Anda di halaman 1dari 44

0

ANALISIS PRODUKSI DAN FINANSIAL USAHA

BUDIDAYA IKAN LELE DI KOLAM TERPAL

DI PERUMAHAN PESONA ANGGREK

DI BEKASI UTARA

SKRIPSI

Disusun Oleh

PUNGKI PRAYEKTO

NPM: N201410188

Program Studi : Ilmu Administrasi Bisnis

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI BISNIS

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN MANAJEMEN STIAMI

JAKARTA

2018
1

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................2

1.1. Latar Belakang...........................................................................2

1.2. Perumusan Masalah..................................................................6

1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................7

1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................8

BAB II KAJIAN LITERATUR...................................................................9

2.1. Penelitian Terdahulu................................................................9

2.2. Kajian Pustaka.........................................................................11

2.3. Kerangka Pemikiran................................................................29

2.4. Model Konseptual....................................................................31

BAB III METODE PENELITIAN..............................................................32

3.1. Konsep Dasar dan Definisi Operasional..................................32

3.2. Waktu dan Lokasi penelitian....................................................34

3.3. Data dan metode pengumpulan Data......................................34

3.4. Metode Analisis Data...............................................................35


2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan yang cukup potensial terutama dalam

bidang perikanan dimana perkembangan pembangunan telah

menampakkan hasil yang cukup baik. Ikan merupakan sumber protein

hewani yang bersiko lebih kecil bagi kesehatan manusia karena memiliki

kandungan asam lemak omega-3 yang berperan dalam melindungi

jantung. Untuk salah satu pengembangan ikan air tawar yang memiliki

nilai ekonomi tinggi adalah ikan lele. Ikan lele sudah dibudidayakan secara

komersial oleh masyarakat Indonesia baik di lahan yang luas maupun di

lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi,

pemasarannya relatif murah, dan modal yang dibutuhkan relatif rendah

(Effendie, 2004)

Produksi lele nasional melesat lebih dari dua kali lipat tahun lalu,

dipicu oleh permintaan pasar yang melonjak. Berdasarkan data Ditjen

Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi lele

2017 mencapai 1,8 juta ton atau melesat 131,7% dari pencapaian tahun

sebelumnya. Angka tersebut di atas target KKP 1,3 juta ton. Tingginya

permintaan konsumen, baik lokal maupun internasional, menjadikan

potensi budidaya ikan lele semakin terbuka lebar. Ikan lele menjadi salah

satu komoditas perikanan yang memiliki potensi serta peluang bisnis


3

cukup menjanjikan untuk dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari semakin

banyaknya warung-warung atau rumah makan yang menyediakan menu

ikan lele. Adapun beberapa kelebihan yang ada dari ikan lele diantaranya

adalah tekstur dagingnya cukup kenyal, tidak banyak tulang diantara

dagingnya sehingga memudahkan orang saat sedang mengkonsumsinya,

dan ikan lele juga memiliki kandungan protein cukup tinggi (bisa dijadikan

sebagai salah satu sumber protein alternatif).

Tabel A.1. Kandungan gizi beberapa jenis ikan tawar dan payau.

Sumber : Vaas 1956.

Dilihat pada tabel A.1. Dapat disimpulkan bahwa ikan air tawar dan

payau memiliki protein tinggi tidak terkecuali ikan lele yang memiliki nilai

protein 17,7 persen. Protein ikan mengandung semua asam amino

esensial yang dalam jumlah yang cukup. Protein ikan mengandung lisin

dan metionin yang lebih tinggi dibanding protein susu dan daging.
4

Ikan darat umumnya mengandung protein dengan kadar metionin dan

sistin yang tinggi.

Tabel A. 2. Susunan dan komposisi kimia ikan lele per 100 gram.

Sumber : Lovell dan Ammerman 1974.

Melihat fenomena ini, pemerintah kota Bekasi, Jawa Barat,

mengarahkan warganya untuk membudidayakan ikan konsumsi jenis lele

dan mujair karena cocok dengan iklim perkotaan. Terlebih lagi dua jenis

ikan tersebut sangat potensial dengan pasar yang sangat luas dan

kebutuhan yang sangat besar serta dukungan dari berbagai pihak untuk

terus meningkatkan produksi Lele merupakan peluang “emas‟ untuk

mengembangkan usaha pembudidayaan ikan Lele.

Konsumen terbesar adalah warung tenda “warteg” sekitar 65-70 %.

Kebutuhan rata-rata per unit warung tenda di Jabodetabek berkisar 7-8 kg

per hari. Menurut Warta Pasar Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan,

di tahun 2012 ada sekitar 15 ribu unit warung tenda di wilayah


5

Jabodetabek, pasokan Lele untuk warung tenda bisa menembus 100 ton

per hari dan itu belum bisa terpenuhi. Budidaya ikan Lele ini juga mampu

menggerakkan berbagai sektor usaha yang secara langsung berdampak

pada perubahan ekonomi rakyat. Ribuan masyarakat terlibat dalam

kegiatan tersebut, mulai dari pembenihan, pembesaran, pabrik pakan,

sektor transportasi, hingga pedagang, semua terlibat dalam kontinuitas

sistem tersendiri. Harga ikan lele memang cukup fluktuatif tetapi terus

mengalami peningkatan di pasaran. Tahun 2013 harga Lele di tingkat

produsen (pembudidaya) ukuran konsumsi (8-12 ekor/kg) Rp 11.000,00 –

Rp 12.000,00 /kg naik menjadi Rp 13.000,00 – Rp 14.000,00 /kg tahun

2014. Di pertengahan tahun 2015 harga ikan Lele ditingkat petani sempat

anjlok hingga Rp 10.000,00 – Rp 11.000,00 akan tetapi kemudian kembali

beranjak naik sampai kisaran Rp. 15.000,00. Di pasar

swalayan/supermarket dan ditingkat eceran sudah diatas Rp 20.000,00

/kg. (Majalah Trobos, Juli 2015).

Modal utama yang harus dimiliki oleh calon pembudidaya adalah

lahan dan kedisiplinan. Penguasaan teknik cara budidaya lele yang benar

juga menjadi faktor penting selama proses budidaya dan tentu saja faktor

lahan sangat berpengaruh supaya mendapatkan keuntungan maksimal.

Jika lahan di pekarangan terbatas atau sempit maka ada berbagai

alternatif untuk mengatasi yaitu salah satunya adalah dengan pembuatan

kolam terpal.
6

Maka dari itu perlu dilakukan analisa terhadap rencana

pengembangan usaha pembudidayaan ikan lele dengan menggunakan

kolam terpal agar dapat diketahui manfaat bersih yang akan diperoleh dan

seberapa layak usaha ini untuk dijalankan.

