Suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas suku-suku bangsa yang
hidup dalam kesatuan wilayah serta kebudayaan yang berkembang dalam kurun masa
nasional adalah perpaduan dan totalitas seluruh lapisan kebudayaan bangsa Indonesia
yang mencerminkan segenap aspek kehidupan bangsa yang meliputi bahasa, kesenian,
adapt istiadat, tradisi luhur dan kepercayaan dalam arti lain kebudayaan nasional
merupakan semua yang dihasilkan manusia Indonesia dengan latar belakang sejarah
dikembangkan karena merupakan kebudayaan nasional dan setiap warga negara wajib
modern, memilih yang positif dalam menerima budaya asing, dan lain-
lain.(Saidiharjo,2004)
misalnya Bahasa Madura, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa bali, Bahasa Minahasa,
atau perasaan serta melestarikan aset nasional di daerah ( Dinas P & K Jatim,1997 ). Di
mendengarkan, membaca dan menulis. Dimana pada tingkat sekolah dasar masuk dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai muatan lokal yang wajib dipelajari di
lingkungan tempat tinggal siswa itu bersekolah. Tujuan Instruksional mata pelajaran
bahasa daerah di tingkat sekolah dasar pada dasarnya memerlukan kontinuitas dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dengan demikian guru bahasa daerah harus dapat
menguasai, memahami siswa didik dengan melakukan pendekatan yang sesuai dengan
karakteristik materi yang akan disampaikan dan memberi kesempatan siswa untuk
sosialisasi dengan bahasa daerah sebagai komunikasi dalam tiap tatap muka mata
ILUSTRASI.(Istimewa)
Penggunaan bahasa daerah juga mampu membantu anak didik lebih memahami
pelajaran yang diterima di sekolah. Pasalnya, di berbagai daerah tidak semua siswa
mampu berbahasa Indonesia. Alhasil, penggunaan bahasa daerah di sekolah
memiliki dua sisi positif. Di satu sisi, akan melestarikan bahasa, di sisi lain akan
meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran yang diterima di sekolah.
Kebanyakan anak di daerah belum bisa berbahasa Indonesia. Kalau guru memaksa
mereka menggunakan bahasa Indonesia, akan sulit. “Tapi jika pengantar
menggunakan bahasa daerah, orang tua mereka bisa membantu mengajarkan di
rumah,” kata Sheldon.
Ia menyayangkan sistem pendidikan di Indonesia tidak menggunakan bahasa adat
sebagai pengantar. Sekolah-sekolah tidak menggunakan bahasa ibu sehingga para
siswa tidak mengenal bahasa ibu mereka.
Sheldon mengatakan penting bagi guru untuk memahami fase belajar yang
disesuaikan dengan perkembangan anak dalam berbahasa. Jika dalam kehidupan
sehari-hari mereka biasa mendapatkan bahasa ibu maka hendaknya digunakan pula
dalam pengantar di sekolah. Saat ini ia melihat masih banyak anak di pelosok
nusantara yang menghadapi kendala dalam memahami pelajaran dan akhirnya
prestasi belajar mereka tidak optimal.
banyak hal tentang peran bahasa dalam kehidupan keseharian manusia. Tanpa
bahasa -lisan atau tulisan- manusia seakan terhenti, tidak berperadaban, atau
setidaknya sulit saling berhubungan. Bahasa menjadi penanda kesadaran manusia
yang berfungsi untuk mengutarakan, mengungkap dan menyampaikan kesadaran
atau pemahaman tertentu manusia. Bahasa bukanlah sesuatu yang terbentuk
dengan proses yang singkat. Bukan pula menjadi suatu yang seragam meski
serumpun. Itulah bahasa, berkembang sesuai dengan kebudayaan dan situasi lokal
di mana ia muncul dan berkembang.
Bahasa daerah di Indonesia terdiri berasal dari 22 rumpun besar bahasa. Rumpun
inilah yang melahirkan jenis dan ragam bahasa yang cukup beragam. Sebaran
bahasa ini menunjukkan ragam kebudayaan yang sangat kaya dari bangsa ini.
Bahasa sebagai sebuah wujud tampak (etos) kebudayaan dengan keragamannya di
Indonesia, menunjukkan kekayaan kebudayaan itu sendiri. Beberapa daerah,
seperti Kalimantan, Papua, Sulawesi, kepulauan Maluku dan Nusatenggara adalah
beberapa wilayah yang sangat kaya akan jenis bahasa. Di Kalimantan, tercatat
tidak kurang dari 74 ragam bahasa berbeda yang digunakan. Papua bagian timur
memiliki tak kurang dari 272 jenis bahasa, sementara Papua bagian Barat memiliki
62 Jenis bahasa. Pulau Sulawesi tercatat memiliki 114 jenis bahasa
lokal. Keberadaan Bahasa yang sangat beragam ini menunjukkan bahwa
kebudayaan Nusantara berkembang dengan keragaman yang sangat luas. Bahasa
tidak hanya menunjukkan bagaimana suatu kelompok bertutur atau berkomunikasi,
melainkan juga menunjukkan ekspresi kebudayan tertentu. Keragaman ini adalah
indikator ekspresi kebudayaan yang sangatlah kaya.
Kepunahan bahasa adalah ancaman yang terus mengikuti kekayaan ragam bahasa.
Hal ini mungkin sedang dimulai karena banyak terdapat sistem pendidikan yang
mengharuskan penggunaan bahasa Inggris menggatikan bahasa pemersatu yaitu
bahasa Indonesia, yang seakan-akan mengucilkan penggunaan bahasa daerah yang
sudah jarang diajarkan kepada para peserta didik. Miris sekali kalau kita
bayangkan keanekaragaman bahasa akankah tergantikah oleh bahasa universal?
