Anda di halaman 1dari 19

206 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2013, Vol. 10, No.

2, hal 206 - 224

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia


Volume 10 Nomor 2, Desember 2013

PREFERENSI MANAJEMEN LABA AKRUAL ATAU MANAJEMEN


LABA RIIL DALAM AKTIVITAS TAX SHELTER

Ira Geraldina
Program Studi Akuntansi STIE Indonesia Banking School
geraldina.ira@gmail.com

Abstract
This study aims to examine the effect of accrual or real earnings management on the possibility of companies
involved in tax shelter activities by using Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (notice of tax deficiency)
as a proxy to measure the tax shelter. By using a sample of companies who received Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (notice of tax deficiency) in manufacturing industry and listed in Indonesia Stock Exchange
during the period 2001-2010, this study finds that the company tends to favor accrual earnings management
for decreasing possibility of aggressive tax shelter activities. This finding is not supporting the hyphotesis.
Real earnings management via abnormal operating cash flows and abnormal discretionary production
increasing possibility of aggressive tax shelter activities. Both findings are supporting the hypothesis. This
study also finds that both practices of accrual earnings management or real earnings management have
substitute effect in explaining the possibility of companies involved in tax shelter activities.
Keywords: tax shelter, notice of tax deficiency, tax penalty, accrual earnings management, real earnings
management.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh manajemen laba akrual atau manajemen laba riil
terhadap kemungkinan perusahaan terlibat dalam aktivitas tax shelter dengan menggunakan sanksi pajak
berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) untuk mengidentifikasi perusahaan yang
terindikasi melakukan aktivitas tax shelter. Dengan menggunakan sampel perusahaan yang menerima dan
mendapatkan ketetapan final SKPKB pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2001-2010, hasil penelitian menunjukkan perusahaan cenderung menggunakan manajemen laba
akrual untuk menurunkan kemungkinan perusahaan terlibat dalam kegiatan tax shelter. Temuan tersebut
tidak sesuai dengan dugaan penelitian. Temuan yang sesuai dengan dugaan penelitian adalah manajemen
laba riil melalui diskresi arus kas operasi dan biaya produksi menaikkan kemungkinan perusahaan terlibat
dalam kegiatan tax shelter. Studi ini juga menemukan bahwa penggunaan manajemen laba akrual atau riil
dalam aktivitas tax shelter dapat saling bersubstitusi.
Kata kunci: tax shelter, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), sanksi pajak, manajemen
laba akrual, manajemen laba riil.

PENDAHULUAN dan Shevlin 2001). Melalui modus


pembebanan biaya fiktif,  hedging  fiktif
Aktivitas tax shelter diklaim merupakan dengan  backdated transaction, dan transfer
salah satu bentuk biaya keagenan karena pricing melalui paper company di luar negeri,
aktivitas tersebut dapat mendorong inefisiensi Asian Agri Group (AAG) harus menanggung
organisasi yang diakibatkan oleh beragam inefisiensi. AAG diwajibkan membayar dua
masalah insentif perusahaan (manajer) kali lipat dari tax saving yang berasal dari
yang melakukan tax shelter (Shackelford tax shelter yang dilakukannya selama tahun
Ira Geraldina, Hubungan Manajemen Laba Akrual atau Manajemen Laba Riil.... 207

2002-2005. Putusan kasasi Mahkamah Agung pricing. Selama transfer pricing ini dilakukan
tanggal 21 Februari 2013 memerintahkan dengan harga yang wajar, maka perusahaan
AAG membayar pajak terutang sebesar Rp tidak terkategori melakukan tax shelter.
2,5 triliun. Jumlah tersebut sebesar dua kali Namun, adakalanya perusahaan men-
pajak terutang yang kurang dibayar oleh dirikan kantor cabang penjualan di luar
14 perusahaan yang tergabung di dalam grup negeri karena pertimbangan bisnis murni
tersebut. Untuk membayar sanksi pajak di atas, atas permintaan pasar. Ketidakpahaman
AAG menggunakan seluruh sumber dananya, perusahaan mengenai ketentuan perpajakan,
baik internal maupun eksternal (utang). Akibat diantaranya mengenai kesepakatan harga
putusan MA di atas, aset AAG bahkan sempat transfer yang ditetapkan regulator perpajakan,
diblokir oleh Kejaksaan Agung. dapat menyebabkan perusahaan terlibat
Menurut Hanlon dan Heitzman (2010), dalam aktivitas tax shelter apabila menyalahi
terdapat dua trade off dalam penentuan ketentuan yang berlaku.
sampel penelitian yang membahas mengenai Dengan kata lain, penelitian sebaiknya
tax shelter. Pertama, potensi bias sampel menggunakan pengukuran yang lebih spesifik
penelitian (potential selection bias). Penelitian dalam mengidentifikasi perusahaan yang
dihadapkan pada trade off saat mengidentifikasi terlibat dalam aktivitas tax shelter. Kedua
perusahaan yang terlibat aktivitas tax shelter hal tersebut memberikan tantangan bagi
dengan cara hanya memilih perusahaan yang penelitian pada area tax shelter untuk dapat
secara formal terbukti bersalah dan dikenakan mengidentifikasi dengan jelas definisi dan
sanksi hukum atau hanya perusahaan yang identitas perusahaan yang melakukan tax
terungkap melakukan transaksi tertentu yang shelter.
terkategori dalam aktivitas tax shelter menurut F r a n k e t a l . ( 2 0 0 9 ) d a n Wi l s o n
ketentuan yang berlaku. Pilihan tersebut (2009) menggunakan model Graham dan
memiliki konsekuensi pada masalah yang Tucker (2006) untuk mengidentifikasi peru-
kedua, yaitu penggunaan salah satu dari kedua sahaan yang terlibat dalam aktivitas tax
cara identifikasi tax shelter tersebut dapat shelter dan menemukan hubungan yang
bersifat endogen. Perusahaan yang melakukan positif antara kegiatan tax shelter dengan
penghindaran pajak tidak selalu kemudian agresivitas pelaporan keuangan. Graham
terlibat dalam aktivitas tax shelter atau dan Tucker (2006) menggunakan database
sebaliknya, perusahaan yang tidak melakukan internal regulator perpajakan (IRS/Internal
penghindaran pajak, karena suatu alasan Revenue Service) untuk mengidentifikasi
dapat terjerumus dalam aktivitas tax shelter. perusahaan yang terlibat dalam aktivitas
Oleh karena itu, bisa terjadi perusahaan yang tax shelter, yaitu mereka yang dinyatakan
terindikasi melakukan tax shelter adalah bukan pemerintah menggunakan transaksi yang
perusahaan yang melakukan penghindaran tidak diperkenankan oleh hukum, menerima
pajak hampir pada seluruh aspek perpajakan pernyataan kurang bayar pajak dari pemerintah
apabila menggunakan definisi tax shelter yang atau keduanya.
bersifat umum. Dengan kata lain, dapat saja Kim et al. (2011) menggunakan tiga
terjadi pelanggaran terhadap transaksi tunggal proksi ukuran penghindaran pajak yang salah
namun belum tentu mencerminkan perilaku satunya adalah kemungkinan perusahaan me-
penghindaran pajak perusahaan secara menye- lakukan penghindaran pajak ekstrim sebagai
luruh. proksi untuk mengidentifikasi perusahaan
Hal ini dapat terjadi pada perusahaan yang yang melakukan tax shelter1. Kim et al. (2011)
melakukan transaksi dengan pihak berelasi. menggunakan nilai prediksi model Wilson
Dalam upaya melakukan penghindaran pajak, (2009) untuk mengukur tingkat tax sheltering
perusahaan dapat melakukan transaksi dengan
pihak berelasi dengan membuka kantor 1
cabang yang berkedudukan di negara-negara Dua proksi lainnya adalah long-run cash effective tax
rate dan nilai ekstraksi analisis faktor dari tiga ukuran
tax haven dan kemudian melakukan transfer book-tax differences (BTDFACTOR).
208 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2013, Vol. 10, No. 2, hal 206 - 224

