Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar
glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu
tanda khas penyakit diabetes melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan
pada beberapa keadaan yang lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di
berbagai penjuru dunia.WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak
2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation
(IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari
9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.1
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan
mengacu pada pola pertambahan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030
nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun.1
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah.2
Kejadian infeksi lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes. Infeksi
pada pasien diabetes sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah.
Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang
tinggi meningkatkan kerentanan atau memperburuk infeksi.1

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya Diabetes Melitus Tipe II
pada pasien?
2. Bagaimanakah menegakkan diagnosis secara klinis dan diagnosis
psikososial?

1
3. Bagaimana tingkat pengetahuan pasien dan keluarga dalam menyikapi
penyakit Diabetes Melitus Tipe II?
4. Bagaimana hasil dari terapi yang telah diberikan kepada penderita
Diabetes Melitus Tipe II?
5. Bagaimana upaya pencegahan komplikasi yang dapat dilakukan pada
penderita Diabetes Melitus Tipe II?

1.3. Aspek Disiplin dan Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis
Holistik Komprehensif Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II
Untuk pengendalian permasalahan Diabetes Melitus Tipe II pada tingkat
individu dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program
profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan
klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas di
layanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang
dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri,
serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis,
dan pengelolaan masalah kesehatan.Kompetensi tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1): untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Diabetes Melitus Tipe II
secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama,
etik, moral dan peraturan perundangan.
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2): Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan budaya
sendiri dalam penanganan Diabetes Melitus Tipe II, melakukan rujukan sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku serta
mengembangkan pengetahuan.

2
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3): Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Diabetes Melitus Tipe II.
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4): Mahasiswa mampu memanfaatkan
teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik
kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5): Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian Diabetes Melitus Tipe II secara holistik
dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6): Mahasiswa mampu melakukan prosedur
klinis yang berkaitan dengan masalah Diabetes Melitus Tipe II dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7): Mahasiswa mampumengelola
masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara
komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan berkesinambungan dalam
konteks pelayanan kesehatan primer.

1.4. Tujuan dan Manfaat Studi Kasus


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah memberikan
tatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang
utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan
penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter
keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu
kedokteran terkini (evidence based medicine).

1.4.1. Tujuan Umum


Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah dapat menerapkan
penatalaksanaan pasien Diabetes Melitus Tipe II dengan pendekatan kedokteran

3
keluarga secara komprehensif dan holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence based medicine (EBM) pada pasien
dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip
penatalaksanaan pasien Diabetes Melitus Tipe II dengan pendekatan diagnostik
holistik di Puskesmas Pertiwi Makassar.

1.4.2. Tujuan Khusus


1. Untuk penerapan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang,
serta menginterpretasikan hasilnya dalam mendiagnosis Diabetes Melitus Tipe
II.
2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana Diabetes Melitus Tipe II sesuai Standar
Kompetensi Dokter Indonesia.
3. Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada tingkat
individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Diabetes
Melitus Tipe II.
4. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dalam pengendalian Diabetes Melitus Tipe II.
5. Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian ilmiah
dari data di lapangan untuk melakukan pengendalianDiabetes Melitus Tipe II.

1.4.3. Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (pasien)
Menambah wawasan akanDiabetes Melitus Tipe II yang meliputi proses
penyakit dan penanganan menyeluruh sehingga dapat memberikan keyakinan
untuk menghindari faktor pencetus.
3. Bagi Tenaga Kesehatan

4
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah daerah
dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya mengenai
pendekatan diagnosis holistik penderitaDiabetes Melitus Tipe II.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence Based Medicine dan pendekatan
diagnosis holistik Diabetes Melitus Tipe II serta dalam hal penulisan studi
kasus.

1.5. Indikator Keberhasilan Tindakan


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien
dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik berbasis Kedokteran
Keluarga adalah:
1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab Diabetes
Melitus Tipe II.
2. Kepatuhan penderita datang berobat untuk mengontrol etiologi Diabetes
Melitus Tipe IIdi layanan primer (Puskesmas) sudah teratur atau penderita
bersedia menerima petugas kesehatan yang berkunjung pada saat dilakukan
Kunjungan Rumah/Home Care.
3. Pasien memahami komplikasi yang dapat terjadi dari Diabetes Melitus Tipe II.
4. Perbaikan gejala sisa dapat dievaluasi setelah dilakukan terapi farmakologi
serta fisioterapi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan tindakan
pengobatan didasarkan atas berkurangnya atau tidak ada lagi keluhan dari pasien,
perbaikan gejala sisa dapat dievaluasi setelah dilakukan setelah dilakukan terapi
farmakologi serta fisioterapi.

5
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1. Kerangka Teori

Gambaran Penyebab/Faktor ResikoDiabetes Melitus Tipe II

Usia

Jenis Kelamin

Pendidikan
DIABETES
Life style
MELITUS TIPE II

Obesitas

Pekerjaan
1. Penyakit Jantung
2. Penyakit Ginjal Kronis
3. Penyakit Arteri Perifer
4. Retinopati Diabetik
5. Neuropati Diabetik

Gambar 1. Gambaran Penyebab/Faktor ResikoDiabetes Melitus Tipe II

6
KONSEP MANDALA
2.2. Pendekatan Konsep Mandala

Culture
Community

Gaya Hidup
- Kebiasan makan makanan
yang manis dan tidak
membatasinya Lingkungan Psikososial
Perilaku Kesehatan
- Jarang berolahraga Ekonomi
- Higiene pribadi dan - Pasien sudah menikah dan memiliki
lingkungan baik 4 orang anak
- Pasien tidak teratur minum - Kurangnya pengawasan dari anggota
obat keluarga terhadap aktivitas pasien di
- Kurangnya kesadaran pasien rumah
Family - Kehidupan social dengan lingkungan
akan penyakitnya
baik
- Pasien tidak rutin periksa
- Sosial ekonomi menengah kebawah
GDS

Pelayanan Kesehatan Lingkungan Kerja


- Jarak rumah dengan puskesmas Pasien Pasien seorang ibu rumah tangga
dekat - Keluhan kram-kram pada yang sering melakukan aktivitas
- Keluarga memiliki asuransi tangan fisik seperti menyapu, memasak,
kesehatan KIS - GDP : 268 mg/dl mencuci, dll.
- Kurang maksimalnya
penyuluhan mengenai DM

Lingkungan Fisik
Faktor Biologi - Ventilasi dan penerangan
- Usia Pasien yang dalam rumah cukup
rentan terkena penyakit - Kebersihan rumah baik
- Pasien mengalami - Rumah pasien bertingkat
penurunan berat badan
Komunitas
Pemukiman dengan
sanitasi yng baik

Gambar 2. Pendekatan Konsep Mandala

7
2.3. Pendekatan Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di
Layanan Primer
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya.Sebagai makhluk biologis manusia
adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang
kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang
diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang,penilaian risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.
Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan
pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnosis Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari risiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,
tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011)

8
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual  diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial  dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
10. Menilai aspek fungsi social.
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga di
layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian
dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)

9
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif
dan terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Personal: Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran
2. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding
3. Aspek Internal: Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.

