Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam berjalannya proses semua profesi termasuk profesi keperawatan
didalamnya tidak lepas dari suatu permasalahan yang membutuhkan berbagai
alternative jawaban yang belum tentu jawaban-jawaban tersebut bersifat
memuaskan semua pihak. Hal itulah yang sering dikatakan sebagai sebuah
dilema etik. Dalam dunia keperawatan sering kali dijumpai banyak adanya
kasus dilema etik sehingga seorang perawat harus benar-benar tahu tentang etik
dan dilema etik serta cara penyelesaian dilema etik supaya didapatkan
keputusan yang terbaik.
Penyelesaian masalah sering kali tidak mudah karena berbagai faktor
yang berhubungan dengan masalah sering kali tidak berpola tunggal, baik yang
berhubungan dengan faktor penyebab dan alternatif penyelesaiannya.
Alternatif yang mana yang akan kita pilih pada dasarnya mendorong untuk
mengambil keputusan, karena keputusan tidak memungkinkan agar proses
dapat terus berjalan. Pengambilan keputusan dalam solusi adalah kemampuan
dasar bagi praktisi kesehatan, Penyelesaian masalah dan pengambilan hasil
bukan merupakan bentuk sinonim.
Nilai-nilai, keyakinan dan filosofi individu memainkan peranan penting
pada pengambilan keputusan etik yang menjadi bagian tugas rutin perawat.
Peran perawat ditantang ketika harus berhadapan dengan masalah dilema etik,
untuk memutuskan mana yang benar dan salah; apa yang dilakukannya jika tak
ada jawaban benar atau salah; dan apa yang dilakukan jika semua solusi tampak
salah. Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema sulit
dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih
prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang
yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan
keburukan apalagi jika tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria.
Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak

1
emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan
keputusan rasional.
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum apa itu teori Pengambilan Keputusan
dalam menghadapi dilema etik dalam keperawatan.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Definisi Dilema Etik.
2. Untuk mengetahui Prinsip Moral Dalam Menyelesaiakan Masalah Etik.
3. Untuk mengetahui Dilema Etik Yang Sering Terjadi di Keperawatan.
4. Untuk mengetahui Teori Pengambil Keputusan Kasus Dilema Etik
5. Untuk mengetahui Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah / Dilema
Etik.

2
BAB 11

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Dilema Etik


Dilema etik merupakan situasi yang di hadapi oleh seseorang dimana ia
harus membuat keputusan mengenai perilaku yang patut. Dilema etik adalah
suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu tindakan
tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana
setiap alternatif memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini,
sukar untuk menentukan mana yang benar atau salah serta dapat
menimbulkan stress pada perawat karena perawat tahu apa yang harus
dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya.
Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau
lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam
mengambil keputusan. Pada saat berhadapan dengan dilema etik terdapat juga
dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses
pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.
Menurut Thompson (1985) dilema etik merupakan suatu masalah yang
sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana
alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema
etik tidak ada yang benar ataupun yang salah. Untuk membuat keputusan
yang etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional dan
bukan emosional.

B. Prinsip Moral Dalam Menyelesaiakan Masalah Etik


Menurut Nursalam (2008) dalam melaksanakan peran profesionalnya,
perawat harus menerapkan prinsip-prinsip etika yang meliputi: menghormati
otonomi (autonomy), asas manfaat (beneficience) Justice (Keadilan), Tidak
merugikan (Non malefisien), asas kejujuran (veracity), komitmen (Fidelity),
asas kerahasiaan (confidentiality) serta Accountability (Akuntabilitas)

3
1. Otonomi (Autonomy).
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah
bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan tidak
memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang
menuntut pembedaan diri. Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat
perawat menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya.
2. Asas Manfaat (Benefisiensi).
Prinsip Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik.
Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri
dan orang lain.
3. Justice (Keadilan).
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan .
Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja
untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang
benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
4. Non malefisien.
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera secara fisik
dan psikologik dalam memberikan tindakan kepada klien.
5. Veracity (kejujuran).
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip
veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprehensif dan

4
objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada
dan mengatakan yang sebenarnya kepada pasien tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan keadaan dirinya salama menjalani perawatan.
6. Fidelity.
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah
kewajiban seeorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan.
7. confidentiality (Kerahasiaan).
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang
klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada
satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan
oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar area
pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien
dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.
8. Accountability (Akuntabilitas).
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa
tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk
menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar pasti yang mana
tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas
atau tanpa terkecuali.

C. Dilema Etik Yang Sering Terjadi di Keperawatan


Adapun dilema etik yang sering terjadi di keperawatan antara lain:
1. Agama/ kepercayaan.