perusahaan. Semakin besar tingkat tax Penelitian ini bertujuan menguji


sheltering, semakin besar tingkat penghindaran pengaruh manajemen laba dengan sanksi
pajak perusahaan. pajak kurang bayar sebagai proksi untuk
Hanlon dan Joel (2009) menggunakan mengukur tax shelter terhadap kemungkinan
informasi publik yang mengabarkan keter- perusahaan terlibat dalam aktivitas tax
libatan perusahaan dalam aktivitas tax shelter. Penelitian ini diharapkan selain
shelter untuk mengidentifikasi perusahaan mengembangkan penelitian Samingun (2012)
yang terlibat aktivitas tax shelter. Samingun dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak
(2012) menggunakan Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB) pajak penghasilan
Pajak (SKP) yang dikeluarkan regulator untuk mengidentifikasi perusahaan yang
perpajakan (Direktorat Jenderal Pajak) untuk melakukan upaya penghindaran pajak, juga
mengidentifikasi perusahaan yang melakukan untuk membagi kelompok sampel berdasarkan
manajemen laba untuk tujuan pajak. Samingun nilai median besaran sanksi pajak SKPKB
(2012) menggunakan proksi sanksi pajak yaitu guna memisahkan perusahaan yang agresif
koreksi bersih pajak terutang ditambah sanksi melakukan aktivitas tax shelter (aggressive
pajak akibat dikeluarkannya SKP tersebut tax shelter firms) dari yang non-aggressive
yang diperhitungkan pada rekonsiliasi fiskal
tax shelter firms. Selain itu, dengan penelitian
untuk mengukur manajemen laba untuk tujuan
ini diharapkan dapat diperoleh bukti empiris
pajak. Koreksi bersih yang dimaksud adalah
mengenai sifat penggunaan manajemen
hasil penjumlahan dari pokok pajak yang
laba akrual dan manajemen laba riil, apakah
masih terutang dan sanksi pajak yang terdapat
bersifat substitusi atau komplementer dalam
dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP), serta
selisih antara nilai restitusi (pengembalian) menjelaskan kemungkinan perusahaan terlibat
pajak yang diajukan perusahaan dengan jumlah dalam aktivitas tax shelter. Pengujian ini
restitusi yang diterima perusahaan (Samingun dilakukan untuk menindaklanjuti temuan
2012). Samingun (2012) yang mengindikasikan
Penelitian Samingun (2012) menggunakan hanya manajemen laba riil saja yang signifikan
Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang di dalam- mempengaruhi manajemen laba, tetapi
nya terdapat koreksi fiskal baik untuk Surat manajemen laba akrual tidak berpengaruh
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) signifikan. Oleh karena itu, diperlukan
maupun Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pengujian lanjutan untuk memastikan bahwa
(SKPKB) untuk mengidentifikasi perusahaan kemungkinan besar perusahaan hanya meng-
y a n g m e l a kukan m anajemen pa ja k. gunakan manajemen laba riil dalam aktivitas
Penelitian ini mengembangkan penelitian tax shelter-nya yang kemungkinan tidak dapat
Samingun (2012) dengan menggunakan Surat disubstitusikan oleh manajemen laba akrual
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau justru keduanya malah saling melengkapi
untuk mengidentifikasi perusahaan yang ter- (komplementer). Sebagian besar sampel
identifikasi melakukan aktivitas tax shelter. pada penelitian ini sama dengan sampel
Dibandingkan dengan penelitian Samingun penelitian Samingun (2012) karena sama-
(2012), dari segi ruang lingkup, penelitian sama menggunakan SKPKB. Perbedaannya,
ini memiliki ruang lingkup yang lebih ter- penelitian ini tidak memasukkan jumlah nilai
batas karena hanya menguji penggunaan restitusi bersih dalam perhitungan sanksi pajak.
manajemen laba perusahaan (akrual dan riil) Hal ini dilakukan untuk mengeliminasi faktor
dalam manajemen pajak spesifik (tax shelter) SKPLB pada penelitian Samingun (2012) agar
dan tidak menguji determinan dari tax shelter penelitian ini fokus pada sanksi pajak yang
dan dampaknya bagi investor di pasar modal. timbul akibat SKPKB sebagai proksi untuk
Namun, penelitian ini menggunakan proksi mengukur tax shelter. Selain itu, pengamatan
spesifik dalam mengukur manajemen pajak, diperpanjang dua tahun menjadi periode 2001-
yaitu tax shelter yang tidak digunakan pada 2010.
penelitian Samingun (2012).
Ira Geraldina, Hubungan Manajemen Laba Akrual atau Manajemen Laba Riil.... 209

TELAAH LITERATUR DAN regulator pajak dan diberikan ketetapan hukum


PENGEMBANGAN HIPOTESIS final setelah melewati proses keberatan dan
banding.
Tax Shelter dalam Perspektif Teori Dalam sistem perpajakan di Indonesia,
Keagenan sanksi pajak timbul setelah fiskus melakukan
Hubungan keagenan antara manajer pemeriksaan pajak atas laporan pajak wajib
dan pemegang saham dapat menimbulkan pajak. Setelah pemeriksaan pajak dilakukan,
masalah keagenan, yaitu konflik keagenan fiskus atas nama Direktorat Jendral Perpajakan
antara manajer dan pemegang saham yang setempat akan mengeluarkan Surat Ketetapan
masing-masing pihak memiliki kepentingan Pajak diantaranya Surat Ketetapan Pajak Lebih
yang berbeda dan ingin memaksimumkan Bayar (SKPLB) dan Surat Ketetapan Pajak
nilai utilitas dari kepentingannya tersebut. Kurang Bayar (SKPKB). Perusahaan dapat
Untuk mengatasi konflik tersebut dibutuhkan melakukan proses keberatan dan banding
biaya keagenan yang cukup mahal agar apabila tidak puas dengan Surat Ketetapan
dapat mengurangi moral hazard dan asimetri Pajak yang diperolehnya. SKP tersebut berisi
informasi, sehingga manajer dapat sedekat jumlah pokok pajak yang harus dibayarkan
mungkin melakukan aktivitas yang sesuai oleh perusahaan beserta sanksinya (Samingun
dengan kepentingan pemegang saham (Jensen 2012). Begitu pula dengan proses keberatan dan
dan Meckling 1976). banding akan menimbulkan sanksi pajak dan
Aktivitas penghindaran pajak pada satu biaya lain yang akan ditanggung perusahaan
sisi dapat menguntungkan pemegang saham yang akan merugikan pemegang saham,
apabila aktivitas tersebut hanya bersifat tax terutama untuk kasus SKPKB. Oleh karena
favored (Desai dan Dharmapala 2011). Pada itu, pemegang saham sebaiknya memerhatikan
sisi lain, manajemen pajak akan merugikan manajemen pajak perusahaan yang dapat
pemegang saham apabila perusahaan mela- merugikan perusahaan dan pemegang saham.
kukan penghindaran pajak secara agresif (tax
shelter) karena perusahaan akan menanggung Hubungan Manajemen Laba dan Tax
kerugian di masa depan berupa sanksi pajak Shelter
yang seharusnya dapat dihindari perusahaan Wilson (2009) menemukan adanya peng-
(Hanlon dan Joel 2009). aruh positif signifikan book tax differences
Tax shelter merupakan salah satu terhadap kemungkinan perusahaan terlibat
kontinum dalam penelitian penghindaran dalam aktivitas tax shelter. Perbedaan laba
pajak (tax avoidance). Jika secara umum, akuntansi dan pajak yang semakin tinggi
penghindaran pajak didefinisikan sebagai merupakan sinyal pelaporan pajak yang
upaya mengurangi pajak secara eksplisit, agresif. Investor akan menginterpretasikan
maka tax shelter diidentikkan dengan upaya book tax differences (BTD) yang semakin besar
pengurangan pajak secara agresif yang dapat dan positif sebagai “red flag” atas kualitas
diidentifikasi apabila perusahaan tertangkap laba yang rendah karena akan mengurangi
dan dituntut secara formal atau terungkap persistensi laba di masa depan (Hanlon 2005).
melakukan transaksi tertentu yang tidak Kualitas laba yang rendah dapat di-
diperkenankan oleh ketentuan yang berlaku sebabkan oleh kualitas akrual dalam pelaporan
(Hanlon dan Heitzman 2010). Pada penelitian keuangan perusahaan. Semakin agresif peng-
ini, tax shelter dipandang sebagai upaya gunaan akrual, semakin rendah kualitas laba
penghindaran pajak untuk mengurangi pajak perusahaan. Wilson (2009) dan Frank et al.
secara agresif dan tidak bertanggung jawab (2009) berhasil membuktikan bahwa pelaporan
(Huseynov dan Bonnie 2012). Tax shelter keuangan yang agresif berpengaruh positif
diidentifikasi berdasarkan perolehan Surat signifikan terhadap kemungkinan pelaporan
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) pajak yang agresif. Penelitian Frank et al.
setelah dilaksanakannya pemeriksaan oleh (2009) mendefinisikan pelaporan keuangan
210 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2013, Vol. 10, No. 2, hal 206 - 224

yang agresif sebagai upaya manajemen laba penelitian Samingun (2012) memasukkan
yang meningkatkan laba (upward earnings nilai restitusi bersih SKPLB, sehingga
management), sedangkan pelaporan pajak memungkinkan di dalamnya terdapat unsur
yang agresif didefinisikan sebagai upaya penghindaran pajak yang tidak bertujuan
untuk memanipulasi pajak terutang melalui untuk menggunakan transaksi tertentu yang
perencanaan pajak yang dapat mengandung bertentangan dengan hukum. Nilai sanksi pajak
unsur penggelapan pajak. Dalam unsur pada penelitian ini tidak memperhitungkan
manajemen laba yang agresif terkandung nilai restitusi bersih SKPLB sebagaimana yang
unsur akrual diskresioner yang sarat dengan dilakukan Samingun (2012). Hal ini mengacu
ketidakpastian yang akan berdampak pada pada penelitian Graham dan Tucker (2006)
semakin besarnya perbedaan antara laba dan Lisowsky (2010) yang menggunakan
akuntansi dengan laba kena pajak. Hal ini sampel perusahaan yang dinyatakan terlibat
disebabkan perusahaan dapat memilih metode dalam aktivitas tax shelter oleh pemerintah
dan estimasi akuntansi yang dapat menyebabkan atas penggunaan transaksi yang tidak
perbedaan temporer atau melakukan transaksi diperkenankan, menerima keterangan kurang
yang bukan pengurang atau subyek pajak bayar pajak (notice of deficiency) atas aktivitas
penghasilan (perbedaan permanen) secara tax sheltering, atau keduanya. Transaksi yang
agresif sehingga perusahaan dapat melaporkan tidak diperkenankan IRS tersebut diantaranya
laba yang tinggi dan pajak minimum secara lease-in, lease-out (LILO), transfer pricing
bersamaan pada periode berjalan. Kondisi ini (TP), corporate-owned life insurance (COLI),
berlaku apabila tingkat book-tax conformity cross-border dividend capture strategy
lingkungan rendah, sehingga memungkinkan (CBDC), contingent-payment installment
perusahaan memiliki diskresi untuk secara sales (CPIS), liquidation and recontribution
leluasa mengatur pelaporan pajak dan (LR), offshore intellectual property havens
labanya. Oleh karena itu, semakin agresif (OIPH), atau contested liability acceleration
pelaporan akuntansi perusahaan, semakin strategy (CLAS). Penelitian ini tidak meng-
agresif pelaporan pajaknya. Keputusan gunakan jenis-jenis transaksi di atas untuk
perusahaan untuk terlibat dalam aktivitas tax mengidentifikasi perusahaan yang melakukan
shelter merupakan sinyal pada lingkungan tax shelter karena data tersebut di Indonesia
perusahaan untuk mendukung tujuan tersebut, bersifat rahasia.
salah satunya dengan melakukan pelaporan Pada umumnya, pelaporan akuntansi yang
akuntansi yang agresif juga (Wilson 2009). agresif berhubungan positif dengan tax shelter.
Dengan menggunakan sanksi pajak Semakin tinggi diskresi manajer terhadap
untuk mengukur manajemen laba untuk tujuan akrual, maka semakin agresif pelaporan
pajak, hasil penelitian Samingun (2012) keuangan perusahaan dan semakin agresif
menunjukkan bahwa pelaporan akuntansi pelaporan pajaknya. Berdasarkan argumentasi
yang agresif lewat akrual tidak berpengaruh di atas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
positif signifikan terhadap sanksi pajak, namun H1: Manajemen laba akrual berpengaruh
berpengaruh signifikan dengan pelaporan positif terhadap kemungkinan peru-
akuntansi yang agresif lewat aktivitas riil. sahaan melakukan aggressive tax
Implikasi penelitian ini menunjukkan bahwa sheltering.
perusahaan lebih memilih metode manajemen
laba riil dibandingkan akrual untuk keperluan Selain aktivitas akrual, perusahaan
manajemen laba pajak. dapat menggunakan metode manajemen laba
Namun manajemen laba untuk tujuan riil dalam pelaporan pajaknya (Samingun
pajak pada penelitian Samingun (2012) ber- 2012). Perusahaan dapat menggunakan
sifat umum, belum menguji manajemen laba diskresi arus kas, biaya produksi, serta beban
untuk tujuan pajak yang bersifat tax shelter. penjualan dan administrasi dalam aktivitas
Hal ini dikarenakan jumlah sanksi pajak pada manajemen laba riil. Perusahaan kemungkinan
Ira Geraldina, Hubungan Manajemen Laba Akrual atau Manajemen Laba Riil.... 211

