja) agar kami dapat memperoleh seberkas cahayamu" (QS 57:13).

Dalam kelompok awliya' juga terdapat derajat yang bermacam- macam. Yang paling
rendah di antara mereka (tentu saja di antara orang-orang yang tinggi) disebut awtad,
tiang-tiang pancang. Disebut demikian karena merekalah tiang-tiang yang menyangga
kesejahteraan manusia di bumi, kerena kehadiran merekalah Tuhan menahan murka-Nya;
Tuhan tidak menjatuhkan azab yang membinasakan umat manusia. lbnu Umar
meriwayatkan hadis Rasulullah Saw. yang berbunyi, "Sesungguhnya Allah menolak
bencana --karena kehadiran Muslim yang saleh-- dari seratus keluarga tetangganya."
Kemudian ia membaca firman Allah, "Sekiranya Allah tidak menolakkan sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, niscaya sudah hancurlah bumi ini" (QS 2: 251).

Penghulu para awliya' adalah quthb rabbani. Di antara quthb dan awtad ada abdal (artinya,
para pengganti). Disebut demikian, kerena bila salah seorang di antara mereka
meningggal, Allah menggantikannya dengan yang baru. "Bumi tidak pernah sepi dari
mereka," ujar Rasulullah Saw., "Karena merekalah manusia mendapat curahan hujan,
karena merekalah manusia ditolong" (Al-Durr Al-Mantsur, 1:765).

Abu Nu'aim dalam Hilyat Al-Awliya' meriwayatkan sabda Nabi Saw., "Karena merekalah
Allah menghidupkan, mematikan, menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman, dan
menolak bencana." Sabda ini terdengar begitu berat sehingga lbnu Mas'ud bertanya, "Apa
maksud karena merekalah Allah menghidupkan dan mematikan?"' Rasulullah Saw.
bersabda, "Karena mereka berdoa kepada Allah supaya umat diperbanyak, maka Allah
memperbanyak mereka. Mereka memohon agar para tiran dibinasakan, maka Allah

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Abdal.html (1 of 3)15/05/2006 7:48:14


Cerita Pencerah Hati

binasakan mereka. Mereka berdoa agar turun hujan, maka Allah turunkan hujan. Karena
permohonan mereka, Allah menumbuhkan tanaman di bumi. Karena doa mereka, Allah
menolakkan berbagai bencana." Allah sebarkan mereka di muka bumi. Pada setiap bagian
bumi, ada mereka. Kebanyakan orang tidak mengenal mereka. Jarang manusia
menyampaikan terimakasih khusus kepada mereka.

Kata Rasulullah Saw., "Mereka tidak mencapai kedudukan yang mulia itu karena banyak
shalat atau banyak puasa." Sangat mengherankan; bukanah untuk menjadi awliya', kita
harus menjalankan berbagai riyadhah atau suluk, yang tidak lain daripada sejumlah zikr,
doa, dan ibadah-ibadah lainnya? Seperti kita semua, para sahabat heran. Mereka bertanya,
"Ya Rasulullah, fima adrakuha?" Beliau bersabda, "Bissakhai wan-Nashihati lil
muslimin" (Dengan kedermawanan dan kecintaan yang tulus kepada kaum Muslim).
Dalam hadis lain, Nabi berkata, "Bishidqil wara', wa husnin niyyati, wa salamatil qalbi,
wan-Nashihati li jami'il muslimin" (Dengan ketaatan yang tulus, kebaikan niat, kebersihan
hati, dan kesetiaan yang tulus kepada seluruh kaum Muslim) (lihat Al-Durr Al-Mantsur,
1:767).

Jadi, yang mempercepat orang mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah Swt. bukanlah
frekuensi shalat dan puasa. Bukankah semua ibadah itu hanyalah ungkapan rasa syukur
kita kepada Allah, yang seringkali jauh lebih sedikit dari anugerah Allah kepada kita?

Yang sangat cepat mendekatkan diri kepada Allah, pertama, adalah al-sakha
(kedermawanan). Berjalan menuju Allah berarti meninggalkan rumah kita yang sempit --
keakuan kita. Keakuan ini tampak dengan jelas pada "aku" sebagai pusat perhatian.
Seluruh gerak kita ditujukan untuk "aku". Kebahagian diukur dari sejauh mana sesuatu
menjadi "milikku." Orang yang dermawan adalah orang yang telah meninggalkan "aku."
Ia sudah bergeser ke falsafah "Untuk Dia".

Karena itu Nabi Saw. bersabda, "Orang dermawan dekat dengan manusia, dekat dengan
Tuhan dan dekat dengan surga. Orang bakhil jauh dari manusia, jauh dari Tuhan dan
dekat dengan neraka". Tanpa kedermawanan, shalat, shaum, haji dan ibadah apa pun tidak
akan membawa orang dekat dengan Tuhan. Dengan kebakhilan, makin banyak orang
melakukan ibadat makin jauh dia dari Tuhan. Orang dermawan sudah lama masuk dalam
cahaya Tuhan, sebelum mereka masuk ke surganya. Kedermawanan telah membawanya
dengan cepat ke stasiun-stasiun terakhir dalam perjalanannya menuju Tuhan.

Kedua, yang mengantarkan orang sampai kepada kedudukan abdal, adalah kesetiaan yang
tulus kepada seluruh kaum Muslim. Kesetiaan yang tulus ditampakkan pada upaya untuk
menjaga diri dari perbuatan yang merendahkan, menghinakan, mencemooh atau
memfitnah sesama Muslim. Di depan Ka'bah yang suci, Nabi Saw. berkata, "Engkau
sangat mulia. Tetapi disisi Allah lebih mulia lagi kehormatan kaum Muslim. Haram
kehormatan Muslim dirusakkan. Haram darahnya ditumpahkan."

Belum dinyatakan setia kepada Islam sebelum orang meninggalkan keakuannya. Banyak
orang merasa berjuang untuk Islam, walaupun yang diperjuangkan adalah kepentingan
akunya, kepentingan kelompoknya, kepentingan golongannya. Mereka memandang
golongan yang lain harus disingkirkan, karena pahamnya tidak menyenangkan paham
mereka. Mereka hanya mau menyumbang bila proyek itu dijalankan oleh golongannya.
Mereka hanya mau mendengarkan pengajian bila pengajian itu diorganisasi atau

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Abdal.html (2 of 3)15/05/2006 7:48:14


Cerita Pencerah Hati

dibimbing oleh orang-orang dari kelompoknya. Apa pun yang diperjuangkan tidak pernah
bergeser dari keakuannya. Ia merasa Islam menang apabila kelompoknya menang. Ia
merasa Islam terancam bila kepentingan golongannya terancam. Ia telah beragama, ia
telah mukmin; tetapi agamanya masih berkutat dalam keakuannya.

An-nashihat lil muslimin (kesetiaan yang tulus kepada kaum Muslim) melepaskan
keakuan seorang mukmin. Ia memberinya kejujuran dalam ketaatan, ketulusan niat, dan
kebersihan hati. Ia juga yang mengantarkannya kepada kedudukan tinggi di sisi Allah.
Karena kedermawanan dan kecintaan kepada kaum Muslim, Anda juga dapat menjadi
kekasih Tuhan.

Wahai hamba-hamba Allah, berangkatlah kalian menuju Tuhanmu. Percepatlah


perjalanan kalian dengan kedermawanan dan kesetiaan yang tulus kepada seluruh kaum
Muslim.[]

(Jalaluddin Rakhmat, Renungan-Renungan Sufistik: Membuka Tirai Kegaiban, Bandung,


Mizan, 1995, h. 168-171)

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Abdal.html (3 of 3)15/05/2006 7:48:14


Cerita Pencerah Hati

MATA YANG TIDAK MENANGIS DI HARI KIAMAT


oleh Jalaluddin Rakhmat

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Semua kaum Muslim berkeyakinan bahwa dunia dan kehidupan ini akan berakhir. Akan
datang suatu saat ketika manusia berkumpul di pengadilan Allah Swt. Al-Quran
menceritakan berkali-kali tentang peristiwa Hari Kiamat ini, seperti yang disebutkan
dalam surah Al-Ghasyiyah ayat 1-16. Dalam surah itu, digambarkan bahwa tidak semua
wajah ketakutan. Ada wajah-wajah yang pada hari itu cerah ceria. Mereka merasa bahagia
dikarenakan perilakunya di dunia. Dia ditempatkan pada surga yang tinggi. Itulah
kelompok orang yang di Hari Kiamat memperoleh kebahagiaan.

Tentang wajah-wajah yang tampak ceria dan gembira di Hari Kiamat, Rasulullah pernah
bersabda, "Semua mata akan menangis pada hari kiamat kecuali tiga hal. Pertama, mata
yang menangis karena takut kepada Allah Swt. Kedua, mata yang dipalingkan dari apa-
apa yang diharamkan Allah. Ketiga, mata yang tidak tidur karena mempertahankan agama
Allah."

Mari kita melihat diri kita, apakah mata kita termasuk mata yang menangis di Hari
Kiamat?

Dahulu, dalam suatu riwayat, ada seorang yang kerjanya hanya mengejar-ngejar hawa
nafsu, bergumul dan berkelana di teinpat-tempat maksiat, dan pulang larut malam.Dari
tempat itu, dia pulang dalam keadaan sempoyongan. Di tengah jalan, di sebuah rumah,
lelaki itu mendengar sayup-sayup seseorang membaca Al-Quran. Ayat yang dibaca itu
berbunyi: "Belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati
mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab
kepadanya, kenudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi
keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang yang fasik (Qs 57: 16).

Sepulangnya dia di rumah, sebelum tidur, lelaki itu mengulangi lagi bacaan itu di dalam
hatinya. Kemudian tanpa terasa air mata mengalir di pipinya. Si pemuda merasakan
ketakutan yang luar biasa. Bergetar hatinya di hadapan Allah karena perbuatan maksiat
yang pemah dia lakukan. Kemudian ia mengubah cara hidupnya. Ia mengisi hidupnya
dengan mencari ilmu, beramal mulia dan beribadah kepada Allah Swt., sehingga di abad
kesebelas Hijri dia menjadi seorang ulama besar, seorang bintang di dunia tasawuf.

Orang ini bernama Fudhail bin Iyadh. Dia kembali ke jalan yang benar kerena
mengalirkan air mata penyesalan atas kesalahannya di masa lalu lantaran takut kepada
Allah Swt. Berbahagialah orang-orang yang pernah bersalah dalam hidupnya kemudian

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Tangis.html (1 of 2)15/05/2006 7:48:17


Cerita Pencerah Hati

menyesali kesalahannya dengan cara membasahi matanya dengan air mata penyesalan.
Mata seperti itu insya Allah termasuk mata yang tidak menangis di Hari Kiamat.

Kedua, mata yang dipalingkan dari hal-hal yang dilarang oleh Allah. Seperti telah kita
ketahui bahwa Rasulullah pernah bercerita tentang orang-orang yang akan dilindungi di
Hari Kiamat ketika orang-orang lain tidak mendapatkan perlindungan. Dari ketujah orang
itu salah satu di antaranya adalah seseorang yang diajak melakukan maksiat oleh
perempuan, tetapi dia menolak ajakan itu dengan mengatakan, "Aku takut kepada Allah".

Nabi Yusuf as. mewakili kisah ini. Ketika dia menolak ajakan kemaksiatan majikannya.
Mata beliau termasuk mata yang tidak akan menangis di Hari Kiamat, lantaran matanya
dipalingkan dari apa-apa yang diharamkan oleh Allah Swt.

