Anda di halaman 1dari 4

SENI SASTRA

Al-Qur’an adalah sebuah mukjizat dalam bentuk sublim yang sesuai


dengan isinya yang sublim serta menghasilkan efek yang sublim pula. Mukjizat
estetik ini diterima sebagai bukti bahwa Al-Qur’an merupakan firman illahi yang
memiliki kekuatan yang mencekam, menakutkan, menakutkan, mengagumkan,
dan mengharukan.
Al-Qur’an memilki aspek-aspek yang sangat menarik sehingga tidak bisa
disamai yang disebut ajwuh atau dala’il al I’jaz. Berikut sifat- sifat atau
manifestasi- manifestasi sublim Al-Qur’an,
1. Al-Qur’an bukanlah syi’ir (puisi) atau saj’ (prosa bersajak) melainkan al
natsar al muthlaq (prosa bebas mutlak)
2. Ayat- ayat Al-Qur’an terdiri dari kata dan frase yang mengungkapkan
makna dengan tepat.
3. Kata-kata dan frase Al-Qur’an dalam satu ayat atau bagian ayat berkontras
dengan indahnya dengan kata atau frase ayat sebelum atau sesudahnya
(Tawazun).
4. Umumnya kata dan frase Al-Qur’an mengungkapkan makna dengan kaya
dan kuat dalam bentuk seringkas mungkin.
5. Badi’ yaitu sangat kreatif dalam menggunakan perumpamaan, konjungsi,
dan disjungsi. Istilah ini juga dipakai untuk menyebut frase- frase dan
ekspresi- ekspresi Al-Qur’an.
6. Komposisinya selalu tepat, terjalin dengan baik dan indah.
7. Memiliki gaya yang kuat, empatik dan tegas, serta halus dan peka. Husn al
iqa’ (nikmat terbukanya kesadaran) terasa dengan sempurna.
8. Komposisi Al-Qur’an berbeda dengan struktur kalimat biasa.
9. Naskah Al-Qur’an tdak tersusun secara sistematis atau kronologis.
Sublimitas isinya dinyatakan dalam berbagai cara:
1. Al-Qur’an menegaskan bahwa akal sehat dan rasionalitas adalah sikap
ideal untuk pemikiran manusia.
2. Menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk terbaik, bebas dari
segala keterbatasan yang tidak bisa diatasinya.
3. Memberkati serta mendorong proses kehidupan, dan memandang
pengekangan terhadap kehidupan adalah gangguan kesehatan.
4. Merupakan niat beserta tindakan.
5. Pesannya ditujukan kepada kehidupan keluarga. Islam memandang
manusia telah sempurna apabila dia telah berkeluarga.
6. Pesan Al-Qur’an ditujukan kepada semua manusia tanpa kecuali.
7. Al-Qur’an berlaku pada semua umat. Menyeru kepada manusia agar
membuktikan kebenaran ajaran Islam.
8. Komprehensif, yaitu tidak membagi realitas duniawi menjadi yang sakral
dan profan.
9. Pesan Al-Qur’an menimbulkan rasa keindahan dan kenikmatan yang
tinggi.
Semakin mulia isinya, makin agung bentuknya karena bentuk yang baik akan
menghidupkan isi dan menambah daya tariknya. Isi sublim yang diwadahi dalam
bentuk sublim akan menghasilkan efek sublim. Efek sublime adalah transformasi
radikal yang terjadi dalam diri pemersepsi

Al Qur’an berpengaruh dalam kesusastreraan Islam. Banyak yang


mentransformasikan norma- norma Al Qur’an dalam karya sastra mereka. Prosa
Muslim berusaha memenuhi kriteria sastra Al Qur’an seperti siyaghah, al
muqabalah, al tarasul, al ‘ijaz, al iqa’, al intiqal, tamtsil al ma’ani, al bayan,
muabaqah al ‘ibarah li muqtada al hal.

Prestasi dalam prosa

1. Shadr al Islam(periode awal,1-100/ 622-720)


Materi yang dihasilkan berupa hadis, khuthbah, dan surat Nabi;
khuthab; dan perumpaman. Pada periode ini umat Muslimin masih
melanjutkan tradisi lama prosa Arab. Sifat- sifat prosa pada saat itu adalah
ringkas, sederhana, talmih, dam jazalah.

