Anda di halaman 1dari 8

KESEHATAN DAERAH MILITER III/SILIWANGI

RUMKIT TK. III 03.06.01 CIREMAI

KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK. III 03.06.01 CIREMAI


NOMOR : / / /2015
TENTANG
KEBIJAKAN TENTANG PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN
KETENTUAN PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI
DI RUMKIT TK. III 03.06.01 CIREBON

Menimbang :
a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Tk. III
03.06.01 Ciremai, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan pasien risiko
tinggi yang bermutu tinggi.
b. Bahwa agar pelayanan pasien risiko tinggi di Rumkit Tk. III 03.05.01
Dustira dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Kepala Rumkit
Tk. III 03.06.01 Ciremai sebagai landasan penyelenggaraan pelayanan
Rumkit Tk. III 03.06.01 Ciremai.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b
perlu ditetapkan dengan Keputusan Kepala Rumah Sakit TK. II 03.05.01
Dustira.

Mengingat :
a. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
b. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Pertama : KEPUTUSAN KEPALA RUMKIT TK. III 03.06.01 CIREMAI


TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DI
RUMKIT TK. III 03.06.01 CIREMAI.

Kedua : Kebijakan pelayanan pasien risiko tinggi Rumkit Tk. III 03.06.01
Ciremai, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pasien risiko


tinggi Rumkit Tk. III 03.06.01 Cirebon dilaksanakan oleh Pembinaan
Pelayanan Medik Rumkit Tk. III 03.06.01 Ciremai.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di


kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan : di Cirebon
Pada Tanggal : Januari 2015
Kepala Rumah Sakit Ciremai

dr. Handi Hernandi Yuliawan,S.Pm


Letkol Ckm NRP.
KESEHATAN DAERAH MILITER III/SILIWANGI
RUMKIT TK. III 03.06.01 CIREMAI

Lampiran I
Keputusan Ka.Rumkit Tk. III 03.06.01 Ciremai
Nomor : / / /2015
Tanggal : Januari 2015
Tentang : Kebijakan Tentang Pelayanan Pasien
Risiko Tinggi Dan Ketentuan
Pelayanan Pasien Risiko Tinggi

KEBIJAKAN TENTANG PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN


KETENTUAN PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI
RUMKIT TK. II 03.06.01 CIREMAI

Kebijakan Umum

1. Rumah sakit memberikan pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai
variasi kebutuhan pelayanan kesehatan.
2. Pasien yang dimasukan ke dalam risiko tinggi karena umur, kondisi atau
kebutuhan yang bersifat kritis.
3. Pasien yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi, yaitu :
a. Pasien usia anak – anak.
b. Pasien usia lanjut.
c. Pasien cacat.
d. Pasien dengan risiko disiksa.
e. Pasien yang melakukan transfusi darah.
f. Pasien hemodialisa.
g. Pasien dengan indikasi masuk ICU.
h. Pasien dengan penyakit menular.
i. Pasien emergensi.
j. Pasien dengan restrain.
k. Pasien dengan immunosupressed.
4. Anak dan manula di masukan dalam kelompok risiko tinggi karena mereka sering
tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses sering tidak dapat
menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses pelayanan dan tidak dapat ikut
memberikan keputusan tentang pelayanannya. Demikian pula, pasien yang
ketakutan, bingung, koma.
5. Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, dan membutuhkan
peralatan yang kompleks yang diperlukan untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa, berisiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan
pasien atau efek toksik dari obat berisiko tinggi.
6. Rumah sakit juga melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari
suatu prosedur atau rencana pelayanan (Contoh : perlunya pencegahan thrombus
vena, ulkus decubitus, dan jatuh). Bila ada risiko tersebut, maka dapat dicegah
dengan melakukan pelatihan staf dan peralatan di unit harus selalu dilakukan
pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
8. Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam
K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
10. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak pasien.
11. Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam.
12. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
13. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali.
14. Setiap bulan wajib membuat laporan.