10
4. Aspek Eksternal: Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan
o Derajat 4: Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja, bergantung
pada keluarga
o Derajat 5: Tidak dapat melakukan kegiatan

2.4. Diabetes Melitus Tipe II


2.4.1 Definisi
MenurutAmerican DiabetesAssociation(ADA)tahun2010,
Diabetesmellitusmerupakansuatukelompokpenyakitmetabolik
dengankarakteristikhiperglikemiayangterjadikarenakelainan sekresiinsulin,
kerjainsulin,ataukedua-duanya.1

2.4.2 Epidemiologi
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 melakukan
wawancara untuk menghitung proporsi diabetes melitus pada usia 15 tahun ke
atas. Didefinisikan sebagai diabetes melitus jika pernah didiagnosis menderita
kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing
manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala sering lapar,
sering haus, sering buang air kecil dengan jumlah banyak dan berat badan turun.
Hasil wawancara tersebut mendapatkan bahwa proporsi diabetes melitus pada
Riskesdas 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007.3,8

11
Gambar 3. Proporsi Diabetes Melitus pada Penduduk Usia<15 Tahun
Hasil Wawancara di Indonesia Tahun 2007 dan 2013

Sumber: Riskesdas 2007, 2013, Kementerian Kesehatan

Untuk memastikan diagnosis diabetes melitus dibutuhkan


pemeriksaankadar glukosa darah. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
dan 2013melakukan pemeriksaan gula darah untuk mendapatkan data proporsi
penderitadiabetes melitus di Indonesia pada penduduk usia 15 tahun ke atas.
Riskesdastahun 2007 hanya meliputi penduduk di daerah perkotaan dan tidak
menganalisisuntuk GDP terganggu. Hasil yang didapatkan adalah sebagai
berikut:3
Gambar 4. Proporsi DM, TGT dan GDP terganggu pada
Penduduk Usia<15 Tahun di Indonesia

Keterangan:
Kriteria DM ditegakkan bila:
 Nilai Gula Darah sewaktu (GD5) >200 mg/dl ditambah 4 gejala khas DM positif (banyak
makan,sering kencing, sering haus dan berat badan turun).
 Nilai Gula Darah Puasa (GDP) >126 mg/dl ditambah 4 gejala khas DM positif.
 Nilai GDPP > 200 mg/di meskipun nilai GDP <126 mg/dl dan/atau keempat gejala khas DM
tidaksemuanya positif.
TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) ditegakkan bila nilai GDPP 140-199 mg/dl.

12
GDP Terganggu (Gula Darah Puasa Terganggu) menurutAOA (American Diabetes Association)
2011 ditegakkan bila nilai GDP 100-125 mg/dl.
Sumber: Riskesdas 2007, 2013, Kementerian Kesehatan

Dari gambar di atas terlihat bahwa dibandingkan tahun 2007, baik proporsi
diabetes melitus maupun TGT di perkotaan, hasil Riskesdas tahun2013 lebih
tinggi. Jika dibandingkan antara penduduk di perkotaan dan perdesaan, ternyata
proporsi di perdesaan tidak lagi lebih rendah dibandingkan di perkotaan.
Darigambar di atas juga terlihat bahwa proporsi diabetes melitus di
Indonesia hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 6,9%, TGT sebesar 29,9% dan GDP
terganggu sebesar 36,6%. Jika estimasi jumlah penduduk Indonesia usia 15 tahun
ke atas pada tahun 2013 adalah 176.689.336 orang, maka dapat diperkirakan
jumlah absolutnya sebagai berikut.3,7
Tabel 1. Proporsi dan Perkiraan Jumlah DM, TGT dan GDP terganggu pada
Penduduk Usia<15 Tahun di Indonesia lahun 2013.

Keterangan:
Estimasi jumlah penduduk Indonesia umur 15 tahun ke atas sejumlah 176.689.336
Sumber: Riskesdas 2013, diolah oleh Pusat Data dan lnformasi Kementerian Kesehatan.

Proporsi Penderita Diabetes Menurut Karakteristik

Proporsi penderita diabetes melitus, Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)


dan Gula Darah Puasa terganggu (GDP terganggu) menurut beberapa karakteristik
lain adalah sebagai berikut.3
Gambar 5. Proporsi Penderita Diabetes Melitus, TGT dan GDP
TergangguMenurut Kelompok Umur Tahun 2013

13
Sumber: Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan

Gambar 6. Proporsi Penderita Diabetes Melitus, TGT dan GDP Terganggu


Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Tahun 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan

Berdasarkan Gambar 5 di atas, menurut jenis kelamin, proporsi penderita


diabetes melitus dan TGT lebih tinggi pada wanita, sedangkan GDP terganggu
lebih tinggi pada laki-laki. Sedangkan menu rut pendidikan proporsi penderita
diabetes melitus, TGT dan GDP terganggu cenderung lebih tinggi pad a kelompok
dengan pendidikan lebih rendah.3
Gambar 7. Proporsi Penderita Diabetes Melitus, TGT dan GDP
TergangguMenurut Pekerjaan dan lndeks Kepemilikan Tahun 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan

Berdasarkan Gambar 6 di atas, menurut pekerjaan proporsi penderita


diabetes melitus terendah adalah pada pegawai diikuti petani/nelayan/buruh,
wiraswasta, dan tidak bekerja. Proporsi tertinggi pada pekerjaan lainnya.
Sedangkan, menurut kuintil indeks kepemilikan proporsi diabetesmellitus
cenderung meningkat seiring meningkatnya indeks kepemilikan. Sebaliknya
proporsi GDP terganggu justru tertinggi pada indeks kepemilikan terbawah.3,7,8

14
2.4.3 Klasifikasi
Tabel2. Klasifikasi dan Etiologi DM1,5

2.4.4 Patofisiologi
Elemen penting yang merupakan karakteristik patofisiologi Diabetes
Melitus tipe 2 yaitu; (1) resistensi insulin, (2) disfungsi sel Beta pankreas, (3)
disregulasi produksi glukosa hepatik, (4) gangguan absorbsi glukosa pada saluran
pencernaan, dan (5) obesitas.
Resistensi insulindisebabkan gangguan penghantaran sinyal intraselular
setelah insulin terikat dengan reseptornya. Gangguan ini menyebabkan penurunan
aktivitas transport glukosa intraseluler. Pada masa preklinik, sel beta pankreas
akan berusaha mengkompensasi keadaan resistensi insulin dengan cara
memproduksi lebih banyak insulin (hiperinsulnemia) untuk mempertahankan
kadar glukosa darah normal. Tapi lama-kelamaan sel beta pankreas akan gagal
mengkompensasi dengan peningkatan resistensi insulin yang progresif dan pada
akhirnya hiperglikemia menjadi manifestasi klinik Diabetes Melitus.
Disfungsi sel Beta pankreasmeliputi pulsasi disritmik sekresi insulin,
peningkatan rasio proinsulin-insulin (akibat gangguan aktivitas protease),

15
akumulasi amyloid polipeptida pada pulau langerhans, peningkatan sekresi
glukagon dari sel alpha pankreas, dan glukotoksisitas.
Produksi glukosa hepatik berlebih (25% hingga 50% lebih tinggi dari
normal) dihasilkan dari proses glukoneogenesis yang tidak adekuat, resistensi
insulin hepatik, dan penurunan sekresi insulin dari sel beta yang rusak. Produksi
glukosa hepatik post-prandial secara jelas meningkat. Selain itu, terjadi penurunan
sintesis glikogen dan peningkatan sintesis lemak.
Hiperglikemia dengan atau tanpa keterlibatan saraf otonom juga dapat
dikaitkan dengan dismotilitas gaster dan gangguan pada laju dan waktu absorbsi
glukosa pada saluran pencernaan (biasanya meningkat).4,9

2.4.5 Faktor-faktor Risiko


MenurutAmerican Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan
dengan 2 faktor risiko, yaitu :2
A. Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
1. Riwayat keluarga dengan DM (first degree relative)
2. Umur ≥45 tahun
3. Etnik
4. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir
dengan berat badan rendah (<2,5 kg).
B. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi :
1. Obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada
wanita dan ≥90 cm pada laki-laki
2. Kurangnya aktivitas fisik
3. Diabetes Melitus Tipe II
4. Dislipidemia
5. Diet tidak sehat.

