Anda di halaman 1dari 5

Terdapat beberapa hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian tentang

model project citizen dan pengembangan kompetensi kewarganegaraan, diantaranya:

1. Hasil penelitian Vontz, Metcalf dan Patrick (2000) berdasarkan hasil risetnya yang

dilakukan di tiga negara antara lain Indiana, Latvia, dan Lithuania adalah untuk

memperkenalkan project citizen dan keinginan untuk merubah partisipasi siswa pada

pengetahuan siswa, kecakapan kewarganegaraan, dan watak kewarganegaraan (civic

knowledge, civic skills, dan civic dispositions). Penelitian ini dilakukan dikarenakan

Project Citizen sudah digunakan diberbagai negara juga merupakan elemen penting untuk

melihat keefektifitasan program ini pada negara-negara tersebut. Penelitian ini dilakukan

pada 102 kelas yang terbagi atas 51 kelas dengan perlakuan, dengan jumlah siswa 712

orang. Kemudian 51 kelas pembanding dengan jumlah siswa 700 orang. Analisis untuk

Project Citizen tersebut dilakukan pada 102 kelas dan kurang lebih berjumlah 1.412

orang siswa yang terlibat di dalamnya. Hasil dari penelitian ini menghasilkan beberapa

temuan yang sangat penting. Bahwa program Project Citizen ini berpengaruh secara

positif dan signifikan khususnya dalam mengembangkan ide-ide atau pengetahuan siswa,

kemudian program ini dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam kecakapan

kewarganegaraan, dan tentunya bagaimanapun pengaruh Project Citizen terhadap watak

kewarganegaraan siswa sedikit banyak konsisten. Kemudian pengaruh secara positif dan

signifikan yang telah dihasilkan berkenaan dengan kecenderungan siswa untuk

berpartisipasi. Program ini dilakukan tidak untuk merubah komitmen siswa terhadap

konstitusi, hak dan kewajiban warga negara, toleransi politik, menjadi warga negara yang

bertanggung jawab, atau adanya kepentingan politik.


2. Kenneth W. Tolo (1998) berdasarkan kegiatan assesmen yang dilakukan di seluruh

Amerika Serikat terhadap program Project Citizen diperoleh temuan penting yang

menunjukkan bahwa siswa dan guru sangat senang menggunakan bahan-bahan Project

Citizen dan diyakini bahwa hal itu akan membantu siswa mempelajari keterampilan dan

memperoleh informasi yang berguna seperti hal itu ditunjukkan 97% guru yang

melaksanakan Project Citizen yang mengakui bahwa program tersebut sebagai “a good

way to teach civic education.” Ada sembilan temuan yang sangat penting yakni: (1)

Siswa yang menggunakan Project Citizen yakin bahwa mereka akan mendapatkan nilai

tambah dalam masyarakat, (2) siswa tampak berbeda secara positif di dalam

masyarakatnya sebagai dampak dari Project Citizen, (3) siswa dan guru yakni bahwa

Project Citizen mengembangkan “a greater understanding of public policy,” (4) siswa

dan guru yakin bahwa Project Citizen membantu siswa mempelajari bagaimana

pemerintah bekerja dan mengembangkan komitmen siswa memahami masalah-masalah

khusus kemasyarakatan, (6) siswa dan guru yakin bahwa Project Citizen mendorong

siswa untuk bekerja dalam kelompok, (7) siswa dan guru yakin bahwa Project Citizen

mengajarkan keterampilan komunikasi yang penting, (8) siswa dan guru yakin bahwa

Project Citizen mengajar siswa keterampilan penelitian yang penting dan, (9) para siswa

sangat menikmati Project Citizen.”

3. Kokom Komalasari (2008) dalam penelitiannya tentang Pengaruh Pembelajaran

Kontekstual dalam PKn Terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran PKKn yang menerapkan konsep

keterkaitan (relating), pengalaman langsung (experiencing), aplikasi (applying),

kerjasama (cooperating), pengaturan diri (self-regulating), asesmen autentik (authentic


assessment) secara bersama-sama berpengaruh terhadap kompetensi kewarganegaraan

siswa, baik civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (keterampilan

kewarganegaraan), civic disposition (watak kewarganegaraan).