menggunakan diskresi arus kas dengan me- Hasil penelitian Samingun (2012) yang
lakukan manipulasi penjualan. Manipulasi menunjukkan diskresi arus kas abnormal ber-
penjualan dilakukan dengan cara menawarkan pengaruh negatif signifikan, sedangkan diskresi
diskon dan memperlunak masa penjualan beban abnormal berpengaruh positif signifikan
kredit. Manipulasi penjualan ini berdampak terhadap sanksi pajak. Kemungkinan besar hal
pada kenaikan penjualan pada periode ber- ini disebabkan karena level sanksi pajak belum
jalan, namun dapat menurunkan marjin laba membedakan tingkat agresivitas tax shelter
kotor akibat diskon yang diberikan serta yang dilakukan perusahaan.
menurunkan arus kas operasi akibat penjualan Berdasarkan argumentasi di atas, maka
kredit. Diskresi biaya produksi dengan cara dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
meningkatkan produksi dapat menurunkan H2a: Manajemen laba riil melalui arus kas
harga pokok penjualan, meningkatkan laba, operasi berpengaruh positif terhadap
namun menurunkan arus kas operasi berjalan. kemungkinan perusahaan melakukan
Adapun diskresi beban operasi (beban aggressive tax sheltering.
administrasi dan penjualan) dilakukan dengan H2b: Manajemen laba riil melalui biaya
mengurangi pengeluaran yang menjadi beban produksi berpengaruh positif ter-
periode berjalan sehingga dapat meningkatkan
hadap kemungkinan perusahaan me-
laba dan arus kas operasi perusahaan.
lakukan aggressive tax sheltering.
Berdasarkan uraian di atas, dari ketiga
H2c: Manajemen laba riil melalui beban
jenis manajemen laba riil perusahaan, diskresi
diskresioner berpengaruh positif ter-
arus kas dan biaya produksi abnormal memiliki
hadap kemungkinan perusahaan me-
dampak yang serupa, yaitu meningkatkan
laba berjalan, tetapi menurunkan arus kas lakukan aggressive tax sheltering.
operasi perusahaan sedangkan diskresi beban
abnormal dapat meningkatkan laba sekaligus METODE PENELITIAN
arus kas perusahaan. Akan tetapi, ketiganya
berdampak sama terhadap pelaporan laba Data dan Sampel Penelitian
akuntansi, yaitu sama-sama berupaya me-
naikkan laba atau cenderung melaporkan Penelitian ini menggunakan data sekunder
laba yang agresif. Pelaporan laba yang berupa laporan keuangan tahunan publikasi
agresif mendorong perbedaan laba akuntansi yang diperoleh dari Pusat Data Ekonomi dan
dan laba pajak perusahaan yang semakin Bisnis FEUI. Teknik pengambilan sampel pada
besar, sehingga meningkatkan kemungkinan penelitian ini mengikuti penelitian Samingun
perusahaan terlibat aktivitas tax shelter. (2012) dengan mengubah identifikasi per-
Perbedaan laba akuntansi dan pajak usahaan yang terindikasi terlibat dalam
terbukti berhubungan positif dengan mana- aktivitas tax shelter. Populasi pada penelitian
jemen pajak dan manajemen laba. Semakin ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat
besar perbedaan laba akuntansi dan pajak pada Bursa Efek Indonesia periode 2001-2010.
mengindikasikan perusahaan melakukan Sampel final yang diperoleh berdasarkan
manajemen pajak dan manajemen laba yang metode purposive sampling adalah 108
lebih agresif (Tang dan Firth 2011; Frank et
pengamatan (firm years) setelah mengeluarkan
al. 2009). Berangkat dari argumentasi bahwa
outliers. Berikut prosedur pemilihan sampel:
perbedaan laba akuntansi dan pajak dapat
menangkap kecenderungan manajemen laba 1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar
akrual, maka hal yang serupa diduga berlaku pada Bursa Efek Indonesia kecuali
untuk manajemen laba riil. Semakin agresif perusahaan yang bergerak di bidang
manajemen laba riil perusahaan, semakin industri rokok dan terindikasi memperoleh
besar besar perbedaan laba akuntansi dan sanksi pajak, sebagaimana yang dilakukan
pajak sehingga semakin tinggi kemungkinan Samingun (2012). Periode pengamatan
perusahaan melakukan aggressive tax shelter. adalah periode perusahaan menerima
212 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2013, Vol. 10, No. 2, hal 206 - 224

ketetapan final regulator mengenai kurang terindikasi agresif melakukan tax shelter dan
bayar pajak penghasilan baik menerima yang tidak agresif. Pengelompokan sampel
tanpa keberatan, setelah keberatan, atau- dilakukan untuk memisahkan perusahaan yang
pun setelah proses banding. Periode secara intensif berupaya keras melakukan tax
pengamatan diperpanjang dari periode sheltering dan yang kurang intensif. Level
penelitian Samingun (2012) menjadi tahun sanksi pajak dipandang kurang memadai untuk
2001-2010. menilai besaran penggelapan pajak akibat
2. Apabila perusahaan menerima SKPKB aktivitas tax shelter. Sanksi pajak hanyalah
dan mengajukan keberatan dan kemudian merupakan proksi perusahaan terindikasi
banding, selama belum ada ketetapan pajak melakukan aktivitas tax shelter. Beberapa
dari regulator mengenai permohonannya, penelitian terdahulu menggunakan metode
walaupun perusahaan sudah membayar yang sama, hanya berbeda dalam proksi
sebagian atau seluruh sanksi pajak SKPKB, ukuran dalam mengidentifikasi aktivitas tax
maka perusahaan tersebut dikeluarkan shelter seperti dilakukan Lisowsky (2010).
dalam sampel.
3. Apabila regulator pajak mengabulkan
sebagian atau seluruhnya permohonan
keberatan atau banding perusahaan,
maka jumlah sanksi pajak yang diakui
pada penelitian ini adalah pajak terutang
ditambah denda yang dikabulkan regulator
Dimana:
baik sebagian atau seluruhnya.
4. Perusahaan menyampaikan laporan ke- TS : Perusahaan yang terindikasi
melakukan aktivitas tax shelter
uangan lengkap beserta pengungkapan
yang diukur dengan nilai
mengenai SKPKB, status hukum, dan sanksi pajak kurang bayar plus
jumlah sanksi (pokok ditambah denda denda pada tahun t. Apabila
kurang bayar) yang menjadi ketetapan nilai sanksi pajak perusahaan
pajak regulator. i di atas nilai mediannya,
maka dikategorikan sebagai
Model Penelitian perusahaan yang terindikasi
melakukan aggessive tax
Berikut model penelitian untuk menjawab shelter dan diberi nilai 1,
permasalahan penelitian sekaligus menguji jika tidak dikategorikan se-
hipotesis 1 dan 2a-2c. Model penelitian 1 bagai perusahaan yang tidak
diadaptasi dari model Samingun (2012) terindikasi melakukan non-
dengan penyesuaian pada variabel terikatnya aggessive tax shelter dan diberi
nilai 0.
dan penambahan dua variabel kontrol yaitu
DA : Manajemen laba akrual
leverage dan ROA. Variabel terikat pada model
yang diukur dengan akrual
Samingun (2012) adalah manajemen laba
diskresioner perusahaan i pada
untuk tujuan pajak perusahaan (EMT) yang tahun t.
diukur dengan nilai sanksi pajak bersih setelah
AbnCFOi : Manajemen laba riil yang
memperhitungkan kompensasi lebih bayar
diukur dengan arus kas
dan denda pajak. Penelitian ini menggunakan operasi abnormal diskresioner
variabel kemungkinan perusahaan terlibat perusahaan i pada tahun t.
dalam aktivitas tax shelter (TS) yang diukur
AbnPRODi : Manajemen laba riil yang
dengan nilai sanksi pajak kurang bayar
diukur dengan biaya produksi
beserta dendanya. Metode regresi logistik
abnormal diskresioner perusa-
digunakan karena variabel terikat merupakan haan i pada tahun t
variabel kategorikal, yakni perusahaan yang
Ira Geraldina, Hubungan Manajemen Laba Akrual atau Manajemen Laba Riil.... 213