Kebijakan Khusus

1. Ruang intensif penerimaan rujukan pasien dari rumah sakit lain sesuai dengan
standar dan fasilitas yang dimiliki dan bila pasien memerlukan perawatan intensif
yang lebih tinggi tingkatannya dapat dirujuk ke rumah sakit lain sesuai dengan
kondisi pasien.
2. Setiap tindakan kedokteran (medis) yang akan dilakukan harus ada informed
consent.
3. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, dokter jaga ICU atau
dokter spesialis anestesi dapat diberikan pada kesempatan pertama.
4. Apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui
tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidup pasien, dokter dapat
membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
5. Dalam menghadapi tahap terminal, dokter ICU harus mengikuti pedoman
penentuan kematian batang otak dan pengehentian peralatan life-supporting.
6. Tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis tetapi
dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan –
tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang
terlatih.
7. Kriteria dokter ICU adalah telah mengikuti pelatihan/pendidikan perawatan ICU
dan telah dapat mendapat sertifikat Intensive Care Medicine/KIC (Konsultan
Intensive Care) melalui program pelatihan dan pendidikan yang diikuti oleh
perhimpunan profesi yang terkait.
8. Mampu melakukan prosedur Critical Care biasa, antara lain :
a. Mempertahankan jalan nafas termasuk intubasi tracheal dan ventilasi mekanis.
b. Fungsi arteri untuk mengambil sampel arteri.
c. Memasang kateter intravascular dan peralatan monitoring, termasuk :
1) Kateter arteri.
2) Kateter vena perifer.
3) Kateter vena central (CVP).
4) Kateter arteri pulmonalis.
d. Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer.
e. Resusitasi kardiopulmoner.
f. Pipa thoracostomy.
9. Fungsi dan kewenangan kepala unit intensif sebagai koordinator pengelolaan
pasien.
Fungsi : Melalukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan, memberi
intruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan
usulan anggota tim.
Kewenangan/ Peran : Mampu berperan sebagai pimpinan tim dan memberikan
pelayanan di ICU, menggabungkan dan titrasi layanan
pada pasien berpenyakit kompleks atau cedera termasuk
gagal organ multi sistem.
Intervist memberi pelayanan sendiri atau dapat berkolaborasi dengan dokter
pasien sebelumnya. Mampu mengelola pasien dalam kondisi yang biasa terdapat
pada pasien sakit kritis seperti :
a. Haemodinamik tidak stabil.
b. Gangguan atau gagal nafas, dengan atau tanpa memerlukan tunjangan
ventilasi mekanis.
c. Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi cranial.
d. Gangguan atau gagal ginjal akut.
e. Gangguan endokrin dan/metabolik akut yang mengancam nyawa.
f. Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat.
g. Gangguan koagulasi.
h. Infeksi serius.
i. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi.
j. Tata cara dan indikasi masuk/keluar ICU dari dalam rumah sakit dan luar
rumah sakit.
1) Tata cara pasien masuk/keluar ICU.
Penanggung jawab pasien melakukan register/pendaftaran di bagian rekam
medis.
2) Indikasi pasien masuk ICU.
Pasien saat kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif, seperti
bantuan ventilasi, infus obat-obat vaso aktif kontinu dan lain-lainnya.
3) Indikasi pasien keluar ICU.
a) Bila kebutuhan untuk terapi intensif tidak ada lagi atau bila terapi
intensif gagal atau tidak bermanfaat sehingga prognosis jangka pendek
jelek.
b) Setiap penggunaan peralatan medis diinformasikan kepada
penanggung jawab pasien.
c) Seluruh fasilitas pelayanan yang ada di ICU baik medis maupun non
medis menjadi tanggung jawab Ka.Ru termasuk pemeliharaan dan
perbaikan berkoordinasi dengan bagian teknisi.
d) Untuk pencegahan infeksi nosokomial, setiap petugas diwajibkan
mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
e) Indikasi pemeriksaan laboratorium dan radiologi berdasarkan
permintaan dari DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pasien) atau dokter
konsulen lain berkoordinasi dengan dokter penanggung jawab ICU.
f) Setiap permintaan laboratorium dan radiologi dituliskan pada formulir
yang sudah ditentukan lalu di input oleh petugas administrasi untuk
selanjutnya diinformasikan pada bagian terkait.
g) Prosedur konsul antar spesialis/konsulen.
i. Pada dasarnya DPJP pasien yang dirawat di ICU adalah dokter
spesialis anestesi yang bertugas di ICU.
ii. Bila ada lebih dari satu DPJP, maka DPJP utama adalah dokter
spesialis yang bertugas di ICU.
iii. DPJP pasien yang dirujuk langsung ke ICU oleh dokter jaga IGD,
adalah dokter spesialis anestesi yang bertugas di ICU.
iv. Bila dokter spesialis anestesi memerlukan rawat bersama dengan
dokter spesialis lain, maka sebagai DPJP utama adalah dokter
spesialis anestesi yang bertugas di ICU.
v. Pasien yang dirujuk oleh dokter spesialis untuk dirawat di ICU
harus jelas apakah akan rawat bersama atau dirujuk. Bila rawat
bersama, maka DPJP utamanya adalah dokter spesialis anestesi
yang bertugas di ICU.
vi. DPJP utama berwenang dalam melaksanakan praktik kedokteran
yang dibantu sepenuhnya oleh perawat dan staf ICU yang
bertugas. Kewenangan tersebut harus dengan tetap
memperhatikan dan mempertimbangkan saran dari DPJP atau
dokter spesialis lain yang terkait dengan perawatan pasien.
vii. Bila ada keberatan DPJP lain atas pelayanan medis yang
diberikan oleh DPJP utama, maka masukan/keberatan harus
dikomunikasikan langsung ke DPJP utama atau ditulis dalam
Intensive Care Unit pasien.
viii. Bila tidak dicapai kesepakatan antara DPJP utama dengan DPJP
lain yang menangani pasien sejak awal perawatan, maka dapat
ditetapkan ulang siapa DPJP utama pasien tersebut. Hal tersebut
harus dicatat dalam Intensive Care Unit.
ix. Bila terjadi masalah dalam penetapan DPJP utama, maka hal
tersebut harus dicatat dalam Intensive Care Unit.
x. Bila terjadi masalah dalam penetapan DPJP utama, maka hal
tersebut dilaporkan kepada Manajer Pelayanan sesegera mungkin.
xi. Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, setiap hal yang
terkait dengan mutu pelayanan dan kepentingan pasien akan di
ajukan audit medis oleh Sub Komite Audit pasien.

Ditetapkan : di Cirebon
Pada Tanggal : Januari 2015
Kepala Rumah Sakit Ciremai

dr. Handi Hernandi Yuliawan, S.Pm


Letkol Ckm NRP.

Anda mungkin juga menyukai