4. Ristina (2009) dalam penelitiannya tentang Pengaruh Project Citizen (Pembelajaran

Berbasis Portofolio) dalam PKn Terhadap Pengetahuan Warga Negara (Civic

Knowledge). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran PKn berbasis

portofolio memiliki korelasi positif dengan pengetahuan warga negara, yang merupakan

pembelajaran partisipasi dan akan menumbuhkan berbagai kecerdasan dalam bentuk

pengetahuan warga negara (civic knowledge), keterampilan warga negara (civic skills),

watak kewarganegaraan (civic disposition) yang demokratis dan memungkinkan serta

mendorong partisipasi dalam pemerintahan dan masyarakat sipil yang beradab dan

mampu meningkatnya partisipasi, kreativitas, keaktifan sehingga tercapainya ketuntasan

belajar siswa.

5. Pipih Sopiah (2009) dalam penelitiannya tentang Pengaruh Aplikasi Pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Portofolio Terhadap Pengembangan Budaya

Kewarganegaraan (Civic Culture). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keberhasilan

aplikasi pembelajaran PKn berbasis portofoliodi sekolah-sekolah model dalam proses

maupun hasil memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan budaya

kewarganegaraan (civic culture) para siswa baik dari dimensi watak kewarganegaraan

(civic disposition) maupun dimensi komitmen/pemahaman kewarganegaraannya (civic

commitment) karena secara keseluruhan berada pada kategori lebih baik/tinggi jika

dibandingkan dengan pengaruh dari pembelajaran di sekolah bukan model portofolio.


6. Enrica Yulia Nugrahaeni (2009) berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa

pembelajaran portofolio merupakan pembelajaran yang menyenangkan dan

menarik karena siswa mendapatkan pengalaman belajar yang sangat

bermakna, tidak hanya dari guru saja tetapi juga didapat dari nara sumber

langsung di lapangan, lingkungan, masyarakat, dan media lain.

Dengan diterapkannya pembelajaran portofolio di SMP N 3 Ungaran, siswa

menjadi lebih kreatif dan kritis, ini terlihat dari kemampuan siswa memahami

fenomena peristiwa di masyarakat, menanggapi masalah yang ada kemudian

memecahkan masalah tersebut dengan penuh tanggung jawab. Selain itu juga

siswa lebih berani menyampaikan gagasan, siswa mampu menggali dan

menganalisa informasi untuk dipakai membuat keputusan. Bagi para siswa dalam

kegiatan belajar mengajar senantiasa aktif dan kritis

agar proses belajar berjalan dengan kondusif dan bermakna sesuai dengan

tujuan pembelajaran. Melalui model project citizen maka masalah dan tantangan dalam

kehidupan bermasyarakat akan lebih banyak diketahui dan sebenarnya lebih berat

dibanding dengan masalah di kelas.

7. Hasil penelitian Kerr (1999) menunjukan bahwa secara konseptual-paradigmatik

citizenship education saat ini mengembangkan strategi dasar learning democracy, in

democracy, and for democracy (CIVITAS International:1998; QCA:1999; APCEC;2000).

Kemudian strategi dasar ini oleh QCA(1999) dikonsepsikan sebagai suatu kontinum

education about citizenship-education through citizenship-education for citizenship yang

secara kualitatif bergerak dari titik Minimal (education about citizenship) ke titik

Maksimal (education for citizenship). Pendidikan kewargnegaraan di Indonesia yang


dalam konteks internasional dikategorikan kedalam kelompok citizenship education Asia-

Afrika yang masih berada pada titik Minimal yakni education about citizenship sudah

seharusnya menggunakan strategi progresif menuju titik Maksimal, yakni education for

citizenship melalui titik median education through citizenship. Untuk itu pendidikan

kewarganegaraan sebagai suatu academic endeavor (CICED:1999).

8. Sebagaimana yang dilaporkan dalam World Congress On Civic Education di Jakarta (23-

27 Juli 2010) implementasi Project Citizen telah mengubah iklim pembelajaran dari

semula content of textbook oriented menjadi project based-learning. Sistem pembelajaran

yang baru jika dibandingkan sistem yang lama tampak perbedaan sebagai berikut: (1)

Para siswa memperoleh berbagai pengalaman belajar (learning experience) melalui

project yang dipilihnya, bukan hanya sekedar menghapal konsep dan data; (2) Para siswa

belajar dalam kelompok melakukan cooperative learning, tidak hanya belajar secara

individual untuk keberhasilannya sendiri; (3) Hasil belajar diperoleh siswa melalui proses

inquiry, bukan semata-mata dari penjelasan guru; (4) Motivasi belajar muncul dari

motivasi berprestasi (need for achievement), bukan karena dorongan guru dan orang tua

Anda mungkin juga menyukai