Abn : Manajemen laba riil yang sampaikan (Hanlon dan Heitzman 2010), maka
DISEXPi diukur dengan beban abnormal sampel dikelompokkan menjadi dua kategori,
diskresioner perusahaan i pada yaitu perusahaan yang terindikasi melakukan
tahun t. penghindaran pajak secara agresif (aggressive
LEVi : Leverage perusahaan i yang tax shelter firms) dan perusahaan yang
diukur dengan rasio utang
tidak terindikasi melakukan penghindaran
jangka panjang dibagi dengan
total aset pada tahun t. pajak secara agresif (non-aggressive tax
ROAi : Profitabilitas perusahaan i shelter firms). Sampel dikategorikan sebagai
yang diukur dengan rasio laba aggressive tax shelter firms jika nilai sanksi
sebelum pajak dibagi total aset. pajaknya di atas nilai median sanksi pajak,
LnSIZEi : Ukuran perusahaan yang diukur sedangkan dikategorikan sebagai non-
dengan logaritma natural dari aggressive tax shelter firms jika nilai sanksi
total aset perusahaan i pada pajaknya di bawah nilai mediannya. Variabel
tahun t TS kemudian akan diukur dengan variabel
ε : Error dummy, diberi nilai 1 untuk aggressive tax
shelter firms dan 0 untuk non-aggressive tax
Hipotesis 1, 2a, 2b, dan 2c tidak dapat shelter firms.
ditolak apabila masing-maisng koefisien β1 > 0, Variabel bebas pada penelitian ini adalah
β2 < 0, β3 > 0 , dan β4 > 0. Adapun ketiga variabel manajemen laba akrual yang diproksikan
kontrol diekspektasikan sebagai berikut: β5 <0 dengan akrual diskresioner (DA) dan mana-
β5 > 0, β6 > 0 , β7 ≠ 0.
jemen laba riil yang diproksikan dengan arus
Definisi dan Operasionalisasi Variabel kas abnormal diskresioner (AbnCFO), biaya
produksi abnormal diskresioner (AbnPROD),
Variabel terikat pada penelitian ini
dan beban diskresioner abnormal diskresioner
adalah kemungkinan perusahaan wajib pajak
(AbnDISEXP).
melakukan aktivitas aggressive tax shelter
Sebagaimana dalam Samingun (2012),
(TS) atau perusahaan yang melakukan
manajemen laba akrual menggunakan Modified
penghindaran pajak secara agresif. Untuk
Jones Model (Dechow, Sloan, dan Sweeney
mengidentifikasi perusahaan yang terlibat
1995), sedangkan manajemen laba riil meng-
dalam aktivitas tax shelter digunakan in-
gunakan model Roychowdhury (2006).
formasi resmi dari regulator perpajakan
Variabel akrual diskresioner (DA) diperoleh
berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
dari nilai residual hasil estimasi Modified
(SKPKB) untuk pajak penghasilan. SKPKB
Jones Model sebagaimana disampaikan pada
yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak
persamaan 2 dan 3a-3c.
tersebut diantaranya memuat jumlah pajak
terutang beserta denda (jika ada) yang pada TACCit = a + b1 (DSalesit - DARit) + b2 PPEit
penelitian ini disebut sebagai sanksi pajak. + eit ………………..........…… (2)

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) dan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Keterangan:
tidak dimasukkan pada penelitian ini dengan TACCit : Total akrual perusahaan i pada
tujuan untuk mengidentifikasi secara spesifik tahun t, yaitu selisih antara laba
sebelum pos luar biasa dan
perusahaan yang sejak awal memiliki intensi operasi yang dihentikan dengan
melakukan penghindaran pajak yang dapat arus kas operasi
merugikan perusahaan akibat sanksi yang DSalesit : Perubahan pendapatan perusahan
harus dibayarkannya. i tahun t dengan t-1
Untuk menghindari bias sampel dalam DARit : Perubahan piutang dagang
aktivitas tax shelter sebagaimana yang di- perusahan i tahun t dengan t-1
214 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2013, Vol. 10, No. 2, hal 206 - 224

PPEit : Nilai buku aset tetap kotor untuk menghitung normal PROD. Selisih
perusahaan i tahun t antara PROD aktual dengan PROD normal
eit : Residual (akrual diskresioner, merupakan abnormal PROD (AbnProd).
disingkat DA) Model abnormal PROD diestimasi secara
Semua variabel di atas diskalakan lintas pengamatan (cross sectional) dengan
dengan total aset tahun t-1 dan model akrual menggunakan populasi 116 perusahaan.
diestimasi secara lintas pengamatan (cross Perusahaan terindikasi melakukan manajemen
sectional) dengan menggunakan populasi 116 laba riil melalui abnormal PROD apabila
perusahaan. nilai abnormal PROD lebih besar dari PROD
Abnormal CFO diperoleh dengan terlebih normal atau dengan kata lain abnormal PROD
dahulu mengestimasi model sebagai berikut: bernilai positif. Semakin positif, semakin besar
manajemen laba riil yang dilakukan perusahaan
CFOt/At-1 = α0 + α1 (1/At-1) + b1 (St/At-1) akibat melakukan produksi berlebih.

+ b2 (DSt /At-1) + et …………. (3a) Beban diskresioner abnormal (Abn
DISEXP) diperoleh dengan terlebih dahulu
CFOt adalah arus kas operasi pada periode mengestimasi model sebagai berikut:
t, adalah total aset pada periode t-1, adalah
DIEXPt/At-1 = α0 + α1 (1/At-1) + b1 (St-1/At-1)
penjualan pada periode t, adalah selisih pen-
+ et …………………….... (3c)
jualan pada periode t dan t-1. Koefisien hasil
estimasi digunakan untuk menghitung CFO
DIEXP adalah beban diskresioner pada
normal. Selisih antara CFO aktual dengan
periode t, adalah total aset pada periode t-1,
CFO normal merupakan abnormal CFO.
adalah penjualan pada periode t-1. Koefisien
Model abnormal CFO diestimasi secara hasil estimasi digunakan untuk menghitung
lintas pengamatan (cross sectional) dengan DISEXP normal. Selisih antara DISEXP aktual
menggunakan populasi 116 perusahaan. dengan DISEXP normal merupakan abnormal
Perusahaan terindikasi melakukan manajemen DISEXP (AbnDISEXP). Beban diskresioner
laba ril melalui abnormal CFO apabila terdiri atas beban riset dan pengembangan,
nilai abnormal CFO lebih kecil dari normal beban penjualan, serta beban administrasi
CFO atau dengan kata lain abnormal CFO dan umum. Model abnormal DISEXP di-
bernilai negatif. Semakin negatif, semakin estimasi secara lintas pengamatan (cross
besar manajemen laba ril yang dilakukan sectional) dengan menggunakan populasi 116
perusahaan akibat pemberian diskon besar- perusahaan. Perusahaan terindikasi melakukan
besaran atau memberikan fasilitas kredit manajemen laba riil melalui abnormal DISEXP
yang lebih lunak. Biaya produksi abnormal apabila nilai abnormal DISEXP lebih kecil
(AbnPROD) diperoleh dengan terlebih dahulu dari DISEXP normal atau dengan kata lain
mengestimasi model sebagai berikut: abnormal DISEXP bernilai negatif. Semakin
negatif, semakin besar manajemen laba riil
PRODt/At-1 = a0 + a1 (1/At-1) + b1 (St/At-1) yang dilakukan perusahaan akibat pengurangan
+ b2 (DSt/At-1) + b3 (DSt-1/At-1) beban administrasi dan penjualan yang besar.
+ et ……………..……… (3b) Penelitian ini menggunakan tingkat
leverage (LEV), profitabilitas (ROA), dan
PRODt adalah biaya produksi pada ukuran perusahaan (LnSIZE) untuk mengontrol
dampak perbedaan ukuran perusahaan ter-
periode t, adalah total aset pada periode t-1,
hadap kemungkinan perusahaan terlibat
St adalah penjualan pada periode t, DSt adalah
dalam aktivitas tax shelter (Wilson 2009;
selisih penjualan pada periode t dan t-1, dan
Lisowsky 2010). Leverage diekspektasikan
DSt-1 adalah selisih penjualan pada periode t-1
berpengaruh negatif terhadap kemungkinan
dan t-2. Koefisien hasil estimasi digunakan
Ira Geraldina, Hubungan Manajemen Laba Akrual atau Manajemen Laba Riil.... 215