Faktor risiko diabetes melitus bisa dikelompokkan menjadi faktor risiko


yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang

16
tidak dapat dimodifikasi adalah ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga dengan diabetes melitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan
lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat badan lahir rend ah (kurang
dari 2500 gram). Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya
dengan perilaku hidup yang kurang sehat, yaitu berat badan lebih, obesitas
abdominal/sentral, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak
sehat/tidak seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula
Darah Puasa terganggu (GDPterganggu), dan merokok.
Proporsi/persentase penduduk Indonesia yang memiliki faktor risiko dari
diabetes melitus adalah sebagai berikut.3
Tabel 3. Proporsi/Persentase Penduduk Indonesia dengan Faktor Risiko DM

Sumber: Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan

17
2.4.6 Diagnosis
DiagnosisDM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosadarah.Diagnosistidakdapatditegakkan atasdasar adanya glukosuria. Guna
penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darahyang
dianjurkanadalahpemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darahutuh (wholeblood), vena, ataupun
angkacriteriadiagnosticyangberbedasesuaipembakuanoleh WHO.Sedangkan
untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darahkapilerdenganglucometer.1,5
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat kelu- han klasik DM
seperti di bawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegak- kan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat
dilihat pada bagan1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat
dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pe- meriksaan tidak memenuhi kriteria normal
atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke

18
dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).1,6
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL. 1
Tabel 4. Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1
mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0
mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke
dalam air.
*Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi
salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang
telah terstandardisasi dengan.1

2.4.7 Komplikasi
Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan
kerusakan berbagai sistem tubuh terutama saraf dan pembuluh darah. Beberapa
konsekuensi dari diabetes yang seringterjadi adalah:
 Meningkatnya risiko penyakitjantung dan stroke.

19
 Neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus
kaki, infeksi dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki.
 Retinopati diabetikum, yang merupakan salah satu penyebab utama kebutaan,
terjadi akibat kerusakan pembuluh darah kecil di retina.
 Diabetes merupakan salah satu penyebab utama gaga I ginjal.
 Risiko kematian penderita diabetes secara umum adalah dua kali Iipat
dibandingkan bukan penderita diabetes.
Dengan pengendalian metabolisme yang baik, menjaga agar kadar gula
darah berada dalam kategori normal, maka komplikasi akibat diabetes dapat
dicegah/ditunda.3
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati.2
Komplikasi akut yang dapat terjadi diantaranya :
1. Ketoasidosis Diabetik
2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetes tidak terkendali adalah :
1. Kerusakan saraf (Neuropati)
2. Kerusakan ginjal (Nefropati)
3. Kerusakan mata (Retinopati)
4. Penyakit jantung koroner (PJK)
5. Stroke
6. Hipertensi
7. Penyakit pembuluh darah perifer
8. Gangguan pada hati
9. Penyakit paru
10. Gangguan saluran cerna
11. Infeksi

20
2.4.8 Pengendalian
Pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik lain dapat
digambarkan pada diagram berikut.
Gambar 8. Diagram Pengendalian Diabetes Melitus dan
Penyakit Metabolik lainnya

Sumber: Dit. Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan

Program Pengendalian diabetes melitus dilaksanakan secara terintegrasi


dalam program pengendalian penyakit tidak menular terintegrasi yaitu antara lain:
1. Pendekatan faktor risiko penyakit tidak menular terintegrasi di fasilitas layanan
primer (Pandu PTM)
 Untuk peningkatan tatalaksana faktor risiko utama (konseling berhenti
merokok, hipertensi, dislipidemia, obesitas dan lainnya) di fasilitas
pelayanan dasar (puskesmas, dokter keluarga, praktik swasta)
 Tata laksana terintegrasi hipertensi dan diabetes melalui pendekatan faktor
risiko
 Prediksi risiko penyakit jantung dan stroke dengan charta WHO
2. Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit TidakMenular)
Pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kewaspadaan dini
dalam memonitoring faktor risiko menjadi salah satu tujuan dalam

21
program pengendalian penyakit tidak menular termasuk diabetes melitus.
Posbindu PTM merupakan program pengendalian faktor risiko penyakit
tidak menular berbasis masyarakat yang bertujuan meningkatkan
kewaspadaan masyarakat terhadap faktor risiko baik terhadap dirinya,
keluarga dan masyarakat lingkungan sekitarnya.
3. CERDIK dan PATUH di Posbindu PTM dan Balai Gaya Hidup Sehat
Program PATUH, yaitu:
P : Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
A : Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
T : Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
U : Upayakan beraktivitas fisik dengan aman
H : Hindari rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya
Program CERDIK, pesan peningkatan gaya hidup sehat yang disampaikan di
lingkungan sekolah, yaitu:
C : Cek kondisi kesehatan secara berkala
E : Enyahkan asap rokok
R : Rajin aktifitas fisik
D : Diet sehat dengan kalori seimbang
I : lstirahat yang cukup
K : Kendalikan stress
Beban penyakit diabetes sangatlah besar apalagi bila telah terjadi
komplikasi. Upaya pengendalian diabetes menjadi tujuan yang sangat penting
dalam mengendalikan dampak komplikasi yang menyebabkan beban yang sangat
berat baik bagi individu maupun keluarga juga pemerintah.3,7

22
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 Metodologi Studi Kasus


Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian
yang digunakan yaitu penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif
deskriptif adalah berupa penelitian dengan metode atau pendekatan studi
kasus (case study). Penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada
obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus
dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, dengan kata lain
dalam studi ini dikumpulkan dari berbagai sumber.
Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan
pengamatan terhadap pasien dan keluarganya dengan cara melakukan
home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
Wawancara merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan cara
mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau autoritas
atau seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah. Sedangkan
observasi adalah pengamatan dan juga pencatatan sistematik atas unsur-
unsur yang muncul dalam suatu gejala atau gejala-gejala yang muncul
dalam suatu objek penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan dilaporkan
dalam suatu laporan yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan yang
berlaku.

3.2 Lokasi dan Waktu Melakukan Studi Kasus


3.2.1 Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat pasien datang berobat di
Puskesmas Maccini sawah pada tanggal 13 Agustus 2019. Selanjutnya
dilakukan home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari
pasien.

23
3.2.2 Lokasi Studi Kasus
Studi kasus bertempat di Puskesmas Maccini sawah Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan.