Kemudian mata yang ketiga adalah mata yang tidak tidur karena membela agama Allah.
Seperti mata pejuang Islam yang selalu mempertahahkan keutuhan agamanya, dan
menegakkan tonggak Islam. Itulah tiga pasang mata yang tidak akan menangis di Hari
Kiamat, yang dilukiskan oleh Al-Quran sebagai wajah-wajah yang berbahagia di Hari
Kiamat nanti.[]

(Jalaluddin Rakhmat, Renungan-Renungan Sufistik: Membuka Tirai Kegaiban, Bandung,


Mizan, 1995, h. 165-167)

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Tangis.html (2 of 2)15/05/2006 7:48:17


Deru Campur Debu

Deru Campur Debu


oleh Chairil Anwar

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel | Tentang Penulis

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

● Aku

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel | Tentang Penulis

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Chairil/index.html15/05/2006 7:48:21
Deru Campur Debu

Deru Campur Debu


oleh Chairil Anwar

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel | Tentang Penulis

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

AKU

Kalau sampai waktuku


'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang


Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku


Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari


Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel | Tentang Penulis

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Chairil/Aku.html15/05/2006 7:48:24
Cerita Pencerah Hati

Nashruddin dan Filsafat


Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Ketika Timur Lenk menguasai kota Aq Syahr, datang seorang pengikut filsafat. Ia
mengutarakan kepada Timur Lenk, dengan bantuan seorang juru bicara, bahwa ia ingin
menguji ulama Aq Syahr. Timur Lenk mengumpulkan seluruh ulama dan berkata pada
mereka, "Seorang laki-laki ahli filsafat ingin menguji kalian. Jika tidak seorangpun dapat
menjawab pertanyaannya, mereka menganggap bahwa negara Romawi tidak memiliki
seorang ulama pun, dan bahwa ilmu itu telah sirna. Bila hal itu terjadi, harga diri kalian
hilang."

Ulama Aq Syahr lalu berkumpul di suatu ruangan khusus dan memusyawarahkan masalah
tersebut. Mereka agak putus asa memikirkan bagaimana caranya mengatasi bahaya yang
siap menghadang di hadapan mereka. Bahkan mereka akan menyewa ulama dari luar
daerah untuk menghadapinya, meskipun tempatnya jauh.

Akhirnya mereka sepakat untuk mengajukan Syekh Nashruddin. Mereka mengutus


seseorang untuk menemuinya, dan Nashruddin pun menerima kedatangan mereka. Lalu
diutarakanlah apa yang mengganggu pikiran mereka. Nashruddin berfikir sejenak, lantas
berkata: "Serahkan urusan ini kepadaku!" Mereka bertanya, "Apa yang akan anda
lakukan?" Nashruddin menjawab, "Aku akan mengadakan tanya jawab dengannya. Jika
jawabanku tepat, itu bagus. Bila tidak, aku pasti akan berkata 'Aku laki-laki jadzab, aku
masuk sesuai kehendak hatiku'. Lalu kalian hendaknya berkata, 'Kami tidak
menganggapnya sebagai orang pandai.' Lalu datangkan orang selain aku! Bila aku
berhasil, kalian harus memberiku hadiah." Mereka menjawab, "Baiklah, apapun yang
anda inginkan, akan kami usahakan. Yang penting, laki-laki itu harus kalah."

Pada hari yang telah ditentukan, sebuah panggung didirikan di sebuah lapangan yang luas.
Timur Lenk duduk dengan pakaian perang dikelilingi para prajurit yang bersenjata
lengkap. Laki-laki ahli filsafat itu hadir. Rambutnya tidak menarik dan bentuknya lucu. Ia
lalu duduk di dekat singgasana kerajaan. seluruh hadirin menunggu kedatangan Syekh
Nashruddin, rival ahli filsafat itu.

Nashruddin hadir dengan mengenakan surban besar dan berjubah. Di belakangnya


mengiringi para muridnya, di antaranya Hamad. Mereka berdua masuk ke panggung dan
Nashruddin duduk di sebelah Timur Lenk. Setelah minum dan istirahat sejenak, ahli
filsafat itu maju ke tengah dan membuat lingkaran. Ia lalu menunggu jawabannya dengan
memandang ke arah Nashruddin.

Nashruddin berdiri dan menancapkan tongkatnya tepat di tengah lingkaran. Ia membagi


lingkaran menjadi dua bagian, dan memandang ke arah ahli filsafat. Lalu Nashruddin
membuat garis lagi, sehingga lingkaran terbagi menjadi empat bagian. Tiga bagian

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Nashruddin.html (1 of 3)15/05/2006 7:48:31


Cerita Pencerah Hati

menuju ke arah Nashruddin dengan isyarat jari dan satu bagian untuk si ahli filsafat.
Nashruddin meletakkan kedua tangannya di belakang punggung yang diarahkan ke ahli
filsafat. Ahli filsafat puas dengan apa yang dilakukan Nashruddin itu. Ia merasa, bahwa
Nashruddin tahu apa yang dimaksudkannya.

Selanjutnya ahli filsafat membuat kedua tangannya dan membentuknya seperti kerah baju.
Lalu kedua tangan itu diturunkan dari atas ke bawah dan jari jemarinya terbuka, lalu
kedua tangannya dinaikkan ke udara beberapa kali. Nashruddin berbuat sebaliknya:
membuka jari jemarinya dan diturunkan ke bawah. Ahli filsafat puas dengan apa yang
dilakukan Nashruddin.

Setelah itu, ahli filsafat meletakkan jari jemarinya di atas tanah dan berjalan merangkak
sebagaimana layaknya binatang. Ia mengisyaratkan ke arah perut, seakan-akan keluar
sesuatu dari dalam perutnya. Nashruddin mengeluarkan sebutir telur dari saku dan
menggerakkan kedua tangannya seakan hendak terbang.

Melihat jawaban Nashruddin, ahli filsafat itu sangat puas dan kagum. Ia maju ke arah
Nashruddin dan mencium tangannya dengan penuh penghormatan. Ia mengatakan, bahwa
Aq Syahr beruntung mempunyai seorang cerdik pandai seperti Nashruddin. Seluruh
hadirin memberikan ucapan selamat kepada Nashruddin dan memberikan hadiah yang
melimpah serta uang banyak. Bahkan ada yang menjanjikan harta benda di lain waktu.
Tidak ketinggalan Timur Lenk memberi hadiah kepada Nashruddin dan menempatkannya
di kelompok orang kaya.

Setelah semua penonton bubar, Timur Lenk dan para pengawalnya mengelilingi ahli
filsafat dan bertanya dengan bantuan juru bahasa, "Kami tidak mengerti isyarat-isyarat
yang anda lakukan dengan Syekh Nashruddin. Jelaskan kepada kami apa yang terjadi
sebenarnya?"

Ahli filsafat menjawab, "Melihat perselisihan ulama filsafat Yunani dan ulama Bani Israil
tentang terbentuknya alam semesta, saya tidak tahu apa pendapat ulama Islam tentang hal
tersebut. Maka saya ingin mempelajarinya. Saya isyaratkan pada Nashruddin bahwa bumi
itu bulat dan besar. Nashruddin membenarkan ucapan saya dan berkata, 'Bumi itu terbagi
menjadi dua bagian. Setengah lingkaran utara dan setengah belahan selatan.' Lalu
Nashruddin membaginya menjadi empat bagian. Tiga bagian ke arahnya dan satu bagian
ke arahku. Ia mengisyaratkan, bahwa tiga bagian bumi adalah lautan dan satu bagian
daratan. Nashruddin juga memberitahukan bahwa bumi terbagi menjadi tujuh negara.

Lebih lanjut saya isyaratkan isi bumi dan rahasianya dengan mengangkat jari jemari ke
udara dan menggerakkannya, maksudku tumbuh-tumbuhan, barang tambang dan
bagaimana proses terjadinya. Syekh Nashruddin mengangkat kedua tangannya menunjuk
ke bawah dan mengisyaratkan turunnya hujan adalah ke bawah, yang tercurah dari langit.
Kekuatan matahari dan pengaruh makhluk angkasa di bundaran bumi membantu proses
bumi, sehingga mendatangkan kekuatan yang terkandung di dalamnya. Cara Nashruddin
menjelaskan hal itu sesuai dengan pendapat ulama filsafat periode akhir. Kemudian aku
isyaratkan tentang perkembang-biakan makhluk dengan melalui proses pembuahan.
Namun banyak yang terlewatkan olehku, lalu Nashruddin bermaksud menunjukkan
sebagian dari makhluk secara global. Karena itu, saya jadi tahu bahwa Syekh kalian
memang pandai dan menguasai pengetahuan tentang langit dan bumi, maupun ilmu logika

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Nashruddin.html (2 of 3)15/05/2006 7:48:31


Cerita Pencerah Hati

dan ketuhanan. Dan ia termasuk seorang ahli filsafat. Kalian patut bangga dengan adanya
ahli filsafat seperti dia di negeri kalian."

Lalu mereka berpamitan kepada ahli filsafat dengan penuh penghormatan. Setelah itu
mereka ganti menjumpai Nashruddin dan meminta penjelasan atas jawaban-jawabannya.
Berkatalah Nashruddin kepada mereka, "Ahli filsafat itu sedang kelaparan seperti halnya
diriku. Ketika ia menggambar lingkaran, maksudnya adalah bahwa di depan rumahnya
terdapat kue berbentuk seperti lingkaran yang dibuatnya. Aku membaginya menjadi dua
bagian dengan maksud agar sama rata. Akan tetapi, karena ia tidak faham, aku
membaginya menjadi empat bagian. Tiga bagian untukku dan satu bagian untuknya. Ia
setuju dan mengiyakan dengan isyarat kepala.

Selanjutnya, ia mengisyaratkan beras di atas api. Aku isyaratkan kepadanya tentang


memasukkan pula bumbu, garam, kismis, dan fustuq ke dalamnya. Ketika berjalan ia
bermaksud memberitahukan bahwa dirinya sangat lapar dan menginginkan makanan
lezat. Aku isyaratkan kepadanya, bahwa dirku bahkan lebih lapar darinya yang nyaris
membuatku terbang karenanya. Pagi hari aku ingin membuat kue, namun yang kutemukan
hanya sebutir telur pemberian istriku. Aku belum sempat menelannya ketika kalian
memanggilku. Lalu kumasukkan ke dalam saku dan menjaganya secara hati-hati."

Seluruh hadirin berkata, "Demi Allah, ini hal yang hebat dan menakjubkan! Bagaimana
anda mengerti permasalahannya dan menjawab seperti itu? Ahli filsafat menerima dan
membenarkan jawaban Anda, padahal jawaban Anda tersebut tidak seperti yang
diinginkannya." Demikianlah, mereka semua bergembira dan tertawa riang lalu pulang ke
rumah masing-masing. Sekalipun demikian mereka tetap bingung.

(baca cerita sejenis dari tradisi Kristiani dan Zen Buddha)

Date: Mon, 15 May 2000 11:14:12 +0700


From: Faisal <faisal@rad.net.id>

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Nashruddin.html (3 of 3)15/05/2006 7:48:31


Cerita Pencerah Hati

Hikayat Sang Pena


Oleh Syed Nawab Ali

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Seorang fakir yang sedang dalam perjalanan mencari penerangan melihat secarik kertas
dengan coretan-coretan di atasnya.

"Mengapa," tanya sang fakir, "kau menghitami wajahmu yang putih-bersih?"

"Tidak adil kau menuduhku melakukannya," jawab sang kertas. "Bukan aku yang
melakukannya." "Tanyakanlah kepada sang tinta mengapa dia keluar dari wadahnya,
padahal dia cukup tenang berada di dalamnya, dan mengapa dia menghitami wajahku."

"Kau benar," kata sang fakir. Lalu dia berpaling kepada sang tinta dan bertanya
kepadanya.

"Mengapa kau bertanya kepadaku?" jawabnya, "Aku sedang duduk tenang di dalam
wadah tinta dan tidak berpikir untuk keluar, tetapi mata pena yang tajam itu
menyorengku, lalu mendorongku keluar dan menaburkanku di atas permukaan sang
kertas. Di sana kau dapat melihatku terbaring tak berdaya. Pergilah ke sang pena dan
tanyakan kepadanya."

Sang fakir berpaling kepada sang pena dan bertanya mengapa dia bersikap sewenang-
wenang.

"Mengapa kau menggangguku?" jawab sang pena. "Lihat, siapa aku ini? Tak lebih dari
sebatang buluh yang tiada berarti. Aku waktu itu sedang tumbuh di tepian sungai bening
keperak-perakan, di tengah-tengah pepohonan hijau nan rindang, ketika, kau tahu, sebuah
tangan merentang ke arahku. Sang tangan memegang sebuah pisau. Sang pisau mencabut
akar-akarku, menguliti seluruh batang tubuhku, memisah-misahkan seluruh persendianku,
menumbangkanku, membelah kepalaku, lalu memenggalnya. Aku segera dikirim ke sang
tinta, dan harus mengabdi sebagai pelayan hina-dina. Janganlah kau menambah parah
luka-lukaku. Pergilah ke sang tangan dan bertanyalah kepadanya."

Sang fakir memandang sang tangan, lalu bertanya: "Benarkah itu? Apakah kau demikian
kejamnya?"

"Jangan marah dulu, Tuan," jawab sang tangan. "Aku hanyalah segumpal daging, tulang,
dan darah. Pernahkah Tuan melihat sekerat daging memiliki kekuatan? Dapatkah

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/SangPena.html (1 of 6)15/05/2006 7:48:46


Cerita Pencerah Hati

sebentuk tubuh bergerak dengan sendirinya? Aku hanyalah alat yang digunakan oleh
sesuatu yang disebut vitalitas. Dia menunggangiku dan memaksaku berputar-putar. Tuan
tahu, orang mati mempunyai tangan tetapi tidak dapat menggunakannya karena vitalitas
telah meninggalkannya. Mengapa aku, sebuah alat, mesti dipersalahkan? Pergilah Tuan ke
sang vitalitas. Tanyakanlah kepadanya mengapa dia menggunakanku."

"Kau benar," kata sang fakir, kemudian bertanya kepada sang vitalitas.

"Acap kali pengecam sendiri mendapat kecaman, sementara yang dikecam terbukti tak
bersalah. Bagaimana kau tahu bahwa aku telah memaksa sang tangan? Aku sudah berada
di sana sebelum dia bergerak, dan tidak pernah berpikir untuk menggerakkannya. Aku
tidak sadar dan pemirsa pun tidak sadar akan diriku. Tiba-tiba suatu agen datang
kepadaku dan menggerakkanku. Aku tak punya cukup kekuatan untuk melanggarnya
ataupun kemauan untuk mematuhinya. Mengenai perkara yang membuatmu menegurku,
aku melakukannya sesuai dengan keinginannya. Aku tak tahu siapa agen itu. Dia disebut
sang kemauan dan aku hanya mengenal namanya. Seandainya hal itu diserahkan
kepadaku, kupikir aku tidak akan melakukan apa-apa."

"Baiklah," lanjut sang fakir, "aku akan mengajukan pertanyaan kepada sang kemauan, dan
bertanya kepadanya mengapa dia telah mempekerjakan secara paksa sang vitalitas yang
menurut keinginannya sendiri tidak akan melakukan sesuatu."

"Jangan dulu terlalu terburu-buru," pekik sang kemauan. "Sedapat mungkin aku akan
mengajukan alasan yang cukup memadai. Yang Mulia Pangeran, sang pikiran, mengutus
seorang duta besarnya yang bernama pengetahuan, yang menyampaikan pesannya
kepadaku melalui nalar, berbunyi: 'Bangkitlah, gerakkanlah vitalitas.' Aku terpaksa
melakukannya, karena aku harus patuh kepada sang pengetahuan dan sang nalar, tetapi
aku tak tahu apa alasannya. Selama tidak menerima perintah aku bahagia, tetapi begitu
ada perintah aku tak berani melanggarnya. Apakah sang raja seorang penguasa yang adil
ataukah zalim, aku harus patuh kepadanya. Aku telah bersumpah, selama sang raja ragu-
ragu atau masih merenungkan suatu masalah, maka aku hanya diam saja, siap melayani;
pegitu perintah sang raja disampaikan kepadaku, maka rasa patuh yang memang sudah
menjadi pembawaanku akan segera memaksaku untuk menggerakkan sang vitalitas. Maka
janganlah Tuan mengecamku. Sebaiknya pergilah Tuan menghadap sang pengetahuan dan
mendapatkan keterangan di sana."

"Anda benar," setuju sang fakir, lalu dia meneruskan perjalanan, menghadap kepada sang
pikiran dan para duta besarnya, yaitu pengetahuan dan nalar, untuk meminta penjelasan.

Sang nalar memohon maaf dengan mengatakan bahwa dirinya hanyalah sebuah lampu,
dan dia tidak mengetahui siapa yang menyalakannya. Sang pikiran mengaku tidak
bersalah dengan mengatakan bahwa dirinya hanyalah sebuah tabula rasa. Sedangkan sang
pengetahuan bersikeras menyebut dirinya hanyalah sebuah prasasti, yang baru bisa
digoreskan setelah lampu sang nalar menyala. Maka dia tidak dapat dianggap sebagai
penulis prasasti tersebut, yang kemungkinan merupakan hasil goresan sebuah pena
tertentu yang tidak terlihat.

Sang fakir kemudian menjadi bingung, tetapi setelah berhasil menguasai diri lagi, dia

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/SangPena.html (2 of 6)15/05/2006 7:48:46


Cerita Pencerah Hati

berkata kepada sang pengetahuan: "Aku sedang melakukan perjalanan mencari


penerangan.

Kepada siapa pun aku menghadap dan menanyakan alasan, aku selalu disuruh menghadap
yang lainnya. Meskipun demikian, aku merasa senang dalam pengejaranku ini, karena
semuanya memberikan alasan yang masuk akal. Tetapi, Tuan Pengetahuan, maafkanlah
aku kalau kukatakan bahwa jawaban Tuan tidak memuaskanku. Tuan mengatakan bahwa
Tuan hanyalah sebuah prasasti yang digoreskan oleh sang pena. Aku telah berjumpa
dengan sang pena, sang tinta, dan sang kertas. Mereka masing masing terbuat dari buluh,
campuran warna hitam, dan kayu serta besi. Dan aku pun telah melihat lampu-lampu yang
dinyalakan oleh sang api. Tetapi di sini aku tidak melihat satu pun dari mereka itu,
walaupun Tuan berbicara tentang kertas, lampu, pena, dan prasasti. Tentunya Tuan tidak
sedang bermain-main denganku, bukan?"

"Tentu, tidak," timpal sang pengetahuan. "Aku berbicara dengan sebenar-benarnya. Tetapi
aku dapat memahami kesulitanmu. Bekal yang kau bawa hanya sedikit, kuda yang kau
tunggangi sudah letih, dan perjalanan yang kau tempuh cukup jauh dan berbahaya.
Hentikanlah perjalananmu ini, karena aku khawatir kau tidak akan dapat berhasil. Tetapi,
bagaimanapun, jika kau sudah "siap menanggung risiko, maka dengarkanlah.

Perjalananmu mencakup tiga wilayah. Pertama, alam dunia. Benda-benda di dalamnya


adalah pena, tinta, kertas, tangan dan sebagainya, seperti yang telah kau lihat tadi. Yang
kedua adalah alam langit, yang akan mulai kau masuki bila kau telah meninggalkanku. Di
sana aku akan menjumpai puncak-puncak awan yang padat, sungai-sungai yang luas dan
dalam, dan gunung-gunung yang menjulang tinggi tak terdaki, yang aku tak tahu
bagaimana kau akan mampu mendakinya. Di antara kedua alam ini terdapat alam ketiga
sebagai wilayah perantara, yang disebut alam gejala. Kau telah melampaui tiga lapis di
antaranya, yaitu vitalitas, kemauan, dan pengetahuan. Dengan tamsil dapat dikatakan:
orang yang sedang berjalan, ia masih berada di alam dunia: jika ia sedang berlayar pada
sebuah kapal maka ia mulai memasuki alam gejala: jika ia meninggalkan kapal tersebut
lalu berenang dan berjalan di atas air, maka ia telah dianggap berada di alam langit. Jika
kau belum tahu bagaimana caranya berenang, maka kembalilah. Sebab daerah perairan
dari alam langit itu bermula dari saat kau muiai dapat melihat pena yang menulis pada
lembaran hati. Jika kau bukan orang yang diseru: Wahai iman yang kecil, mengapa kau
ragu-ragu?1) maka bersiap-siaplah. Sebab dengan iman kau tidak hanya akan berjalan di
atas lautan tetapi kau akan terbang di angkasa."

Sang fakir kelana kemudian terdiam sejenak, lalu memandang sang pengetahuan dan
mulai berkata: "Aku sedang mengalami kesulitan. Bahaya-bahaya yang menghadang pada
jalan yang telah Tuan gambarkan itu membuat hatiku kecut, dan aku tak tahu apakah aku
cukup kuat menghadapinya dan berhasil pada akhirnya."

"Ada ujian untuk mengetahui kekuatanmu," kata sang pengetahuan. "Bukalah matamu
dan pusatkan pandanganmu padaku. Jika kau dapat melihat pena yang menulis pada sang
hati, kukira kau akan mampu melangkah lebih jauh lagi. Sebab orang yang mampu
menyeberangi alam gejala, lalu ia mengetuk pintu alam langit, maka ia akan dapat melihat
pena yang menulis pada hati."