1.2. Perumusan Masalah

Ikan lele merupakan salah satu hasil peternakan yang kaya akan

gizi dan ikan air tawar yang dapat hidup di tempat-tempat kritis seperti

rawa, sungai, sawah, kolam ikan yang subur, kolam ikan yang keruh dan

tempat berlumpur yang kekurangan oksigen. Melihat hal tersebut dapat

menjadi pertimbangan untuk mengembangkan budidaya lele di daerah

Perumahan yang padat penduduk dan keterbatasan lahan. Pengaruh

perekonomian nasional seperti kenaikan BBM dan TDL yang berimbas

secara tidak langsung dengan kenaikan harga bahan baku pakan,

sehingga untuk menunjang peningkatan kualitas produk ikan lele menjadi

lebih sulit. Begitu pula dengan cuaca dan iklim yang anomali atau tidak

menentu sehingga membuat ikan lele mudah mengalami stress bahkan

rentan terkena penyakit.

Meskipun setiap hambatan maupun ancaman yang ada harus

ditinjau kembali dengan mengukur kekuatan dan peluang yang ada,

sehingga dapat dirumuskan langkah strategi yang akan ditempuh untuk

mencapai tujuan yang dikehendaki. Identifikasi faktor-faktor internal

maupun eksternal yang meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan


7

ancaman perlu dilakukan guna memetakan formulasi strategi dalam

mengembangkan usaha pembesaran dan pengolahan ikan lele dengan

menentukan prioritas strategi.

Oleh karena itu penelitian dan analisa ini sangatlah penting untuk

mengetahui seberapa besar permasalahan yang akan di hadapi oleh

calon peternak ikan lele. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat

diidentifikasi beberapa permasalahan :

1. Bagaimana memaksimalkan produktivitas budidaya ikan lele

dengan keterbatasan lahan di Perumahan Pesona Anggrek di

Bekasi Utara dengan menggunakan kolam terpal ?

2. Bagaimana aspek finansial dapat berdampak pada perkembangan

budidaya ikan lele dengan kolam terpal ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menjawab seluruh rumusan

permasalahan yang diidentifikasi dalam penelitian. Tujuan dari penelitian

ini adalah :

1. Menganalisa faktor-faktor produksi baik secara internal maupun

eksternal yang dapat mempengaruhi bagi pengembangan usaha

ikan lele di kolam terpal di Perumahan Pesona Anggrek di Bekasi

Utara.
8

2. Menganalisis kelayakan usaha pembudidayaan ikan lele di kolam

terpal di daerah Perumahan Pesona Anggrek di Bekasi Utara dilihat

dari aspek finansial.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembudidaya, penulis

maupun pembaca, serta masyarakat yang berminat melakukan usaha

budidaya ikan lele menggunakan kolam terpal. Hasil yang diperoleh

melalui kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

ataupun tambahan pengetahuan anatara lain :

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

memperluas kemampuan analisis khususnya mengenai analisis usaha

budidaya ikan lele dengan kolam terpal.

2. Dapat menjadi sumbang saran positif bagi masyarakat di daerah

Bekasi khususnya di Perumahan Pesona Anggrek mengenai strategi

pengembangan usaha pembesaran ikan lele yang dihasilkan dengan

menggunakan kolam terpal, sehingga dapat memberikan kontribusi

bagi penciptaan laba dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Sebagai bahan masukan dan informasi pemerintah Kota Bekasi terkait

dengan kebijakan pengembangan usaha kecil berbasis perikanan

dengan komoditi unggulan ikan lele.


9

BAB II

KAJIAN LITERATUR

2.1. Penelitian Terdahulu

Menurut penelitian Tajerin (2007), tentang Efisiensi Teknis Usaha

Budidaya Ikan Lele Di Kolam (Studi Kasus di Kabupaten Tulung Agung

Propinsi Jawa Timur) dengan variabel luas kolam, benih, pakan dan

tenaga kerja serta menggunakan metode analisis Penelitian inistocastic

production frountier menghasilkan kesimpulan penelitian Tingkat efisiensi

teknis yang dicapai oleh usaha budidaya pembesaran ikan lele di tulung

agung dalam kategori sedang-tinggi.

Penelitian Eko Pranggolaksito (2008), Analisis Efisiensi Budidaya

Ikan Lele Dumbo Di Kabupaten Demak, dengan variabel luas kolam,

benih, pakan, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Adapun teknik

analisis menggunakan Frontier dan Cobb Douglas menghasilkan :

- Nilai rata-rata efisiensi teknis sebesar 0,935 sehingga budidaya

ikan lele dumbo di kabuapten Demak belum efisien karena kurang

dari satu.

- Usaha budidaya ikan lele dumbo di Demak cukup menguntungkan

antara total penerimaan dan pengeluaran diperoleh nilai R/C usaha

sebesar 1,19.
10

Menurut penelitian Ahmad Taufiq Az-Zarnuji (2011), Analisis Efisiensi

Budidaya Ikan Lele Di Kabupaten Boyolali dengan variabel luas kolam,

benih, pakan dan tenaga kerja, adapun teknik analisis dengan Fungsi

Produksi Frontier dan fungsi Cobb-Douglass menghasilkan Tingkat

efisiensi teknis yang dicapai oleh usaha budidaya ikan lele di Kabupaten

Boyolali dalam kategori sedang-tinggi.

Penelitian Irwan Natakesuma (2016), Analisis Produksi Dan

Finansial Usaha Budidaya Ikan Lele Di Kota Metro Provinsi Lampung

dengan variabel luas kolam, benih, pakan dan tenaga kerja, dimana teknik

analisis menggunakan Deskriptif kualitatif dan kuantitatif, serta Cobb

Douglas, dimana hasil dari penelitian adalah :

- Faktor - faktor yang berpengaruh pada produksi ikan lele adalah

luas lahan, benih dan pakan, sedangkan obat-obatan dan tenaga

kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ikan lele.

- Tingkat efisiensi peternak lele belum memenuhi syarat dalam

proses produksi dan belum mampu memanfaatkan potensi

kemampuan produksi yang dimiliki secara optimal untuk

menghasilkan output produksi yang tinggi.

- Usaha budidaya ikan lele di Kota Metro secara finansial

menguntungkan dan layak dikembangkan pada tingkat suku bunga

KUR mikro yang berlaku, yaitu 12%, dengan jangka waktu

pengembalian investasi 2,15 tahun.


11

2.2. Kajian Pustaka

2.2.1. Ikan Lele

Ikan lele (Clarias batrachus) adalah ikan yang termasuk dalam

golongan catfish. Ikan lele mudah beradaptasi meskipun dalam

lingkungan yang kritis, misalnya perairan yang kecil kadar oksigennya dan

sedikit air. Ikan lele juga termasuk ikan omnivora, yaitu pemakan segala

jenis makanan tetapi cenderung pemakan daging atau karnivora. Secara

alami ikan lele bersifat nokturnal, artinya aktif pada malam hari atau lebih

menyukai tempat yang gelap, tetapi dalam usaha budidaya ikan lele

dibuat beradaptasi menjadi diurnal (Suyanto, 2006).

Ikan lele mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan ikan

lainnya, sehingga dengan mudah dibedakan dengan jenis-jenis ikan lain.

Menurut Astuti (2003), ikan lele memiliki bentuk badan yang memanjang,

berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis yang

memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernapasan tambahan

(arborescent organ). Bagian depan badannya terdapat penampang

melintang yang membulat, sedang bagian tengah dan belakang berbentuk

pipih.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, ikan lele memiliki alat

pernapasan tambahan dalam kondisi lingkungan perairan yang sedikit

akan kandungan oksigen terlarut (Suyanto, 1999). Alat pernapasan


12

tambahan ini terletak di bagian kepala di dalam rongga yang dibentuk oleh

dua pelat tulang kepala.

Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti

tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah. Mulutnya terdapat di

bagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu satu

pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar (berfungsi sebagai

tentakel), dan dua pasang sungut mandibula. Insangnya berukuran kecil

dan terletak pada kepala bagian belakang (Pillay, 1990).

Ikan lele mempunyai jumlah sirip punggung 68-79, sirip dada 9-10,

sirip perut 5-6, sirip anal 50-60 dan jumlah sungut sebanyak 4 pasang, 1

pasang diantaranya lebih panjang dan besar. Panjang baku 5-6 kali tinggi

badan dan perbandingan antara panjang baku terhadap panjang kepala

adalah 1: 3-4. Ukuran matanya sekitar 1/8 panjang kepalanya. Giginya

berbentuk villiform dan menempel pada rahang. Penglihatan lele kurang

berfungsi dengan baik, akan tetapi ikan lele memiliki dua buah alat

olfaktori yang terletak berdekatan dengan sungut hidung untuk mengenali

mangsanya melalui perabaan dan penciuman.

Jari-jari pertama sirip pektoralnya sangat kuat dan bergerigi pada

kedua sisinya serta kasar. Jari-jari sirip pertama itu mengandung bisa dan

berfungsi sebagai senjata serta alat penggerak pada saat ikan lele berada

di permukaan (Rahardjo dan Muniarti, 1984).


13

Semua jenis ikan lele berkembang dengan ovipar, yakni

pembuahan telur di luar tubuh. Ikan lele memiliki gonad satu pasang dan

terletak disekitar usus. Ikan lele memiliki lambung yang relatif besar dan

panjang. Tetapi ususnya relative pendek daripada badannya. Hati dan

gelembung renang ikan lele berjumlah 2 dan masing-masing sepasang

(Suyanto, 1999).

Habitat ikan lele di alam adalah di perairan tergenang yang relatif

dangkal, ada pelindung atau tempat yang agak gelap dan lebih menyukai

substrat berlumpur (Hernowo dan Suyanto, 2003 dalam Jufrie, 2006).

Kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele adalah suhu yang

berkisar antara 20-30oC, akan tetapi suhu optimalnya adalah 27oC,

kandungan oksigen terlarut > 3 ppm, pH 6.5-8 dan NH3 sebesar 0.05 ppm

(Khairuman dan Amri, 2002 dalam Aristya, 2006).

2.2.2. Kualitas Air

Kualitas air didefinisikan sebagai faktor kelayakan suatu perairan

untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang

nilainya ditentukan dalam kisaran tertentu (Safitri, 2007). Menurut Gustav

(1998) dalam Rukmana (2003), kualitas air memegang peranan penting

terutama dalam kegiatan budidaya. Penurunan mutu air dapat

mengakibatkan kematian, pertumbuhan terhambat dan timbulnya hama

penyakit. Faktor yang berhubungan dengan air perlu diperhatikan antara

lain : suhu, oksigen terlarut, pH, amoniak, dan lain-lain.


14

Sumber air yang baik dalam pembesaran ikan harus memenuhi

kriteria kualitas air. Hal tersebut meliputi sifat-sifat kimia dan fisika air

seperti suspense bahan padat, suhu, gas terlarut, pH, kadar mineral, dan

bahan beracun. Untuk kegiatan pembenihan ikan lele, air yang digunakan

sebaiknya berasal dari sumur walaupun dalam pemeliharaan ikan lele

tidak memerlukan air yang jernih seperti ikan-ikan lainnya.

2.2.2.a. Suhu

Suhu air optimal dalam pertumbuhan ikan lele adalah 28ºC. Hal

tersebut terkait dengan laju metebolismenya (Tai et al., 1994). Suhu di luar

batas tertentu akan mengurangi selera makan pada ikan. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan Britz dan Hecht (1987), untuk pembesaran

benih ikan lele didapat bahwa laju pertumbuhan ikan lele akan baik pada

suhu 25º-33ºC dan suhu optimum 30ºC.

2.2.2.b. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang

berpengaruh dalam kelangsungan hidup ikan. Menurut Swingle (1968)

dalam Boyd (1982), konsentrasi oksigen terlarut yang menunjang

pertumbuhan dan proses produksi yaitu lebih dari 5 ppm. Ikan lele dapat

hidup pada perairan yang kandungan oksigennya rendah, karena memiliki

alat pernafasan tambahan yang disebut arborescen organ.

Sumber oksigen dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di

atmosfer sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan
15

fitoplankton (Effendi, 2000). Difusi oksigen ke air bisa terjadi secara

langsung pada kondisi air diam (stagnant) atau terjadi karena agitasi atau

pergolakan masa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun.

Difusi oksigen dari atmosfer ke peraiaran hakekatnya berlangsung relatif

lambat meskipun terjadi pergolakan massa air.

Oleh karena itu sumber utama oksigen di perairan alami adalah

fotosintesis (Effendi, 2000). Oksigen yang dikonsumsi oleh ikan berbeda

pada setiap spesies, ukuran, aktivitas, suhu, jenis pakan, dan faktor lain

(Boyd, 1982 dalam Safitri 2007). Meskipun ikan lele mampu bertahan

hidup di lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah, namun untuk

menunjang agar ikan lele dapat tumbuh secara optimal diperlukan

lingkungan perairan dengan kadar oksigen yang cukup. Kadar oksigen

yang baik untuk menunjang pertumbuhan ikan lele secara optimum adalah

harus lebih dari 3 ppm.

