Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329883989

Pemikiran Mohammed Arkoun

Article · December 2018

CITATIONS READS
0 722

1 author:

Mohammad Hidayat

6 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Pemikiran Mohammed Arkoun View project

All content following this page was uploaded by Mohammad Hidayat on 24 December 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Pemikiran Mohammed Arkoun

I. PENDAHULUAN

Hasil buah pemikiran Mohammed Arkoun dapat dikatakan sangat fenomenal, tulisan
dalam berbagai jurnal ilmiah atau buku kumpulan tulisan bersama teman-temanya yang
membahas masalah bagaimana menelaah kembali pemikiran Islam dan metode-metode yang
digunakanya. Dengan gaya yang khas sebagai pemikir posmo, Arkoun berupaya mendekontruksi
seluruh bangunan pemikiran Islam yang selama ini dianggap mapan, sakral, dan cenderung
monopolik.

Arkoun berupaya membangun kembali pluralisme pemikiran dengan menggunakan


berbagai perangkat ilmu sosial dan humaniora yang berkembang di Barat pada abad ke-20.
Dengan metode demikian, Arkoun merumuskan berbagai pendekatan terhadap dialog
antaragama dengan terlebih dahulu menyerahkan kepada setiap peserta dialog agar lebih
memahami tradisi agamanya sendiri, untuk kemudian berusaha memahami tradisi keagamaan
orang lain dengan tetap mengedepankan rasionalitas kritis. 1
Dalam pemikiranya mengenai program pembaharuan pemikiran Islam dan memikirkan
ulang konsep-konsep lama dalam Islam dengan perspektif baru itu terlihat jelas pengaruh filsafat
Prancis abad ke-20, terutama mengenai gagasan arkeologi pemikiran Foucault dan dekontruksi
Derrida. Arkoun mengadopsi gagasan itu untuk diterapkan dalam menganalisis pemikiran Islam
dan menafsir ulang Al-Qur’an.

1
Mohammed Arkoun. Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar) , xxxv.

1
II. PEMBAHASAN

A. Biografi Mohammed Arkoun


Mohammed Arkoun lahir pada tanggal 1 Februari 1928 di Tourirt-Mimoun, Kabiliah,
yang merupakan suatu daerah pegunungan berpenduduk Berber di sebelah timur Aljir. Kondisi
demikian membuatnya menggunakan tiga bahasa, bahasa Kabiliah dalam kehidupan sehari-hari,
bahasa Prancis digunakan di dalam sekolah dan dalam urusan administratif, adapun bahasa Arab
digunakan ketika duduk di bangku sekolah menengah di Oran, kota utama di Aljazair bagian
barat.2
Bahasa Kabiliah merupakan wadah penyampaian sehimpunan tradisi dan nilai pengarah
yang menyangkut kehidupan sosial dan ekonomi yang beribuan tahun lamanya, Bahasa Arab
adalah alat pengungkapan dan pelestarian tradisi dalam bidang keagamaan, yang mengaitkan
Aljazair dengan bangsa lain di Afrika Utara dan Timur Tengah, sedangkan bahasa Prancis
merupakan bahasa pemerintahan dan sarana pemasukan nilai dan tradisi ilmiah Barat yang
disampaikan melalui sekolah-sekolah Prancis yang didirikan penguasa penjajahan.
Pada tahun 1950 sampai 1954 ia belajar bahasa dan satra Arab di Universitas Aljir, di
tengah perang pembebasan Aljazair dari Prancis (1954-1962), ia mendaftarkan diri sebagai
mahasiswa di Paris, sejak itu ia menetap di Prancis. Pada tahun 1961 ia diangkat menjadi dosen
pada universitas Sorbonne di Paris, tempat ia memperoleh gelar Doktor sastra pada tahun 1969.
Dari tahun 1970-1972 Arkoun mengajar di Universitas Lyon dan kemudian kembali ke Paris
sebagai guru besar sejarah pemikiran Islam. Kemudian meluaskan pengaruhnya ke Eropa,
Amerika, Afrika dan Asia.3
Arkoun menekuni dalam bidang bahasa dan sastra Arab serta pemikiran Islam. Jenjang
pendidikan formal itu membuat pergaulanya semakin erat dengan tiga bahasa tersebut,
keterlibatanya dalam ketiga bahasa itu menjadi faktor penting yang mempengaruhi cara berfikir
dan perkembangan pemikiranya. 4