Sang fakir mengikuti nasihat tersebut, tetapi ia tidak dapat melihat pena itu, karena

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/SangPena.html (3 of 6)15/05/2006 7:48:46


Cerita Pencerah Hati

pandangannya tentang pena adalah tidak lain dari pena yang terbuat dari buluh atau kayu.
Lalu sang pengetahuan memperhatikan dirinya sambil berkata: "Di sanalah kesulitannya.
Tidakkah kau tahu bahwa perabot rumah tangga sebuah istana. menunjukkan kedudukan
pemiliknya? Tiada satu pun di alam semesta ini menyerupai Allah,2) oleh karenanya sifat-
sifat-Nya pun transendental. Dia tidak berbentuk dan tidak pula menempati ruangan.
Tangan-Nya bukanlah segumpal daging, tulang dan darah. Maka pena-Nya pun tidaklah
terbuat dari buluh ataupun kayu. Tulisan-Nya bukan lah dari tinta yang keluar dari benda
tajam dan runcing. Namun banyak orang dengan bodohnya tetap berpegang pada
pandangan yang menyamakan Dia dengan manusia. Hanya sedikit yang menghargai
konsepsi yang secara transendental murni tentang Dia, dan percaya bahwa Dia tidak
hanya berada di atas segala batas kebendaan tetapi bahkan berada di atas segala batas
perumpamaan. Tampaknya kau masih terombang-ambing di antara dua pandangan, karena
di satu pihak kau beranggapan bahwa Allah itu tidak bersifat kebendaan, bahwa kata-kata-
Nya tidak bersuara dan tidak berbentuk; di lain pihak kau tak dapat meningkat pada
konsepsi transendental tentang tangan, pena dan kertas-Nya. Apakah kau kira makna dari
Hadis, 'Sesungguhnya Allah menciptakan Adam menyerupai Citra-Nya' itu terbatas pada
wajah manusia yang tampak saja? Tentu tidak; sifat batin yang dapat dilihat dari
pandangan batin sajalah sesungguhnya yang dapat disebut citra Allah.3) Namun demikian,
dengarkanlah: Engkau kini berada pada gunung yang suci, tempat suara gaib dari hutan
yang terbakar berkata: 'Aku adalah Aku;4) sesunqguhnya Aku adalah Tuhanmu, maka
tanggalkanlah kedua terompahmu.5)

Sang fakir, yang sedang mendengarkan dengan terkagumkagum itu, tiba-tiba melihat
seolah-olah ada seberkas sinar, kemudian tampaklah pena yang bekerja menuliskan pada
hati, tiada berbentuk. "Beribu-ribu terima kasih kuucapkan kepadamu, wahai
Pengetahuan, yang telah menyelamatkanku dari kejatuhan ke dalam jurang kemusyrikan.
Terima kasih kuucap kan dari lubuk hatiku yang paling dalam. Aku telah menunda-nunda
waktu, maka kini kuucapkan selamat tinggal!" Kemudian sang fakir melanjutkan kembali
perjalanannya. Berhenti sejenak ketika melihat kehadiran sang pena yang tak tampak itu.
Dengan sopan ia bertanya seperti dahulu: "Kau sudah tahu jawabanku," jawab sang pena
yang misterius itu. "Kau tentunya tidak dapat melupakan jawaban yang diberikan
kepadamu oleh sang pena di alam bumi sana."

"Ya, aku masih ingat," jawab sang fakir, "tetapi bagaimana mungkin jawabannya bisa
sama, karena tidak ada kemiripan antara kamu dengan sang pena yang di sana itu."

"Kalau demikian, tampaknya kau telah melupakan hadits: 'Sesungguhnya Allah


menciptakan Adam menyerupai citraNya'.

"Tidak, Tuan," sela sang fakir, "Aku telah menghapalkannya." "Dan kau pun telah
melupakan ayat suci Al-Quran: 'Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya:6)

"Tentu, tidak," seru sang fakir, "Aku dapat mengulang-ulang seluruh isi Al-Quran di luar
kepala."

"Ya, aku tahu, dan karena kini kau sudah memasuki pelataran suci dari alam langit, maka
aku pikir aku dapat dengan aman mengatakan bahwa sesungguhnya kau telah mempelajari
makna ayat-ayat tersebut dari sudut pandang yang negatif. Namun sebenarnya ayat-ayat

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/SangPena.html (4 of 6)15/05/2006 7:48:46


Cerita Pencerah Hati

tersebut memiliki nilai positif juga, dan harus digunakan sebagai sesuatu yang
membangun pada peringkat ini7) Lanjutkanlah terus perjalananmu dan kau akan
memahami apa yang kumaksudkan."

Sang fakir memandangi dirinya dan menemukan dirinya itu memantulkan sifat Tuhan
Yang Maha Kuasa. Segera ia menyadari adanya kekuatan yang tersimpan di balik
pernyataan sang pena yang misterius itu, tetapi dengan dorongan sifat ingin tahunya ia
hampir saja mengajukan pertanyaan tentang Yang Maha Suci, ketika suatu suara bagaikan
halilintar yang memekakkan telinga terdengar dari atas, berkumandang: "Ia tidak ditanya
tentang perbuatannya, tetapi perbuatannya itulah yang akan ditanya." Dengan diliputi
keterkejutan, sang fakir menundukkan kepalanya penuh khidmat tanpa sepatah kata pun.

Tangan Allah Yang Maha Pengasih merentang ke arah sang fakir yang tiada berdaya itu;
ke dalam telinganya dibisikkanlah nada-nada suara merdu merayu: "Dan orang-orang
yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada
mereka jalan menuju Kami. " (QS 29:64)

Setelah membuka kedua matanya, sang fakir mengangkat kepalanya dan menghadapkan
hatinya dengan penuh khusyuk dalam doa: "Mahasuci Engkau, wahai Allah Yang Maha
Kuasa: segala puji bagi nama-Mu, wahai Tuhan seru sekalian alam! Mulai saat ini aku tak
akan lagi takut pada segala makhluk, kuserahkan seluruh kepercayaanku kepada-Mu,
ampunan-Mu adalah pelipur laraku, rahmat-Mu adalah tempatku berlindung."

(Mudah-mudahan, dengan mengingat keesaan Allah, masalah tersebut akan menjadi jelas).

Dikutip dari buku : Rahasia-Rahasia Ajaran Tasawuf Al-Ghazali, Oleh Syed Nawab Ali,
penerbit Gema Risalah Press, 110 halaman, pada 12 Maret 1995 harganya Rp1500.-

Catatan:

1) St. Matthew, XIV 53-31: "Dan peda perempat malam ia menghampiri mereka, berjalan
di atas laut. Dan ketika murid-muridnya melihat ia berjalan di laut, mereka menjadi
gempar dan berkata telah melihat hantu, lalu mereka berteriak ketakutan. Namun sejurus
kemudian Yesus berfirman kepada mereka: 'Berbuat baiklah, bergembiralah, inilah Aku,
janganlah takut.!"

Kemudian Peter menjawab: Tuhan, kalau benar itu Engkau, izinkanlah aku mendekati-Mu
di atas air.' Dan Peter turun dari perahu lalu berjalan di atas air untuk menghampiri Yesus.
Namun ketika melihat angin ia merasa takut, lalu ketika mulai tenggelam ia berkata:
'Tuhan, tolonglah aku; Dan dengan serta-merta Yesus mengulurkan tangan-Nya, Ialu
mengangkat tubuhnya dan berfirman: 'wahai orang yang kurang beriman, mengapa kau
ragu-ragu."

2) Cf. AI-Quran, 42: 11: 'Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

3) Cf. Genesis, I. 27.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/SangPena.html (5 of 6)15/05/2006 7:48:46


Cerita Pencerah Hati

4) Exodus, III, 14.

5) Al-Quran 20: 12. Pada umumnya ditafsirkan bahwa Musa dalam ayat ini diperintahkan
meninggalkan "kedua terompahnya" untuk menghormati 'tempat suci, Thuwa, Namun
Razi dalam ulasannya menyebutnya sebagai sebuah ungkapan dan mengatakan bahwa
bahasa Arab menggunakan kata Na'al (sepatu) untuk menyebut istri dan keluarga.
Perintah untuk menanggalkan sepasang terompah Musa itu oleh karenanya merupakan
sebuah ungkapan metaforis agar ia mengosongkan hatinya dari perhatiannya terhadap
keluarga? lihat Tafsir-i-Razi, Jilid V1, 19, edisi Istambul.

6) Al-Quran. 39; 67. Ayat lengkapnya berbunyi: "Dan mereka tidak mengagungkan Allah
dengan pengagungan yang semestinya: padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya
pada hari kiamat den langit digulung dengan tangan kanan-nya; Maha Suci Tuhan dan
Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan."

7) Al-Ghazali telah membicarakan masalah ini secara lengkap dalam bukunya yang
berjudul Iljam al-Awam, Dikatakannya bahwa setiap benda mengalami empat tahap
keberadaan. Ia menggambarkan sebagai berikut; "Api" adalah yang (1) tertutis pada
kertas; (2) diucapkan sebagai api; (3) membakar; dan (4) dicerap oleh akal mudah
terbakar. Dua tahap yang pertama pada dasarnya bersifat konvensional tetapi mengandung
nilai pendidikan. Demikian pula halnya, pemanusiaan ayat-ayat suci Al-Quran hendaknya
ditelaah berdasarkan keempat tahap tersebut di atas.

Sumbangan dari: Sunari <sunari@ssp.co.id>

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/SangPena.html (6 of 6)15/05/2006 7:48:46


Cerita Pencerah Hati

Funny

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

● Funny how a $20 (+/- Rp.170.000) bill looks so big when you take it to Mosque,
but so small when you take it to the market.
● Funny how long it takes to do Zikr for an hour, but how quickly a team plays 60
minutes of basketball.
● Funny how long a couple of hours spent at Mosque are, but how short they are
when watching a movie.
● Funny how we can't think of anything to say when we pray, but don't have
difficulty thinking of things to talk about to a friend.
● Funny how we get thrilled when a baseball game goes into extra innings, but we
complain when a "Taraweh" during Ramadhan is longer than the regular time.
● Funny how hard it is to read a Para in the Quran, but how easy it is to read 100
pages of a best selling novel.
● Funny how people want to get a front seat at any game or concert, but scramble to
get a back row at mosque so that it is easy to scramble out.
● Funny how we need 2 or 3 weeks advance notice to fit a Mosque event into our
schedule, but can adjust our schedule for other events at the last moment.
● Funny how hard it is for people learn a simple Preaching well enough to tell others,
but how simple it is for the same people to understand and repeat gossip.
● Funny how we believe what the newspaper says, but questions what the Quran
says.
● Funny how everyone wants to go to heaven provided they do not have to believe,
or to think, or to say, or do anything.
● Funny how you can send a thousand 'jokes' through e-mail and they spread like
wildfire, but when you start sending messages regarding the Lord, people think
twice about sharing.

FUNNY, ISN'T IT?


Are you laughing?
Are you thinking?

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Funny.html (1 of 2)15/05/2006 7:48:53


Cerita Pencerah Hati

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Funny.html (2 of 2)15/05/2006 7:48:53


Cerita Pencerah Hati - Kontemporer

Mawar Senja Gugur Kelopaknya (1/2)


oleh Ema Kaysi

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Selembar surat bersampul biru muda jatuh di pangkuan Nur. Saat itu senja merona
bersemburat cahaya jingga di ufuk barat. Sekelompok burung pipit terbang melintasi
anjungan. Angin semilir meniup kelopak flamboyan, mahkotanya berhamburan mencium
bumi.

Dulu, Nur paling benci bila dikatakan bagai flamboyan. Pohon yang tinggi tegar berbunga
kecil yang mudah gugur, ibarat gadis angkuh yang mudah patah hati.

"Hush, tidak boleh mencela makhluk Tuhan." Si Mas bilang, "Mungkin kamu
memandangnya dari sudut yang berbeda. Bagi saya, flamboyan itu memberi kesejukan.
Coba kalau seisi taman dipenuhi mawar. Bagaimana kita bisa duduk sambil berteduh
seperti hari ini."

Ah si Mas bisa saja. Biasanya Nur mendebat dengan berbagai argumen. Tapi ujungnya
sama saja, si mas akan bilang "Saya kan tidak bilang kalau kamu seperti flamboyan."
Biasanya lagi, Nur masih memprotes juga. "Jadi maumu apa?" tanya si Mas akhirnya.
"Mawar" jawab Nur. Si Mas akan tertawa. "Mau ngomong mawar kok muter-muter soal
flamboyan."

Tapi kali ini Nur tidak berminat untuk bercanda tentang flamboyan dan mawar. Selembar
surat bersampul biru mengusik perhatiannya. Sudah belasan kali surat itu ia baca. Masih
saja Nur tertegun mengikuti baris demi baris kalimat yang ditulisnya. Ada nafas berat
yang dirasakannya dalam isi surat itu.

"Ibarat hari, saya ini sudah hampir senja dik Nur. Bukan saya tidak rela dengan takdir
yang Maha Kuasa, namun saya pun sebenarnya ingin menemukan kesempurnaan dien ini
dengan menjalankan yang separuhnya lagi. Apalagi sejak bapak dan ibu berpulang, saya
tidak lagi mempunyai keluarga tempat kembali. Tiada tempat berbagi, terasa hidup ini
seperti luka yang menganga."

Angan Nur melayang membayangkan sosok Kak Nurul di pedalaman, dalam kesendirian,
bergulat dengan geliat masyarakat Bangkalan selama sepuluh tahun terakhir ini.

Kak Nurul yang dulu bagai sekuntum mawar merekah, lembut dan harum. Indah tanpa
cela. Wanginya tertiup angin hingga ke pelosok kampus dan bilik-bilik masjid. Nur tahu
banyak pria yang memandangnya di kejauhan, mengaguminya dalam diam.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Poligami01.html (1 of 4)15/05/2006 7:48:57


Cerita Pencerah Hati - Kontemporer

Bukan sekali dua Nur terheran-heran mengapa para brothers itu tidak ada yang mau
menikahinya. Apa salahnya menikahi wanita yang begitu "sempurna". Ataukah mereka
hanya berani mengaguminya dari jauh namun takut untuk memetiknya. Takut tertusuk
durikah?

Apakah kepintarannya yang menjadi penghalang, konon kaum pria takut menikahi wanita
yang lebih cerdas dari dirinya. Ataukah kecantikannya yang dikhawatiri mendatangkan
cemburu. Atau karena pribadi agungnya yang membuat para brothers merasa ciut di
hadapannya.

Mungkinkah seluruh kelebihan yang bersatu dalam sosok wanita ini membuat para aktivis
da'wah pun takut, takut dengan kesempurnaannya.

"Barangkali belum jodohnya, Dik. Insya Allah kalau sudah saatnya ada juga brother yang
mau meminangnya." Begitu selalu jawaban mas Fatih, suami Nur. Namun saat yang
dinantikan itu belum juga kunjung tiba. Hingga kak Nurul mendapat tawaran untuk
membantu masyarakat Bangkalan, sepuluh tahun yang lalu. Iapun pergi meninggalkan
kampus tempatnya mengajar. Sejak itulah mereka terpisahkan.

Nur memandangi wajah mas Fatih. Di bawah cahaya senja yang merona, ...ah makin
tampan saja ia dengan garis ketuaan yang mulai menggurat di wajahnya.

"Bagaimana mas?" tanya Nur untuk ketiga kalinya. Wajah yang teduh itu tak bergeming.

"Kau serius agaknya, dik" jawabnya.

"Benar. Saya sudah lama memikirkannya" sahut Nur.

"Tapi saya bukan orang yang tepat untuk itu. Saya tidak cukup adil untuk itu."

"Tak ada yang bisa bersikap adil kalau soal perasaan" Nur memotong.

"Secara materi, kau sendiri dan anak-anak pun lebih banyak menahan diri bukan?" si Mas
balik bertanya.

"Saya insya Allah bisa membantumu. Saya bisa mengajar atau kembali seperti dulu."
Jawab Nur.

Melihat Nur bersikukuh, mas Fatih melembut, "bagaimana kalau kita istikharah dulu."
Diusapnya kain yang menutup rambut indah milik Nur.

Hari-hari pun berlalu dalam kepatuhan mengikuti hukum alam. Malam siang datang silih
berganti. Makhluk Allah menapaki hidupnya di bawah naungan sunatuLlah. Susah-senang
hilang timbul bak gelombang laut, datang bergulung lalu pecah di pantai.

Satu musim lewatlah sudah. Di sebuah dini hari yang bening, Nur berjalan mengendap ke
ruang kerja mas Fatih. Lampunya menyala. Berarti semalaman mas Fatih tidak tidur.
Lamat-lamat terdengar suara lirih mas Fatih membaca al Qur'an. Nur beranjak mendekat,

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Poligami01.html (2 of 4)15/05/2006 7:48:57


Cerita Pencerah Hati - Kontemporer

namun malang kakinya tersandung kabel lampu. Ugh ! Ia jatuh terpelanting.

Mas Fatih menghentikan bacaannya.

"Kamu nggak apa-apa dik?" tanya mas Fatih, cemas menghampiri Nur. Yang dihampiri
tersenyum menahan malu dan nyeri.

"Makanya jangan suka mengintip." Mas Fatih menggodanya, seraya menggosok kaki Nur
yang memar. Pipi Nur bersemu dadu saat mas Fatih membantunya duduk di kursi kayu.

Menarik nafas sebentar, lalu Nur membuka percakapan.

"Kopornya sudah saya siapkan, Mas. Jangan lupa sampaikan salam saya buat kak Nurul."

Mas Fatih terdiam. Nur memandangi wajah yang senantiasa nampak ikhlas ini. Mas Fatih
tersenyum lembut.

"Dik, semoga pengorbananmu yang mulia ini membawamu ke tempat terbaik di sisi-Nya.
Tolong doakan agar mas mampu berbuat adil terhadapmu dan anak-anak."

Mata Nur membasah. "Terhadap kak Nurul juga...," ujarnya. "Saya rela,mas, janganlah
khawatir. Saya tahu tidak semua wanita beruntung seperti saya, hidup di sisi orang
sebaikmu." Nur berhenti sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, " Membagi kemurahan
Allah tidak akan mengurangi rahmat-Nya."

Hari itu mas Fatih akan berangkat menuju Bangkalan. Dengan air mata menggenang,
diciumnya kedua anaknya.

"Ayah akan kembali dalam seminggu. Jaga Bunda baik-baik." pesan mas Fatih kepada
kedua balitanya yang masih terlena dibuai mimpi. Nur memberi isyarat dengan tangannya.

"Jangan janjikan mereka dengan sesuatu yang sulit bagimu untuk memenuhinya." ujarnya
setengah berbisik.

"Saya akan memenuhinya, insya Allah" mas Fatih berbalik, menggenggam tangan Nur.
Nur berjalan mengantarnya hingga pagar rumah.

"Jaga diri baik-baik ya dik," pesan mas Fatih.

"Mas juga." Jawab Nur. Tersenyum dengan sepenuh kerelaan hatinya.

****

(Bagian 2)

Date: Mon, 2 Oct 2000 18:22:15 EDT

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Poligami01.html (3 of 4)15/05/2006 7:48:57


Cerita Pencerah Hati - Kontemporer

From: Kaysi99@aol.com
To: lamotta@yogya.wasantara.net.id (Djoko Luknanto)

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Poligami01.html (4 of 4)15/05/2006 7:48:57


Cerita Pencerah Hati - Kontemporer

Mawar Senja Gugur Kelopaknya (2/2)


oleh Ema Kaysi

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Angin pagi memainkan pucuk-pucuk pinus, melambaikan salam perpisahan untuk gelap
malam. Mentari menyeruak, mengirim kehangatan di pagi yang beku. Nur membuka hari
baru dengan hati ringan. Segumpal rasa cemas dihalaunya dengan kepasrahan. Kedua
buah hatinya menjadi penghibur saat sunyi terasa menggigit. Celoteh mereka saat bermain
mengusir galau yang kadang menyelinap di relung hati kecilnya. Dan lagi, merawat kedua
bocah ciliknya sudah cukup menyibukkannya. Anak adalah hiburan, ia adalah cahaya
mata. Nur bersyukur atas karunia yang tidak setiap perempuan merasakannya. Lalu hari
pun terasa beranjak dalam tempo cepat, tiba-tiba sore sudah menjelanga. Malam kembali
datang menggantikan siang. Gelap menyelimuti bumi saat hamba Tuhan melepas
penatnya.

Dan Nur kembali termenung ketika anak-anak mulai terlelap.

Semoga segala sesuatunya berjalan lancar, Nur membatin. Tidak mudah berhadapan
dengan kondisi masyarakat yang belum siap menerima poligami. Anggapan sebagai
langkah tercela dan penghalalan bagi kaum pria yang mengumbar nafsu sudah kadung
meresap dalam pikiran masyarakat. Bukan salah mereka. Kenyataannya lelaki yang
beristeri lebih dari satu adalah kebanyakan mereka yang kurang bertanggung jawab, kalau
bukan para pejabat yang menyeleweng.

Akibatnya banyak isteri yang tersia-sia, menderita di bawah tanggung jawab seorang
lelaki.

Jadilah hukum Allah yang satu ini dianggap tidak relevan dan melukai kaum wanita.
Benarkah begitu? Lalu berapa banyak wanita malang yang tersaruk-saruk mencari
pendamping sementara ratio laki-laki makin mengecil saja.

Apa yang akan terjadi bila solusi menjadi sebuah mimpi buruk di benak kaum hawa. Kak
Nurul hanyalah sebuah contoh dari ribuan kasus serupa. Dan Nur merasa itu berada di
dalam jangkauannya. Nur teringat pertama kali bertemu kak Nurul. Perkenalan itu
bermula setelah kuliah PAI yang menghebohkan di semester pertama.

Nur sendiri sudah mendengar banyak tentang kak Nurul, assisten Farmakologi yang jelita,
mantan mahasiswi teladan yang agamis dan segudang predikat top lainnya. Sementara
Nur baru nongol di Universitas.

Ketika itu dalam sebuah kelas PAI, Pak RN (semoga Allah merahmati beliau),

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Poligami02.html (1 of 5)15/05/2006 7:49:01


Cerita Pencerah Hati - Kontemporer

menguraikan tentang dasar-dasar syariat Islam. Dalam satu kesempatan diskusi


terlontarlah pertanyaan tentang poligami. Dengan sigap Nur mengacungkan jari
memberikan suara persetujuan. Suasana mendadak hening. Karena Nur duduk paling
depan, ia belum sadar apa yang terjadi. Waktu Ia rasakan kesenyapan ini lain dari
biasanya, mulailah Nur mengintip kiri-kanan dan belakang.

Sadarlah Nur kalau dari enam puluh mahasiswa yang mengikuti kuliah PAI ini dialah satu-
satunya yang menyetujui poligami.

Aduh mak, grogi bercampur bingung ketika itu, namun Nur tetap berusaha tegar.

Buntut dari peristiwa tersebut mudah ditebak, Nur pun jadi bulan-bulanan kawan-kawan.
Di antara para cowok mulai menggoda kalau-kalau Nur mau jadi isteri keduanya. Yang
mahasiswi tidak kalah sewotnya, dikatakan bahwa ia heartless, tidak punya perasaan,
ngomong begitu karena belum kawin, coba kalau sudah menikah, dan masih banyak lagi
bantahan mereka.

Nur sendiri berusaha untuk tetap bersikap tenang, ia katakan kalaupun mereka tidak
setuju, itu tidak akan menghapus ta'addud sebagai bagian dari syariat Islam.

Peristiwa heboh itu rupanya membawa berkah tersendiri. Karuan saja kak Nurul
mendatangi Nur.

"Rupanya kita punya nama panggilan yang sama ya dik," sapanya ketika memulai
perkenalan.

Nur hanya terdiam. Dalam hati, malu rasanya membandingkan diri nya dengan wanita
dewasa di depan nya ini. Namun kemudian terjadilah apa yang telah terjadi. Nur dan kak
Nurul menjadi sepasang sahabat yang akrab. Usia bukanlah hambatan, diskusi demi
diskusi tetap hidup dengan jalinan persaudaraan yang penuh makna. Di bawah pancaran
cahaya fajar maupun di keremangan sinar bulan dalam tetesan air wudlu dan lantunan
ayat-ayat suci, Nur merasa hidup ini begitu berarti.

Menjelang pernikahan Nur dengan mas Fatih, Nur memberanikan diri bertanya "Mengapa
kak Nurul belum menikah. Bukankah usia kak Nurul lebih dari cukup?", hari itu
bertepatan dengan tiga puluh tahun usia kak Nurul.

"Jangan tanya saya, dik Nur. Siapa yang tidak ingin membangun surga di istana kecilnya "

Dan kisah malang itu sungguh terjadi. Satu demi satu brothers mundur teratur lantaran
silau berhadapan dengan kak Nurul. Padahal, kurang bagaimana tawadlunya kak Nurul.
Sementara itu usia kak Nurul terus beranjak, para kader muda lebih suka memilih bunga
yang bisa dipetik pagi hari. Kini, siapa yang masih teringat mawar indah di senja hari.
Usia kak Nurul mulai melewati empat puluh tahun. Di Bangkalan sana, ia membaktikan
ilmu dan tenaganya untuk masyarakat papa. Sendiri tanpa sesiapa. Salahkah Nur bila
ingin membagi kebahagiaannya dengan kak Nurul? Dan mas Fatih .ah andai ada seribu
mas Fatih di dunia ini.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Poligami02.html (2 of 5)15/05/2006 7:49:01


Cerita Pencerah Hati - Kontemporer

"... Maukah kak Nurul menjadi kakak Nur di dunia dan akhirat?" itu adalah pertanyaan
Nur di suratnya beberapa bulan yang lalu ketika mas Fatih akhirnya menyerah pada
perjuangan Nur. Lama tak berbalas, hingga akhirnya jawaban didapat juga dari surat kak
Nurul bulan lalu.

"...bagaimanakah mungkin saya menolak permintaan dari seorang adik yang berhati mulia
Sebenarnya ada yang tidak dik Nur ketahui setelah beberapa waktu berselang ini .namun
saya sepenuhnya tawakal..."

Surat terakhir kak Nurul itu ditangkapnya sebagai persetujuan. Maka berangkatlah mas
Fatih pagi itu menuju Bangkalan.

****

Subuh baru saja usai. Nur bersegera melipat rukuhnya ketika bel pintu berdentang,
tergopoh ia berjalan ke arah pintu. Tiba-tiba di dadanya berdebur gelombang. Seperti saat
mula pertama ia bertemu mas Fatih di rumah cinta mereka. Hari ini tepat seminggu mas
Fatih berangkat. Iakah yang datang memenuhi janjinya kepada buah hati mereka? Tiba-
tiba mata Nur basah. Inikah yang namanya haru? Ataukah cinta yang tumbuh di puncak
kerelaan? Pintu terkuak. Benar. Dia mas Fatih. Tapi mengapa ia nampak tidak biasa.
Ataukah Nur yang tiba-tiba jadi perasa. Seakan wajah mas Fatih berselimut duka. Nur
ingin merangkulnya, namun terasa tangannya tertahan. Mas Fatih mengucapkan salam
dengan perlahan. Nur membalasnya tak kalah pelan.

"Mas datang untuk saya atau anak-anak?" Nur mencoba menggoda, mencairkan kebekuan.

"Untuk kita" jawab mas Fatih. Tersenyum, namun berat terasa di dada Nur. Mas Fatih
menggandeng tangan Nur. "Boleh masuk, dik?" kali ini ia yang menggoda. Nur mencolek
pinggang mas Fatih, ditariknya masuk ke dalam rumah. Nur tidak berani membuka
pertanyaan tentang kak Nurul.

"Saya akan ceritakan setelah mandi dan shalat subuh." Mas Fatih seakan mengetahui isi
hati Nur.

Nur hanya mengangguk sebelum beranjak ke dapur meraih secangkir teh manis buat mas
Fatih.

***

"Ketika saya tiba di ujung desa." Mas Fatih memulai ceritanya. "Ratusan penduduk
berbondong-bondong ke arah tempat tinggal kak Nurul. Saya tidak menduga kalau
mereka menyambut saya, saya merasa tidak pantas mendapat sambutan semeriah itu.
Namun hati saya bertanya-tanya apa mungkin kak Nurul telah menceritakan rencana
pernikahannya kepada masyarakat di sana ...?" mas Fatih berhenti sejenak. Nur menahan
nafas.

"Saat saya tiba di rumah kak Nurul yang sederhana, barulah saya menyadari wajah-wajah
yang hadir menampakkan kedukaan. Sayapun bertanya apakah bisa bertemu dengan kak

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Poligami02.html (3 of 5)15/05/2006 7:49:01


Cerita Pencerah Hati - Kontemporer

Nurul. Sebagian yang hadir nampak marah, salah seorang menarik kerah baju saya sambil
mengepalkan tinju, untunglah dilerai oleh seorang bapak yang arif yang ternyata adalah
pak lurah. Ia bertanya siapa saya dan ada perlu apa dengan kak Nurul. Saya katakan
bahwa saya datang dari jauh untuk menikah dengannya. Saya calon pengantinnya. Saat itu
terdengar tangis keras beberapa ibu. Pak lurah merangkul saya dan tak hentinya
menggoyang bahu saya sampai akhirnya saya ditariknya ke dalam rumah. Di tengah
ruangan saya dapati sebuah keranda."

Nur tak tahan mendengar cerita mas Fatih. "Keranda siapa? Dimana kak Nurul waktu
itu?" pertanyaan Nur memburu. Mas Fatih menggenggam tangan Nur.

"Kak Nurul berada di dalam keranda itu, dik ."

"Inna liLlahi wa inna ilaihi rajiun" Jantung Nur serasa terhenti sesaat.

Nur tersentak. Batin Nur terguncang hebat. Lalu Nur tersedu. Mas Fatih mengusap
kepalanya dengan air mata menitik.

"Sabarlah dik sabar"

"Apa yang telah terjadi?" tanya Nur disela isaknya.

"Ada yang tidak kita ketahui tentang kak Nurul." mas Fatih menjelaskan.

Tiba-tiba Nur teringat isi surat terakhir kak Nurul ...

"Sebenarnya ada yang tidak dik Nur ketahui setelah beberapa waktu berselang ini. Namun
saya sepenuhnya tawakal..."

Nur teringat kalimat yang ditulis kak Nurul itu. Ia terkesiap.

"Apa yang tidak kita ketahui mas?" tanyanya.

Mas Fatih menunduk. Jemarinya menghapus ujung sajadah yang terlipat. "Seorang
perawat di puskesmas bercerita kepada pak lurah kalau kak Nurul sudah lama mengidap
kanker stadium akhir, Nur, sudah metastase kemana-mana."

"Ya Allah Saya tidak pernah tahu, " suara Nur bergetar.

"Tidak ada yang tahu, Nur, hingga menjelang kepergiannya kecuali perawat yang
membantu kak Nur di klinik. Saya ikut mengantar dan menguburkan jenazah kak Nurul.
Selepas itu saya menyelesaikan beberapa urusan kak Nurul di sana.

Saya juga pergi ke Surabaya ke tempat dokter yang mendiagnosis kak Nur dengan kanker
payudara sejak lima tahun yang lalu." Lunglai terasa tubuh Nur.

"Kita terlambat, mas. Saya telah melalaikannya " Nur seakan menyesali diri.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Poligami02.html (4 of 5)15/05/2006 7:49:01


Cerita Pencerah Hati - Kontemporer

Mas Fatih membelai kepala Nur dengan lembut.

"Tidak, sayang. Allah lah yang lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Insya Allah niat kita telah dicatat di buku-Nya." ujar mas Fatih. "Semoga Allah membalas
amal shalih kak Nurul dengan sebaik-baiknya. Masyarakat Bangkalan mencintai kak
Nurul karena keikhlasannya membantu mereka ." Mas Fatih berhenti sejenak. Dirogohnya
secarik kertas dari kantung tas pinggangnya.

"Ini ada surat dari mbak Ririn, perawat itu."

Nur membuka surat yang diberikan mas Fatih, "Salam hormat untuk keluarga Bu Nurul.
Ia adalah jiwa yang berbahagia."

Air mata Nur berhamburan. Ia kehilangan mawar senja yang hampir dipetiknya di
pekarangan cinta merekasang Pencipta telah menyuntingnya di taman surga abadi.

...Mawar senja gugur kelopaknya


wangi tersisa di pagi bening
Sesosok cinta menebar air surga
kembali ke bumi, menuju Dia yang abadi

Dalam duka, hati Nur penuh doa. Semoga tempatmu terbaik di sisi-Nya, oh kak Nurul.

Satu hal ia tahu pasti, beribu kak Nurul di bumi ini, namun hanya ada satu mas Fatih.

(selesai)
Ema Kaysi

Date: Mon, 2 Oct 2000 18:22:15 EDT


From: Kaysi99@aol.com
To: lamotta@yogya.wasantara.net.id (Djoko Luknanto)

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Poligami02.html (5 of 5)15/05/2006 7:49:01


Cerita Pencerah Hati - Kontemporer

Polygamy
by Shashel

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Polygamy,
it is not that easy
and mostly not that rosy
makes the wives feel squeezy.

Polygamy,
it is not that easy
and definitely a sunnah of Rasulullah
but behold the warning from ALLAH.

Polygamy,
it is not that easy
mostly to emulate Rasulullah, Alhamdulillah!
again, what about zikrullah and other sunnatullah?

Polygamy,
it is not that easy
two, three or four:- be fair and square overall
for the benefit of one and all.

Polygamy,
it is not that easy
works for some but as for the rest
a cause of much distress? ... only ALLAH knows best!

Polygamy,
it is not that easy
women will surely detest and protest
but please take it as part of THE TEST!

Polygamy,
it is not that easy
just stick to the one and only
if you are trying to be "funny" and not that "lonely"?

Polygamy,
it is not that easy
"too much, too much!" a non-believer stresses
but it is better than keeping a mistress under your mattress

Polygamy,
it is not that easy
till now men find it pleasing and appealing

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Poligami03.html (1 of 2)15/05/2006 7:49:08


Cerita Pencerah Hati - Kontemporer

thus making the women revolting and squealing.

Polygamy,
it is not that easy
surely a way to avoid adultery
Subhanallah, - the difference between a Muslim and his enemy!

Polygamy,
it is not that easy
for me? Are you crazy?
I rather take up origami! ...

Pengarang Asli : Shashel.

Date: Sat, 1 May 1999 09:40:10 +0700


From: "Rahmanto-Amin.Jatmiko" <Rahmanto-Amin.Jatmiko@unilever.com>
To: "is-lam@isnet.org" <is-lam@isnet.org>

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Poligami03.html (2 of 2)15/05/2006 7:49:08


Daftar Isi

Daftar Isi

Selamat datang
Disclaimer
Isi Lengkap
Jawa

Tindakan
Ngunthal ndonya
Jagongan
Esuk tempe
Keroncong

Links
ISNET Homepage, MEDIA Homepage, Program Kerja, Koleksi, Saran

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/visual/toc.html15/05/2006 7:49:12
Pustaka Online Media ISNET - Jalan Sufi

Pencerah Hati
Karikatur, gambar dengan sejuta arti

Motivational
"Casanopa lali keluwarga"

"Who sows the wind, will reap the whirlwind"


Setiap tindakan akan selalu bergandeng dengan tanggung jawabnya

diambil dari postcard: kTOo, produk kreatif

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2000.