2.2.2.c. Tingkat Keasaman (pH)

Keasaman (pH) yang rendah berakibat buruk pada spesies kultur

dan menyebabkan ikan stress, mudah terserang penyakit, produktivitas

dan pertumbuhan rendah. Batas toleransi ikan terhadap pH adalah

bervariasi tergantung suhu, kadar oksigen terlarut, alkalinitas, adanya ion

dan kation, serta siklus hidup organisme tersebut (Pescond 1973, dalam

Rohaedi, 2002). Selain itu keasaman (pH) memegang peranan penting

dalam bidang perikanan karena berhubungan dengan kemampuan untuk


16

tumbuh. Ikan lele dapat hidup pada kisaran pH 4 dan diatas pH 11 akan

mati (Suyanto, 1999). Nilai pH yang baik untuk lele berkisar antara 6,5-

8,5. Tinggi rendahnya suatu pH dalam perairan salah satunya dipengaruhi

oleh jumlah kotoran dalam lingkungan perairan khususnya sisa pakan dan

hasil metabolisme (Arifin, 1991).

2.2.2.d. Amoniak (NH3)

Sisa makanan dan kotoran ikan akan terurai antara lain menjadi

nitrogen dalam bentuk amoniak. N-amoniak terlarut dalam air, sehingga

tidak dapat diuraikan ke udara melalui aerasi. N-amoniak akan

mengurangi daya ikat butir darah merah terhadap oksigen, sehingga

pertumbuhan ikan terhambat (DEPTAN, 1999). Ikan sangat peka terhadap

amoniak dan senyawanya. Jumlah amoniak dalam air akan bertambah,

sesuai dengan peningkatan aktivitas dan kenaikan suhu air. Ekskresi ikan

juga mempengaruhi kandungan amoniak dalam air. Ekskresi ikan berasal

dari katabolisme protein pakan dan dikeluarkan dalam bentuk amoniak

dan urea ke air (Sheperd et al., 1989 dalam Yuniarti, 2006). Kandungan

amoniak dalam air sumber yang baik tidak lebih dari 0,1 ppm. Air yang

mengandung 1,0 ppm sudah diangap tercemar. Air yang mengandung

ammonia tinggi bersifat toksik karena akan menghambat ekskresi pada

ikan (Chen et al., 1993). Pada sistem budidaya dilakukan pengendalian

nitrogen anorganik melalui penambahan karbon yang menyebabkan

penumpukan nitrogen amoniak di dalam kolam akan menurun diikuti


17

dengan peningkatan pertumbuhan ikan (Avnimelech, 1994 dalam

Suryono, 2000).

2.2.3. Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan Lele

Pakan merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan

budidaya, karena pakan diperlukan ikan untuk pemeliharaan kondisi

tubuh, aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi. Pakan yang diberikan pada

spesies kultur ada dua macam yaitu pakan alami dan pakan buatan. Hal

penting yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan adalah frekuensi

pemberian pakan dan konversi pakan yang dibutuhkan untuk

menghasilkan daging atau berat ikan. Pakan alami ikan lele berupa jasad

hewani yaitu crustacea kecil, larva serangga (kutu air, jentik nyamuk),

cacing dan molusca (Susanto, 1988). Semua itu menunjukan bahwa ikan

lele bersifat omnivora cenderung karnivora (Pillay, 1990). Selain itu, benih

ikan lele bersifat kanibal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hecht dan

Appelbaum (1987), mortalitas benih akibat kanibalisme lebih besar dari

mortalitas alami.

Upaya penumbuhan pakan alami melalui pemupukan kolam.

Pemupukan kolam dapat dilakukan dengan pemberian pupuk kandang 1-3

kg/m2 dicampur dengan urea 6 gr /m2, SP -364 gr/m2, KCL 4,5 gr/m2 dan

kapur pertanian 100-200 gr/m2. Pemberian pupuk tersebut dilakukan 5-7

hari sebelum ikan ditebar, atau 1-3 hari sebelum diairi (DEPTAN,1999).
18

Rustidja (1984) dalam Rukmana (2003) menyatakan bahwa benih

ikan lele mulai mengambil pakan dari luar setelah berumur 100 jam dari

waktu penetasannya. Baik tidaknya pertumbuhan lele selanjutnya

ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ketersediaan pakan

dalam kolam. Pada pakan pertama benih ikan harus mempunyai ukuran

yang kecil dan sesuai dengan bukaan mulut benih, kandungan energi

yang cukup tinggi, dapat dicerna dan menarik perhatian, serta tersedia

dalam jumlah banyak.

Menurut Hogedorn (1980) dalam Rukmana (2003), ketersediaan

pakan alami merupakan faktor pembatas bagi kehidupan benih di kolam.

Pakan alami merupakan jasad-jasad hidup yang dibudidayakan sebagai

pakan untuk ikan. Ukuran pakan alami harus sesuai dengan bukaan mulut

dan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Selain itu, pakan alami mempunyai

gerakan yang lambat sehingga mudah dimakan oleh ikan. Sebagai

karnivora, ikan lele mampu memakan zooplankton sampai ikan kecil

(Vivien et al., 1986 dalam Hamsyah, 2004 ). Oleh sebab itu, zooplankton

sebagai pakan pertama berbagai spesies ikan penting dalam kolam

pendederan. Pakan alami untuk ikan karnivora diantaranya serangga

dalam stadium akuatik dan invertebrata lainnya. Invertebrata yang baik

sebagai pakan alami adalah annelida (cacing tanah dan cacing rambut),

moluska dan krustasea (Lagler, 1977 dalam Machditiara, 2003). Cacing

akuatik ini sangat penting keberadaannya di air sebagai pakan alami ikan.
19

Pakan buatan merupakan campuran dari berbagai bahan yang

diolah menurut keperluan untuk diberikan ke ikan sebagai sumber energi.