perusahaan terlibat dalam aktivitas aggressive Tabel 1


tax shelter karena tax saving dari kegiatan Kriteria Pemilihan Sampel
ini mensubstitusi penggunaan beban bunga
Keterangan Jumlah
utang. Leverage diukur dengan menggunakan
Pengamatan yang menerima 142
rasio utang jangka panjang dibagi total aset. SKPKB dari tahun 2001-
Pembayaran beban bunga mensubstitusi 2010
pembayaran pajak, sehingga perusahaan Pengamatan yang menerima (26)
menggunakan manajemen laba akrual yang SKPKB tetapi belum mene-
kurang agresif untuk menurunkan pembayaran rima keputusan SKPKB final
pajak. (mengajukan keberatan atau
Profitabilitas diekspektasikan berpengaruh banding)
positif terhadap kemungkinan perusahaan Jumlah pengamatan yang 116
memenuhi kriteria
terlibat dalam aktivitas aggressive tax shelter.
Perusahaan yang menguntungkan diduga Outlier (8)
lebih agresif dalam melakukan tax shelter. Sampel Akhir 108
Perusahaan yang menguntungkan memiliki
Tabel 2 menunjukkan statistik deskriptif
diskresi yang lebih besar dalam mengatur
data setiap variabel penelitian. Berdasarkan
laba akuntansinya dibandingkan perusahaan
nilai minimum, maksimum, dan standar
merugi, sehingga meningkatkan kemungkinan
deviasi, dapat dikatakan sebaran data relatif
terlibat dalam aktivitas aggressive tax shelter.
kecil yang menunjukkan karakteristik data
Profitabilitas diukur dengan menggunakan
yang cukup mendekati distribusi normal.
rasio laba sebelum pajak dibagi total aset.
Nilai rata-rata variabel DA adalah sebesar
Sulit untuk menentukan pengaruh ukuran
0,00149796, yang mengindikasikan peru-
perusahaan terhadap kemungkinan perusahaan
sahaan melakukan manajemen laba akrual
terlibat dalam aktivitas aggressive tax shelter.
diskresioner untuk menaikkan laba (income
Variabel ini diukur dengan logaritma natural
increasing). Adapun nilai mean variabel
total aset perusahaan.
AbnCFO, AbnPROD, AbnDISEXP berturut-
turut bernilai -0,00407374, -0,01324659,
HASIL PENELITIAN dan -0,00147109 yang mengindikasikan
DAN PEMBAHASAN perusahaan melakukan manajemen laba riil arus
kas operasi dan beban diskresionernya, namun
Statistik Deskriptif dan Uji Korelasi antar
tidak melalui biaya produksi diskresionernya.
Variabel
Hal ini menunjukkan terdapat indikasi bahwa
Tabel 1 menunjukkan terdapat 108 perusahaan melakukan manajemen laba riil
pengamatan yang lolos prosedur pemilihan lewat AbnCFO dan AbnDISEXP.
sampel. Empat puluh tujuh persen (51 dari Tabel 3 menunjukkan korelasi antar varia-
108 pengamatan) merupakan aggressive tax bel yang memberikan gambaran indikasi awal
shelter firms yaitu perusahaan yang terindikasi hubungan antar variabel penelitian. Variabel
terlibat dalam aktivitas penghindaran pajak DA berkorelasi positif signifikan dengan
secara agresif. Terdapat 142 perusahaan AbnCFO. Pada penelitian ini, nilai variabel
yang menerima SKPKB selama 10 periode AbnCFO tidak dikalikan dengan angka minus
pengamatan, namun dua puluh enam 1 (-1), sehingga korelasi positif menunjukkan
perusahaan diantaranya masih dalam proses semakin besar manajemen laba riil melalui
mengajukan keberatan dan banding. Delapan manipulasi penjualan, semakin kecil diskresi
perusahaan dikeluarkan diantaranya karena akrual perusahan. Hasil ini mengindikasikan
memiliki nilai leverage lebih dari 1 (total perusahaan tidak melakukan melakukan
liabilitas jangka panjang melebihi nilai total manipulasi penjualan secara bersamaan
asetnya) dan melebihi 3 standar deviasinya. dengan manipulasi akrual. Dengan kata lain,
216 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2013, Vol. 10, No. 2, hal 206 - 224

Tabel 2
Statistik Deskriptif

Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

ProbTS 108 0 1 .51 .502


AbnCFO 108 -0.752803 0.289713 -0.00407374 0.128938296
AbnPROD 108 -0.867982 0.909020 -0.01324659 0.216264178
AbnDISEXP 108 -0.289036 0.780674 -0.00147109 0.153818051
LEV 108 0.000000 0.977213 0.17214612 0.194860428
ROA 108 -0.269945 0.222901 0.01720251 0.103238839
SIZE
108 53.557,69 80.739.999,73 736.768,92 10.352.783,55
(JutaanRp)
ProbTS adalah kemungkinan perusahaan melakukan tax shelter secara agresif yang diukur dengan variabel
dummy, diberi nilai 1 jika nilai sanksi pajak di atas nilai median dan 0 jika sebaliknya.
DA adala h manajemen laba akrual diskresioner yang diproksikan dengan modified
discretionary accrual Jones model. Manajemen laba ril diproksikan dengan: AbnCFO yaituarus kas
abnormal diskresioner (AbnCFO);biaya produksi abnormal diskresioner (AbnPROD), dan beban abnormal
diskresioner (AbnDISEXP). LEV adalah leverage perusahaan, diukur dengan utang jangka panjang dibagi
total aset; ROA adalah profitabilitas perusahaan, diukur dengan laba sebelum pajak dibagi total aset;
sedangkan SIZE adalah ukuran perusahaan yang diukur dengan logaritma naturaltotal aset.

Tabel 3
Korelasi AntarVariabel
Variabel ProbTS DA AbnCFO AbnProd AbnDISEXP LEV ROA SIZE
Pearson Correlation 1 -0.219 *
-0.287 **
0.151 -0.082 -0.043 0.068 0.372**
ProbTS
Sig. (2-tailed) 0.023 0.003 0.119 0.400 0.660 0.484 0.000
Pearson Correlation -0.219* 1 0.633** 0.122 0.009 0.086 -0.093 -0.170
DA
Sig. (2-tailed) 0.023 0.000 0.210 0.926 0.377 0.339 0.078
Pearson Correlation -0.287 **
0.633 **
1 0.142 0.110 -0.010 0.141 -0.256**
AbnCFO
Sig. (2-tailed) 0.003 0.000 0.143 0.258 0.919 0.145 0.007
Pearson Correlation 0.151 0.122 0.142 1 0.352** -0.219* 0.232* -0.131
AbnProd
Sig. (2-tailed) 0.119 0.210 0.143 0.000 0.023 0.016 0.175
Pearson Correlation -0.082 0.009 0.110 0.352** 1 -0.280** 0.206* -0.272**
AbnDISEXP
Sig. (2-tailed) 0.400 0.926 0.258 0.000 0.003 0.032 0.004
Pearson Correlation -0.043 0.086 -0.010 -0.219* -0.280** 1 -0.092 0.225*
LEV
Sig. (2-tailed) 0.660 0.377 0.919 0.023 0.003 0.342 0.019
Pearson Correlation 0.068 -0.093 0.141 0.232* 0.206* -0.092 1 0.070
ROA
Sig. (2-tailed) 0.484 0.339 0.145 0.016 0.032 0.342 0.473
Pearson Correlation 0.372 **
0-.170 -0.256 **
-0.131 -0.272**
0.225 *
0.070 1
SIZE Sig. (2-tailed) 0.000 0.078 0.007 0.175 0.004 0.019 0.473
N 108 108 108 108 108 108 108 108
ProbTS adalah kemungkinan perusahaan melakukan tax shelter secara agresif yang diukur dengan variabel dummy, diberi nilai 1 jika nilai
sanksi pajak di atas nilai median dan 0 jika sebaliknya. DA adalah manajemen laba akrual diskresioner yang diproksikan dengan modified
discretionary accrual Jones model. Manajemen laba ril diproksikan dengan: AbnCFO yaitu arus kas abnormal diskresioner (AbnCFO);biaya
produksi abnormal diskresioner (AbnPROD), dan beban abnormal diskresioner (AbnDISEXP). LEV adalah leverage perusahaan, diukur
dengan utang jangka panjang dibagi total aset; ROA adalah profitabilitas perusahaan, diukur dengan laba sebelum pajak dibagi total aset;
sedangkan SIZE adalah ukuran perusahaan yang diukur dengan logaritma natural total aset.
*.Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Ira Geraldina, Hubungan Manajemen Laba Akrual atau Manajemen Laba Riil.... 217

terdapat indikasi penggunaan kedua teknik model penelitian diperoleh koefisien β1


manajemen laba ini bersifat substitusi. Selain yang merupakan koefisien regresi akrual
itu, kedua variabel tersebut berkorelasi negatif diskresioner (DA) bernilai negatif signifikan
signifikan dengan kemungkinan perusahaan (berlawanan dengan prediksi). Oleh karena
terlibat aktivitas aggressive tax shelter. itu, hasil penelitian tidak mendukung hipotesis
Temuan ini mengindikasikan manajemen penelitian 1 (H1) yang menyatakan bahwa
laba akrual menurunkan kemungkinan diskresi manajemen laba akrual meningkatkan
perusahaan terlibat aktivitas aggressive tax kemungkinan perusahaan terlibat dalam
shelter, namun sebaliknya dengan manajemen aktivitas aggressive tax shelter.
laba riil melalui arus kas operasi abnormal. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
Adapun kedua variabel manajemen laba riil penelitian Samingun (2012) yang nilai koe-
lainnya (AbnProd dan AbnDISEXP) tidak fisien akrual diskresionernya (DA) bernilai
berkorelasi signifikan dengan kemungkinan positif tidak signifikan dan penelitian terdahulu
perusahaan terlibat aktivitas aggressive tax yang menunjukkan terdapat hubungan yang
shelter. Dari ketiga variabel kontrol, hanya positif signifikan antara agresivitas pelaporan
variabel LnSIZE yang berkorelasi positif akuntansi (akrual) dengan pelaporan pajak yang
signifikan dengan kemungkinan perusahaan agresif atau tax shelter (Wilson 2009; Lisowsky
terlibat aktivitas aggressive tax shelter. Hal 2010). Perbedaan di atas kemungkinan
ini mengindikasikan perusahaan besar lebih terjadi karena pada penelitian Samingun
cenderung melakukan aggressive tax shelter (2012) belum mengontrol tingkat leverage
dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. dan profitabilitas perusahaan. Penelitian ini
menunjukkan leverage berpengaruh negatif
HASIL UJI HIPOTESIS signifikan terhadap kemungkinan perusahaan
DAN PEMBAHASAN terlibat dalam aktivitas aggressive tax shelter.
Adapun model penelitian yang digunakan
Manajemen Laba Akrual dan Kemungkinan
penelitian Wilson (2009) dan Lisowsky (2010)
Perusahaan Melakukan Aggressive Tax
belum memasukkan aktivitas manajemen laba
Shelter
riil yang mungkin mempengaruhi keterlibatan
Model penelitian diestimasi dengan perusahaan dalam aktivitas tax shelter.
menggunakan regresi logistik. Hasil uji nor- Karakteristik diskresi akrual (DA) pada
malitas menunjukkan model ini terbebas dari penelitian ini berbeda dengan kedua penelitian
masalah asumsi normalitas. Analisis statistik tersebut, yaitu rerata akrual dikresioner bersifat
Kolgomorov-Smirnov Test (K-S) bernilai 0,729 upward earnings management dan bernilai
dan tidak signifikan. Dari hasil uji kecocokan sekitar 0,01.
model dengan menggunakan Hosmer and Hasil penelitian ini justru menunjukkan
Lemeshow’s Goodness of Fit Test, diperoleh penggunaan akrual menurunkan kemungkinan
nilai signifikansi Chi-Square di atas 5%, perusahaan terlibat dalam aktivitas aggressive
dengan kata lain model telah cocok dengan tax shelter. Dengan kata lain, terdapat
data. Uji validitas model dilihat dari nilai trade-off dalam perencanaan pajak antara
Cox dan Snell R.Square dan nilai Negelkerke meminimumkan pembayaran pajak dengan
R. Square. Berdasarkan hasil estimasi, nilai melaporkan laba yang rendah. Perusahaan
Cox dan Snell R.Square dan nilai Negelkerke cenderung memilih metode dan estimasi
R. Square masing-masing sebesar 32,7% akuntansi yang meminimumkan laba untuk
dan 43,7% sehingga disimpulkan variabilitas meminimumkan pelaporan pajak terutang.
variabel bebas dapat menjelaskan variabel Kondisi ini umumnya didorong oleh tekanan
terikat sebesar 43,7%. kontraktual dengan pihak ketiga seperti regulator,
Tabel 4 menunjukkan hasil estimasi kreditor, pemasok, dan lain lain (Shackelford
model penelitian dengan menggunakan dan Shevlin 2001). Pada penelitian ini, tekanan
regresi logistik (LOGIT). Hasil estimasi kontraktual yang paling memungkinkan
218 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2013, Vol. 10, No. 2, hal 206 - 224