Gambar 9.Puskesmas Maccini Sawah

3.3 Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus


Puskesmas Maccini sawah sebagai pusat pembangunan kesehatan
yang berada di Kota Makassar, berfungsi mengembangkan dan
membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan pelayanan
kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat melalui
kegiatan-kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan Puskesmas Maccini sawah
ditujukan untuk mencapai dan meningkatkan derajat kesehatan bagi seluruh
warga kota Makassar pada umumnya dan masyarakat yang berada pada
wilayah kerja Puskesmas Maccini sawah pada khususnya.
3.3.1 Letak Geografi
Puskesmas Macinni Sawah berada dalam wilayah kecamatan Makassar,
dengan wilayah kerja meliputi dua kelurahan yaitu Kelurahan Maccini Induk,
Maccini Parang dan kelurahan Macinni Gusung. Luaswilayah kerja yaitu 65 Ha,
dengan wilayah kerja Puskesmas Maccini Sawah berbatas dengan :

24
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bontoloa
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Bara-barayautara dan
Bara- baraya timur.
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Panakukang.
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Barana

Gambar 10. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Maccini Sawah


3.3.2 KeadaanDemografis

Wilayah kerja Puskesmas Maccini Sawah meliputi kelurahan yaitu


Kelurahan Maccini induk, Maccini Parang dan Kelurahan Maccini
Gusung.
JumlahPenduduk
No Kelurahan Laki-laki Perempuan Total RT
(KK)
1 Maccini Induk 3295 jiwa 3797 jiwa 7092 jiwa 1367
2 Maccini Parang 3897 jiwa 4017 Jiwa 7914 jiwa 1681
3 Maccini Gusung 3965 jiwa 4169 Jiwa 8134 jiwa 1553
Total 11.157 11.983 jiwa 23.140 jiwa 4601
Jiwa

Tabel 2. DistribusiPenduduk di Wilayah KerjaPuskesmasMaccini Sawah

25
3.3.2.1 Pertumbuhan Penduduk/Jumlah Penduduk
Dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dilaksanakan
melalui tingkat kelahiran dan penurunan angka kematian (Bayi, anak
balita dan ibu) dimana pertumbuhan yang tinggi akan menambah beban
pembangunan .

3.3.2.2 Kepadatan Penduduk


Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan anak
serta masalah sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena faktor gizi yang
berhubungan dengan lingkungan, perumahan dan sanitasi yang kotor
menyebabkan berbagai macam penyakit yang muncul.
Di samping itu, kepadatan penduduk sebagai lambang perkembangan
suatu daerah. Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas Macinni
Sawah, kepadatan penduduk adalah ±400 jiwa per kilometer persegi,
jumlah kepala keluarga (KK) tahun 2019 di wilayah kerja Puskesmas
Maccini Sawah adalah 4721 KK.

3.3.2.3 Struktur Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin


Berdasakan komponen umur dan jenis kelamin maka karakteristik
penduduk dari suatu negara dapat debedakan menjadi 3 macam yaitu:
1. Ekspansif, jika sebagian besar penduduk berada dalam kelompok umur
termuda.
2. Konstruktif, jika penduduk berada dalam kelompok termuda hampir
sama besarnya
3. Stasioner, jika banyaknya penduduk sama dalam tiap kelompok umur
tertentu
Kelompok Jumlah Penduduk
No.
Umur (thn) Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+Perempuan
1. 0-4 725 910 1635
2. 5-9 768 903 1671
3. 10-14 600 1077 1677
4. 15-19 885 1010 1895
5. 20-24 1071 1450 2521

26
6. 25-29 1065 1252 2317
7. 30-34 978 843 1821
8. 35-39 696 860 1556
9. 40-44 747 866 1613
10. 45-49 969 710 1679
11. 50-54 335 685 1020
12. 55-59 412 529 941
13. 60-64 234 276 510
14. 65-69 180 250 430
15. 70-74 110 198 308
16. +75 82 164 246
Jumlah 11.157 11.983 23.140
Tabel 3. Distribusi Penduduk berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Wilayah KerjaPuskesmas Maccini Sawah Tahun 2019

3.3.2.4 Perkawinan dan Fertilitas


Rata-rata kawin pertama dari tahun ke tahun ketahun datanya belum
ditemukan pada wilayah kerja puskesmas, namun berdasarkan profil
kesehatan tahun 1997 propinsi Sulawesi Selatan dari tahun ketahun
mengalami kenaikan dari umur 19 tahun .

3.3.2.5 Tingkat Pendidikan Penduduk


Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan
produktif sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
No Sarana Pendidikan Jumlah
1 TK 505 Jiwa
2 SD 758 Jiwa
3 SMP 1465 Jiwa
4 SMU/SMK 4821 Jiwa
5 DI-DIII 1644 Jiwa
SI-SIII 1358 Jiwa
Tabel 4. DistribusiPenduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Macinni Sawah Tahun 2019.

27
3.3.2.6 Kegiatan Ekonomi
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Maccini
Sawah dapat dilihat pada tabel berikut :
Kelurahan
No Mata pencaharian
Maccini Maccini Maccini
Induk Parang Gusung
1 PNS 233 147 132
2 PengrajinIndustri 39 26 12
3 PedagangKeliling 301 110 26
4 Montir 4 2 2
5 Doctor swasta 2 1 1
6 BidanSwasta 8 20 12
7 Pembantu RT 102 24 31
8 TNI 21 35 54
9 POLRI 124 54 21
10 Pengusaha Kecil danMenegah 502 607 124
11 Pensiun 124 43 64
PNS, Polri, TNI
12 Pengacara 2 3 2
13 Notaris 2 2 3
14 JasaPengobatanAlternatif 1 2 -
15 Dosenswasta 20 12 13
16 Arsitektur 4 6 -
17 Karyawan Perusahaan Swasta 340 529 142
18 Karyawan Perusahaan 12 34 23
Pemerintah
19 Lain-lain 1981 1984 1156
Tabel 5. DistribusiPendudukMenurutPekerjaan di Wilayah
KerjaPuskesmasMacciniSawahtahun 2019

28
3.3.2.7 Agama
Dari 14.420 jiwapenduduk dalam wilayah Puskesmas Maccini Sawah ,
11.558 jiwa beragam Islam, 2.189 jiwa beragama Kristen, 508 jiwa
beragama Katolik, 67 jiwa beragama Hindu dan 98 jiwa beragama Budha.

No Agama Jumlah
1 Islam 11.558 Jiwa
2 Kristen 2.189 Jiwa
3 Katholik 508 Jiwa
4 Hindu 67 Jiwa
5 Budha 98 Jiwa
Tabel 6. DistribusiPendudukMenurut Agama di Wilayah
KerjaPuskesmasMaccini sawah tahun 2019

3.4 Sarana Pelayanan Kesehatan


3.4.1 Data Dasar Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang selanjutnya disebut
PUSKESMAS adalah fasilitas pelayananan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama esensial dan pengembangan, dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama berupa rawat jalan, pelayanan gawat darurat, one day care,
dan home care berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan.
3.4.2 Struktur Organisasi

StrukturOrganisasiPuskesmasPertiwiberdasarkanperaturan Walikota
Makassar No. 79 tahun 2009 terdiriatas :
1. KepalaPuskesmas
2. KepalaSubag Tata Usaha
3. Unit PelayananTeknisFungsionalPuskesmas

29
a. Unit KesehatanMasyarakat
b. Unit KesehatanPerorangan
4. Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
a. Unit PuskesmasPembantu ( Pustu )
b. Unit PuskesmasKeliling ( Puskel )
c. Unit BidanKomunitas