Pemberian pakan pada benih ikan umur 7 sampai 15 hari biasanya diberi

pakan dalam bentuk tepung dan remah. Benih umur 15 sampai 30 hari

dapat diberi pakan berupa pellet yang berdiameter ± 1 mm atau

disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Pakan ini diberikan 3-5 kali sehari

(Soetomo, 1987). Frekuensi pemberian pakan adalah jumlah pemberian

pakan per satuan waktu, misalnya dalam satu hari pakan diberikan tiga

kali. Pada ukuran larva frekuensi pemberian pakan harus tinggi karena

laju pengosongan lambungnya lebih cepat, dan dengan semakin besarnya

ukuran ikan yang dipelihara maka frekuensi pemberian pakannya semakin

jarang. Laju evakuasi pakan didalam lambung atau pengosongan lambung

ini tergantung pada ukuran dan jenis ikan kultur, serta suhu air (Effendi,

2004). Untuk ikan lele, satu sampai tiga hari setelah tebar pakan diberikan

empat kali dalam sehari dan setelah itu tiga kali.

Menurut Effendi (2004), konversi pakan tergantung pada spesies

ikan (kebiasaan makan, tingkat tropik, ukuran/ stadia,) yang dikulturkan,

kualitas air meliputi kadar oksigen dan amoniak serta suhu air, dan pakan

baik secara kualitas maupun kuantitas. Efisiensi pakan adalah bobot

basah daging ikan yang diperoleh per satuan berat kering pakan yang

diberikan (Watanabe, 1988 dalam Hasanah, 2003). Hal ini sangat berguna

untuk membandingkan nilai pakan yang mendukung pertambahan bobot.

Efisien pakan berubah sejalan dengan tingkat pemberian pakan dan


20

ukuran ikan. Menurut Schmitou (1992) dalam Hasanah (2003), efisiensi

pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kualitas pakan,

jumlah pakan, spesies ikan, ukuran ikan dan kualitas air. Pakan yang

diberikan harus mampu memenuhi kebutuhan energi ikan lele.

Berdasarkan SNI 01-4087-2006 karakteristik pakan buatan yang dapat

diberikan untuk ikan lele dapat dilihat pada Tabel B.III.

Tabel 2.2.3. Syarat Mutu Pakan Ikan Lele

Sumber : SNI 01-4087-2006

Pakan yang diberikan tidak semua dimakan dan dapat

dimanfaatkan oleh ikan. Jumlah pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ikan

bergantung pada komposisi penyusun pakan (Garling & Ramseyer ,1997).


21

2.2.4. Kepadatan Penebaran

Kepadatan penebaran yang terjadi dapat menjadi salah satu

penyebab rendahnya tingkat kelangsungan hidup suatu organisme.

Semakin meningkat kepadatan penebaran ikan maka tingkat

kelangsungan hidupnya akan makin kecil (Allen, 1974). Kepadatan rendah

dapat menghasilkan kelangsungan hidup yang tinggi, tetapi produksi yang

diperoleh rendah. Oleh karena itu, pakan buatan perlu ditambahkan untuk

pemenuhan kebutuhan makanan. Pada kepadatan tebar tinggi, kondisi

lingkungan menjadi buruk yakni menurunnya kandungan oksigen terlarut

dalam air dan meningkatnya amonia akibat penumpukan sisa pakan dan

feses. Oksigen sangat dibutuhkan untuk sumber energi bagi jaringan

tubuh, aktivitas pergerakan dan aktivitas pengolahan makanan sehingga

berkurangnya kandungan oksigen di air dapat menurunkan tingkat

konsumsi pakan ikan (Zonneveld et al., 1991). Intensifikasi budidaya

dapat berhasil jika dilakukan pengawasan terhadap empat faktor utama

lingkungannya yaitu pengawasan suhu, penambahan pakan, pemenuhan

kebutuhan oksigen dan pembersihan limbah metabolisme. Dengan

pengawasan terhadap empat hal tersebut dapat memungkinkan untuk

meningkatkan kepadatan tebar ikan tanpa mengurangi pertumbuhan

individu ikan sehingga dapat meningkatkan produksi (Hepher, 1978).


22

2.2.5. Kelangsungan hidup ( survival rate )

Kelangsungan hidup menjadi tolak ukur dalam keberhasilan

budidadaya. Beberapa factor yang berpengaruh terhadap tingkat

kelangsungan hidup antara lain penyakit dan kualitas air. Penyakit yang

menyerang biasanya berkaitan dengan kualitas air (Yuniarti, 2006)

Kualitas air yang baik akan mengurangi resiko ikan terserang penyakit dan

meningkatkan tingkat kelangsungan hidup ( survival rate ).

2.2.6. Pertumbuhan (Growth )

Menurut (Mudjiman,1998), pertumbuhan didefinisikan sebagai

perubahan ikan dalam berat, ukuran, maupun volume seiring dengan

berubahnya waktu. Dengan demikian pertumbuhan dapat dilihat dari fisik,

kimiawi, seluler, dan energi. Fisik, berupa perubahan panjang dan berat.

Kimiawi, berupa perubahan komposisi tubuh, seperti : protein, lemak,

karbohidrat, mineral, dan air. Seluler, berupa perubahan ukuran,jumlah,

volume dari sel dan kandungan mineralnya. Energi, berupa perubahan

kandungan energi, pada dasarnya merupakan konfersi protein, lemak, dan

karbohidrat ( Wartono, 2001 ).

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Faktor internal merupakan faktor yang berhubungan dengan ikan itu

sendiri seperti umur, dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan,

kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap

penyakit. Faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan


23

lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi sifat fisika dan kimia air, ruang

gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas (Huet,

1971).

2.2.7. Pemasaran

2.2.7.a. Konsep Pemasaran

Menurut Kotler (2007) pemasaran dapat dibagi lima konsep yaitu,

(1) Konsep produksi; (2) Konsep produk; (3) Konsep penjualan; (4)

Konsep pemasaran; dan (5) Konsep pemasaran sosial. Masing-masing

konsep dijelaskan sebagai berikut :

1. Konsep produksi

Konsumen lebih cenderung pada produk yang tersedia dimana-mana

dan harganya lebih murah. Para manajer dalam perusahaan yang

berorientasi pada produksi memusatkan upayanya untuk mencapai

efisiensi produk yang tinggi dan memiliki distribusi yang luas.

2. Konsep produk

Konsumen lebih cenderung pada produk yang menawarkan mutu,

performasi, dan ciri-ciri terbaik. Para manajer dalam organisasi yang

berorientasi pada produk ini memusatkan usahanya untuk

menghasilkan produk yang baik bagi konsumen dan berusaha terus-

menerus untuk menyempurnakannya.


24

3. Konsep penjualan

Konsumen jangan dibiarkan begitu saja, organisasi harus

melaksanakan upaya penjualan dan promosi yang agresif. Konsumen

biasanya menunjukkan sikap enggan untuk membeli produk yang

ditawarkan sehingga konsumen harus dipikat agar membeli lebih

banyak dengan menggunakan serangkaian alat penjualan dan promosi

yang efektif guna merangsang pembelian dalam jumlah banyak.

4. Konsep pemasaran

Dalam konsep pemasaran dijelaskan bahwa kunci untuk meraih tujuan

organisasi terdiri atas penentuan kebutuhan dan keinginan pasar

sasaran serta memberikan kepuasan yang diharapkan secara lebih

efektif dibandingkan dengan para pesaing.

5. Konsep pemasaran sosial

Dalam konsep pemasaran sosial dijelaskan bahwa tugas organisasi

adalah menentukan keinginan dan kepentingan pasar sasaran serta

memberikan kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien

dibandingkan para pesaing dengan meningkatkan kesejahteraan

konsumen dan masyarakat.

2.2.7.b.Saluran pemasaran

Saluran pemasaran adalah suatu jalur yang dilalui oleh arus barang

dari produsen melalui perantara akhirnya sampai ke tangan konsumen.


25

Lebih lanjut Saefuddin (1982), menyatakan bahwa saluran pemasaran

merupakan aliran yang dilalui oleh barang dan jasa melalui lembaga

pemasaran sampai barang dan jasa tersebut tiba di tangan konsumen.

Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu komoditas

tergantung dari jarak antara produsen ke konsumen, cepat atau tidaknya

komoditas tersebut menjadi rusak, skala produksi, posisi keuangan

perusahaan.

2.2.8. Studi Kelayakan

Husnan dan Suwarsono (1994), menyatakan bahwa studi kelayakan

proyek/bisnis adalah suatu analisa yang sistematis dan mendalam atas

setiap faktor yang ada pengaruhnya terhadap kemungkinan proyek

mencapai sukses. Pada umumnya studi kelayakan menyangkut tiga

manfaat yaitu :

 Manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (finansial)

yang berarti apakah proyek itu dipandang menguntungkan apabila

dibandingkan dengan resiko proyek tersebut.

 Manfaat ekonomi proyek tersebut bagi Negara tempat proyek itu

dilaksanakan (manfaat ekonomi nasional), yang menunjukkan

manfaat proyek tersebut bagi ekonomi makro suatu negara.

 Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat sekitar proyek.


26

2.2.9. Teori investasi

Segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

kemampuan menciptakan atau menambah nilai kegunaan hidup adalah

investasi (Raharja dan Manurung, 2001). Kegiatan investasi atau

penanaman modal oleh seseorang atau perusahaan memiliki banyak

manfaat diantaranya: penyerapan tenaga kerja, penghematan devisa

ataupun penambahan devisa dan lain sebagainya.

Tujuan keputusan investasi yang sering digunakan adalah

memaksimumkan net present value, memaksimumkan tingkat keuntungan

dan menurunkan resiko. Dari sudut pertimbangan perusahaan sebagai

investor atau pemilik modal, maka tujuan keputusan investasi adalah

memaksimum net present value. Berdasarkan atas pengertian tersebut

maka dapat dikatakan bahwa investasi adalah penanaman modal yang

dilakukan oleh suatu perusahaan atau perorangan dalam bentuk asset

(aktiva) yang memberikan manfaat lebih pada masa yang akan datang,

sehingga dana yang dipergunakan dapat kembali sesuai dengan yang

direncanakan (Husnan dan Pudjiastuti, 2002).

2.2.10. Nilai waktu dari uang

Investasi yang dilakukan saat ini tidak serta merta mengasilkan

peningkatan pendapatan hari ini dan dibutuhkan suatu tenggang waktu

tertentu. Makin tinggi kualitas dan kuantitas investasi, biasanya tenggang

waktunya semakin panjang sesuai dengan umur ekonomis usaha,


27

disamping itu perlu diperhatikan bahwa nilai uang sebagai manfaat

ekonomi dari suatu investasi yang diperkirakan akan diterima pada masa

yang akan datang tidak sama dengan nilai uang yang diterima pada saat

sekarang karena adanya faktor interest rate. Karenanya pertimbangan

pokok dari investasi adalah berupa nilai uang masa mendatang (future

value) dari jumlah yang diinvestasikan saat ini. Dengan demikian semua

nilai uang apakah sebagai penerimaan total sepanjang waktu, harus

dievaluasi pada nilai sekarang (present value of money).

2.2.11. Aliran kas dalam investasi ( cash flow )

Pengambilan keputusan dalam investasi bagi suatu unit usaha atau

perusahaan harus mempertimbangkan aliran kas keluar (cash outflow)

yang akan dikeluarkan perusahaan dan aliran kas masuk (cash inflow)

yang akan diperolehnya berkaitan dengan investasi yang diambil.

Menurut Sartono (1994), aliran kas dalam setiap usulan investasi

dapat dibagi tiga macam yaitu :

1. Intial cashflow ( Capital outlays )

Initial cashflow (capital outlays) merupakan aliran kas yang

berhubungan dengan pengeluaran kas pertama kali untuk keperluan

suatu investasi.
28

2. Terminal cashflow

Merupakan aliran kas masuk yang diterima oleh perusahaan sebagai

akibat habisnya umur ekonomi suatu proyek investasi. Hal ini dapat

diperoleh pada akhir sisa (residu) dari aktiva modal kerja yang

digunakan untuk investasi. Nilai residu suatu proyek investasi

merupakan nilai aktiva pada akhir umur ekonomis yang dihitung dari

nilai buku aktiva yang bersangkutan.

3. Operational cashflow

Operasional cashflow atau cashinflow merupakan aliran kas yang tejadi

selama umur investasi. Cashinflow ini berasal dari pendapatan yang

diproleh dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama operasi.

Cashflow atau aliran kas masuk ini akan membandingkan cashinflow

dengan cashoutflow.

Dana yang digunakan untuk investasi aktivitas tetap dapat berasal

dari modal sendiri dan dari modal asing ditambah hutang/pinjaman.

Perbedaan sumber modal tersebut akan mempengaruhi dalam

perhitungan proceeds dari kedua sumber tersebut adalah sebagai berikut :

1) Perhitungan besarnya proceeds dengan menggunakan modal sendiri :

Proceeds = Laba bersih setelah pajak + Depresiasi


29

2) Perhitungan proceeds dengan menggunakan modal sendiri dan modal

asing atau pinjaman :

Proceeds = laba bersih setelah pajak + depresiasi (1- pajak)

2.2.12. Kriteria investasi

Keputusan investasi adalah keputusan rasional, karena

berdasarkan atas pertimbangan rasional. Namun dalam prakteknya dapat

digunakan beberapa alat bantu atau kriteria-kriteria tertentu untuk

memutuskan diterima atau ditolaknya rencana investasi. Menurut

Glassburner dan Chandra (1978), Rahardja dan Manurung (2001), dan

Syamsuddin (2001), kriteria investasi yang umum digunakan dalam

praktek antara lain yaitu Payback Period, Benefit- Cost Ratio (B/C Ratio),

Net Present Value (NPV), Internal of Return (IRR) dan analisis Sensitvitas.

2.3. Kerangka Pemikiran

Setiap usaha memiliki tujuan untuk mendapatkan pendapatan yang

optimal dengan biaya yang seminimal mungkin. Budidaya ikan air tawar

merupakan alternatif pembuka usaha sebagai subsektor dari pertanian

yang menjadi salah satu aspek pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Ikan

lele merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki potensi besar untuk

dibudidayakan, karena permintaan yang tinggi terhadap ikan tersebut.

Ikan lele juga memiliki gizi yang cukup baik untuk dikonsumsi dan harga

yang relatif murah jika dibandingkan ikan budidaya lainnya. Harga jual

ikan lele fluktuatif dari tahun ke tahun.


30

Dalam rangka pengembangan budidaya ikan lele di daerah Bekasi

dimana lahan yang tersedia saat ini tidak mencukupi sementara modal

utama yang harus dimiliki oleh calon pembudidaya ikan lele adalah lahan.

Lahan yang akan digunakan dalam budidaya ikan lele ini bisa lahan

pribadi ataupun sewa. Jika menginginkan keuntungan maksimal, tentu

saja calon pembudidaya tersebut harus menggunakan lahan pribadi.

Jika lahan dipekarangan pembudidaya tidak luas atau terbatas

(sempit), ada berbagai alternatif untuk membuat kolam namun kolam yang

mudah dan murah dalam pembuatan adalah kolam terpal. Kolam terpal

lebih praktis dan mudah digunakan karena dapat mengatasi resiko-resiko

yang terjadi baik pada kolam tanah maupun kolam beton.

Menurut Siregar dalam Soekartawi (1993) risiko dalam usaha

mencakup kemungkinan kerugian dan keuntungan. Tingkat risiko akan

ditentukan sebelum suatu tindakan diambil berdasarkan ekspektasi atau

perkiraan seseorang sebagai pengambil keputusan. Dalam melakukan

budidaya ikan lele di kolam terpal perlu diperhatikan risiko berusaha.

Semakin tinggi pendapatan maka tingkat risiko yang diterima juga akan

semakin tinggi. Risiko yang harus dihadapi pembudidaya yaitu risiko

produksi dan risiko harga.

Tingkat pendapatan dan risiko merupakan hal yang harus

diperhatikan dalam melakukan usaha yang menentukan tingkat

keberhasilan seseorang dalam melakukan pilihan dalam berbudidaya.


31

Dengan memperhatikan hal tersebut maka perlu adanya studi kelayakan

secara finansial juga.

2.4. Model Konseptual

Model untuk menganalisa produksi dan finansial pembudidayaan

ikan lele di kolam terpal dapat disajikan sebagai berikut :

Budidaya Ikan Lele

Masukan Produksi : Produksi Keluaran Produksi


1. Benih/ Bibit
2. Pakan
3. Obat & vitamin
4. Tenaga kerja
5. Luas lahan budidaya

Harga Masukan Analisis Efisiensi Teknis Harga Keluaran

Biaya Analisis Finansial Penerimaan


Net Benefit - Cost Ratio (Net B/C)
Gross Benefit – Cost Ratio (Gross B/C)
Payback Period (PP)
Net Present value (NPV)
Internal Rate of Return (IRR)

Untung / Rugi

Tidak Layak Layak

Penataan Ulang Lanjutkan


32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

dipergunakan untuk mendapatkan kesamaan pemahaman terhadap

konsep dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

Budidaya ikan lele adalah suatu proses produksi untuk merubah

dari input dimana berupa masukan produksi untuk menghasilkan output

atau keluaran produksi.

Proses produksi merupakan suatu proses saling keterkaitan atau

berinteraksinya berbagai masukan produksi untuk menghasilkan output

atau keluaran produksi dalam jumlah tertentu.

Masukan produksi adalah faktor-faktor dasar atau modal yang

diperlukan untuk dapat memulai proses produksi.

Keluaran produksi merupakan jumlah ikan lele yang dihasilkan oleh

proses produksi tersebut, yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Harga keluaran atau output merupakan harga ikan lele yang

diterima peternak atau pembudidaya dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya adalah jumlah seluruh nilai modal yang dikeluarkan untuk

usaha budidaya ikan lele satu tahun dalam satuan rupiah (Rp).
33

Penerimaan adalah sejumlah uang yang diterima dari penjualan

ikan lele, dihitung dengan mengkalikan jumlah seluruh hasil produksi ikan

lele dengan harga jual per kg, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Efesiensi teknis adalah perbandingan antara produksi aktual

dengan tingkat produksi potensial yang dapat dicapai.

Analisis finansial adalah analisis yang didasarkan pada

perbandingan atau rasio manfaat (benefit) dan biaya (cost) yang akan

dikeluarkan selama ekonomis investasi alat, atau diperhitungkan untuk

melihat layak tidaknya usaha tersebut dijalankan atau dilaksanakan.

Analsisfinasial menilai proyek dari sudut badan-badan atau orang-orang

yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan

langsung dengan proyek. Analisis finansial memperhatilan hasil untuk

modal saham yang ditanam dalam proyek. Hatga yang dipergunakan

dalam analisis finansial adalah harga pasar.

Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara

net benefit yang telah didiscount positif dan net benefit yang telah

didiscount negatif.

Gross Benefit cost ratio (Gross B/C) merupakan perbandingan

antara penerimaan manfaat dari suatu investasi dengan biaya yang telah

dikeluarkan.
34

Payback Period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang

didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih

dari proyek.

Net Present Value (NPV) atau nilai tunai bersih, merupakan metode

yang menghitung selisih antara manfaat atau penerimaan dengan biaya

atau pengeluaran.

Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang

menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh

investasi proyek atau dengan kata lain tingkat bunga yang menghasilkan

NPV sama dengan nol.

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan atau dilakukan pada Juli 2018 –

Desember 2018. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (Purposive),

dengan pertimbangan bahwa daerah Perumahan Pesona Anggrek di Kota

Bekasi Utara untuk lahan sudah sangat terbatas sedangakan usaha

budidaya ikan lele sedang berkembang dan saat ini menjadi salah satu

komoditas unggulan, serta belum belum banyak masyarakat yang

menekuni budidaya ikan lele pada kolam terpal.