2. Dhuha al Islam ( Periode Pertengahan: Akhir Umawi sampai Awal Abbasi, s.


100-360 H./ 720-972 M.)
Muncul gaya baru tawazun yaitu imitasi gaya Al Qur’an. Gaya ini
merupakan penulisan ungkapan dengan jumlah suku kata yang sama panjang
dan dalam bentuk yang sama pula. Penulis besar dengan gaya ini adalah
Abdul Hamid al Katib(mengenalkan gaya tarasul, yaitu berlebih-lebih dalam
menulis). Karyanya yang terkenal adalah esai yang ditujukan kepada katib
kerajaaan dan esai untuk khalifah tertuju pada anaknya. Kemudian Abu Amr
Utsman al Jahiz. Gaya al Jahiz mencerminkan gaya pada zaman tersebut yaitu
terdapat kesesuaian dengan makna, al bayan atau kejelasan arti, ringkas dan
tidak dibuat- buat, al iftinan atau kehalusan seni. Al jahiz juga menciptakan
gaya al risalah yang merupakan bentuk sastra yang diambil dari norma sastra
Al Qur’an dan diciptakan untuk mengungkapkan pesan penulis. Kemudian ada
Abu Hayyan al Tawhidi yang mempunyai karya unggul: Mathalib, Al
Muqabasat, Al Imta’ wal Mu’anasah, Al Hawamil wal Syama’il, Al Basha’ir
wal Dakha’ir, dan Al Isyarat Al Lahiyyah, serta sejumlah besar rasa’il.
Inovasinya adlah menggabungkan adab dengan filosofi.

3. Klimaks (Akhir Periode Abbasiyyah, s. 360-600 H./ 972-1203 M.): zaman saj’
dan badi’.
Di zaman ini gaya saj’ dan badi’ popular. Sejumlah penulis yaitu
Muhammad Ibn Yahya al Suli menulis risalah “Disiplin Sastra”, Ali ibn Abdul
Aziz al Jurjani menulisal wasathah, abu hilal al ‘askari menulis Al Sina’tayn.
Contoh terbaik untuk saj’ dan badi’ adalah surat khalifah, esai kesusasteraan,
dan maqamat. Dalam ketiga bentuk itulah keindahan sastrawi mencapai
puncak kejayaannya.

Prestasi dalam Syair

1. Shadr al Islam (1-100/ 622-720)


Pada periode umayyah kegiatan menciptakan syair meningkat
disebabkan oleh faktor pembelajaraan agama Islam lewat syair dan adanya
pemberian hadiah oleh khalifah pada zaman itu untuk penyair yang dapat
membuat syair indah. Syair pada zaman ini diksinya jernih dan bersih,
dibebaskannya syair pujian bagi yang tercinta (Ghazal). Pada zaman ini pula
lahir syair berisi kritik dan satir, serta merosotnya moralitas penyair dan
bertambah banyaknya penyair kristiani yang mengungsung anggur. Penyair
yang popular pada zaman iniiah Abu Aswad ad Duali, Al Akhtral (penyair
Kristen dari yordania) Jarir, Farazdaq, Umar Abu Rabi’ah Dan Qays ibn
Mulawwah.

2. Dhuha al Islam (100-360 H./ 720-972 M.)


Pada zaman ini fungsi syair mulai bergeser. Syair-syair nilainya makin
merosot,terutama dalam moral dan religiositasnya. Syair– syair tentang
wanita, politik, dan anggur merajalela. Bahkan keadaan ini menyebabkan
keluarga Umayyah dihukum mati. Di zaman awal Abbasiyah ada tujuh
penyair besar yaitu: Bashar ibn Burd yang meninggalkan sejumlah 12.000
syair ketika wafat.Al Sayyid al Himyari yang menciptakan 2.300 syair.Al
Hasan ibn Hani ‘Abu Nuwas’ yang menciptakan 13.000 syair. Muslim ibn al
Walid yang mahir ghazal.Isma’il Abu al ‘Atahiyyah. Habib Abu Tammam
yang menulis Diwan al Hamasah dan 4 buku syair. Da’bal al Khuza dengan
satirnya yang menyengat.

Pada zaman pertengahan Abbasiyah kepopuleran syair mulai menurun. pada


masa itu al badi’ juga mengalahkan kefasihannya. Pada periode akhir
Abbasiyah syair menjadi lebih filosofis dan teologis,menanamkan nilai-nilai
social dan budaya, sejarah dan asketisme. Pada zaman ini terdapat penyair
besar sepanjang zaman yaitu, Abu al Tayyib al Mutanabbi, Abu Firas al
Hamdani dan yang terakhir Abu al A’la al Ma’ari

Anda mungkin juga menyukai