5
Di rumah sakit pastinya perawat akan bertemu dengan klien dari
berbagai jenis agama/kepercayaan..Perbedaan ini nantinya dapat
membuat perawatdan klien memiliki cara pandang yang berbeda
dalammenyelesaikan masalah .
Misalnya ada seorang wanita(non muslim) meminta seorang perawat untuk
melakukan abortus.
Dalamajaran agama wanita itu,tidak ada hukum yang melarang tentang
tindak abortus. Tetapi di satu sisi perawat(muslim)memiliki keyakinan
bahwa abortus itu dilarang dalam agama.Pastinya dalam kasus ini akan
timbul dilema pada perawat dalam pengambilan keputusan.Masih
banyakcontoh kasus- kasus lainnya yang pasti muncul di dalam
keperawatan.
2. Hubungan perawat dengan klien
Dilema yang sering muncul antara lain:
a. Berkata jujur atau tidak
Terkadang muncul masalah-masalah yang sulit untuk dikatakan kepada
klien mengingat kondisi klien. Tetapiperawat harus mampu mengatakan
kepada klien tentang masalah kesehatan klien.
b. Kepercayaan klien
Rasa percaya harus dibina antara perawat dengan klien.tujuannya
adalah untuk mempercepat prosespenyembuhan klien.
c. Membagi perhatian
Perawat juga harus memberikan perhatiannya kepada klien.tetapi
perawat harus memperhatikan tingkatkebutuhan klien.keadaan darurat
harus diutamakan terlebih dahulu. Tidak boleh memandang dari sisi
faktor ekonomisosial,suku, budaya ataupun agama.
d. Pemberian informasi kepada klien
Perawat berperan memberikan informasi kepada klien baik itu tentang
kesehatan klien, biaya pengobatandan juga tindak lanjut pengobatan
3. Hubungan perawat dengan dokter
a. Perbedaan pandangan dalam pemberian praktik pengobatan

6
Terjadi ketidaksetujuan tentang siapa yang berhak melakukan praktik
pengobatan, apakah dokter atauperawat.
b. Konflik peran perawat
Salah satu peran perawat adalah melakukan advokasi,membela
kepentingan pasien. Saat ini keputusan pasien dipulangkan sangat
tergantung kepada putusan dokter. Dengan keunikan pelayanan
keperawatan, perawat berada
dalam posisi untuk bisa menyatakan kapan pasien bisa pulang atau
kapan pasien harus tetap tinggal.

D. Teori Pengambil Keputusan Kasus Dilema Etik


Menurut Geoffrey (1994) kerangka pemecahan dilema etik banyak
diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses
keperawatan/ pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain :
a. Teori Megan tentang model pemecahan masalah Menurut Megan
ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik
antara lain :
1) Mengkaji situasi.
2) Mendiagnosa masalah etik moral.
3) Membuat tujuan dan rencana pemecahan.
4) Melaksanakan rencana.
5) Mengevaluasi hasil.
b. Teori Kozier et al Kerangka pemecahan dilema etik Menurut Kozier et
al menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik adalah sebagai berikut
:
1) Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan
informasi sebanyak mungkin meliputi :
a. Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana
keterlibatannya.
b. Apa tindakan yang diusulkan.

7
c. Apa maksud dari tindakan yang diusulkan.
d. Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari
tindakan yang diusulkan.
2) Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi
tersebut.
3) Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau
konsekuensi tindakan tersebut.
4) Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil yang tepat.
5) Mendefinisikan kewajiban perawat.
6) Membuat keputusan.
c. Model Murphy dan Murphy
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan.
2) Mengidentifikasi masalah etik.
3) Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan.
4) Mengidentifikasi peran perawat.
5) Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan.
6) Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap
alternatif keputusan.
7) Memberikan keputusan.
8) Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga
sesuai dengan falsafah umum untuk perawatan klien.
9) Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak
dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu
membuat keputusan berikutnya.
d. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel (1981)
Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan
etik
1) Mengumpulkan data yang relevan.

8
2) Mengidentifikasi dilema.
3) Memutuskan apa yang harus dilakukan.
4) Melengkapi tindakane.
Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)
1) Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan,
keputusan yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk
individual.
2) Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi
situasi
3) Mengidentifikasi Issue etik
4) Menentukan posisi moral pribadi dan professional
5) Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang
terkait.
6) Mengidentifikasi konflik nilai yang ada.
e. Berdasarkan kerja dari Van Hoose and Paradise (1979), Kitchener
(1984), Stadler (1986), Haas and Malouf (1989), Forester-Miller and
Rubenstein (1992), dan Sileo and Kopala (1993) kedalam praktik,
sequential, tujuh tahap, dan model ‘ethical decision making’
1. Mengidentifikasi Masalah
Kumpulkan sebanyak mungkin informasi yang kita dapat
kumpulkan yang dapat menjelaskan permasalahan atau
situasinya. Menuliskannya kedalam sebuah kertas mungkin dapat
memberikan kejelasan. Menggarisbawahi fakta, memisahkan
ucapan yang tidak langsung, asumsi, hipotesa dan
kecurigaan. Terdapat beberapa pertanyaan yang dapat kita
ajukan kepada diri sendiri. Apakah ini masalah etik, legal, profesi
atau masalah klinik? Apakah ini kombinasi dari masalah diatas?
Jika ada pertanyaan tentang masalah legal, maka carilah saran
tentang legal. Pertanyaan lain yang dapat diajukan adalah apakah
isu ini berhubungan dengan saya, dan apa yang sya lakukan atau
tidak lakukan? Apakah ini berhubungan dengan klien dan/atau