adalah tekanan kontraktual dengan kreditor. Manajemen Laba Riil dan Kemungkinan
Pembayaran beban bunga mensubstitusi Perusahaan Melakukan Aggressive Tax
pembayaran pajak, sehingga perusahaan Shelter
menggunakan manajemen laba akrual yang Dari hasil estimasi model penelitian
kurang agresif untuk menurunkan pembayaran diperoleh koefisien β2 yang merupakan koefisien
pajak. Argumentasi ini didukung oleh variabel regresi arus kas operasi abnormal diskresioner
leverage berpengaruh negatif signifikan (AbnCFO) bernilai negatif signifikan. Hasil ini
(sesuai prediksi) terhadap kemungkinan menunjukkan bahwa semakin rendah nilai arus
perusahaan terlibat dalam aktifitas aggressive kas operasi diskresioner abnormal, semakin
tax shelter. Selain itu, hubungan yang positif tinggi manajemen laba riil melalui arus kas
antara pelaporan laba yang agresif (khususnya operasi diskresioner, sehingga menaikkan
akrual diskresioner) dengan pajak agresif ke mungkina n pe r usa ha a n me la kukan
dimungkinkan terjadi pada lingkungan dengan aggressive tax sheltering. Dengan demikian
tingkat book-tax conformity yang relatif hipotesis penelitian H2a yang menyatakan
rendah. Pada lingkungan tersebut, perusahaan bahwa diskresi arus kas operasi abnormal
dapat lebih leluasa dalam mengelola laba berpengaruh positif terhadap kemungkinan
akuntansi dan laba pajak akibat kesenjangan perusahaan melakukan aggressive tax
antara ketentuan akuntansi dan perpajakan shelter tidak dapat ditolak. Koefisien β3 yang
relatif besar. Kondisi ini memperbesar merupakan koefisien regresi biaya produksi
perbedaan laba akuntansi dan pajak baik yang abnormal diskresioner (AbnPROD) bernilai
bersifat temporer maupun permanen, sehingga positif signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa
meningkatkan kemungkinan perusahaan ter- semakin tinggi nilai biaya produksi abnormal,
libat dalam aktifitas aggressive tax shelter semakin tinggi manajemen laba riil melalui arus
(Frank et al. 2009). kas operasi diskresioner sehingga menaikkan
Tabel 4
Hasil Estimasi Model Penelitian

Ekspektasi
Variabel B S.E. Wald Sig. Exp (B)
Tanda
AbsDA + -7.096 4.036 3.091 0.079* 0.001
AbsAbnCFO - -13.875 4.784 8.411 0.004*** 0.000
AbsAbnProd + 7.347 2.533 8.414 0.004*** 1552.295
AbsAbnDISEXP - -2.784 4.099 .461 0.497 0.062
LEV + -2.174 1.289 2.845 0.092* 0.114
ROA + 1.563 2.656 .346 0.556 4.772
SIZE ? 1.121 .314 12.734 0.000*** 3.068
Constant   -13.819 4.173 10.964 0.001 0.000
Hosmer and Lemeshow’s Test
Chi-Square 3.665 Nilai Cox dan Snell R.Square 32.7%
Sig 0.866 Nilai Negelkerke R. Square 43.7%
Variabel terikat adalah kemungkinan perusahaan melakukan tax shelter secara agresif (TS) yang diukur
dengan variabel dummy, diberi nilai 1 jika nilai sanksi pajak di atas nilai median dan 0 jika sebaliknya.
Variabel bebas terdiri atas manajemen laba akrual yang diproksikan dengan akrual diskresioner (DA) dan
manajemen laba ril yang diproksikan dengan arus kas operasi abnormal diskresioner (AbnCFO), biaya
produksi abnormal diskresioner (AbnPROD), dan beban abnormal diskresioner (AbnDISEXP). Variabel
kontrol terdiri atas LEV, ROA, dan LnSIZE. LEV adalah leverage perusahaan, diukur dengan utang
jangka panjang dibagi total aset; ROA adalah profitabilitas perusahaan, diukur dengan laba sebelum pajak
dibagi total aset, sedangkan LnSIZE adalah variabel kontrol yang diukur dengan logaritma natural total
aset.
*) signifikan pada level 10%; **) signifikan pada level 5%; ***) signifikan pada level 1%, pengujian satu
sisi kecuali untuk LnSIZE
Ira Geraldina, Hubungan Manajemen Laba Akrual atau Manajemen Laba Riil.... 219

kemungkinan perusahaan melakukan aggre- akuntansi dan pajak menjadi lebih besar,
ssive tax shelter. Dengan demikian hipotesis sehingga meningkatkan kemungkinan
penelitian H2a yang menyatakan bahwa diskresi perusahaan melakukan aggressive tax
arus kas operasi abnormal berpengaruh shelter. Temuan ini bertolak belakang
positif terhadap kemungkinan perusahaan dengan kemampuan akrual yang menurunkan
melakukan aggressive tax shelter tidak dapat kemungkinan perusahaan melakukan aggres-
ditolak. Adapun koefisien β4 yang merupakan sive tax shelter dan sejalan dengan kemampuan
koefisien regresi beban abnormal diskresioner arus kas diskresioner abnormal. Oleh karena
(AbnDISEXP) bernilai positif tidak signifikan. itu, terdapat kemungkinan perusahaan meng-
Dengan demikian hipotesis penelitian H2c yang gunakan ketiga teknik manajemen laba ini
menyatakan bahwa diskresi beban abnormal untuk tujuan yang berbeda dalam kegiatan
berpengaruh negatif terhadap kemungkinan perencanaan pajaknya.
perusahaan melakukan aggressive tax shelter Berdasarkan paparan di atas, dari ketiga
ditolak. jenis manajemen laba riil, hanya beban abnor-
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mal diskresioner (AbnDISEXP) yang tidak
dari ketiga teknik manajemen riil, teknik arus berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan
kas operasi abnormal dan biaya produksi perusahaan terlibat aktivitas aggressive tax
abnormal yang digunakan perusahaan dalam shelter. Kemungkinan penjelasan dari temuan
aktivitas aggressive tax shelter, sedangkan ini dapat disebabkan jenis manajemen laba ini
beban abnormal diskresioner (AbnDISEXP) tidak terlalu memiliki diskresi yang besar untuk
tidak berpengaruh. Koefisien regresi arus kas mengaturnya dibandingkan dengan kedua
operasi abnormal diskresioner (AbnCFO) teknik manajemen laba lainnya. Komponen
bernilai negatif signifikan menunjukkan bahwa beban diskresioner abnormal terdiri atas biaya
manipulasi penjualan yang berdampak pada riset dan pengembangan, beban penjualan,
penurunan arus kas operasi berjalan perusahaan serta beban administrasi dan umum. Pada
meningkatkan kemungkinan perusahaan ter- penelitian ini, perusahaan kemungkinan hanya
libat dalam aktivitas aggressive tax shelter. melakukan diskresi beban penjualan serta
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan beban administrasi dan umum, mengingat
penelitian Samingun (2012) yang melaporkan tidak satupun dari sampel pada penelitian ini
laba akuntansi yang agresif untuk melaporkan memiliki biaya riset dan pengembangan. Hal
laba pajak yang agresif melalui manipulasi ini terlihat pada nilai rata-rata beban abnormal
penjualan untuk mengimbangi manajemen laba diskresioner (AbnDISEXP) yang memiliki nilai
akrual yang justru menurunkan kemungkinan yang paling kecil dibandingkan diskresi arus
perusahaan melakukan aktivitas tax shelter. kas dan biaya produksi abnormal perusahaan.
Perusahaan memilih mempercepat penjualan Selain itu, komponen beban tersebut
yang menaikkan perbedaan laba akuntansi dan umumnya tidak langsung dapat menghasilkan
pajak, sehingga meningkatkan kemungkinan pendapatan, sehingga manipulasi jenis beban
perusahaan melakukan aggressive tax shelter. ini menghasilkan arus kas masa depan yang
Koefisien regresi biaya produksi ab- lebih rendah dibandingkan dengan kedua teknik
normal diskresioner (AbnPROD) bernilai manajemen laba riil lainnya. Jika manipulasi
positif signifikan menunjukkan perusahaan penjualan dengan memberikan fasilitas kredit
melakukan produksi berlebih dengan tujuan lunak dapat meningkatkan arus kas periode
melaporkan laba akuntansi dan laporan laba berikutnya, begitu pula dengan produksi
pajak yang agresif secara bersamaan. Produksi berlebih yang dapat menurunkan harga pokok
yang berlebih dapat menurunkan harga pokok penjualan per unit, sehingga diharapkan dapat
penjualan perusahaan per unit, meningkatkan meningkatkan penjualan. Adapun manajemen
margin penjualan dan laba akuntansi, namun laba riil lewat beban abnormal diskresioner
menurunkan arus kas operasi perusahaan. dilakukan hanya dengan mengurangi beban
Kondisi ini menyebabkan perbedaan laba yang diakui pada periode berjalan, sehingga
220 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2013, Vol. 10, No. 2, hal 206 - 224