Gambar 11.StrukturOrganisasiPuskesmasPertiwi
3.4.3 Tenaga Kesehatan
Dalammelaksanakanpelayanankesehatan di
Puskesmasperludidukungolehtenagakesehatan yang
cukup.Adapuntenagakesehatan yang ada di

PuskesmasPertiwiadalahsebagaiberikut :
No Fasilitaskesehatan Jumlah
1 DokterUmum 3
2 Dokter Gigi 1
3 SarjanaKesehatanMasyarakat 9
4 SarjanaKeperawatan 2

30
5 Bidan 4
6 PerawatKesehatan (SPK) 1
7 Perawat Gigi 1
8 TenagaLaboratorium (SMAK) 1
9 TenagaFarmasi 2
10 Apoteker 3
Tabel 11.Tenaga Kesehatan Puskesmas Pertiwi
3.4.4 Sarana Pelayanan Kesehatan
PuskesmasPertiwiterdapatbeberapafasilitaskesehatanyaitu :
1. Puskesmas Pembantu yang terdiri dari 3 :
a. Pustu 1 di Kelurahan Lette
b. Pustu 2 di Kelurahan Mariso
2. 1 Unit Mobil Ambulance

3.4.5 Visi Dan Misi Puskesmas


A. Visi PuskesmasPertiwi
Bertekad menjadikan puskesmas ini sebagai penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan dan pusat pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan.
B. Misi Puskesmas Pertiwi
a. Berupaya semaksimal mungkin memberikan pelayanan dengan
empati ramah serta santun, berupaya meningkatkan ketrampilan
sumber daya manusia dalam pelayanan medis yang memadai.
b. Berupaya menimbulkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat.
3.4.6 Upaya Kesehatan
PuskesmasPertiwisebagai unit teknisDinasKesehatan Kota Makassar
yang bertanggungjawabterhadappembangunankesehatan di
wilayahkerjanya.PuskesmasPertiwiberperanmenyelenggarakanupayakesehat
anuntukmeningkatkankesadaran,
kemauandankemampuanhidupsehatbagisetiappenduduk agar
memperolehderajatkesehatan yang optimal.

31
DengandemikianPuskesmasberfungsisebagaipusatpenggerakpembang
unanberwawasankesehatan,
pusatpemberdayaankeluargadanmasyarakatsertapusatpelayanankesehatan
strata pertama.
DenganfungsitersebutmakaUpayaKesehatan di
PuskesmasPertiwiterbagiatas 2 (dua) UpayaKesehatanYaitu :
1. UpayaKesehatanWajib, meliputi :
a) PromosiKesehatan
Penyuluhan KB, penyuluhan PHBS rumahtangga, penyuluhangizi,
penyuluhankesehatanlingkungan, penyuluhantentangrokok,
penyuluhankesehatangigidanmulut, pengukurankesehatanjiwa,
penyuluhanpenyakitmenulardanpenyuluhanpenyakittidakmenular.
b) UpayaKesehatanIbu, Anakdan KB
1) Melakukankunjunganrumahbumildalamrangkakonselingbumildankeluar
gapendamping P4K
2) Melakukankunjunganrumah/melacakbumil/bayi
3) Melakukankunjunganrumahuntukmemantaudanmembinabumil/bayi
c) Upayaperbaikangizimasyarakat
1) Penimbangandanpemantauan status gizi
2) Pemberianvit. A
3) Pelacakangiziburuk / kurang / 2T
4) Pemberiangaramiodium di masyarakat
5) Pembinaan KADARZI (Keluarga sadar gizi)
6) Pembinaan KGM (Kelompok Gizi Masyarakat)
7) Pembinaan PMT (Pemberian Makanan Tambahan)Penyuluhan
8) PMT bumil KEK (KurangEnergiKronis)
9) KelasIbuBalita
d) Upaya P2M/PTM
1) Pelacakankasusbaru TB danKusta di masyarakat
2) Pemeriksaankontak TB danKusta
3) Pelacakankasusmangkirminumobatpenderita TB danKusta

32
4) Penyuluhankeluargapenderita, kader, dantokohmasyarakatsebagai
PMO (pengawasanmenelanobat)
5) Pemantauanpenderita TB/MDR
e) Upaya kesehatan lingkungan
a. Menggalakkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan
mendominasikan kegiatan STBM (Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat),
b. Melakukan insfeksi sanitasi saluran air bersih dan kaporisasi,
c. Melakukan pengawasan rumah sehat,
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap tempat-tempat
umum (TTU) dan tempat pengolahan makanan (TPM),
e. Melaksanakan promosi hygiene sanitasi di sekolah-sekolah, serta
pengawasan kantin dan sekolah,
f. Melakukan penyuluhan kesehatan lingkungan
f) Upaya Pengobatan Dasar
Upayakesehatan USILA
1) Pengukuranberatbadan
2) Pengukurantinggibadan
3) Pengukurantekanandarah

2. UpayaKesehatanPengembangan, meliputi :
a. UpayaKesehatanSekolah
1) Kegiatanpenjaringankesehatan di SD/ MI
2) Pembinaan UKS/ UKGS di SD/MI
3) Pelatihandokterkecil
4) Penyuluhan di SD/MI
b. UpayaKesehatanOlahraga
c. UpayaKesehatankerja
d. UpayaKesehatan Gigi danMulut
e. UpayaKesehatanUsialanjut
f. PerawatanKesehatanMasyarakat

33
PuskesmasPertiwimemilikibeberaparuangan yang terdiridari :
1. Ruangan pengambilan kartu/loket
2. Ruang pemeriksaan dokter/kamar periksa
3. Ruang pemeriksaan gigi dan mulut
4. Ruang KIA dan KB
5. Ruang P2M dan laboratorium
6. Ruang pengambilan obat/apotek
7. Ruang tata usaha
8. Ruang kepala puskesmas

3.4.7 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Pertiwi.


Sepuluhpenyakitumumterbanyak yang tercatat di PuskesmasPertiwiadalah:
1. Common Cold : 2664 Kasus
2. ISPA : 2634 Kasus
3. Hipertensi : 2413 Kasus
4. Dispepsia : 2325 Kasus
5. Osteoarthritis : 2215 Kasus
6. TB Paru : 1476 Kasus
7. DBD : 1284 Kasus
8. Demam Tifoid : 983 Kasus
9. Konjungtivitis : 831 Kasus
10. Diabetes Mellitus : 760 Kasus

3.4.8 Alur Pelayanan Puskesmas Pertiwi

PasienDatang

34
LoketPendaftaran
Pengunjung (baru/lama) :
 Umum
KartuBerobat  Kartujaminankes
ehatan

TidakMembawa Membawa

RegistrasiPasien : MenunjukkanKartu
 Tanggal
 Nama
 No. Kartu Mencaribukurekam medic
 Umur sesuai :
 JenisKelamin  Nama
 KepalaKeluarga  Kepalakeluarga
 Alamat  Alamat

DibuatkanRekamMedikSes PasienkeRuangTungguMe
uai : nungguPemanggilandariK
 KepalaKeluarga linikMasing-Masing
 Alamat
 Dll

DistribusiRekamMedikole
PasienDiperiksadanBukuDi hPetugaske :
lengkapiolehTenagaMedis  KlinikUmum
 Klinik Gigi
 Klinik KIA-KB
 KlinikImunisasi
BukuRekamMedikDicatat  Klinik MTBS
di  Klinik TB
BukuRegisrasiRawatJalan  UGD

Gambar 12.BaganAlurPelayananPuskesmasPertiwi

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

35
4.1. Laporan kasus
4.1.1. Pasien
4.1.1.1. Identitas pasien
 Nama :Ny. M
 Usia : 53 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Pekerjaan : IRT
 Tanggal Pemeriksaan : Selasa,21Mei 2019

4.1.1.2. Anamnesis
Keluhan Utama :Kesemutan/kram-kram pada kedua tangan
Riwayat Penyakit:
Pasien datang ke Puskesmas Pertiwi dengan keluhan kesemutan/kram-
kram pada kedua tangan . Kesemutan pada kedua tangan dirasakan sejak
±3bulan yang lalu memberat ±1 minggu yang lalu. Keluhan ini dirasakan
terus menerus. Selain itu, pasien juga mengeluh sering terbangun pada
malam hari karena bolak-balik ke WC untuk buang air kecil. Dalam
semalam bisa 5-6 kali ke WC untuk buang air kecil. Keluhan ini sudah
dialami sejak bulan Januari dan disertai rasa gatal di seluruh badan, rasa
sering haus dan sering lapar namun berat badan terasa terus menurun sejak
bulan Oktober.
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
DM (-), Alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa:Bapak(+), Ibu (+), Anak laki-
laki(-) Anak Perempuan (-)

4.1.1.3. Pemeriksaan Fisis


Keadaanumum : Composmentis

36
Tek. Darah : 100/70 mmHg
Frek. Nadi : 84x/menit
Frek Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36.8 C
BB : 57 kg
TB : 150 cm
IMT : 25,3kg/m2 (Obes I)
4.1.1.4. Pemeriksaan Status Generalis :
Kepala :
- Ekspresi wajah : normal
- Bentuk dan ukuran : normal
- Rambut : normal
- Edema : (-)
Mata :
- Simetris
- Alis : normal
- Exophtalmus : (-)
- Ptosis : (-)
- Strabismus : (-)
- Edema palpebra : (-)
- Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-), hiperemis (-/-), pterygium (-/-)
- Pupil : isokor, bulat, refleks (+/+)
- Kornea : normal
Telinga :
- Bentuk : normal
- Lubang telinga : normal, sekret (-/-)
- Nyeri tekan : (-)
- Pendengaran : normal
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-)

37
- Perdarahan (-), secret (-)
Mulut :
- Simetris
- Bibir : sianosis (-)
- Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-)
- Lidah : glositis (-), atrofi papil lidah (-)
- Mukosa : kering
Leher :
- JVP : normal
Thoraks :
Cor
- Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : iktus cordis teraba di ICS 5 midclavikula sinistra
- Perkusi : redup
- Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
- Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris,
penggunaan otot bantu nafas (-), pelebaran sela iga
(-), frekuensi pernapasan 22 x/menit.
- Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, fremitus raba
dan vocal simetris, provokasi nyeri (-).
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
- Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen :
- Inspeksi : distensi (-), skar (-).
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan (-), pembesaran organ (-)
- Perkusi : timpani
Inguinal-genital-anus : tidak diperiksa
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : (+/+)

38
- Kulit : normal
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : dalam batas normal
- Edema : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Kekuatan : normal
Ektremitas bawah :
- Akral hangat : (+/+)
- Kulit : normal
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : nyeri pada daerah genu sinistra, krepitasi (-)
- Edema : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Kekuatan : normal
4.1.1.5. Pemeriksaan Penunjang yang Didapatkan
GDP : 268 mg/dl.
4.1.1.6. Diagnosis Kerja
Diabetes Melitus tipe II
4.1.1.7. Penatalaksanaan
 Non Farmakologi
a. Diet rendah karbohidrat dan glukosa d. Rutin kontrol ke pkm
b. Istirahat cukup, berolahraga e. Rutin minum obat
c. Makan makanan bergizi
 Farmakologi
a. Metformin 3x500 mg
b. Vit B1B6B121x1
4.1.1.8. Prognosis
Quo ad vitam dan fungsional :dubia ad bonam
4.1.2. Keluarga
 Genogram

39
Pasien

Gambar 13. Genogram


Keterangan:
Diabetes Melitus Tipe II

Tidak menderita Diabetes Melitus Tipe II

 ANGGOTA KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tn. M
Umur : 65 Tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Tabel 12. Anggota Keluarga

40
NAMA UMUR / STATUS PENDIDIKAN PEKERJAAN
JK DALAM
KELUARGA
Tn. M 65 tahun Kepala Keluarga SD Wiraswasta
Laki-laki
Ny. M 53 tahun Ibu rumah SD Ibu rumah
Perempuan tangga tangga
F 40 tahun Anak 1 SMA Service AC
Laki-laki
R 38 tahun Anak 2 SMA IRT
Perempuan
M 36 tahun Anak 3 SMA IRT
Perempuan
D 35 tahun Anak 4 SMA Pedagang
Perempuan
 Penilaian Status sosial dan kesejahteraan hidup
 Lingkungan tempat tinggal
Status kepemilikan rumah : Milik sendiri
Daerah perumahan : Padat penduduk
Luas rumah 15m x 11m
Bertingkat Iya
Jumlah penghuni rumah 5 orang
Luas halaman -
Lantai rumah terbuat dari Keramik
Dinding rumah terbuat dari Tembok
Kondisi dalam rumah Sangat baik
Penerangan listrik Ada
Jambang Ada
Ketersediaan air bersih Ada (Sumur bor)
Tabel 13. Penilaian Status sosial dan kesejahteraan hidup
 Kepemilikan barang – barang berharga
Ny. M memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara lain yaitu,
1 buah televisi, 1 buah kulkas, 1 buah kipas angin, 1 buah rice cooker.
 Penilaian perilaku kesehatan keluarga

41
Ny. M apabila sakit, Ny. M sering berobat ke puskesmas dengan
menggunakan jaminan kesehatan berupa kartu KIS.
 Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Pekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang ibu rumah tangga.Pasien ini
tinggal di rumah yang terletak di Jl. Pertiwi 3 No.11 Lr.1. Sekitar rumah
yaitu bagian samping kiri dan kanannya berbatasan dengan rumah batu,
dan berada di lingkungan perumahan yang cukup padat.
 Pola Konsumsi Makanan
Pola makan 2-3 kali sehari dengan menu yang tidak tentu. Ny. Mtidak
membatasi mengonsumsi karbohidrat dan glukosa serta masih suka
mengonsumsi gorengan dan makanan berlemak.
 Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga
yang lainnya. Dengan seluruh anggota keluarga, terjalin komunikasi yang
baik dan cukup lancar.
 Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal sudah cukup baik. Tata pemukiman di sekitar
rumah terlalu padat. Sinar matahari baik dapat masuk ke dalam rumah,
penerangan dalam rumah cukup. Ventilasi baik. Kebersihan dan kerapian
rumah rapi. Rumah memiliki jamban. Air minum bersumber dari sumur
bor.

Faktor Keterangan Kesimpulan tentang


faktor pelayanan
kesehatan
Sarana pelayanan Puskesmas Pelayanan dengan

42
kesehatan yang menggunakan kartu KIS
digunakan oleh
keluarga
Cara mencapai Jalan Kaki Jarak puskesmas den
sarana pelayanan kediaman Ny. M sangat
kesehatan tersebut dekat
Tarif pelayanan Gratis Semua pelayanan dengan
kesehatan yang menggunakan KIS
dirasakan
Kualitas pelayanan Baik Pasien merasa pelayanan
kesehatan yang baik karena dimulai dari
dirasakan pendaftaran
,pengambilan kartu,
konsul dokter,
pengambilan obat
berjalan dengan lancar.
Tabel 9. Data sarana pelayanan kesehatan dan lingkungan kehidupan keluarga

4.1.3. Analisa Kedokteran Keluarga


1. Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain:
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua
anggota keluarga.

43
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Jika anda sakit apakah ada anggota √
keluarga yang bersedia
mengantarkan Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah
ada anggota keluarga yang selalu √
mengingatkan untuk konsumsi obat
secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak memasak karena √
keterbatasan anda akibat penyakit

44
yang anda derita, apakah anak anda
mau mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat
penyakit anda, apakah anggota

keluarga yang lain selalu
mendampingi Anda dalam mengatasi
kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)
Anda disarankan untuk mengurangi
konsumsi makann tinggi karbohidrat
dan glukosa. Apakah anggota √
keluarga yang lain mengkonsumsi
menu yang sama dan makan
bersama?
Total Skor 8
Tabel 10. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita Diabetes
Melitus Tipe II
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 8 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat.
2. Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi :
- Sosial:
Pasienbaik dalam bermasyarakat dengan tetangga.
- Cultural:
Pasien dan keluarganya tetap mengikuti budaya Sulawesi Selatan saat
mengadakan suatu acara dengan menghidangkan dan mengonsumsi kue
tradisional dengan kadar glukosa tinggi dan nasi sebagai makanan pokok.
- Religious:
Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu dan puasa.
- Economy:

45
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi telah tercukupi.
- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA, namun
pengetahuan tentang ilmu kesehatan, terutama DM masih kurang.
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari puskesmas
dan memiliki asuransi kesehatan KIS.

4.2. Pembahasan
Studi kasus dilakukan pada pasien wanita berumur 53 tahun dengan
keluhan kesemutan/kram-kram pada kedua tangan .Kesemutan pada kedua tangan
dirasakan sejak ±3bulan yang lalu memberat ±1 minggu yang lalu. Keluhan ini
dirasakan terus menerus. Selain itu, pasien juga mengeluh sering terbangun pada
malam hari karena bolak-balik ke WC untuk buang air kecil. Dalam semalam bisa
5-6 kali ke WC untuk buang air kecil. Keluhan ini sudah dialami sejak bulan
Januari dan disertai rasa gatal di seluruh badan, rasa sering haus dan sering lapar
namun berat badan terasa terus menurun sejak bulan Oktober.
Diagnosis diabetes mellitus tipe II ditegakkan atas dasar anamnesis,
pemfis dan pemeriksaan penunjang.Berdasarkan anamnesis didapatkan gejala
sebelumnya pernah mengalami sering kencing, haus dan selalu merasa lapar, dan
saat ini sedang mengeluhkan kesemutan/kram-kram pada ekstremitas yang
menunjukkan gejala neuropati diabetik. Dari pemeriksaan penunjang didapatan
GDP 268 mg/dl. Berdasarkan kriteria diagnosis Diabetes Melitus Tipe IIbahwa
didiagnosis Diabetes Melitus Tipe II bila pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥
126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik (poliuri, polifagi, dan
polidipsi).Berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), pasien ini masuk ke
dalamObes I karena memiliki IMT 25,33
Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien saat berkunjung di
puskesmas Pertiwi sesuai dengan keluhan yang dialami dan hasil pemeriksaan
laboratorium diberikan terapi medikamentosa yaitu Metformintiga kali sehari, dan
B1B6B12 sekali sehari.

46
Edukasi yang diberikan berupa teratur minum obat, teratur kontrol ke
puskesmas, makanan yang lainnya perlu dihindari, komplikasi dari diabetes
melitus yang mungkin terjadi dan pentingnya pemeriksaan diri serta
mengendalikan penyakit yang dialami oleh pasien.
Pasien disarankan untuk mengikuti kegiatan PROLANIS di puskesmas
Pertiwi. Dengan ikutnya pasien dalam PROLANIS, pasien akan diberikan obat
diabetes mellitus untuk satu bulan, jadi pasien tidak perlu bolak balik setiap tiga
hari ke puskesmas. Manfaat lain yaitu setiap jumat seluruh pasien PROLANIS
akan mengikuti senam, dimana senam ini memang dikhususkan untuk pasien HT
dan DM.

4.2.1. Analisa Kasus


Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II
Skor Resume Hasil Akhir Skor
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Perbaikan Akhir
Faktor biologis
- Diabetes Melitus 2 - Edukasi mengenai penyakit - Terselenggara penyuluhan 4
Tipe II merupakan dan pencegahannya melalui - Keluarga memahami
penyakit genetic penyuluhan gaya hidup bahwa penyakit Diabetes
sehat dengan makanan yg Melitus Tipe II dapat
bergizi dan olahraga teratur dicegah
- Keluarga mau menerapkan
gaya hidup sehat
Faktor ekonomi dan
pemenuhan kebutuhan
- Memiliki tabungan 4 - Motivasi mengenai - Keluarga menyisihkan 4
perlunya memiliki pendapatan untuk
tabungan tabungan

- Kehidupan sosial 3 - Nasehat untuk bertawakkal - Memiliki rasa Tawakkal 4


dengan lingkungan kepada Allah, dan yakinkan kepada Allah, dan
bahwa semua akan baik- menjalin hubungan yang
baik saja. Serta sesekali baik dengan tetangga
bertegur sapa dengan

47
tetangga
Faktor perilaku
kesehatan
- Berobat teratur 3 - Edukasi untuk berobat - Pasien berobat secara 4
secara teratur serta minum teratur dan minum obat
obat sesuai anjuran dokter sesuai anjuran dokter

- Konsumsi makanan 3 - Edukasi untuk mengurangi - Pasien mengurangi


dengan kadar mengonsumsi makanan menghindari
karbohidrat dan dengan kadar karbohidrat mengonsumsi makanan 5
glukosa tinggi dan glukosa tinggi dengan karbohidrat dan
glukosa tinggi
Faktor Psikososial
- Kurangnya perhatian 4 - Menyarankan kepada - Anggota keluarga 5
keluarga pasien anggota keluarga untuk bersedia memberi
terhadap penyakit lebih perhatian dengan perhatian lebih kepada
yang diderita pasien kondisi pasien pasien
- Motivasi untuk
sembuh sangatlah 4 - Memotivasi pasien serta - Pasien termotivasi untuk 5
kurang menjelaskan kepada pasien sembuh
bahwa penyakitnya dapat
sembuh apabila pasien
berobat secara teratur
Total Skor 22 31
Rata-rata Skor 2,8 4,1

Tabel 11. Skoring Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Penyelesaian Masalah
dalam keluarga

Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah


Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan
sepenuhnyaoleh provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belumdimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan
sebagianbesar oleh provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih
tergantung pada upaya provider.

48
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

4.2.2. Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, Dan Penatalaksanaan


Selanjutnya
Pertemuan ke 1 :21Mei2019
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-
ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat
yang akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis.