2
Ibid, h. v.
3
Mohammed Arkoun. Rethinking Islam( Yogyakarta: Pustaka Pelajar), x.
4
Ibid, vii.

2
B. Karya-Karya Mohammed Arkoun

Deux Epatres de Miskawayh, edition critique, B.E.O, Damas, 1961. Aspects de la pensee
islamique classique, IPN, Paris 1963. Lhumanisme arabe au 4e/10e siecle, J.Vrin, 2°ed. 1982.
Traite d'Ethique, Trad., introd., notes du Tahdhab al-akhlaq de Miskawayh, 1- ed.1969; 2 -
ed.1988. Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan Jalan Baru, trans. Johan H.
Meuleman, INIS, Jakarta 1994. Berbagai Pembacaan Quran, trans. Johan H. Meuleman, INIS,
Jakarta 1997, 256 p. Arab Thought, ed. S.Chand, New-Delhi 1988. Rethinking Islam Today:
Common Questions, Uncommon Answers, today, Westview Press, Boulder 1994. The Concept of
Revelation: from Ahl al-Kitab to the Societies of the Book-book, Claremont Graduate School,
Ca.,1988. The Unthought in Contemporary Islamic Thought, London 2002. Al-Fikr al-'Arabir-
ed.'Uwaydat, Beyrouth 1979. Al-Islam: Asata wa Mumarasa, Beyrouth 1986. Ta'rikhiyat al-Fikr
al-'Arabi al-Islami? ed.Markaz al-inma al-qawmi Beyrouth 1986.5

C. Latar belakang Pemikiran Arkoun

Kegelisahan Arkoun yang mewarnai hampir seluruh pemikirannya adalah kenyataan


adanya dikotomi-dikotomi di dalam masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Dikotomi-
dikotomi tersebut secara garis besar banyak bersentuhan dengan persoalan-persoalan partikular
dengan universal, marjianal dengan sentral.6 Problem-problem ini tampak tercermin dari adanya
pembagian-pembagian dunia secara berhadap-hadapan, seperti Sunni dengan Syi’ah, kaum
mistik dengan kaum tradisionalis, muslim dengan non-muslim, Berber (non-Arab) dengan Arab,
Afrika Utara dengan Eropa dan sebagainya.7
Oleh karena itu dunia yang dituju oleh Arkoun adalah dunia yang tidak berpusat, tidak
ada yang dapat disebut pinggiran dan pusat, tidak ada kelompok yang mendominasi, tidak ada
kelompok yang terpinggirkan, tidak ada kelompok yang superior dan tidak ada kelompok yang
inferior dalam menghasilkan sebuah kebenaran. Arkoun berusaha mengajukan pertanyaan yang
kritis kepada kita: mengapa manusia tidak bisa memandang diriya sendiri tanpa mengasingkan
tetangga atau manusia lain?. Arkoun juga bertanya pada umat Islam: dapatkah identitas umat
Islam yang beragam disatukan, baik antar sesama umat Islam atau masyarakat non-Islam?.
5
https://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2012/11/arkound_ed.pdf. Diakses 11/04/15.
6
Moh Fauzan Januri, Muhammad Alfa. Dialog Pemikiran Timur-Barat( Bandung: Pustaka Setia), 219.
7
Mohammed Arkoun. Rethinking Islam( Yogyakarta: Pustaka Pelajar), x i.

3
Munculnya dikotomi-dikotomi ini dilatarbelakangi oleh sejarah antara dunia Islam dan
Barat. Arkoun mengajak untuk mengerti sejarah tersebut sebagai upaya penyatuan antara yang
universal dan partikular, suatu penyatuan manusia dalam keragaman kepercayaan dan
identitasnya di masa modern. Bagi Arkoun, sejarah masyarakat Islam sangat berkaitan dengan
sejarah Barat, tidak ada dikotomi antara pemikian Barat dan pemikiran Islam. Keduanya saling
menyatu, keduanya harus dihargai sekaligus dievaluasi. 8