9
hubungannya dengan klien dan apa yang meraka lakukan atau
tidak lakukan. Jika masalah ini dapat diselesaikan dengan
mengimplementasikan ketentuan dari institusi, maka kita dapat
melihat arahan dari institusi. Hal yang baik untuk mengingat
bahwa dilema yang kita hadapi seringkali adalah masalah
kompleks, sehingga arahan yang bermanfaat untuk menjelaskan
masalah dari beberapa perspektif dan menghindari solusi yang
simpel saja.
2. Mengaplikasikan kode etik ACA
Setelah kita mengklarifikasi masalahnya, lihatlah Code of
Ethics (ACA, 2005) untuk melihat apakah isu ini dapat
diselesaikan disana. Jika terdapat standart aplikasi atau beberapa
standart dan terdapat jalan yang spesifik dan jelas, ikuti arahan ini
dan mungkin akan ditemukan resolusi yang tepat. Jika masalah
yang dihadapi lebih komplek dan sebuah resolusi sepertinya tidak
dapat diselesaikan dengan baik, maka kamu sepertinya
mendapatkan dilema etik yangs ebenarnya dan kamu perlu
menggali lebih dalam lagi.
3. Menentukan asal dan dimensi dilema
Terdapat beberapa jalan yang dapat diikuti untuk
memastikan bahwa kamu telah memeriksa masalah itu ke dalam
beberapa dimensi.
a. Pertimbangkan prinsip moral dari autonomy,
nonmaleficence, beneficence, justice, dan fidelity. Tentuka
prinsip yang mana yang dapat diaplikasikan untuk situasi
spesifik ini. Tentukan Prinsip mana yang lebih prioritas
pada kasus ini. Dalam teorinya, semua prinsiop memiliki
nilai yang sama, yang berarti ini adalah tugasmu untuk
menentukan mana yang lebih penting pada saat nilai ini
berkonflik.

10
b. Review literatur profesional yang sesuai untuk memastikan
kamu menggunakan cara berpikir profesional yang paling
baru dalam membuat keputusan.
c. Konsultasikan dengan teman atau supervisi profesional
yang memiliki pengalaman. Sebagaimana mereka mereview
dengan kamu informasi yang kamu kumpulkan, mereka
mungkin dapat menemukan isu lain yang relevan atau
memberikan cara pandang baru yang mungkin belum kamu
pertimbangkan.
d. Konsultasikan kepada persatuan profesional didaerahmu
atau negaramu. Mungkin mereka dapat memberikan
bantuan.
4. Menentukan tindakan yang potensial
Brainstorming merupakan salah satu tindakan yang paling
tepat digunakan dalam kondisi ini. Kreatif dalam membuat
pertimbangan-pertimbangan yang terbaik. Jika memungkinkan
pilihlah salah satu partner untuk membantu anda menentukan
pilihan.
5. Mempertimbangkan semua konsekuensi yang mungkin
terjadi dan menetukan tindakan yang tepat.
Mempertimbangkan semua informasi yang telah
dikumpulkan dan prioritas tindakan yang telah ditetapkan.
Melakukan evaluasi pada setiap pilihan dan mempertimbangkan
konsekuensi yang potensial bagi semua pihak yang terlibat.
Pertimbangkan implikasi dari setiap tindakan yang akan
dilakukan untuk klien, untuk orang lain, dan untuk diri sendiri
sebagai konselor. Mengeliminir pilihan yang jelas tidak
memberikan hasil yang diinginkan atau lebih memperkeruh
keadaan. Evaluasi kembali pilihan yang tersisa untuk menentukan
pilihan atau kombinasi pilihan terbaik sesuai situasi dan
membicarakan prioritas-prioritas yang telah anda identifikasi.

11
6. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan
Lakukan review pada tindakan yang akan dilakukan.
Stadler (1986) menyarankan untuk menerapkan tiga tes sederhana
untuk memastikan bahwa pilihan yang dipilih merupakan pilihan
yang tepat. Yang pertama adalah uji keadilan, pertimbangkan
dan renungkan dahulu apakah anda akan memperlakukan hal
sama pada diri anda dan orang lain. Yang kedua publisitas,
evaluasi diri anda apakah jika anda melakukan sebuah kesalahan
anda bersedia kesalah anda ini dipublikasikan pada pers. Yang
terakhir adalah tes universalitas, apakah pilihan anda ini bisa
diberlakukan pada semua orang dalam situasi yang sama. Jika
tindakan yang telah anda pilih justru menimbulkan masalah baru,
maka anda harus kembali ke langkah awal dan kembali
mengevaluasi setiap langkah yang diambil.
7. Mengimplementasikan tindakan yang telah ditentukan
Mengambil keputusan yang dalam dilema etik merupakan
suatu hal yang sulit. Pada keputusan final seringkali melibatkan
ego anda untuk meprioritaskan rencana yang telah anda pilih dan
menurut anda telah sesuai. Jika anda telah menerapkan tindakan
yang telah anda pilih, jadikan itu sebagai evaluasi untuk menilai
apakah tindakan anda memiliki efek positif atau justru
konsekuensi buruk yang didapatkan.

E. Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah / Dilema Etik


Menurut Tappen (2005) langkah-langkah penyelesaian dilemma etik adalah:
1. Pengkajian.
Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah “adakah saya terlibat
langsung dalam dilema?”. Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan
menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya
data dari seluruh pengambil keputusan dengan bantuan pertanyaan yaitu :
a. Apa yang menjadi fakta medik ?
b. Apa yang menjadi fakta psikososial ?

12
c. Apa yang menjadi keinginan klien ?
d. Apa nilai yang menjadi konflik ?
2. Perencanaan.
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat
dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Tiga hal yang
sangat spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :
a. Tentukan tujuan dari treatment
b. Identifikasi pembuat keputusan
c. Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.
3. Implementasi.
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil
keputusan beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan
putusan yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi
komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat
selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk,
karena dilema etis seringkali menimbulkan efek emosional seperti rasa
bersalah, sedih / berduka, marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh
perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para
pengambil keputusan. Perawat harus ingat bahwa dia disini untuk
melakukan yang terbaik bagi klien.
Sekali tercapai kesepakatan, pengambil keputusan harus
menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai karena semua pihak
tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, perawat
tak dapat menangkap perhatian utama klien. Seringkali klien / keluarga
mengajukan permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain
permintaan klien dapat dihormati.

4. Evaluasi.
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang
ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan
treatment medik dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang
situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para

13
pengambil keputusan masih harus dipelihara. Dilema etik yang sering
ditemukan dalam praktek keperawatan dapat bersifat personal ataupun
profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan
keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga
profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang akan diambil
keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat
berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa
marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang
harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi
yang baik dari seorang perawat.

Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan dapat


bersifat personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila
memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis.
Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang
akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada
saat berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti
rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional
yang harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan
komunikasi yang baik dari seorang perawat.
Masalah pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal
juga sering menimbulkan dilema etis karena sangat berhubungan dengan
hak asasi manusia, pertimbangan tingkat keberhasilan tindakan dan
keterbatasan sumber-sumber organ tubuh yang dapat didonorkan kepada
orang lain sehingga memerlukan pertimbangan yang matang. Oleh karena
itu sebagai perawat yang berperan sebagai konselor dan pendamping harus
dapat meyakinkan klien bahwa keputusan akhir dari komite merupakan
keputusan yang terbaik.

F. Contoh Kasus
Ny. A seorang ibu rumah tangga, umur; 35 tahun, mempunyai 2 orang anak,
masing-masing berumur 6 tahaundan 4 tahun, Ny.A. berpendidikan; SMA, dan

14
suami Ny.A bekerja sebagai sopir angkutan umum. Sejak dua hari yang lalu Ny.A
dirawat di ruang kandungan Rumah Sakit. Dari hasil pemeriksaan dokterObsgyn,
Ny.A dinyatakan menderita kanker rahim grade III, dan direncanakan untuk
menjalani tindakan operasi pengangkatan kanker rahim, karena tidak ada alternatif
lain yang dapat dilakukan.
Semua pemeriksaan untuk persiapan operasi terhadap kondisi fisik Ny Atelah
dilakukan. Dalam mengahadapi rencana operasi, klien tampak hanya diam dan
cemas serta bingung, tidak seperti hari-hari biasanya yang selalu komunikatif. Pada
saat ingin meninggalkan ruangan, dokter obsgynmenyampaikan pesan kepada
perawat, jika Ny.A atau keluarganya bertanya terhadap penyakit yang dialami Ny
A, sampaikanlah bahwa tindakan operasi adalah satu-satunya cara terakhir untuk
menyelamatkannya, dan jangan dijelaskan tentang apapun, nanti dokterobsgyn
yang menjelaskan keadaan penyakit Ny A.
Menjelang tiba waktunya operasi, klien berusaha bertanya kepada perawat
ruangan yang merawatnya, antara lain:“Apakah saya masih bisa punya anak setelah
dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya anak ?”. “Apakah masih ada
pengobatan yang lain selain operasi ?”. “Apakah operasi saya bisa diundur dulu
suster ?”
Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara
singkat, yaitu; “Ibu sebelumnya sudah diberitahu oleh dokterobsgyn, bila ibu ingin
lekas sehat harus menjalani tindakan operasi”, dan“pengobatan penyakit ibu hanya
dapat dilakukan melaluitindakan operasi, tidak alternatif lain”, serta“setelah ibu
melaksanakan tindakan operasi, kelak tidak bisa punya anak lagi, karena operasi
tersebut adalah total pengangkatan rahim ibu ”. “Bila ibu tidak puas dengan
jawaban yang disampaikan, ibu dapat bertanya langsung kepada dokterobsgyn yang
merawat dan melakukan tindakan operasi”.
Sehari sebelum dilakukan tindakan operasi, klien berunding dengan suaminya
dan memutuskan “menolak untuk dilakukan tindakan operasi”, dengan
alasan;“klien dan suami masih ingin punya anak lagi”.

15
BAB III

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan kasus Ny A, merupakan suatu kondisi dimana setiap


alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada kasus etik ini, sukar
untuk menentukan yang benar atau salah, dan dapat menimbulkan kebingungan
pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat, karena
harus bersikap apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk
melakukannya.
Untuk menyelesaikan kasus etik yang terjadi pada kasus Ny.A, dapat diambil
salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang
dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut;
A. Identifikasi Masalah;
Mengembangkan data dasar dalam hal klarifikasi etik keperawatan,
mencari informasi sebanyaknya, berkaitan dengan orang yang terlibat, yaitu:
pasien, suami pasien, dokter obsgyn, rohaniawan dan perawat.
1. Tindakan yang diusulkan yaitu,
Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.A.
tetapi pasien mempunyai otonomi untuk membiarkan penyakitnya
menggorogoti tubuhnya, walaupun sebenarnya bukan itu yang diharapkan,
karena pasien masih meginginkan keturunan.Maksud dari tindakan yaitu:
dengan memberikan pendidikan, konselor, advocasi diharapkan pasien
mau menjalani operasi serta dapat membuat keputusan yang tepat
terhadap masalah yang saat ini dihadapi. Dengan tujuan supaya kanker
rahim yang dialami Ny.A dapat dioperasi (tidak menjalar ke organ lain) dan
pengobatan tuntas.Jika tindakan yang diusulkan yaitubila operasi
dilaksanakan, maka konsekuensinya, adalah;
a. Biaya: biaya yang dibutuhkan klien cukup besar untuk pelaksanaan
operasinya.
b. Psikologis: pasien merasa bersyukur diberi umur yang panjang bila
operasi berjalan baik dan lancar, namun klien juga dihadapkan pada
kondisi stress akan kelanjutan hidupnya bila ternyata operasi itu gagal.

16
Selain itu konsekuensi yang harus dituanggung oleh klien dan suaminya
bahwa ia tidak mungkin lagi bisa memiliki keturunan.
c. Fisik: klien mempunyai bentuk tubuh yang normal.
2. Tidak dilakukan tindakan operasi
a. Biaya: tidak mengeluarkan biaya operasi.
b. Psikologis: klien dihadapkan pada suatu ancaman kematian, terjadi
kecemasan dan rasa sedih dalam hatinya dan hidup dalam masa masa
sulit dingan penyakitnya.
c. Fisik: timbulnya nyeri pinggul atau tidak bisa BAK, perdarahan sesudah
senggama, keluar keputihan atau cairan encer dari vagina.
B. Identifikasi Konflik
Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut, yaitu
untuk memutuskan apakah operasi dilakukan pada wanita tersebut, perawat
dihadapkan pada konflik tidak menghormati otonomi klien, sebagai berikut;

1. Apabila tindakan operasi dilakukan, perawat dihadapkan pada konflik tidak


melaksanakan etik profesi keperawatan dan prinsip moral.
2. Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan
kondisi Ny.A menjadi semakin parah dan stress, putus asa terhadap
keinginannya untuk mempunyai anak
3. Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan
prinsip-prinsip professionalkeperawatan
4. Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat melangkahi wewenang
yang diberikan oleh dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat tidak
bekerja sesuai standar profesi.
C. Alternatif Pemecahan Masalah
1. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut.
2. Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak
setelah dilakukan tindakan operasi.
3. Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit
bila tidak dilakukan tindakan operasi.

17
4. Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari
mempunyai anak lagi, kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya.
5. Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan
tindakan operasi dan memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat
dilakukan oleh keluarga.
6. Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu
dan mendapat penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi
pasien dan keluarga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya
tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila
tidak dilakukan.
7. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat.
8. Kasus pasien tersebut merupakan masalah yang kompleks dan rumit,
membuat keputusan dilakukan operasi atau tidak, tidak dapat diputuskan
pihak tertentu saja, tetapi harus diputuskan bersama-sama, meliputi:
a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa
mereka ditunjuk.
b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat
c. Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social,
ekonomi, fisiologi, psikologi dan peraturan/hukum).
d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan
e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan
yang diusulkan.
D. Solusi / Keputusan Pemecahan Masalah
1. Dalam kasus Ny.A, untuk pembuat keputusan, jadi atau tidaknya dilakukan
operasi adalah dokter bedah, dengan tetap memperhatikan faktor-faktor
dari pasien, maka dokter memutuskan untuk memberikan penjelasan yang
rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat
dilakukan oleh Ny.A dan keluarga.
2. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan
fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak
merugikan bagi dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan

18
hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang
dilakukan.
3. Bila beberapa kriteria sudah disebutkan,kemungkinan konflik tentang
penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien,
setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid
tentang kondisinya.
4. Dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi, pasien telah mendapat
informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien dapat
dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak, baik pasien, keluarga,
perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya.
5. Mendefinisikan kewajiban perawat, dalam pendampingan kepada pasien
dalam membuat keputusan, kewajiban keperawatan yang harus
diperhatikan, adalah:
a. Memberikan informasi yang jelas, lengkap dan
terkinimeningkatkankesejahteran pasien.
b. Membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak
dan tanggung jawab keluarga tentang kesehatan dirinya membantu
keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung
c. Melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama klien menjalani proses
perawatan, melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang
sesui dengan kompetensi keperawatan professional dan SOP yang
berlaku diruangan tersebut.
6. Mendefinisikan sebuah keputusan dalam suatu etika keperawatan;
a. Tidak ada jawaban atau keputusan yang benar atau salah, oleh
karenanya tim kesehatan perlu mempertimbangkan pendekatan yang
paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien.
b. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan
tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus
tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan
tersebut.
c. Hal penting sebelum membuat keputusan etika keperawatan, perlu
menggali dahulu apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau

19
kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan
moralitas etis yang dilakukan.
d. Pada kondisi kasus Ny.A. dapat diputuskan menerima penolakan pasien
dan keluarga, tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis,
menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan
dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi.
e. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam
pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.A. Tetapi harus juga
diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif
pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.A
sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip
moral profesionalnya.
f. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh
semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun
otonomi pasien dan keluarga.
g. Kesimpulan : Dalam kasus Ny A, keputusan yang dapat dilakukan
adalah sesuai dengan hak otonomi klien dan keluarganya serta
mempertimbangkan tim kesehatan. Tim kesehatan menyadari bahwa,
dilakukan atau tidak terhadap tindakan operasi,
merupakakankeputusan yang terbaik dari klien atau keluarga. Dengan
mempertimbangkan bahwa kapasitas fungsi keperawatan adalah
memberikan solusi dalam hal ini mempertahankan standar praktek
keperawatan dengan meletakkan posisi perawat yang memiliki
akuntabilitas dibawahpayung hukum.