Hak cipta © dicadangkan.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/visual/tindakan.html15/05/2006 7:49:19
Pustaka Online Media ISNET - Jalan Sufi

Pencerah Hati
Karikatur, gambar dengan sejuta arti

Ojo ngunthal ndonya


"Aja nguntal negara"

"Grasp all, lose all"


Seorang yang terlalu tamak, kemungkinan tidak akan mendapatkan semuanya

diambil dari postcard: kTOo, produk kreatif

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2000.


Hak cipta © dicadangkan.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/visual/ngunthal.html15/05/2006 7:49:30
Pustaka Online Media ISNET - Jalan Sufi

Pencerah Hati
Karikatur, gambar dengan sejuta arti

Jagongan

"A real friend warms you by their presence"


Seorang kawan sejati akan menghangatkan suasana dalam tiap kehadirannya

diambil dari postcard: kTOo, produk kreatif

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2000.


Hak cipta © dicadangkan.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/visual/jagongan.html15/05/2006 7:49:37
Pustaka Online Media ISNET - Jalan Sufi

Pencerah Hati
Karikatur, gambar dengan sejuta arti

Esuk tempe sore dele

"Better an open enemy than a false friend"


Pura-pura menjadi teman lebih berbahaya dari musuh

diambil dari postcard: kTOo, produk kreatif

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2000.


Hak cipta © dicadangkan.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/visual/esuktempe.html15/05/2006 7:49:40
Pustaka Online Media ISNET - Jalan Sufi

Pencerah Hati
Karikatur, gambar dengan sejuta arti

Java Rock Orchestra


"Jawa Rok Horkestra"

"It is a poor heart that never rejoices"


Bagaimanapun buruk keadaan yang dihadapi, pasti ada waktu untuk bergembira

diambil dari postcard: kTOo, produk kreatif

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2000.


Hak cipta © dicadangkan.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/visual/javarock.html15/05/2006 7:49:43
Pustaka Online Media ISNET - Jalan Sufi

Pencerah Hati
Karikatur, gambar dengan sejuta arti

● Karikatur dan pencerah hati, gaya Punakawan Pendawa yang ditampilkan secara
kreatif,diambil dari postcard: kTOo, produk kreatif

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2000.


Hak cipta © dicadangkan.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/visual/isi.html15/05/2006 7:49:46
Pustaka Online Media ISNET

Pencerah Hati
Karikatur, gambar dengan sejuta arti

Komite Media ISNET


(media@isnet.org)

Isi artikel yang ditayang dalam homepage ini tidak menggambarkan opini/pendapat
Komite Media ISNET, namun merupakan opini/pendapat masing-masing pengarang.
Penggunaan dan penyebaran artikel dari situs ini untuk tujuan komersial tidak
dibenarkan. Selain pengarang dan penerbit artikel, mohon disebut URL Media ISNET
jika mengutip artikel dari situs ini.

Bagi para pemegang copyright artikel yang ditayang di situs Media ISNET ini, jika
keberatan atas pemasangan artikel terkait, mohon mengajukan keberatan kepada Komite
Media ISNET agar artikel terkait diturunkan dari situs ini.

Indeks artikel kelompok ini

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2002.


Hak cipta © dicadangkan.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/visual/Disclaimer.html15/05/2006 7:49:48
Cerita Pencerah Hati

Kerinduan
oleh Mohammad Sobary

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dan semoga kerinduan ini


Bukan jadi mimpi di atas mimpi (Ebiet G. Ade)

Fariduddin Attar, guru Jalalluddin Rumi, penyair dan sufi terbesar dari Persia,
menuturkan kerinduan sekelompok burung terhadap raja mereka. Maka, mereka pun
sepakat menunjuk Hud-hud, burung yang bijak, sebagai pemimpin.

Hud-hud memberi tahu, yang mereka cari itu burung Simurgh, dalam bahasa Persi, artinya
tiga puluh burung, yang hidup tersembunyi di gunung Kaf, tempat yang jauh, dan
berbahaya. Untuk mencapai tempat itu mereka harus menempuh lima lembah dan dua
gurun sahara.

Mendengar cerita itu, mereka yang berjiwa lemah, yaitu Nuri, Merak, Angsa, Bangau, Bul-
bul, dan burung Hantu, mengemukakan berbagai alasan untuk tidak ikut.

Si Nuri yang egois, memilih mencari ”cawan suci”, Merak, si burung surga, lebih baik
menanti panggilan kembali ke surga, Bul-bul, yang merasa memahami rahasia cinta,
menumpahkan cintanya pada bunga mawar, dan Bangau, pencinta air, membual:

”Cintaku pada air membuatku selalu termenung di tepi pantai, namun aku toh tak setitik
pun meminum airnya, karena khawatir begitu aku minum, samodra raya itu langsung
kering kerontang.”

Hud-hud memberi rangsangan dengan cerita mengenai petualangan menarik dalam


perjalanan ke Gunung Kaf, di istana raja mereka.

Karena itu, perjalanan pun dimulai. Tapi baru saja menempuh dua lembah, mereka
mengeluh, dan merasa gentar membayangkan perjalanan selanjutnya.

Satu-satunya jalan agar mereka mengerti dan sadar, Hud-hud, harus terus terang bahwa
mereka harus menempuh tujuh lembah dan gurun, yang semuanya memikat, simbolik, dan
bermakna secara rohaniah. Burung-burung itu pun merasa gembira dan bersemangat lagi.

Kali ini korban berjatuhan. Ada yang mati karena udara sangat panas, ada yang tenggelam
di laut, ada yang kelelahan, ada yang kehausan tak berdaya. Dan ada pula yang tersesat.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Rindu.html (1 of 3)15/05/2006 7:50:08


Cerita Pencerah Hati

Sisanya tetap meneruskan perjalanan hingga tiba di Gunung Kaf yang mereka impikan. Di
pintu gerbang mereka diperlakukan kasar oleh para penjaga. Tapi mereka sudah terbiasa
dengan kesukaran. Maka, pelayan pun menjemput, dan menunjukkan mereka jalan ke
ruang Baginda.

Di dalam, burung-burung itu keheranan karena mereka memasuki ruang hampa, luas tak
terbatas. Dalam termangu mereka saling memandang. Di mana Baginda raja yang mereka
rindukan? Di sana mereka temukan Simurgh, tiga puluh burung, yang ternyata diri mereka
sendiri.

Dalam kerinduan mencari sang raja, ternyata mereka hanya menemukan diri mereka
sendiri.

”Sang raja tersingkap di dalam cermin kalbu-kalbu mereka sendiri,” kata Attar.

Fariduddin Attar memesona kita. Dengan fabel itu, ia sebenarnya bicara perkara yang
sangat dalam dan rumit, mengenai gejolak kalbu, yang diharu-biru rasa rindu. Ini potret
kerinduan khas kaum sufi untuk bisa berkhidmat, dan memperoleh momen puitik, dan
istimewa: berduaan dengan sang pencipta, untuk mempersembahkan ketulusannya sebagai
seorang hamba sahaya.

”Di pintumu aku mengetuk / aku tak bisa berpaling” kata Chairil Anwar.

”Di mana kau / rupa tiada, hanya kata merangkai hati” kata Amir Hamzah.

”Betapa gurun merindukan cinta sejumput rerumputan / Rumput menggeleng, tertawa,


dan berlalu” kata Tagore.

”Keberadaan lahir / Ketika kita jatuh cinta pada ketiadaan” kata Rumi.

Ketiadaan di sini bukan kehampaan, bukan ”emptiness”, bukan ”nothingness”. Ketiadaan


ini justru wujud eksistensi. Dalam logika dan kosmologi Jawa ini makna ungkapan
”suwung ning isi”, kosong tapi isi yang terkenal itu.

Mencari galih kangkung, dan tapak Kuntul (burung Blekok) melayang, dalam kosmologi
Jawa dianggap simbolisasi pencarian akan makna paling hakiki dalam hidup manusia:
momen puitik untuk menyatu, manunggal rasa, manunggal karsa dengan ”Baginda”.
Mencari tapak Kuntul melayang bukan sebuah kemustahilan.

Para empu dalam bidang ”seni kehidupan”, yaitu para wali, para nabi, dan orang-orang
suci, masing-masing pernah disergap kerinduan yang sangat pekat, dan menemukan diri
menjadi hati Tuhan, tangan Tuhan, dan sarana Tuhan untuk menciptakan keadilan di
bumi. Mereka ibarat hanya bayangan yang tak ada tapi nyata gunanya.

”Lilin dibuat untuk menjadi nyala / Dalam suatu saat penghancuran / Yang tak
menyisakan bayangan” kata Rumi.

Kerinduan, bagi yang pernah, dan masih rindu, tak akan sekadar menjadi mimpi di atas

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Rindu.html (2 of 3)15/05/2006 7:50:08


Cerita Pencerah Hati

mimpi, yang dikhawatirkan Ebiet. Kerinduan terobati, bukan hanya saat kita bisa bertemu,
melainkan juga saat kita merasa pasrah untuk ”menjadi”, termasuk sekadar menjadi
sebatang lilin kecil, yang nyala kecilnya, menembus gelap di lorong-lorong jiwa kita.

Artikel asli: Kompas, Minggu 6 November 2005, Asal-usul

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/Rindu.html (3 of 3)15/05/2006 7:50:08


Cerita Pencerah Hati

Bersih Desa
oleh Mohammad Sobary

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

PARA tokoh desa sudah duduk bersila di atas panggung yang dibangun dengan atap tenda
di bawah pohon besar yang tampak berwibawa dan memancarkan pesona magis. Di pohon
besar itu --menurut kepercayaan setempat-- bersemayam danyang, pepunden, atau leluhur,
atau roh penjaga desa. Dialah yang pada siang itu, dan malam nanti, ketika pertunjukan
wayang kulit berlangsung, yang menjadi pusat perhatian seluruh penduduk desa.

Rombongan tamu --para priyayi Solo-- satu per satu menyusul dengan tertib ke panggung.
Ada Sardono W. Kusumo, ada sejarawan Soedarmono, ada psikolog Yayah Kisbiyah, ada
Taufik Rahzen, sejumlah aktivis LSM, para seniman, juga dosen-dosen, dan sejumlah
wartawan. Saya pun hadir. Di sana saya orang asing. Minat saya besar untuk mengikuti
upacara tradisional desa itu. Orang menyebut acara --yang diadakan tiap tahun sekali-- itu
"bersih desa". Biarpun secara kultural saya sudah tercabut dari desa sejak kelas satu SMP,
saya ingat di kampung saya acara itu tak ada.

Bacaan antropologi berjasa menyambungkan kembali saya dengan akar kebudayaan desa
yang terputus tadi. Dan saya kira Ben Anderson dan Geertz, yang mengembalikan saya
menjadi orang Jawa yang agak tahu tentang kebudayaan Jawa.

***

KARANGPANDAN, tempat upacara bersih desa itu berlangsung, terletak di lereng barat
kaki Gunung Lawu. Udara masih terasa agak sejuk. Aroma pedesaan masih sangat kentara.

Hidangan untuk kami pun khas desa: gethuk (dari singkong) dan ubi goreng. Keduanya
masih hangat. Juga teh manisnya. Sambil menikmati gethuk saya mengamati para warga
desa, terutama perempuan, berdatangan membawa sesajen, ditaruh di bawah pohon besar
itu. Sesajen terdiri dari nasi tumpeng dan nasi biasa, dengan aneka macam lauk-pauk. Ada
pula sambal kerecek dan ayam goreng. Di kampung saya, ayam goreng macam itu dulu
cuma bisa ditemui setahun sekali tiap ada hajatan penting.