Kepunahan itu dimulai dari anak-anak sekarang yang kurang bisa berbahasa daerah
tapi lebih fasih dengan bahasa luar negeri, peristiwa itu tidak sulit kita temukan
dimasyarakat bahkan media elektronik lainnya. Dikhawatirkan saat ini, 169 jenis
bahasa lokal akan punah. Hal tersebut salah satunya diungkap oleh Multamia
Rauder, Departemen Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia. Ancaman kepunahan bahasa tersebut tidak hanya disebabkan oleh
peralihan penggunaan bahasa, tetapi juga menghilangnya penutur asli bahasa
tersebut. Beberapa bahasa, seperti Lom (Sumatera) hanya menyisakan 50 penutur;
Budong-budong (Sulawesi) hanya menyisakan 70 penutur; dan Bahasa Hukumina
(Maluku) hanya menyisakan satu penutur saja. Selain ketiga bahasa tersebut,
sederet bahasa masuk dalam daftar terancam punah.
Kekayaan bahasa ini merupakan sebuah modal sosial yang juga mengandung
tantangan. Tantangan terbesar pada soal keragaman bahasa ini terkait dengan
kelestarian masing-masing bahasa. Idealnya, penggunaan bahasa Indonesia yang
bertujuan untuk menghubungkan masyarakat antar kebudayaan di Indonesia, tidak
menyebabkan kepunahan bahasa lokal atau daerah. Sudah menjadi kewajiban
semua pihak untuk turut menjaga kekayaan kebudayaan Indonesia ini. Tentu tidak
seorang pun ingin suatu ketika kelak jenis keragaman bahasa ini hanya menjadi
sejarah yang tidak bisa terus dipertahankan. Pemerintah, masyarakat pemilik
bahasa, dan seluruh masyarakat Indonesia lain berkewajiban sama untuk
melestarikan ragam kekayaan bahasa ini. Pendokumentasian, kampanye
penggunaan bahasa lokal hingga pemasukan pelajaran bahasa lokal ke dalam
kurikulum dan rencana strategis pendidikan menjadi kian dibutuhkan. Akankah
strategi pendididkan yang mendatang akan mempertimbangkan pemakaian bahasa
daerah yang terancam punah?
“Belajar bahasa dimulai dari bahasa daerah kemudian bahasa Indonesia apabila
sudah fasih barulah belajar bahasa luar dan jangan sampai sebaliknya,
Saat anda belajar bahasa daerah maka anda telah menjaga dan melestarikan budaya
dan bahasa bangsa Indonesia
Home
Edukasi
Edukasi
ANDRI
Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
SOLO, KOMPAS.com - Bahasa daerah dapat mengarahkan siswa untuk berkembang dalam
lingkungan lokalnya sehingga pembelajarannya juga penting karena dapat membangun dan
menguatkan karakter bangsa, demikian dikatakan pengamat budaya Jawa Universitas Sebelas
Maret UNS), Tunjung W Suturta.
Karena itu, katanya di Solo, Jumat, sudah sewajarnya pelajaran Bahasa Jawa tetap
dipertahankan dalam Kurikulum 2013. Tunjung menyambut baik dipertahankannya pelajaran
Bahasa Jawa dalam kurikulum 2013, karena pembelajaran bahasa daerah ini penting untuk
pembinaan karakter siswa.
Tunjung juga tidak mempermasalahkan jika pelajaran Bahasa Jawa tersebut tidak berdiri
sendiri sebagai satu mata pelajaran (mapel), melainkan masuk dalam mapel Muatan Lokal.
"Tidak masalah, yang penting Bahasa Jawa diajarkan kepada siswa," katanya, di Solo, Jumat
(15/2/2013).
Penerapan kurikulum pendidikan baru pada tahun ini dipastikan akan mecoret sejumlah mata
pelajaran (mapel) dari daftar mapel yang akan diberikan kepada siswa.
"Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dispora) Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta
memastikan tetap memasukkan pelajaran Bahasa Jawa dalam kurikulum baru 2013," kata
Kepala Dispora Pemkot Surakarta Rahmad Sutomo.
Ia mengatakan, pelajaran Bahasa Jawa tersebut tidak dijadikan satu mapel tersendiri
melainkan masuk dalam mapel Muatan Lokal. "Intinya Bahasa Jawa tetap diajarkan, namun
masuk dalam mata pelajaran muatan lokal," katanya.
Meski demikian, dijamin hal tersebut tidak akan mengurangi esensi materi yang disampaikan
kepada siswa. Dikatakannya, pihaknya menyadari pentingnya pembelajaran muatan lokal
tersebut untuk memperkuat identitas bangsa di kalangan siswa sekolah.
Pemberian pelajaran Bahasa Jawa kepada siswa sekolah juga diharapkan dapat terus
melestarikan kebudayaan tradisi di Indonesia dan tradisi Solo pada khususnya.
Kurikulum baru 2013 tersebut, lanjut dia, mulai diterapkan pada tahun ajaran baru tahun ini.
Kurikulum tersebut akan diterapkan di semua jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP hingga
SMA/SMK sederajat.
Ia mengatakan, meski demikian pihaknya akan menerapkan kurikulum baru tersebut secara
bertahap. "Mulai dari kelas satu dulu di setiap jenjang. Untuk menerapkan secara keseluruhan
ya kira-kira butuh waktu tiga tahun," katanya.