tidak berdampak langsung terhadap penjualan aktivitas aggressive tax shelter perusahaan,
perusahaan dan arus kas periode yang akan sedangkan diskresi akrual terbukti menurunkan
datang. kemungkinan aktivitas aggressive tax shelter
Variabel kontrol yang signifikan mem- perusahaan. Oleh karena itu, terdapat dugaan
pengaruhi kemungkinan perusahaan mela- perusahaan dapat menggunakan kombinasi
kukan aggressive tax shelter adalah variabel manajemen laba sesuai tujuan tax shelter
leverage (LEV) dan ukuran perusahaan perusahaan. Untuk membuktikan dugaan
(SIZE), sedangkan ROA tidak. Sejalan tersebut, maka dilakukan pengujian tambahan
dengan penelitian terdahulu, LEV terbukti dengan menguji kemungkinan penggunaan
berpengaruh negatif (sesuai prediksi) signifikan manajemen laba akrual dan manajemen laba
terhadap kemungkinan perusahaan melakukan riil dapat saling menggantikan (substitusi) atau
aggressive tax shelter (Graham dan Tucker saling melengkapi (komplementer).
2006; Frank et al. 2009). Perusahaan dengan Pengujian dilakukan dengan cara meng-
tingkat leverage yang tinggi memiliki insentif uji secara bersama-sama antara keempat
untuk menurunkan agresivitas pelaporan teknik manajemen laba (akrual dan AbnCFO,
pajaknya dengan melaporkan laba akuntansi AbnProd, AbnDISEXP) dan mengujinya secara
yang kurang agresif akibat sudah menanggung parsial dengan kombinasi: DA dan AbnCFO,
beban bunga pada periode berjalan. DA dan AbnProd, DA dan AbnDISEXP, serta
Begitu pula dengan SIZE yang berpengaruh AbnCFO dan AbnProd. Kombinasi kedua
positif signifikan terhadap kemungkinan teknik manajemen laba dikatakan bersifat
perusahaan melakukan aggressive tax komplementer apabila ketika diuji secara
shelter dan sejalan dengan penelitian Frank bersamaan menunjukkan kedua variabel
et al. (2009) dan Samingun (2012). Dengan signifikan dengan arah yang sama memengaruhi
demikian, semakin besar perusahaan, semakin aggressive tax shelter. Sebaliknya, kombinasi
besar kemungkinan perusahaan melakukan kedua teknik manajemen laba dikatakan
aggressive tax shelter. Hasil penelitian ini tidak bersifat substitusi apabila ketika diuji secara
terlalu mengejutkan, mengingat dibutuhkan bersamaan menunjukkan salah satu variabel
biaya yang besar jika perusahaan terlibat pada signifikan mempengaruhi aggressive tax
aktivitas aggressive tax shelter. Sehingga shelter dan hasil pengujian parsial kedua
perusahaan besar relatif memiliki peluang yang variabel menunjukkan hasil yang signifikan
lebih besar dibandingkan perusahaan yang dengan tanda yang berlawanan.
lebih kecil. Selain itu, perusahaan yang lebih Kolom 4-7 pada Tabel 5 menunjukkan
besar cenderung menjadi perhatian publik hasil estimasi model 4 kombinasi teknik
dan regulator sehingga harus berupaya lebih manajemen laba, berturut-turut: kombinasi
keras jika terlibat dalam aktivitas aggressive akrual (DA) dengan diskresi arus kas
tax shelter agar keterlibatannya tersebut tidak abnormal (AbnCFO), DA dengan diskresi
merugikan pemegang saham secara umum. biaya produksi abnormal (AbnProd), DA
dengan diskresi beban abnormal (AbnEXP),
PENGUJIAN TAMBAHAN dan AbnCFO dengan AbnProd. Kolom 4a
menunjukkan hanya variabel AbnCFO yang
H a si l pengujian model uta ma signifikan (negatif), sedangkan DA tidak
m e nunjukkan kemungkinan perusahaan signifikan. Setelah diuji secara parsial, kedua
menggunakan baik manajemen laba akrual variabel tersebut negatif signifikan (lihat
maupun manajemen laba riil dalam aktivitas kolom 4b dan 4c). Walapun kedua koefisien
aggressive tax shelter. Terdapat dua temuan tersebut sama-sama negatif signifikan, namun
yang bertolak belakang diantara teknik intrepretasi keduanya berbeda. Kedua variabel
manajemen laba tersebut. Diskresi arus kas relatif konsisten dengan hasil estimasi model
operasi abnormal dan diskresi biaya produksi utama. Temuan ini menunjukkan bahwa
abnormal justru meningkatkan kemungkinan kemungkinan penggunaan manajemen laba
Ira Geraldina, Hubungan Manajemen Laba Akrual atau Manajemen Laba Riil.... 221

akrual dan manajemen laba riil via AbnCFO kemungkinan penggunaan manajemen laba
bersifat substitusi dalam aktivitas aggressive akrual dan manajemen laba riil via AbnProd
tax shelter. Perusahaan kemungkinan dapat bersifat substitusi dalam aktivitas aggressive
memilih salah satu dari keduanya untuk tax shelter. Perusahaan kemungkinan dapat
menaikkan (menurunkan) agresivitas tax menggunakan secara bersamaan kedua variabel
shelter. tersebut untuk menurunkan atau menaikkan
Kolom 5d menunjukkan kedua variabel agresivitas tax shelter.
DA dan AbnProd signifikan, namun dengan Kolom 6f menunjukkan hanya variabel
arah yang berlawanan. Hasilnya konsisten DA yang bernilai signifikan (negatif),
setelah diuji secara parsial bahwa DA bernilai sedangkan AbnDisExp tidak signifikan.
negatif signifikan, sedangkan AbnProd positif Hasilnya konsisten setelah diuji secara
signifikan (lihat kolom 4b dan 5e). Kedua parsial bahwa DA bernilai negatif signifikan,
variabel relatif konsisten dengan hasil estimasi sedangkan AbnDisExp tidak signifikan
model utama. Temuan ini menunjukkan bahwa (lihat kolom 4b dan 6g). Kedua variabel
Tabel 5
Hasil Pengujian Tambahan
(1) ( 2) (3) (4) (5) (6) (7)
DA VsAbnCFO DA VsAbnProd DA VsAbnDISEXP CFO Vs
AbnProd
Variabel Ekspektasi Akrual (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h)
Tanda & Ril DA & DA CFO DA Prod DA & DisExp CFO&
CFO & Prod DISEXP Prod
AbsDA + -7.096 -4.015 -6.594 -9.937   -6.763  
    0.079* 0.248 0.052* 0.012*   .055*
AbsAbnCFO - -13.875 -9.224 -10.810     -15.683
    0.004*** 0.027** 0.007***     0.001***
AbsAbnProd + 7.347 4.938 3.074   5.665
    0.004*** 0.021** 0.076*   0.007***
AbsAbnDISEXP - -2.784   0.506 -0.555
    0.497   0.844 0.835
LEV + -2.174 -2.261 -2.217 -2.027 -1.876 -1.478 -2.185 -1.879 -1.737
    0.092* 0.069* 0.072* 0.094* 0.133 0.209 0.079* 0.113 0.160
ROA + 1.563 2.557 0.441 3.343 -1.518 0.135 0.319 1.372 2.462
    0.556 0.297 0.840 0.157 0.517 0.952 0.888 0.535 0.318
SIZE - 1.121 0.902 0.922 0.885 1.006 0.925 0.935 0.876 1.090
    0.000*** 0.001*** 0.000*** 0.001*** 0.000*** 0.000*** 0.000*** 0.000*** 0.000***
Constant   -13.819 -10.676 -11.409 -10.721 -13.029 -12.607 -11.630 -11.369 -13.981
    0.001 0.002 0.001 0.002 0.000 0.000 0.001 0.001 0.001
Nagelkerke R   0.437 0.330 0.279 0.317 0.349 0.266 0.280 0.229 0.399
Square

Non-Substitusi dan Kom-


      Substitusi Substitusi
Non-Komplementer plementer
Variabel terikat adalah kemungkinan perusahaan melakukan tax shelter secara agresif (TS) yang diukur dengan variabel dummy,
diberi nilai 1 jika nilai sanksi pajak di atas nilai median dan 0 jika sebaliknya.Variabel bebas terdiri atas manajemen laba akrual yang
diproksikan dengan akrual diskresioner (DA) dan manajemen laba riil yang diproksikan dengan arus kas operasi abnormal diskresioner
(AbnCFO), biaya produksi abnormal diskresioner (AbnPROD), dan beban abnormal diskresioner (AbnDISEXP).Variabel kontrol
terdiri atas LEV, ROA, dan LnSIZE. LEV adalah leverage perusahaan, diukur dengan utang jangka panjang dibagi total aset; ROA
adalah profitabilitas perusahaan, diukur dengan laba sebelum pajak dibagi total aset, sedangkan LnSIZE adalah variabel kontrol yang
diukur dengan logaritma natural total aset.