3.3. Data dan metode pengumpulan Data

Data penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara


35

langsung dengan pembudidaya ikan lele menggunakan kusioner dengan

mengajukan beberapa pertanyaan untuk melengkapi data yang

diperlukan, dengan tujuan agar pertanyaan yang diajukan terstruktur dan

lengkap. Data sekunder yang merupakan pelengkap data primer diperoleh

dari publikasi instansi-instansi terkait secara online, laporan-laporan, dan

pustaka lainnya yang berhubunagn dengan penelitian ini.

3.4. Metode Analisis Data

Teknis analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

fungsi Produksi Frontier dan fungsi Cobb-Douglas untuk menentukan

faktor-faktor produksi yang dominan dan efisien. Selain itu statistik

deskriptif juga dipakai untuk mendeskripsi profil responden dari perikanan

didaerah penelitian.

3.4.1. Fungsi Produksi Frontier

Untuk lebih menyederhanakan analisis data yang terkumpul maka

digunakanlah suatu model. Model ini digunakan untuk menggambarkan

hubungan antara input dengan output dalam proses produksi dan untuk

mengetahui tingkat keefisienan suatu faktor produksi adalah fungsi

produksi frontier seperti yang telah dipakai dalam Coelli, at all (1996)

sebagai berikut :

Ln Y =bₒ + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + (Vi – Ui)


36

3.4.2. Penerimaan dan Pengeluaran

Total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan

total biaya dalam suatu proses produksi. Adapun total penerimaan

diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produk.

Return/ cost (R/C) rasio adalah merupakan perbandingan antara total

penerimaan dengan total biaya (Soekatarwi, 2001)

R/C = TR / TC

Dalam usaha budidaya perikanan TR (Total Revenue) merupakan seluruh

penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan ikan yang berhasil

dipanen. Sedangkan TC (Total Cost) merupakan seluruh biaya yang

dikeluarkan selama proses budidaya. Sehingga dapt dirumuskan menjadi :

TR = p.Q dan TC = c.E

Dimana : TR = Total Penerimaan

TC = Biaya total

Q = rata-rata produksi ikan

c = harga input

E = Upaya

p = rata-rata harga ikan


37

Dari hasil perhitungan dapat diperoleh keterangan bahwa semakin besar

R/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh. Hal

tersebut dapat dicapai apabila alokasi faktor produksi lebih efisien.

3.4.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi produksi Cobb-Douglas adalahsuatu fungsi atau persamaan

yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu

disebut variabel dependen, yang dijelaskan, (Y), dan yang lain disebut

variabel independen, yang menjelaskan, (X). Penyelesaian hubungan

antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y

akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Secara matematis model fungsi

Cobb-Douglass yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Y = aX1ᵇᴵ X2ᵇ...Xiᵇᴵ...Xaᵇⁿ eᶸ

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan di atas, maka

persamaan tersebut dirubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara

mentransformasikan dalam bentuk logaritma natural (ln), persamaan

tersebut yaitu :

LnY = Lna + B1LnX1 + B2LnX2 + B3LnX3 + B4LnX4 + u

Keterangan :

Y = jumlah produksi ikan lele (kg)

X1 = luas kolam yang digunakan (m3)


38

X2 = jumlah bibit lele yang digunakan (kg)

X3 = jumlah pakan lele yang digunakan (kg)

X4 = jumlah obat-obatan yang digunakan (kg)

A = intersep atau konstanta

Bi = koefisien regresi yang merupakan elastisitas produksi

(I = 1,2,3,4)

3.4.4. analisis Finansial

Untuk menjawab tujuan penelitian maka digunakan alat analisis

finansial yaitu :

a. Net Benefit Cost Ratio (B/C)

Net Benfit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara

net benefit yang telah didiscount positif net benefit yang telah

didiscount negatif.

Net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan:

Net B/C = Net benefit cost ratio


39

Bt = Benefit/ penerimaan bersih tahun t

Ct = Cost/biaya pada tahun t

I = Tingkat bunga

T = tahun (waktu ekonomis)

Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah :

1) Net B/C > 1, maka investasi dikatakan layak (feasible)

2) Net B/C < 1, maka investasi dikatakan tidak layak (no feasible)

3) Net B/C = 1, maka investasi berada pada posisi Break Event

Point

b. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan perbandingan

antara penerimaan manfaat dari suatu investasi dengan biaya yang

telah dikeluarkan. Gross B/C dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

Gross B/C = Gross Benefit Cost Ratio


40

Bt = Benefit/ penerimaan bersih tahun t

Ct = Cost/biaya pada tahun t

I = Tingkat bunga

T = tahun (waktu ekonomis)

Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah :

(1) Gross B/C > 1, maka investasi dikatakan layak (feasible)

(2) Gross B/C < 1, maka investasi dikatakan tidak layak

(no feasible)

(3) Gross B/C = 1, maka investasi berada pada posisi Break Event

Point

c. Payback Period

Payback Period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang

didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat

bersih dari proyek.

Payback Period dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :
41

Keterangan

Ko = Investasi awal

Ab = Manfaat bersih yang diperoleh dari setiap periode

Kriteria kelayakan:

(1) Bila masa pengembalian (PP) lebih pendek dari umur ekonomis

proyek, maka proyek menguntungkan dan layak untuk

dijalankan.

(2) Bila masa pengembalian (PP) lebih lama dari umur ekonomis

proyek, maka proyek tidak layak untuk dikembangkan atau

dijalankan.

d. Net Present Value (NPV)

Perhitungan Net Present Value merupakan net benefit yang telah

didiskon dengan Social Opportunity Cost of Capital (SOCC)

sebagai discount factor.

Rumus dari Net Present Value adalah :


42

Keterangan :

NPV = Net Present Value

t = waktu

Bt = benefit (manfaat)

Ct = cost (biaya)

i = tingkat bunga bank yang berlaku

Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah :

(1) NPV > 0, maka investasi dikatakan layak (feasible)

(2) NPV < 0, maka investasi dikatakan tidak layak (no feasible)

(3) NPV = 0, maka investasi berada pada posisi Break Event Point

e. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang

menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah

seluruh investasi proyek atau dengan kata lain tingkat bunga yang

menghasilkan NPV sama dengan nol.

IRR dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


43

Keterangan :

NPV = Net Present Value

i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1

i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2

Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah :

(1) IRR > i, maka investasi dinyatakan layak (feasible)

(2) IRR < i, maka investasi dinyatakan tidak layak (no feasible)

(3) IRR = i, maka investasi berada pada posisi Break Event Poin

Anda mungkin juga menyukai