4.2.3. Anamnesis Holistik


Aspek Personal
Saat kami mendatangi rumah pasien, pasien bersama anak ke 4 dan cucunya
berada di rumah.Suami pasien sedang bekerja dan anaknya yang lain tidak tinggal
serumah dengan pasien.Pasien baru pertama kali mendapat kunjungan rumah
untuk mengontrol keadaan pasien, disamping itu pasien sangat begitu senang
karena ada teman berbagi cerita.Pasien masih memiliki harapan untuk bisa
beraktifitas seperti sedia kala.
Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan diagnosis Diabetes Melitus Tipe II.
Aspek Faktor Risiko Internal

49
Keluarga pasien yaitu bapaknya diketahui memiliki riwayat penyakit
DM..Pasien kurang menerapkan pola hidup sehat berupa pola makan yang baik
dan olahraga teratur.Dari segi usia pasien juga sudah tergolong lansia sehingga
sangat rentan dengan berbagai penyakit.
Aspek Faktor Risiko Eksternal
Kurangnya pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu
rumah.Keluarga pasien kurang memerhatikan kondisi penyakit pasien, akan tetapi
komunikasi antara pasien dan anggota keluarga terbilang baik, anak maupun
suami kadang mengingatkan untuk meminum obat.
Aspek Fungsional
Ny. M sudah masih mampu melakukan sendiri aktivitas dan menjalankan
fungsi sosial dalam kehidupannya.Ny. M banyak menghabiskan waktu di dalam
rumah.
Derajat Fungsional
Derajat 3yaitu ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan.
Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
- Pertemuan ke-1: Puskesmas Pertiwi, 21Mei2019pukul 10.30 WITA.
- Pertemuan ke-2: Rumah pasien Jalan Cendrawasih No.11 Lr.1 Dalam,
21Mei2019 pukul 15.00 WITA.
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi kepada Pasien Pada saat Pasien dapat sadar Tidak Tidak
personal pasien mengenai Diabetes kunjungan dan mengerti akan ada menolak
Melitus Tipe II dan rumah pentingnya rutin
komplikasiserta memberikan mengonsumsi anti
informasi mengenai Diabetes Melitus
perkembangan penyakitnya. Tipe II
Aspek Memberikan obat anti Diabetes Pasien Saat berobat Glukosa darah Tidak Tidak
klinik Melitus Tipe II dan obat di dapat terkontrol ada menolak
kolesterol untuk mengontrol puskesmas
glukosa darah dan kadar
kolesterol pasien
Aspek Mengajarkan bagaimana pola Pasien Pada saat Glukosa darah Tidak Tidak

50
risiko makan yang baik, kunjungan dapat terkontrol ada menolak
internal menganjurkan olahraga teratur, rumah
menganjurkan untuk istirahat
yang cukup
Aspek Menganjurkan keluarga Keluarga Pada saat Keluarga Tidak Tidak
risiko memberi dukungan kepada kunjungan memberi ada menolak
external pasien agar selalu menjaga rumah perhatian dan
kesehatannya dan selalu dukungan lebih
mengingatkan pasien untuk kepada pasien dan
minum obat dan kontrol pasien lebih
glukosa darah, dan mendukung termotivasi untuk
pola diet pasien. sembuh

Menganjurkan kepada keluarga


pasien untuk meningkat-kan
komunikasi yang baik dengan
pasien
Aspek Menganjurkan untuk rajin Pasien Pada saat Agar kondisi Tidak Tidak
fungsional berolahraga teratur (program kunjungan tubuh selalu sehat ada menolak
senam prolanis) rumah dan bugar

Tabel 12. Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)


4.2.4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik, Tanda Vital: Tekanan Darah: 100/70 mmHg, Nadi :
84 x/menit, Pernapasan : 22 x/menit, Suhu : 36,8oC.

4.2.5. Pemeriksaan Penunjang


GDP 268 mg/dl.

4.2.6. Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)


Diagnosa Klinis:
Diabetes Melitus Tipe II
Diagnosa Psikososial:
Kurangnya kesadaran akanketeraturan minum obat.
Kurangnya pengetahuan pasien akan penyakit Diabetes Melitus Tipe II.

51
4.2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini
meliputipencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan
keluarga pasien).
Pencegahan Primer
Pencegahanprimer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
Diabetes Melitus Tipe II antara lain:
- Mengontrol glukosa darah
 Melakukan diet rendah karbohidrat dan glukosa
- Rajin berolahraga
- Makan makan bergizi
Pencegahan Sekunder
Pengobatan farmakologi berupa:
- Metformin 3x500mg
- B1B6B12 1x1
Pencegahan Tersier :Rehabilitasi fisik, mental dan sosial.

Terapi Untuk Keluarga


Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi yang
merupakan pendukungan secara emosional. Selain itu apabila kita kembali
mengingat bahwa silsilah keluarga ini dengan resiko penyakit yang tinggi
sehingga, penting mengingatkan ke anggota keluarga untuk menjaga pola makan
serta melakukan kebiasaan hidup yang sehat.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

52
5.1. KESIMPULAN
- Diagnosa klinis :
Diabetes Melitus Tipe II.
- Diagnosis psikososial :
Kurangnya kesadaran akanpentingnya berobat teratur.
Kurangnya pengetahuan pasien akan penyakit Diabetes Melitus Tipe II
- Gambaran dari Genogram:
Bapak pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus Tipe II.

5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. M, maka disarankan
untuk :
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mencetuskan Diabetes Melitus Tipe II.
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentangDiabetes Melitus Tipe
II serta komplikasi yang ditimbulkan pada saat tidak teratur mengonsumsi obat.
- Memberi edukasi pada pasien tentang jenis fisioterapi ringan yang dapat
dilakukan sendiri di rumah.
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan dukungan
lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan mengontrol
penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

53
1. Adi, S. et al., 2015. Konsensus Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta, 2015. Pengurus Besar Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI).
2. Aru W. Sudoyo. 2009. Editor. Buku Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.
3. INFODATIN. 2014. Waspada Diabetes Eat Well Live Well, Situasi dan
Analisis Diabetes. Jakarta Selatan : Kementerian Kesehatan RI.
4. Andreoli, T.E. 2010. Diabetes Mellitus, in Andreoli and Carpenter’s Cecil
Essentials Of Medicine.
5. Shahab, Alwi. 2006. Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus
(Disarikan dari Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia :
Perkeni 2006). Subbagian Endokrinologi Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit
Dalam, Fk Unsri/ Rsmh Palembang, Palembang.
6. GustavianiR. 2006.
DiagnosisdanKlasifikasiDiabetesMelitus.Didalam:Sudoyo AW,
SetiyohadiB,AlwiI,SimadibrataM, SetiatiS,Editor. BukuAjar Ilmu
PenyakitDalam.EdisiIV. JilidIII.Jakarta : Pusat Penerbitan DepartemenIlmu
PenyakitDalam FK UI. Hal 1879– 1881.
7. Departemen KesehatanIndonesia. 2006. Diabetes MelitusMasalah
Kesehatan MasyarakatyangSerius. http://www.depkes.go.id/index[5 April
2016].
8. DepartemenKesehatanRepublikIndonesia. 2009.
PrevalensiDiabetesMelitusDi Indonesia Mencapai 21,3 Juta OrangTahun
2030. http://www.depkes.go.id/index.
9. Ganong, W. F. 1999. Fisiologi Kedokteran Edisi ke-4. Jonathan Oswari.
Terjemahan: Petrus Andrianto. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran E.G.C.

LAMPIRAN

54
55

Anda mungkin juga menyukai