20
ANALISA JURNAL
Judul Penelitian Dilema Etik dalam Merawat Pasien Terlantar yang
Menjelang Ajal di IGD
Penulis Maria Imaculata Ose
Tempat Penelitian Tarakan, Kalimantan Timur
Publikasi Maret 2017
Reviewers Elia Karosekali
Latar Belakang Pelayanan gawat darurat sering menghadapi
tantangan setiap harinya dalam upaya mencapai
stabilitas kerja perawat, keselamatan dan kualitas dari
pelayanan. Oleh karena itu, seorang perawat IGD
(Instalasi Gawat Darurat) memiliki beban kerja yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perawat yang berkerja
diruang lain. Jumlah kunjungan pasien yang banyak dan
berbagai macam keluhan dengan perbedaan tingkat
kegawatan pasien. Kondisi ruangan IGD yang padat dan
tidak terprediksi seringkali menjadikan sumber daya
yang ada terbenam dalam kepadatan pasien yang masuk
(Christ, Grossmann, Winter, Bingisser, & Platz, 2010).
Hasil pengamatan peneliti menemukan bahwa IGD
RSUD Dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang merupakan
rumah sakit rujukan yang memiliki jumlah kunjungan
pasien di IGD tinggi namun tidak sebanding dengan
jumlah perawat yang bertugas. Jumlah kunjungan pasien
ke IGD RSSA dalam tiga tahun terakhir yaitu (2012-
2014) menunjukkan fluktuasi yang cukup signifikan
yaitu pada tahun 2012 jumlah pasien sebesar 30.498,
pada tahun 2013 berjumlah 31.416 dan pada tahun 2014
berjumlah 29.891 pasien. Pada tahun 2013 kunjungan
IGD mengalami peningkatan sebesar 3,01%, sedangkan
pada tahun 2014 sebesar 4,85% (Laporan Tahunan
RSUD dr. Saiful Anwar Malang, 2014).

21
Fokus perawatan yang diberikan di IGD
menyelamatkan pasien dalam fase kritisnya bertujuan
pasien melalui menjaga kestabilan pasien. Kepadatan
pasien di IGD selain mengupayakan keselamatan pasien,
juga mengancam privasi pasien, sehingga membuat
frustasi staf IGD. Dilema etik sering dialami oleh
perawat IGD dalam merawat pasien terlantar dalam fase
menjelang ajal yang tidak memiliki identitas.
Berdasarkan hasil laporan tahunan RSSA Malang
(2014), pasien IGD terlantar yang diterima pada tahun
2012 sebanyak 69 orang, tahun 2013 sebanyak 55 orang,
dan tahun 2014 mengalami peningkatan 75 orang pasien
Kesulitan akan timbul pada saat perawat akan
mengumpulkan, mengklarifikasikan data riwayat
kesehatan pasien, dan tanggung jawab dalam pengambilan
keputusan akan tindakan yang akan dilakukan. Fokus
perawatan yang diberikan pada fase menjelang ajal adalah
End Of Life Care (Forero et al., 2012). End Of life care
bertujuan agar pasien merasa bebas dari rasa nyeri,
nyaman, dihargai, dihormati dan berada dalam kedamaian
dan ketenangan serta merasa dekat dengan orang
merawatnya (Aligood & Tomey, 2014). Ketidakhadiran
keluarga untuk mendampingi pasien, dan tingginya beban
kerja perawat yang tidak seimbang dengan banyaknya
pasien menyebabkan perawat tidak dapat fokus
memberikan pendampingan bagi pasien.
Berdasarkan hasil wawancara dalam studi
pendahuluan, perawat menjelaskan bahwa fokus
perawatan adalah pasien-pasien yang berada dalam
keadaan gawat dan kritis, sedangkan pasien-pasien yang
menjelang ajal bukanlah pasien prioritas. Hal ini terkadang

22
menyebabkan perawat merasakan iba pada pasien terlantar
yang menjelang ajal karena tidak ada yang mendampingi
sehingga kemudian memunculkan dilema etik. Dilema etik
dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema etik
sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan
tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Penetapan
keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang
yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama
memiliki kebaikan dan keburukan apalagi jika tak satupun
keputusan memenuhi semua kriteria.
Kondisi IGD menggambarkan lingkungan perawatan
yang sibuk dan lebih fokus pada kecepatan dan ketepatan
dalam menjaga kestabilan kondisi pasien, mencegah
kecacatan dan penyelamatan jiwa yang berkaitan dengan
respon time, sementara pasien yang menjelang ajal
seringkali kurang mendapatkan perhatian. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi makna dilema
etik perawat dalam merawat pasien terlantar yang
menjelang ajal di IGD RSSA Malang yang diharapkan
dapat menjadi bahan masukan dan rujukan sebagai
evaluasi untuk perbaikan dan penyempuran dalam
pelayanan End of Life pada pasien terlantar di IGD.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian
kualitatif dengan menggunakan pendekatan
Fenomenologi Interpretif (Streubert & Carpenter, 2011).
Penelitian ini dilaksanakan di IGD RSSA Malang. Tahap
pemilihan partisipan dengan menggunakan teknik
purposive sampling yakni melakukan seleksi kepada
perawat yang bekerja di IGD dengan kriteria inklusi
yang telah ditetapkan oleh peneliti dan memiliki
pengalaman merawat pasien terlantar menjelang ajal