Di bawah pohon itu sesajen berderet makin panjang dan makin bervariasi. Para antropolog
memandang peristiwa itu sebagai momentum simbolik. Tetapi, bagi para pelakunya,
peristiwa kebudayaan itu konkret. Dalam wawasan dan kesadaran kosmologi mereka,
sesajen itu bentuk persembahan konkret. Makanan itu secara wadag memang dibawa
pulang kembali dan menjadi berkah bagi semua anggota keluarga, atau siapa saja yang
turut makan. Tetapi para pepunden atau danyang sudah menikmati inti sarinya.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/BersihDesa.html (1 of 3)15/05/2006 7:50:12


Cerita Pencerah Hati

Bagi para pelakunya, berkah itu pun bukan cuma artikulasi simbolik tetapi nyata. Mereka
percaya setelah melakukan sesajen hidup lebih tenteram, lebih secure. Sebaliknya, bila
upacara tak diadakan, gangguan-gangguan bisa muncul dan membikin hidup kehilangan
unsur security-nya.

Peneliti asing tanpa keraguan sedikit pun menyebut peristiwa macam ini sebagai ekspresi
keagamaan orang Jawa. Memang dalam kacamata antropologi, ini bagian sistem religi
atau kepercayaan. Saya kira, lebih tepat jangan diterjemahkan menjadi agama. Ia bagian
dari wujud kesadaran kosmologi yang jauh beda dibanding agama (tiga agama besar yang
diturunkan Tuhan lewat malaikat untuk para nabi dan pengikut mereka, dan bagi manusia
pada umumnya).

Dalam kesadaran kosmologi orang Jawa, lelembut, danyang, dan makhluk halus dianggap
sesuatu yang "nyata". Mereka ada di sekitar kita. Mereka pun dianggap perlu "ruang" atau
"akomodasi" dan hidup berdampingan dengan kita. Agar mereka tak mengganggu kita,
maka diperlukan sejenis "traktat". Dan wujud "traktat" itu tampak dalam tradisi "bersih
desa" tadi. Ini wacana kebudayaan yang hidup dan berkembang di desa. Bahkan mungkin
otomatis menjadi salah satu elemen "roh" desa. Dia bagian dari kajian antropologi yang
memikat.

Apa fungsi "bersih desa" sebagai "traktat" yang meliputi hidup warga desa-orang,
manusia-dengan "lelembut" atau "danyang" tadi?

Saya kira fungsinya untuk mewujudkan harmoni, rukun, dan guyub antar tiap unsur di
dalam power relations kedua belah pihak. Untuk apa? Jelas untuk mewujudkan gagasan
"koeksistensi" damai antara semua aktor yang terlibat. "Koeksistensi" damai itu akan
bertahan bila tiap pihak sadar bahwa mereka harus berbagi ruang "budaya" secara adil dan
manusiawi.

Keadilan dalam pembagian ruang "budaya" itu menjadi peneguh kohesi sosial agar
konflik tak terjadi. Sekali lagi cita-cita untuk harmoni, guyub, dan rukun tadi dengan
begitu lalu terwujud. Si danyang tidak usil, tidak mengganggu, dan si manusia tak
menyimpang dari keteraturan kosmologis yang namanya "tradisi bersih desa" tadi.

***

TRADISI yang hidup di tingkat lokal dan yang kelihatannya cuma kesibukan rutin biasa
di desa, saya kira bisa memberi kita refleksi dan perenungan politik bagi kepentingan di
luar kolektivitas desa bersangkutan. Apa yang cuma lokal itu diam-diam bisa
menyumbang kepentingan lebih luas pada tingkat nasional? Apa sumbangan nasionalnya?
Kita bisa menggagas dan menerapkan tradisi "bersih desa" menjadi --boleh saja-- "bersih
nasional" atau "bersih negara".

Ajaran apa yang dari sana bisa diteladani dan dikembangkan di tingkat nasional saat ini?
Mungkin, khususnya, semangat rukun, guyub, dan relasi harmonis antarsemua kekuatan
sosial, politik, ekonomi, dan budaya, yang sedang berserak-serak dan dalam situasi
disintegrasi sosial ini. Kita bisa belajar dari desa prinsip berbagi ruang "budaya" secara
adil. Kita bisa meniru orang desa untuk mewujudkan gagasan "koeksistensi damai"
dengan semua kekuatan sosial, politik, dan budaya yang ada di tengah atau di sekitar kita.

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/BersihDesa.html (2 of 3)15/05/2006 7:50:12


Cerita Pencerah Hati

Disintegrasi sosial dan aneka corak ketegangan, Insya Allah semoga otomatis teratasi oleh
semangat koeksistensi damai tadi. Meneladani semangat ini saya tunjuk dengan, dan
bukan bentuk lahiriahnya, karena saya kira akan banyak orang yang keberatan dari sudut
agama. Tetapi, sekali lagi, hal ini urusan lain. Kita sedang bicara perkara kebudayaan dan
bukan urusan agama. Maka, di bidang kebudayaan, bila dengan lelembut atau danyang
saja orang desa mau berbagi ruang demi harmoni dan rukun, dan guyub, orang kota,
tokoh-tokoh, yang pandai dan peduli pada masa depan bangsa, mengapa tak mungkin atau
tak mau berjuang demi koeksistensi damai, demi harmoni, dan rukun bagi segenap
kekuatan dalam masyarakat? Negara, saya kira, wajib bersih dari dengki, iri, dendam, dan
keserakahan.

"Bersih desa" mungkin sebuah sukma kehidupan yang dengan sendirinya bisa merayap
jauh ke tatanan "bersih negara.

Date: Sun, 9 May 1999 08:04:39 +0900


From: "drajad" <oein@ma3.seikyou.ne.jp>

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/BersihDesa.html (3 of 3)15/05/2006 7:50:12


Cerita Pencerah Hati

Hidup Syahid
oleh Mohammad Sobary

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Seorang pluralis tidak lahir dengan sendirinya. Pluralis, sebagai sifat, maupun watak,
terbentuk oleh sebuah proses belajar yang panjang, dan mungkin melelahkan.

Jadi, pluralis itu hasil ciptaan yang belum tentu sudah jadi. Tak ada pluralis yang bersifat
become dan mapan. Sifat, atau watak, itu masih terus-menerus dalam penciptaan. Dan
mungkin dirawat terus-menerus agar bisa tetap konsisten.

Untuk menjadi pluralis, tak jarang diperlukan pengorbanan. Ia bisa dikucilkan teman-
temannya sendiri, atau diejek, dibenci, dan secara kultural tak lagi dianggap sebagai
anggota kelompok.

Sang pluralis juga bisa diancam hukuman mati oleh suatu pusat kekuasaan atau oleh
orang-orang yang merasa mendapat limpahan kewenangan langsung dari Tuhan biarpun
sebenarnya Tuhan tak pernah membisikkan apa pun kepadanya. Di mana-mana orang
seperti itu kelihatannya selalu ada dan membuat orang lain takut atau cemas.

Bagi mereka yang berjuang dengan penuh kesadaran, risiko seperti itu sudah mereka
perhitungkan dan mereka antisipasi sebagai kemungkinan buruk yang bisa muncul.
Mungkin, akhirnya ia tak takut akan ancaman hukuman mati karena ia tahu yang
dihadapinya mati syahid, mati di jalan Tuhan. Di banyak kelompok, mati syahid
dirindukan. Ini sebuah kematian agung.

Ke-syahid-an itu ”iming-iming” dan janji agama yang pasti. Mati syahid dijamin masuk
surga, langsung tanpa ditanya-tanya lagi.

Mereka yang menganggap pihak lain serba salah itu pun memiliki klaim perjuangan
membela agama. Dengan sendirinya mereka pun menggenggam ideologi mati syahid tadi.
Mereka tak takut mati.

Dua pihak itu berhadapan satu sama lain. Masing-masing membela agama dan Tuhan.
Masing-masing tak takut mati. Tetapi, jutaan orang cemas melihat kekerasan itu.

Relasi kekuasaan antar kelompok seperti ini mengerikan. Berjuta-juta manusia


mendambakan ketenteraman hidup, tetapi para tokoh malah berbicara tentang mati.
Berjuta-juta orang menanti lagu kehidupan, para tokoh malah menyanyikan lagu kematian.

Mereka lupa bahwa ke-syahid-an itu hadiah langit dan bukan sejenis gelar akademis yang

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/HidupSyahid.html (1 of 3)15/05/2006 7:50:15


Cerita Pencerah Hati

bisa dicari. Orang akan mati syahid atau tidak bukan urusan manusia. Ke-syahid-an itu
mahkota langit. Dan sepenuhnya merupakan rahasia langit.

Mati di jalan Tuhan, mati syahid, tak bisa direncana dan direkayasa manusia. Tetapi,
hidup syahid merupakan kewajiban yang harus kita perjuangkan dengan gigih.

Kebudayaan kita lebih membutuhkan orang yang berani hidup syahid, yang mengasihi
sesama, saling menolong, dan saling melindungi. Kemiskinan, dan orang-orang tak
berdaya, sangat banyak jumlahnya, dan luar biasa mengenaskannya. Mengurus mereka
merupakan panggilan keagamaan yang sangat sentral kedudukannya.

Hidup harus dipertahankan. Kita mainkan peran keduniaan semaksimal mungkin agar kita
tampak lebih bermartabat, baru kemudian bicara hak-hak kelangitan.

Hidup yang belum jadi ini harus dibikin agak mendekati titik ”jadi”. Kita yang hari ini
gigih sebagai pluralis dan sangat toleran belum tentu bebas dari cobaan.

Sebaliknya, mereka yang antisikap pluralis tak mustahil berubah menjadi pluralis sejati
dan sangat toleran kepada pihak lain.

Banyak hal, banyak sifat dan watak, sikap, dan tingkah laku politik di masyarakat kita
yang dipengaruhi atau bahkan ”dibentuk” oleh kepentingan politik dan duit. Sering kita
hanya bersandiwara dan membohongi publik.

Banyak orang berteriak membela agama, padahal tujuannya mencari kemakmuran


duniawi. Ada lembaga yang mewakili kepentingan rohani, tetapi merusak rohani dan
kebersamaan yang nyaman dan alami.

Dari hari ke hari kita hanya melihat para tokoh bermain sandiwara yang buruk dan
membosankan. Kita sibuk belajar berbohong.

Sejak dulu peradaban yang kita warisi memang seperti ini wajahnya. Sejak dulu mandat
kemanusiaan kita pun jelas: kita diminta melukis atau mewarnai wajah buruk peradaban
ini menjadi agak lebih cantik.

Maka, jika benar kita toleran, kita harus toleran bukan hanya kepada orang yang toleran,
melainkan juga kepada orang yang tak pernah bersikap toleran sekalipun.

Selebihnya, kita tebarkan kebenaran ke mana-mana tanpa mengenal lelah dengan cara
yang benar. Dan dengan kesabaran.

Inilah doktrin ke-syahid-an yang mengajarkan kita berani hidup syahid.

Artikel asli: Kompas, Minggu 14 Agustus 2005, Asal-usul

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/HidupSyahid.html (2 of 3)15/05/2006 7:50:15


Cerita Pencerah Hati

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team

file:///D|/elite-ebook/media.isnet.org/sufi/Etc/HidupSyahid.html (3 of 3)15/05/2006 7:50:15

Anda mungkin juga menyukai