D. Pemikiran Arkoun

 Kritik Nalar Islam


Studi sastra dan pemikiran Islam yang Arkoun tekuni baik melalui ceramah atau tulisan
memiliki tujuan untuk memadukan antara unsure pemikiran Islam dan pemikiran Barat modern.
Yang ingin dihargai dan dipertahankan dalam pemikiran Islam adalah semangat keagamaan dan
tempat penting yang diduduki angan-angan sosial dalam masyarakat Muslim. Sedangkan aspek
negatif pemikiran Islam yang hendak dilampaui yaitu kejumudan dan ketertutupan yang telah
terjadi di dalamnya dan menghasilkan pelbagai penylewengan dalam bidang sosial dan politik.
Menurut Arkoun, umat Islam sebagian besar dapat dikatakan belum beranjak dari
pembahasan teologis-dogmatis yang sifatnya kaku dan tidak dapat diperdebatkan lagi. 9 Istilahnya
umat Islam masih terkungkung dan berpegang teguh dengan dogma-dogma agama yang sudah
tidak diperkenankan untuk mengutak-atiknya, dengan alasan dogma tersebut dianggap mutlak
kebenaranya. Hal demikian mengakibatkan pemikiran umat Islam menjadi stagnan. Untuk itu
Arkoun menyarankan agar umat Islam bersedia melakukan pembahasan secara ilmiah dan
terbuka dalam mempelajari dan mengungkapkan etika ajaran Al-Qur’an yang tidak dapat
dilepaskan dari konteks sejarah.
Adapun dari pemikiran Barat modern, Arkoun ingin mengambil rasionalitas dan sikap
kritisnya yang memungkinkan untuk memahami agama dengan cara yang lebih mendalam dan
membongkar ketertutupan dan penyelewengan. Melalui perpaduan tersebut, Arkoun ingin
menciptakan suatu pemikiran Islam yang mampu menjawab tantangan yang dihadapi Muslim di
dunia modern, dan menjadi sarana emansipasi manusia.

8 Ibid, x i v.
9 Mohammed Arkoun. Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama, vii.

4
Dalam melakukan “kritik nalar Islam” ini, Arkoun menggunakan metode kritik sejarah,
Arkoun melihat perlunya metode kritik untuk membaca sejarah pemikiran Arab-Islam. Dengan
historisme dimaksudkan untuk melihat seluruh fenomena sosial dan budaya melalui perspektif
historis, bahwa masa lampau harus dilihat menurut strata historikalnya.10
Studinya atas teks-teks klasik adalah untuk mencari makna lain yang tersembunyi di balik
teks-teks itu. Dengan kata lain, untuk menuju rekontruksi (konteks), harus ada dekontruksi
(teks), dalam teks-teks ini Arkoun mengacu pada pandangan Francouis Furet.11 Arkoun
menggunakan metode ini untuk diterapkanya terhadap al-Qur’an, yaitu bagaimana memahami
Al-Qur’an secara kritis dan mendalam dari pelbagai segi.
 Yang Terpikirkan dan Yang Tak Terpikirkan
Arkoun membagi sejarah terbentuknya nalar Arab-Islam menjadi tiga tingkatan: pertama,
klasik, sistem pemikiran yang diawali para pemula dan pembentuk peradaban Islam. Kedua,
skolastik adalah jenjang kedua yang ditandai mulai meluasnya medan taqlid dalam sistem
berpikir. Ketiga, Modern atau kontemporer yaitu kebangkitan dan revolusi. Hal demikian untuk
menjelaskan terma-terma yang terpikirkan, yang tak terpikirkan dan yang belum terpikirkan.
“Yang terpikirkan”, maksudnya hal-hal yang mungkin umat Islam memikirkanya, yang
demikian bisa dipikirkanya, karena merupakan hal yang jelas atau boleh difikirkan. “yang tak
terpikirkan atau belum terpikirkan”, maksudnya hal-hal yang tidak mempunyai hubungan, tidak
ada terikatan antara ajaran agama dari nilai dan norma transenden semestinya, sepertihalnya
tidak ada terikatan antara apa yang dilakukan ilmuwan dan ulama.12
 Bagaimana cara membaca al-Qur’an
Arkoun mengajak pembaca untuk membaca al-Qur’an menurut aturan-aturan suatu metode
yang dapat diterapkan pada semua teks doktrinal, yaitu:
a) mengangkat makna dari teks al-Qur'an dan penafsiran teks untuk pengujian agar
menghilangkan kerancuan, memperlihat kesalahan, penyimpangan, ketakcukupan, dan untuk
mengarah kepada pelajaran-pelajaran yang selalu berlaku.

10
Ibid, xi.
11
Francois Furet, seorang sejarawan Prancis yang kerap membicarakan Revolusi Prancis dalam bukunya Penser la
revolution Francaise (Gallimard, 1978).
12
Mohammed Arkoun. Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama, xii-xiii.