23
hingga peneliti tidak menemukan informasi baru atau
tercapainya saturasi, setelah sebelumnya partisipan
mengisi Inform Consent terlebih dahulu. Saturasi data
tercapai pada partisipan keenam. Kriteria inklusi
tersebut adalah:
1. Memiliki pengalaman kerja di IGD diatas 8-19
tahun,
2. Berpendidikan DIII-S1 keperawatan,
3. Bersedia menjadi partisipan peneliti
4. Berpengalaman merawat pasien terlantar yang
menjelang ajal.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara
mendalam dengan menggunakan panduan semi
terstruktur. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan analisis tematik yang terdiri
Familiarising Yourself With Your Data (mengenal
data), Generating Initial Codes (melakukan
pengkodean), Searching For Themes (mencari tema),
Reviewing Themes (melihat ulang tema), Defining And
Naming Themes (mendefinisikan dan memberikan
nama tema) dan Producing The Report (menuliskan
hasil) (Braun dan Clark, 2006).
Hasil Penelitian Tema 1. Menyadari pasien terlantar menjelang ajal
bukan prioritas pertama di IGD
Banyaknya pasien yang datang ke IGD dengan
berbagai keluhan dan kondisi kegawatan sehingga perawat
harus memberikan pelayanan berdasarkan tingkat
kegawatannya. Perawat IGD lebih memprioritaskan
pasien yang memiliki harapan hidup lebih tinggi.
Berdasarkan dari beberapa partisipan diatas, makna yang
dapat dimunculkan adalah menyadari bahwa pasien

24
terlantar dalam fase menjelang ajal bukan prioritas
pertama di IGD

Tema 2. Bersikap profesional dan bertanggung


Jawab
Pasien yang menjelang ajal sudah tidak ada tindakan
komprehensif khusus. Perawatan suportif dan
mengobservasi keadaan pasien yang menjelang ajal
dilakukan dengan memonitor pemantauan denyut
nadi/detak jantung, respirasi dan suhu tubuh untuk
memastikan pasien akan meninggal. Observasi dan
monitor keadaan pasien secara berkala menjadi bagian dari
intervensi pemberian perawatan suportif pada pasien yang
menjelang ajal setelah tidak ada tindakan lanjut resusitasi

Tema 3. Penerapan kebijakan yang menunjukkan


respect dan mendukung perawatan pasien terlantar
Ungkapan partisipan menjelaskan bahwa dia
merasakan tidak ada kendala pengambilan keputusan
karena adanya kebijakan khusus dari Rumah Sakit untuk
penanganan pasien yang pasien terlantar. Kebijakan ini
menjadi salah satu prinsip menghargai harkat dan martabat
pasien terlantar yang mana bertujuan mencegah adanya
kendala dalam kebutuhan obat dan peralatan, sehingga
dapat langsung melakukan tindakan walaupun tidak ada
keluarga, dan memberikan kompensasi biaya untuk pasien
terlantar.
Pembahasan Beragamnya kasus dan situasi yang sulit sering
dihadapi seorang perawat yang bertugas di IGD.
Kehadiran pasien terlantar menjelang ajal yang tidak
didampingi keluarga menjadi salah satu masalah yang

25
terjadi di IGD. Pasien ini tidak di kategorikan sebagai
pasien prioritas I di ruang IGD namun tetap membutuhkan
End of Life Care yang bermartabat. Salah satu tantangan
besar perawat dalam pelayanan gawat darurat adalah
bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai dan keyakinan
perawat sendiri ke dalam praktik profesional dengan tepat.
Keterlibatan secara aktif seorang perawat dalam membuat
keputusan etis yang dapat memengaruhi peran mereka dan
perawatan terhadap klien.
Kemampuan membuat keputusan masalah etis
merupakan salah satu persyaratan bagi perawat untuk
menjalankan praktik keperawatan professional dan
dalam membuat keputusan etis perlu memperhatikan
beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik
keperawatan, konsep moral perawatan dan prinsip-
prinsip etis dalam praktik keperawatan antara lain
otonomi (Autonomy), (Beneficience), keadilan (Justice),
tidak merugikan (Nonmaleficience), kejujuran
(Veracity), menepati janji (Fidelity), karahasiaan
(confidentiality), Akuntabilitas (Accountabiliy)
Suatu komitmen yang kuat untuk tetap
melaksanakan tugas-tugasnya, tergambar saat perawat
tetap berusaha menjaga profesionalitas dalam berbagai
situasi dan kondisi agar dapat memberikan pelayanan
yang baik bagi pasien. Pemahaman mengenai caring
dengan menggunakan ilmu pengetahuan keperawatan
dan kemampuan teknik pemberian asuhan perawatan
dalam menyelesaikan permasalahan klien Adanya
komitmen yang kuat pada perawat sehingga rasa ingin
mengutamakan kepentingan orang lain terus meningkat.

26
Hubungan yang muncul antara pasien dan perawat
dapat memberikan kesempatan luar biasa untuk
menunjukkan perasaaan saling menghargai, mengurangi
ketakutan, serta memberikan kekuatan dan dukungan
psikologis pada pasien.timbulnya perasaan iba dan
kasihan menjadikan perawat IGD mempertahankan dan
memperjuangkan kondisi pasien kearah yang lebih baik.
Perawat seharusnya dapat menunjukkan perilaku yang
sensitif terhadap konflik pasien, riwayat kesehatan, dan
pengalaman sehat sakitnya. Dukungan spiritual dan
moral yang diberikan oleh perawat dapat membantu
memberikan kesejahteraan dan berkontribusi untuk
membantu pasien menghadapi masalah yang sedang
dihadapi dengan baik. Pemahaman tentang kebutuhan
pasien juga akan menginisiasi perawat untuk
memberikan proses keperawatan dengan berbasis pada
pendekatan spiritual Perawat memiliki prosedur dan
kesepakatan profesional yang diatur dalam kode etik dan
hukum untuk mengevaluasi setiap tugas dan tanggung
jawab yang dilakukan, sehingga tujuan pelayanan
kesehatan bagi klien dapat tercapai secara menyeluruh
Kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas
yang menjadi garis dasar rencana dalam pelaksanaan
pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak. Suatu
kebijakan yang dibuat bertujuan untuk menyelesaikan
suatu masalah sehubungan dengan adanya suatu
hambatan-hambatan tertentu. Kebijakan dari IGD RSSA
terkait pasien terlantar yaitu dengan menerbitkan suatu
surat keterangan khusus atau nota dinas. Nota dinas
ditunjukkan bagi perawatan pasien terlantar yang
bertujuan mempermudah pengambilan keputusan, dan

27
juga memberikan kompensasi biaya dan pengobatan.
Kebijakan yang ini bertujuan mempercepat perawat dan
medis dalam melakukan tindakan, walaupun tidak ada
keluarga yang bertanggung jawab dan menyetujui dalam
informed consent. Informed consent adalah pengakuan
atas hak autonomy pasien, yaitu hak untuk dapat
menentukan sendiri apa yang boleh dilakukan terhadap
dirinya. Selain informed consent yang kita kenal, ada
pula yang disebut informed refusal. Doktrin informed
consent mensyaratkan agar pembuat consent telah
memahami masalahnya terlebih dahulu (informed)
sebelum membuat keputusan (consent atau refusal)
Dalam kasus tersebut, pasien terlantar yang secara
hukum saat itu tidak memiliki wali atau keluarga yang
memberikan izin kepada petugas. Sehingga, pada pasien
terlantar tindakan yang dilakukan mungkin hanya yang
bersifat life saving saja Meskipun pasien terlantar yang
tidak diketahui identitasnya, pasien tersebut tetap
manusia yang dari padanya melekat seluruh tanggung
jawab perawat.
Kesimpulan Fokus perawatan IGD pada kondisi kegawatan pasien
untuk kestabilan kondisi yang kritis, mencegah terjadinya
kecacatan dan menyelamatkan nyawa dengan memperhatikan
respon time. Kehadiran pasien terlantar dalam fase menjelang
ajal menimbulkan suatu konflik bagi perawat. Perawat
memaknai tetap harus bersikap professional dan bertanggung
jawab walaupun pasien tersebut bukanlah pasien prioritas.
Perawat juga harus mampu dalam mengendalikan perasaan dan
mengendalikan sikap dan tetap berusaha maksimal untuk
memberikan perawatan dan tidak mengacuhkan pasien terlantar
ini. Selain harus dapat mengendalikan perasaan dan sikap,
perawat menyadari peran dan tanggung jawab sebagai pemberi

28
asuhan keperawatan setiap pasien untuk memenuhi hak pasien
dalam memberikan perawatan yang berkualitas. Dengan adanya
dukungan kebijakan dalam penanganan pasien terlantar ini
memungkinkan penerapan caring tetap diberikan walaupun
perawatan End of life care yang diberikan di IGD belum
optimal.

29
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang
melibatkan interaksi antara klien dan perawat. Permasalahan bisa menyangkut
penentuan antara mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam
menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan
dengan kebebasan menentukan nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak
ilmiah dalam mengatasi permasalah klien. Dalam membuat keputusan terhadap
masalah dilema etik, perawat dituntut dapat mengambil keputusan yang
menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak bertentang dengan nilai-nilai
yang diyakini klien. Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan tidak ada
pihak yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan
keperawatan dapat dipertahankan. Perawat harus berusaha meningkatkan
kemampuan profesional secara mandiri atau secara bersama-sama dengan jalan
menambah ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan suatu dilema etik.
B. Saran
Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama
bidang keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin
supaya nantinya mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan
sehingga akan berbuat atau bertindak sesuai kode etiknya (kode etik
keperawatan).

30
DAFTAR PUSTAKA

Guwandi,J. (2002). Hospital Law (Emerging doctrines & Jurisprudence). Jakarta:


Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jaringan Epidemiologi Nasional. (1995). AIDS dan Hukum / Etika. Seri
Monogragi No:05. Jakarta : Jaringan Epidemi Nasional bekerja sama
dengan The Ford Foundation.
Marquis, B.L and Huston, Carol.J. (2006). Leadership Roles and Management
th
Functions in Nursing : Theory and Application. 5 Ed. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins.
Nursalam. (2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Tappen, M.R., Sally A. Weiss, Diane K.W. (2004). Essentials of Nursing
Leadership and Management. 3 rd Ed. Philadelphia : FA. Davis Company.
Thompson, J. B. & Thopson, H. O. (1985). Ethics in Nursing. New York:
Macmillan Publishing.

31

Anda mungkin juga menyukai