*) signifikan pada level 10%; **) signifikan pada level 5%; ***) signifikan pada level 1%, pengujian satu sisi kecuali untuk LnSIZE
222 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2013, Vol. 10, No. 2, hal 206 - 224

relatif konsisten dengan hasil estimasi SIMPULAN


model utama. Temuan ini menunjukkan
bahwa kemungkinan penggunaan manajemen Penelitian ini menjelaskan pengaruh
laba akrual dan manajemen laba riil via hubungan manajemen laba akrual dan
AbnDisEXP tidak bersifat substitusi maupun manajemen laba riil terhadap kemungkinan
komplementer dalam aktivitas aggressive tax perusahaan melakukan aggressive tax shelter.
shelter. Perusahaan kemungkinan hanya dapat Perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan
menggunakan manajemen laba akrual, tetapi yang terindikasi melakukan tax shelter
tidak dapat menggunakan manajemen laba riil (penghindaran pajak yang agresif) apabila
via AbnDisEXP dalam aktivitas aggressive tax nilai sanksi pajak SKPKB di atas nilai median
shelter. dan perusahaan menerima ketetapan pajak dari
Kolom 7h menunjukkan kedua variabel regulator dan telah mendapatkan ketetapan
AbnCFO dan AbnProd signifikan. Pengujian final bagi perusahaan yang mengajukan
ini dilakukan untuk menguji kemungkinan keberatan.
penggunaan kedua teknik ini dalam aktivitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tax shelter, mengingat pada model utama penggunaan manajemen laba riil lewat diskresi
hanya kedua variabel ini yang signifikan arus kas operasi dan diskresi biaya produksi
meningkatkan kemungkinan perusahaan ter- abnormal mendukung hipotesis penelitian
libat dalam aktivitas tax shelter. Hasilnya bahwa keduanya meningkatkan kemungkinan
konsisten setelah diuji secara parsial perusahaan terlibat dalam aktivitas aggressive
bahwa AbnCFO bernilai negatif signifikan, tax shelter. Manajemen laba akrual menu-
sedangkan AbnProd positif signifikan (lihat runkan kemungkinan perusahaan terlibat
kolom 4b dan 5e). Kedua variabel relatif dalam aktivitas aggressive tax shelter (tidak
konsisten dengan hasil estimasi model utama. sesuai prediksi). Adapun manajemen laba riil
Temuan ini menunjukkan bahwa kemungkinan via diskresi beban abnormal tidak digunakan
penggunaan manajemen laba riil via AbnCFO perusahaan dalam aktivitas aggressive tax
dan manajemen laba riil via AbnProd bersifat shelter. Temuan empiris ini diperkuat dengan
komplementer dalam aktivitas aggressive hasil pengujian tambahan yang menunjukkan
tax shelter. Perusahaan kemungkinan dapat manajemen laba akrual, diskresi arus kas
menggunakan secara bersamaan kedua varia- abnormal, dan diskresi arus kas produksi
bel tersebut untuk menaikkan agresivitas tax dapat digunakan secara bergantian (substitusi)
shelter. maupun bersamaan (komplementer). Mana-
Dengan demikian, pengujian tambahan jemen laba akrual dan diskresi arus kas
ini memperkaya temuan pada pengujian abnormal bersifat substitusi dalam menaikkan
awal (model utama) bahwa perusahaan ke- (menurunkan) aggressive tax shelter, demikian
mungkinan menggunakan manajemen laba pula penggunaan manajemen laba akrual dan
akrual dan manajemen laba ril via diskresi biaya produksi abnormal. Adapun penggunaan
arus kas abnormal dan diskresi biaya produksi arus kas abnormal dan biaya produksi
abnormal dalam aktivitas aggressive abnormal bersifat komplementer dalam
tax shelter. Perusahaan kemungkinan tidak menaikkan aggressive tax shelter. Kedua
menggunakan manajemen laba ril lewat beban teknik manajemen laba riil ini kemungkinan
diskresioner abnormal dalam aktivitas aggressive digunakan secara bersamaan oleh perusahaan
tax shelter. Bukti empiris ini sekaligus dalam meningkatkan aktivitas aggressive tax
menindaklanjuti penelitian Samingun (2012) shelter.
yang belum melakukan pengujian mengenai Implikasi penelitian ini adalah agar
sifat penggunaan manajemen laba akrual dan pengguna laporan keuangan, terutama
manajemen laba riil dalam aktivitas aggressive pemegang saham dan investor, mewaspadai
tax shelter. motivasi manajemen melakukan maanajemen
laba riil melalui manipulasi penjualan dan biaya
Ira Geraldina, Hubungan Manajemen Laba Akrual atau Manajemen Laba Riil.... 223

produksi. Tindakan tersebut kemungkinan akan kan manajemen laba dalam aktivitas tax
merugikan perusahaan berupa pembayaran shelter- nya.
sanksi pajak akibat keterlibatan perusahaan
dalam aktivitas tax shelter yang agresif DAFTAR PUSTAKA
berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak. Bagi regulator, dihimbau untuk Dechow, P. M., R. G. Sloan, and A. P.
mempublikasikan secara luas perusahaan yang Sweeney. 1995. Detecting Earnings
melakukan kategori transaksi ilegal menurut Management. The Accounting Review,
ketentuan perpajakan. Informasi ini selain
70 (2), 193-225.
bermanfaat bagi perkembangan penelitian di
Desai, A. M. and D. Dharmapala. 2011.
bidang perpajakan Indonesia, juga memberikan
edukasi bagi perusahaan dan pemangku Corporate Tax Avoidance and Firm
kepentingan lainnya mengenai konsekuensi Value. Working Paper, USA.
kerugian apabila perusahaan terlibat dalam Frank, M. M., J. L. Lynch, and O. S. Rego.
aktivitas yang melanggar ketentuan pajak 2009. Tax Reporting Aggresiveness
yang berlaku. and Its Relation to Aggresssive
Terdapat beberapa keterbatasan pada Financial Reporting. The Accounting
penelitian ini, yaitu proksi yang digunakan Review, 467-496.
untuk mengidentifikasi tax shelter firms tidak Graham, R. J. and L. A. Tucker. 2006. Tax
dianalisis terlebih dahulu apakah memiliki Shelters and Corporate Debt Policy.
karakteristik yang sama dengan sampel tax Journal of Financial Economics, 81,
shelter firms pada penelitian Wilson (2009) dan 563–594.
Lisowsky (2010). Kedua penelitian tersebut Hanlon, M. 2005. The Persistence and Pricing
menggunakan data internal dari regulator untuk of Earnings, Accruals, and Cash Flows
mengidentifikasi perusahaan yang terlibat When Firms Have Large Book Tax
dalam aktivitas tax shelter, yaitu perusahaan Differences. The Accounting Review,
yang melakukan kategori transaksi ilegal
137-166.
menurut ketentuan perpajakan. Data tersebut
Hanlon, M. and S. Heitzman. 2010. A Review
bersifat rahasia di Indonesia. Kedua, tidak
of Tax Research. Journal of Accounting
dilakukan pengujian analisis sensitivitas untuk
ukuran manajemen laba akrual dengan ukuran and Economics, 50, 127-178.
lain. Penelitian ini memilih menggunakan Hanlon, M. and S. Joel. 2009. What Does Tax
Modified Jones untuk mengukur manajemen Aggressiveness Signal? Evidence from
laba akrual karena ukuran ini yang paling Stock Price Reactions to News about
sering digunakan untuk menguji hubungan Tax Shelter Involvement. Journal of
manajemen laba dan manajemen pajak (Frank Public Economics, 93, 126-141.
et al. 2009; Wilson 2009; Lisowsky 2010; Huseynov, F. and K. K. Bonnie. 2012. Tax
Samingun 2012). Avoidance, Tax Management and
Penelitian selanjutnya, selain mem- Corporate Social Responsibility. Jour-
pertimbangkan keterbatasan penelitian yang nal of Corporate Finance, 18, 804-827.
dipaparkan di atas, mengidentifikasi komponen Jensen, M. C. and W. H. Meckling. 1976.
pembentuk perbedaan laba akuntansi dan pajak Theory of The Firm: Managerial
pada perusahaan yang terlibat dalam aktivitas Behavior; Agency Costs and
tax shelter agar memperkaya analisis hasil Ownership Structure. Journal of
penelitian. Penelitian ini juga dapat dilakukan Financial Economics, 305-360.
dengan menggunakan pendekatan metodologi Kim, B. J., Y. Li., and L. Zhang. 2011. Corporate
eksperimental guna mengkonfirmasi ulang hasil Tax Avoidance and Stock Price Crash
temuan pada penelitian ini yang menemukan Risk: Firm-Level Analysis. Journal of
kecenderungan perilaku perusahaan melaku- Financial Economics, 100, 639-662.
224 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2013, Vol. 10, No. 2, hal 206 - 224

L i s o w s k y, P. 2 0 1 0 . S e e k i n g S h e l t e r :
Empirically Modeling Tax Shelters
Using Financial Statement Information.
The Accounting Review, 1693–1720.
Roychowdhury, S. 2006. Earning Management
Through Real Activities Manipulation.
Journal of Accounting and Economics,
42, 335-370.
Samingun. 2012. Manajemen Laba untuk
Tujuan Pajak: Determinan, Metode,
dan Pengaruhnya Terhadap Nilai
Perusahaan. Disertasi, Universitas
Indonesia.
Shackelford, D. A. and T. Shevlin. 2001.
Empirical Tax Research in Accounting.
Journal of Accounting and Economics,
31, 321-387.
Shevlin, T. 2007. The Future of Tax Research:
From an Accounting Professor’s
Perspective. The Journal of the
American Taxation Association, 87.
Tang, T. and M. Firth. 2011. Can Book–
Tax Differences Capture Earnings
Management and Tax Management?
Empirical Evidence from China. The
International Journal of Accounting,
175-204.
Wilson, J. R. 2009. An Examination of
Corporate Tax Shelter Participants.
The Accounting Review, 969-999.

Anda mungkin juga menyukai