5
b) Menetapkan suatu kriteriologi13 yang di dalamnya akan dianalisis motif-motif yang dapat
dikemukakan oleh kecerdasan masa kini, baik untuk menolak maupun untuk
mempertahankan konsepsi-konsepsi yang dipelajari.14
Dalam mengangkat makna dari al-Qur'an, hal yang paling pertama dijauhi oleh Arkoun
adalah pretensi untuk menetapkan makna sebenarnya dari al-Qur'an. Sebab, Arkoun tidak ingin
membakukan makna al-Qur'an dengan cara tertentu, kecuali menghadirkan sebisa mungkin
aneka ragam maknanya. Untuk itu, pembacaan mencakup tiga saat (moment):

1. Suatu saat linguistik yang memungkinkan kita untuk menemukan keteraturan dasar di
bawah keteraturan yang tampak.
2. Suatu saat antropologi, mengenali dalam al-Qur'an bahasanya yang bersusunan mitis.
3. Suatu saat historis yang di dalamnya akan ditetapkan jangkauan dan batas-batas tafsir
logiko-leksikografis dan tafsir-tafsir imajinatif yang sampai hari ini dicoba oleh kaum
muslim.15

 Dialog Antaragama
Dalam pandangan Arkoun, dialog antaragama harus berangkat dari pengalaman-
pengalaman empiris yang berpijak pada realitas sejarah. Arkoun menyarankan konsep
“Islamologi Terapan”, istlahnya untuk memahami, mencermati, dan menganalisis kontruksi
keilmuan dan pemikian Islam yang harus menggunakan berbagai metode ilmu-ilmu sosial.16
Dalam hal ini, Arkoun memberikan empat hal untuk dialog antaragama:

1. Melakukan pemikiran kembali terhadap konsep-konsep lama tentang agama dan


masyarakat untuk menuju suatu era pemikiran baru berdasarkan solidaritas historis dan
integrasi sosial.
2. Melakukan reformasi pemikiran dari pemikiran teologis yang eksekutif menuju
kritisisme radikal tanpa konsepsi terhadap “akal religius” sebagaimana fungsinya dalam
seluruh tradisi agama-agama tersebut.
13
Kriteriologi (kriteriologi) adalah himpunan dari berbagai kriteria atau ukuran (critere); Arkoun mengatakan
misalnya, semua teks Arab dari abad pertengahan mematuhi kriteriologi yang ketat, yaitu himpunan keyakinan yang
membentuk berbagai pra-anggapan dari setiap tindak pemahaman pada periode tersebut.
14
Mohammed Arkoun. Berbagai Pembacaan Qur’an( Jakarta: INIS),50.
15
Mohammed Arkoun, 51.
16 Johan Hendrik Meuleman. Membaca Al-Qur’an Bersama Mohammed Arkoun( Yogyakarta: Lkis), 4.

6
3. Kita harus melampaui pembagian antara akal religius dan akal pencerahan.
4. Perlunya studi agama secara historis-antropologis.

 Masyarakat Kitab
Tanggung jawab ilmuan sekarang adalah menemukan suatu cara untuk menghindar dari
ilusi yang sekian lama bertahan tanpa menciptakan ilusi baru. Dengan demikian Arkoun
menawarkan konsep masyarakat kitab untuk memikirkan ulang konsep lama mengenai Ahl al-
Kitab tanpa tergantung pada definisi polemis dan teologis.

III.KESIMPULAN

Pemikiran Mohammed Arkoun baik yang melalalui lisan atau tulisan bertujuan untuk
pembebasan nalar Islami dari kejumudan, keterbatasan, dan ketertutupan, sehingga Islam
kembali menjadi sarana emansipasi umat manusia. Tujuan tersebut menurutnya dapat dicapai
jika pemikiran Islam membuka diri pada berbagai perkembangan mutakhir dari pemikiran
modern. Dengan kata lain, Arkoun mencita-citakan suatu penggabungan unsur paling berharga
dari nalar Islam dan nalar modern.

7
DAFTAR PUSTAKA

Mohammed Arkoun. Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama . Yogyakarta: Pustaka
Pelajar , 2005.

Johan Hendrik Meuleman. Membaca Al-Qur’an Bersama Mohammed Arkoun Yogyakarta: Lkis,
2012.

Mohammed Arkoun. Berbagai Pembacaan Qur’an . Jakarta: INIS ,1997.

Mohammed Arkoun. Rethinking Islam . Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 1996.

Moh Fauzan Januri, Muhammad Alfa. Dialog Pemikiran Timur-Barat . Bandung: Pustaka Setia ,
2011.

https://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2012/11/arkound_ed.pdf.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai