Anda di halaman 1dari 27

JOURNAL READING

Long-Tern Outcome of Steroid-Resistant Nephrotic Syndrome In Children

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Penyakit


Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun Oleh
Laksita Dinnya P. 22010118220047
Mila Hapsari Dwi U. 22010118220195
Darali Nova Kireina M.
Muhammad RiZky C. 22010118220178
Adinda Luthfia K. 2201011822012
Nahla 22010118220045

Pembimbing
dr. Dwi Lestari Partiningrum, Sp.PD, K-GH, M.Si.Med

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

2019
Efek Jangka Panjang dari Sindrom Nefrotik Steroid
Resisten pada Anak
Abstrak

Kami menyelidiki informasi mengenai genetik, histopatologi dan respon


pengobatan awal dalam memperkirakan efek jangka panjang pada anak dengan
sindrom nefrotik steroid resisten primer. Dari PodoNet Registry, kami
memperoleh informasi klinis longitudinal untuk 1354 pasien (onset penyakit 3
bulan dan usia 20 tahun): 612 telah terdokumentasikan responsif terhadap
imunosupresi intensif (IIS), 1155 memiliki hasil biopsi ginjal dan 212 memiliki
diagnosis genetik. Kami menilai faktor risiko untuk ESRD menggunakan model
regresi Cox multivariat. Remisi proteinuria lengkap dan parsial dalam waktu 12
bulan setelah onset penyakit terjadi sebesar 24,5% dan 16,5% pada anak-anak,
masing-masing dengan tingkat remisi tertinggi dicapai dengan protokol berbasis
inhibitor kalsineurin. Tingkat kelangsungan hidup ESRD sepuluh tahun adalah
sebesar 43%, 94% dan 72% pada anak dengan resistensi IIS, remisi lengkap, dan
remisi parsial, maisng-masing: 27% pada anak dengan diagnosis genetik; dan
79% dan 53% pada anak dengan temuan histopatologis glomerulopati perubahan
minimal dan FSGS. Tingkat kelangsungan hidup bebas ESRD selama 5 tahun
sebesar 21% untuk sklerosis mesangial difus. Responsif IIS, adanya diagnosis
genetik, dan FSGS atau sklerosis mesangial difus pada biopsi awal, konsentrasi
albumin serum dan stadium CKD saat onset mempengaruhi ESRD. Temuan kami
menunjukkan bahwa respon terhadap IIS awal dan deteksi podositopati herediter
adalah indikator prognostik yang baik dan efek jangka panjang yang buruk,
masing-masing, pada anak dengan sindroma nefrotik resisten terhadap steroid.
Anak-anak dengan penyakit sporadik yang resisten terhadap berbagai obat
menunjukkan daya tahan ginjal yang lebih baik daripada anak yang menderita
penyakit genetik. Selajutnya, temuan histopatologis dapat mempertahankan
relevansi prognostik ketika diagnosis genetik ditegakkan.
Meskipun sebagian besar anak dengan sindroma nefrotik idiopatik
berespon dengan terapi glukokortikoid, sekitar 10% pasien dapat menjadi
Sindroma Nefrotik Resisten Steroid (SNRS). Temuan histopatologis yang
dominan terkait resistensi steroid adalah glomerulosklerosis fokal segmental
(Focal Segmental Glomerulosclerosis/FSGS). SNRS/FSGS berhubungan dengan
peningkatan risiko dari berkembangnya penyakit ginjal stadium akhir (End Stage
Renal Disease/ESRD). Persentase pasien dengan SNRS/FSGS adalah 15% dari
semua anak dengan penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease/CKD) yang
membutuhkan RRT (Renal Replacement Therapy).1 Walaupun begitu, perjalanan
penyakit sangat bervariasi, mengindikasikan heterogenitas etiologi dari penyakit
tersebut. Meskipun cukup besar proporsi pasien yang merespon terhadap protokol
imunosupresi intensif (Intensified Immunosuppresion/IIS), lainnya menujukkan
adanya resistensi obat berganda. SNRS yang berespon terhadap IIS dapat
menunjukkan efek jangka panjang yang lebih baik dibandingkan SNRS yang
resisten terhadap IIS.2 Selain itu, pada beberapa tahun belakangan, abnormalitas
pada semakin banyak gen yang secara spesifik diekspresikan dalam podosit telah
teridentifikasi sebagai penyebab SNRS. Skirining genetik komprehensif saat ini
mengidentifikasi podositopati herediter pada hingga 30% anak-anak dengan
SNRS.3
Secara historis, prognosis dari SNRS sebagian besar diklasifikasikan
menurut temuan histopatologi, dengan prediktabilitas terbatas akan efek jangka
menengah hingga panjang penyakit.4-9 Wawasan terbaru menyediakan klasifikasi
ulang dari SNRS dengan mempertimbangkan penyebab penyakit genetik dan
respon terhadap IIS. Walaupun begitu, sebagian besar kohort SNRS yang menilai
efek jangka panjang pada basis informasi genetik dan respon terhadap IIS terbatas
dalam hal ukuran, waktu follow-up, dan/atau kelengkapan informasi. Pertanyaan
terbuka penting menyangkut efek prognostik remisi proteinuria parsial versus
lengkap dalam respon terhadap IIS, peran relatif dari respon terhadap IIS,
penyakit genetik, temuan histopatologi, dan faktor pemodifikasi risiko potensial
lainnya, seperti usia dan derajat keparahan penyakit saat onset, dan frekuensi dan
relevansi dari respons bentuk SNRS genetik terhadap IIS yang telah dilaporkan.
Pada penelitian ini, kami berusaha untuk mengatasi masalah terbuka ini
dengan menginterogasi basis data PodoNet Registry. Dalam registri pasien
internasional ini, informasi mengenai klinis komprehensif, biokimia, pengobatan,
genetik, dan histopatologis dikumpulkan dari pasien anak dengan resistensi
steroid primer dengan follow-up hingga mencapai 15 tahun.10 Rata-rata durasi
follow-up dari manifestasi pertama penyakit pada penelitian kohort ini adalah
sekitar 3.6 tahun.

HASIL

Keberhasilan Protokol IIS

Secara keseluruhan, 906 periode terapi individual tercatat pada 612 pasien
selama tahun pertama dari onset penyakit; 380 pasien diterapi dengan satu obat
imunosupresif, 173 pasien diterapi dengan dua obat imunosupresif yang berbeda,
dan 59 pasien diterapi dengan tiga atau lebih obat imunosupresif yang berbeda.
Hasil terapi dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Secara keseluruhan, remisi
proteinuria lengkap diamati dengan 18,5% terapi dan pada 24,5% pasien. Tingkat
tertinggi dari remisi lengkap dan parsial dicapai dengan inhibitor kalsineurin
(CNI)–seusai protokol, sedangkan steroid intravena, siklofosfamid (CPH), dan
mikofenolat mofetil (MMF) menunjukkan hasil kurang efektif pada > 80% pasien.
Diantara 502 pasien dengan penyakit sporadik tanpa diagnosis genetik,
139 (27,3%) mencapai remisi lengkap, dan 87 (17,3%) lainnya mencapai remisi
parsial. Tingkat respon yang serupa diamati di antara 36 pasien dengan penyakit
turunan tetapi tanpa diagnosis genetik yang pasti, dengan 11 (31%) pasien
mencapai remisi lengkap dan enam (17%) pasien mencapai remisi parsial. Pada
subkelompok pasien dengan penyakit turunan yang tidak dapat dijelaskan secara
genetik, tidak ada satupun dari 17 anak dengan respons IIS tetapi empat dari 19
anak IIS yang tidak responsif berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir
(ESRD). Satu dari tiga penerima transplantasi ginjal mengalami proteinuria pasca
transplantasi rekuren.
Diantara 74 anak yang tercatat dengan diagnosis genetik, remisi lengkap
transien tercatat pada dua (2,7%) anak, dan remisi parsial tercatat pada delapan
(11%) anak. Informasi genetik terperinci dapat dilihat pada Tabel Tambahan 2.
Satu pasien dengan mutasi WT1 mencapai remisi lengkap dengan siklosporin A
(CsA) dan metil prednisolon intravena selama 2 minggu diikuti dengan
proteinuria subnefrotik ringan. Keadaan remisi parsial dipertahankan selama 11
tahun. Pada follow-up terakhir, 12 tahun setelah onset penyakit, pasien tersebut
masih mengalami CKD stadium 2. Pasien lainnya, senyawa heterozigot dalam
NPHS2, juga menunjukkan remisi lengkap transien selama 4-6 minggu sebelum
tercatat relaps. Pasien tersebut berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir
dalam waktu 4 tahun. Remisi parsial dengan penurunan proteinuria menjadi
proteinuria non nefrotik diamati pada delapan pasin dengan penyakit genetik
selagi mendapatkan terapi siklosporin A dan empat pasien mendapatkan terapi
siklosporin A digabung dengan antagonis RAAS. Lima dari delapan pasien
merupakan nefrotik, dan empat pasien merupakan CKD stadium 3-5 pada
observasi terakhir.

Daya Tahan Ginjal Jangka Panjang

Menurut analisis Kaplan-Meier, proporsi dari pasien dengan SNRS dan


fungsi ginjal yang dipertahankan sekitar 74% (95% interval kepercayaan [95%
IK], 71% hingga 77%) pada 5 tahun, 58% (95% KI, 53% hingga 61%) pada 10
tahun, dan 48% (95% IK, 43% hinggat 53%) pada 15 tahun.
Daya tahan ginjal sepuluh tahun adalah 94% (95% IK, 87% hingga 97%)
diantara pasien yang mencapai remisi lengkap pada tahun pertama, 72% (95%IK,
47% hingga 86%) pada pasien yang mencapai remisi parsial, dan 43% (95% IK,
35% hingga 51%) pada pasien dengan resistensi obat berganda (log: p<0.001).
Daya tahan ginjal lima belas tahun adalah 94% (95% I, 87% hingga 97%) pada
responden IIS awal yang lengkap dibandingkan dengan 37% (95% IK, 28%
hingga 46%) pada kohort resisten obat berganda.
Gambar 1. Distribusi kohort PodoNet Registry yang dipilih. Pemilihan
pasien untuk respons IIS dan analisis ketahanan hidup ginjal dari kohort PodoNet
Registry total.
Analisis data termasuk informasi keturunan dan genetik menunjukkan
hasil jangka panjang yang sangat baik pada pasien yang sensitif IIS dengan SRNS
dan kejadian penyakit sporadis (96%; 95% CI, 90% hingga 99%, tingkat
kelangsungan hidup ginjal 10 dan 15 tahun). Diagnosis penyakit genetik sangat
memengaruhi risiko ESRD: tingkat kelangsungan hidup bebas ESRD 10 dan 15
tahun adalah 27% (95% CI, 20% hingga 35%) dan 17% (95% CI, 10% hingga
25%) pada pasien dengan diagnosis genetik dibandingkan dengan 53% (95% CI,
44% hingga 61%) dan 48% (95% CI, 37% hingga 58%) pada pasien dengan
penyakit resisten multidrug sporadis tanpa diagnosis genetik (log rank: P, 0,001)
(Gambar 3 dan Gambar Tambahan 2).
Pemecahan lebih lanjut dengan diagnosis genetik menunjukkan waktu
kelangsungan hidup ginjal yang seragam dari entitas genetik utama, dengan
tingkat kelangsungan hidup bebas ESRD 10 tahun sebesar 28% (95% CI, 16%
hingga 42%) untuk nefropati terkait NPHS2, 23% ( 95% CI, 10% hingga 39%)
untuk penyakit terkait-WT1, dan 29% (95% CI, 19% hingga 42%) untuk
podocytopathies yang kurang umum (Tambahan Gambar 3).
Pada pasien dengan penyakit keluarga tetapi tanpa diagnosis genetik
menunjukkan kelangsungan hidup ginjal selama 10 tahun yang lebih baik (67%;
95% CI, 55% hingga 77%) daripada pasien dengan diagnosis genetik (log rank: P,
0,001) (Gambar 3 dan Tambahan Gambar 2).
501 pasien dengan kejadian penyakit sporadis pada kohort di mana tidak
ada informasi respon IIS (n = 279) sama sekali dan tidak ada informasi respon
selama 12 bulan pertama (n = 222) dilaporkan menderita risiko ESRD 10 tahun
sebesar 32% (95 % CI, 26% hingga 38%), kemungkinan mewakili campuran
pasien dengan dan tanpa responsif IIS.
Temuan histopatologis pada saat diagnosis sangat terkait dengan
kelangsungan hidup ginjal jangka panjang (Tambahan Gambar 4). Tingkat
kelangsungan hidup bebas ESRD pada anak-anak dengan glomerulopati
perubahan minimal (MCGN) MCGN adalah 92% (95% CI, 86% hingga 95%)
pada usia 5 tahun dan 79% (95% CI, 69% hingga 86%) pada usia 10 dan 15 tahun
dibandingkan dengan 69% (95% CI, 65% hingga 73%) anak usia 5 tahun, 52%
(95% CI, 46% hingga 57%) 10 tahun, dan 37% (95% CI, 30% hingga 44%)
tingkat kelangsungan hidup ginjal 15 tahun pada anak-anak yang didiagnosis
dengan FSGS. Hasil yang paling tidak menguntungkan diamati pada pasien
dengan sclerosis mesangial difus (DMS) difus yang memiliki risiko ESRD 80%
(95%, 60% hingga 93%) pada 5 tahun setelah manifestasi awal.
Analisis regresi Cox dilakukan untuk mengidentifikasi prediktor
kelangsungan hidup ginjal pada model yang disesuaikan, penyakit bawaan, dan
multivariat (Tabel 3). Usia 1-5 tahun adalah saat onset penyakit dikaitkan dengan
risiko ESRD yang lebih rendah, sedangkan CKD lanjut pada presentasi awal dan
proteinuria nephroticrange meningkatkan kemungkinan berkembang menjadi
ESRD baik dalam model univariat dan ketika menyesuaikan untuk penyakit
keturunan. Usia 1-5 tahun dan CKD lanjut pada presentasi pertama (tetapi tidak
proteinuria rentang nefrotik) tetap menjadi faktor risiko signifikan untuk ESRD
dalam model multivariat yang sepenuhnya disesuaikan. Diagnosis histopatologis
jelas diprediksi sebagai ESRD. Bahkan disesuaikan dengan usia, tingkat
proteinuria, CKD, status genetik, dan daya tanggap IIS, DMS (rasio bahaya, 12,3;
95% CI, 6,3 hingga 24,0) atau FSGS (rasio bahaya, 2,9; 95% CI, 1,9 hingga 4,5)
pada biopsi tersirat peningkatan risiko berkembang menjadi ESRD. Selain itu,
efek independen dari diagnosis genetik dan responsif IIS yang disarankan dalam
analisis survival Kaplan-Meier dikonfirmasi oleh pemodelan regresi multivariat
Cox. Risiko ESRD meningkat 150% pada pasien yang diagnosis genetiknya
ditunjukkan dan dikurangi 87% pada pasien yang mencapai remisi lengkap dan
50% pada pasien dengan remisi parsial sebagai respons terhadap IIS selama tahun
pertama. Hubungan ini masih ada setelah penyesuaian untuk karakteristik saat
onset penyakit dan diagnosis histologis.

PEMBAHASAN

Analisis integratif ini dari kohort global terbesar dari SRNS pediatrik
memberikan bukti tegas untuk efek prognostik independen dari penegakkan
diagnosis genetik, temuan histopatologis pada awal penyakit, dan respons awal
proteinuria terhadap terapi IIS.
Secara keseluruhan rata-rata tingkat kelangsungan hidup bebas ESRDS
dalam kohort pasien anak yang tidak dipilih dengan SRNS primer adalah 74%
pada 5 tahun dan 48% pada 15 tahun setelah diagnosis, juga sejalan dengan
penelitian kohort sebelumnya yang melaporkan 65% -92% kelangsungan hidup
ginjal pada 5 tahun dan 34% –76% pada 15 tahun. Kami menggunakan informasi
luas yang dikumpulkan di PodoNet Registry untuk menggambarkan faktor-faktor
kunci yang membantu memprediksi hasil ginjal jangka panjang.
Tabel 1. Karakteristik pasien dengan respon terhadap terapi imunosupresif,
kejadian keluarga, dan temuan genetik
Tabel 2. Respon terhadap episode terapi IIS selama tahun pertama setelah
terdiagnosis pada 612 pasien dengan SRNS

Episode terapi (±Oral Remisi Remisi Tanpa Total


Steroid, ±RAS) komplit parsial remisi
Oral
- CNI 129 (29,8) 82 (18.9) 222 (51.3) 433
- CPH 9 (9,2) 8 (8.2) 81 (82.7) 98
- MMF 2 (8,3) 2 (8.3) 20 (83.3) 24
- CNI + MMF 4 (11,8) 10 (29.4) 20 (58.8) 34
IV pulse
- Steroid pulse 16 (6.8) 25 (10.6) 195 (82.6) 236
IV + Oral
- Steroid pulse + 4 (8.2) 5 (10.2) 40 (81.6) 49
CNI 1 (5.9) 1 (5.9) 15 (88.2) 17
- Steroid pulse + 1 (12.5) 1 (12.5) 6 (75.0) 8
lainnya 2 (28.6) 0 5 (71.4) 7
- CPH pulse ±
lainnya
- Rituximab ±
lainnya
Semua episode terapi pada 168 (18.5) 134 (14.8) 604 (66.7) 906
tahun pertama
Respon terbaik pada 150 (24.5) 101 (16.5) 361 (59.0) 612
pasien yang diobati

Rata-rata keseluruhan angka kelangsungan hidup pada pasien bebas


ESRD dalam studi kohort tidak terseleksi dari pasien pediatric dengan SRNS
primer adalah 5 tahun setelah terdiagnosis sebesar 74% dan 15 tahun steelah
terdiagnosis sebesar 48%, hal ini sesuai dengan studi kohort sebelumnya yang
melaportkan 65%-92% ginjal dapat bertahan selama 5 tahun dan 34-76% pada 15
tahun. (5,6,9,11,12) Kami menggunakan informasi luas yang dikumpulkan dari
PodoNet Registry untuk menggambarkan faktor-faktor utama yang membantu
meprediksi dampak jangka panjang pada ginjal.
Respon jangka panjang terhadap terapi inisial CNI pada SRNS
dilaporakn pada sebuah studi multisenter terhadap 169 anak dengan SNS primer
bahwa memiliki nilai prediktif yang kuat. (2) Analisis kami mengkonfirmasi dan
memperluas penelitian ini ke terapi IIS secara umum, dengan angka kelangsungan
hidup ginjal 10 dan 15 tahun berbeda sebanyak 50% antara pasien yang mencapai
remisi proteinuria komplit pada tahun yang sama terdiagnosis dan pasien yang
resisten terhadap beberapa obat. Angka prediktif untuk respon terhadap IIS masih
tinggi secara signifikan ketika diagnosis genetic diperhitungkan dan juga tanpa
mempertimbangkan diagnosis histopatologis serta usia, fungsi ginjal, dan
presentasi klinis pada awal penyakit. Penghambat Calcineurin ditemukan sebagai
terapi imunosupresif yang paling bermanfaat, menghasillakn remisi komplit pada
30% dari semua pasien, dan remisi parsial pada 19% pasien lainnya. Penemuan ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya, dimana respon CNI berkisar antara 31%
hingga 89% untuk remisi komplit dan 19-38% untuk remisi parsial, tergantung
dari kriteria seleksi yang dipilih.
Sebaliknya, kami meneliti remisi penuh pada 10% pasien yang terpapar
steroid, CPH, atau MMF, agar tetap sesuai dengan penelitian sebelumnya. Kami
menemukan beberapa bukti yang menentang penggunaan protocol terapi ini.
Sesuai dengan hasil penelitian kami, tingkat respon proteinuria jauh lebih rendah
dan kelangsungan hidup ginjal lebih buruk pada CPH jika dibandingkan dengan
CsA yang diberikan pada anak-anak dengan SRNS. Penemuan kami memberikan
dukungan lebih lanjut untuk consensus saat ini bahwa CPH tidak boleh digunakan
pada pasien SRNS karena risiko yang lebih buruk. Demikian juga, pada penelitian
kami menunjukan lebih lanjut bahwa terapi MMF memiliki efikasi yang terbatas
dalam menginduksi remisi proteinuria pada pasien SRNS seperti yang telah
dilaporkan oleh dua penelitian kecil mengenai pediatric lainnya.
Pada sebagian besar pasien yang terpapar IIS, ekreksi protein tidak
menjadi sepenuhnya normal, namun dikurangi sampai kondisi subnefrotik.
Seringkali sulit untuk menghubungkan remisi parsial ini terhadap pemberian
terapi imunosupresif karena seringnya pemberian bersama RAAS antagonis yang
dapat menurunkan proteinuria hingga sebesar 40-50% pada pasien dengan SRNS.
Meskipun hal ini menjadi sumber perancu, perlu dicatat bahwa reduksi parsial
dari proteinuria di tahun pertama terdiagnosis pada pasien yang menerima IIS
berkaitan dengan peningkatan kelangsungan hidup ginjal jangka panjang yang
signifikan terhadap pasien dengan proteinuria yang resisten terhadap beberapa
obat. Bahkan ketika disesuaikan dengan hasil pemeriksaan genetic dan
histopatologis, usia, tingkat keparahan penyakit awal, dan fungsi finjal, respon
parsial terhadap terapi inisial IIS terkait dengan penurunan risiko ESRD sebesar
50%.
Dari 20,2% pasien yang diteliti (usia saat terdiagnosis >3 bulan tetapi
<20 tahun) ditemukan adanya genetic podocytopathy. Meskipun mutasi NPHS2
dan WT1 ditemukan pada dua pertiga pasien, abnormalitas lainnya juga
ditemukan tersebar pada 17 gen podosit lainnya yang berbeda (Tabel tambahan 1).
Anak-anak yang diagnosis genetiknya sudah ditegakan memiliki prognosis jangka
panjang yang sangat tidak menguntungkan, di mana 85% pasien berkembang
menjadi ESRD dalam 15 tahun. Perlu dicatat bahwa, keluaran ini lebih buruk
secara signifikan dibandingkan dengan anak-anak dengan resisten multi-obat
sporadis yang belum mendapat diagnosis genetik. Hal ini menunjukan adanya
nilai prognostic tambahan yang bisa didapatkan dengan skinning genetik.
Perbedaan yang dapat diamati dari keluaran pasien dengan diagnosis
genetic yang sudah ditegakan dengan pasien resisten multi-obat yang belum
mendapatkan diagnosis genetika bahkan mungkin masih diremehkan, karena
sebagian kecil dari anak-anak yang resisten terhadap beberapa obat tidak
mendapatkan skrinning secara komperhensif untuk mengidentifikasi kelainan
genetik atau tidak mendapatkan skrining genetika sama sekali. Diantara 43%
pasien pada penelitian kohort ini yang selanjutnya menjalani next generation
generation gene sequencing (NGS), diagnosis genetika dapat ditegakan pada 23%
pasien tersebut. Penelitian besar baru-baru ini yang melakukan skrining dengan
menggunakan NGS panel mengidentifikasi penyebab genetik pada 29% pasien
dengan SRNS termasuk pasien dengan penyakit bawaan.

Peneltian kami berkontribusi menyumbangkan informasi penting untuk


kontroversi yang sedang berlangsung mengenai apakah beberapa pasien yang
didiagnosis dengan penyakit genetic masih dapat respon terhadap pengobatan
imunosupresif. Secara spesifik, reaksi antiproteinurik non imunologis dari CNI
yang diperantarai oleh stabilisasi sitoskeleton atin telah disarankan. Pada
penelitian kami, 74 pasien dengan penyakit genetic dan IIS yang terdokumentasi
merepresentasikan studi kohort terbesar yang telah dipublikasi mengenai pasien
SRNS herediter yang diterapi dengan IIS. Hanya 2 dari dari pasien tersebut, satu
pasien didiagnosis dengan WT1 dan satu pasien lainnya didiagnosis dengan
glomerulopati NPHS2, yang mencapai remisi komplit semetara pada tahun
pertama didiagnosis penyakit tersebut dan selama mendapatkan pengobatan CSA.
Pasien dengan penyakit WT 1 (penelitian sebelumnya telah dipublikasi) masih
memiliki fungsi ginjal yang stabil setelah di tindak lanjut selama 12 tahun,
sedangkan pasien lainnya berkembang menjadi ESRD dalam 5 tahun. Delapan
pasien lainnya mencapai kriteria remisi parsial dalam beberapa waktu selama
mendapat pengobatan CsA. Namun, tidak ada pasien yang mengalami remisi tetap
setelah ditindak lanjut 30 bulan setelahnya, dan empat dari lima anak dengan
tindak lanjut jangka panjang berada dalam Gagalginjal kronik stadium 3-5 pada
pengamatan terakhir. Didapatkan juga 50% dari anak-anak tersebut diterapi ulang
dengan antagonis RAAS, yang dapat menjelaskan adanya pengurangan
proteinuria pada pasien tersebut.

Data penelitian kami mengkonfirmasi penemuan dari seri kasus


sebelumnya dan studi-studi kecil umumnya menunjukan hasil pasien dengan
podocytopathy herediter tidak respon terhadap terapi IIS. Remisi komplit dari
proteinuria dengan pemberian penghambat Calcineurin telah dilaporkan terjadi
pada 4 subyek penelitian, dam remisi parsial pada penggunaan penghambat
Calcineurin didapatkan pada 17 subjek hingga saat ini, dan hampir semuanya
mendapatkan pengobatan antagonis RAAS. Hampir semua pasien yang
dilaporkan memiliki keluaran kondisi ginjal jangka panjang yang buruk. Oleh
karena itu, dengan bukti yang ada saat ini, dapat disimpulkan bahwa pada SRNS
herediter, pemberian penghambat Calcineurin tidak memberikan manfaat terapi
dibandingkan dengan pemberian penghambat RAAS secara tunggal, dan karena
itu pasien harus terhindar dari efek samping terapi imunosupresif.
Subkelompok lain yang menarik adalah 139 pasien dengan SRNS
familial yang tidak diketahui memiliki riwayat penyakit genetic atau tidak dapat
diidentifikasi dengan skrining panel gen NGS. Sakitar 31% pasien yang
terdokumentasikan mendapat IIS, mencapai remisi komplit pada tahun pertama,
dan angka yang serupa didapatkan pada anak dengan penyakit sporadic tanpa
diagnosis genetic. Tidak ada satupun dari responden IIS dengan penyakit familial
berkembang menjadi ESRD. Satu dari tiga pasien yang mendapatkan transplantasi
organ dengan penyakit familial, mengalami kekambuhan pasca transplantasi.
Keluaran kondisi ginjal jangka panjang pada pasien dengan penyakit familial yang
tidak dapat dijelaskan (67% pada 10 tahun) adalah 15% lebih baik dari pasien
dengan kasus sporadis yang disertai multidrug resistant, dan hampir 40% lebih
baik dari pada pasien dengan diagnosis genetic yang telah ditegakan. Hal ini
mernarik untuk dispekulasikan mengenai kelainan genetic yang masih belum
diketahui asalnya pada keluarga,yang mungkin melibatkan variasi gen yang
mengatur sistem kekebalan tubuh daripada struktur dan fungsi dari podosit, dan
mungkin pada beberapa pasien menunjukan pengaruh genetic terhadap sensitivitas
modulasi farmakologis. Respon yang menguntungkan untuk pemberian
pengobatan IIS secara umum dan yang diobservasi pada kasus-kasus rekurensi
pasca transplantasi memiliki kejanggalan dalam hal pathogenesis dari imunologi
pasien dengan kasus kelainan genetic familial dan memberikan alasan untuk
percobaan terapi dengan IIS pada pasien dengan kasus penyakit keturunan yang
diagnosis genetika nya tidak dapat ditegakan.

Secara tradisional, kategori diagnosis dan penilaian prognosis pada


SRNS bergantung pada hasil pemeriksaan histopatologis dari jaringan ginjal.
Dalam penelitian kohort ini, kami berharap untuk menemukan diagnosis dari
FSGS yang terkait dengan peningkatan empat kali lipat risiko ESRD relatif
terhadap MCGN dan diagnosis dari DMS terkait dengan peningkatan 20 kali lipat
risiko ESRD jika dibandingkan dengan MCGN. Khususnya, FSGS dan DMS
sebagian besar mempertahankan nilai prognostic independennya ketika
menyesuaikan dengan stadium gagal ginjal pada tahap awal, tingkat respon
terhadap IIS, dan adanya penyakit genetik.

Peneltian kami berkontribusi menyumbangkan informasi penting untuk


kontroversi yang sedang berlangsung mengenai apakah beberapa pasien yang
didiagnosis dengan penyakit genetic masih dapat respon terhadap pengobatan
imunosupresif. Secara spesifik, reaksi antiproteinurik non imunologis dari CNI
yang diperantarai oleh stabilisasi sitoskeleton atin telah disarankan. Pada
penelitian kami, 74 pasien dengan penyakit genetic dan IIS yang terdokumentasi
merepresentasikan studi kohort terbesar yang telah dipublikasi mengenai pasien
SRNS herediter yang diterapi dengan IIS. Hanya 2 dari dari pasien tersebut, satu
pasien didiagnosis dengan WT1 dan satu pasien lainnya didiagnosis dengan
glomerulopati NPHS2, yang mencapai remisi komplit semetara pada tahun
pertama didiagnosis penyakit tersebut dan selama mendapatkan pengobatan CSA.
Pasien dengan penyakit WT 1 (penelitian sebelumnya telah dipublikasi) masih
memiliki fungsi ginjal yang stabil setelah di tindak lanjut selama 12 tahun,
sedangkan pasien lainnya berkembang menjadi ESRD dalam 5 tahun. Delapan
pasien lainnya mencapai kriteria remisi parsial dalam beberapa waktu selama
mendapat pengobatan CsA. Namun, tidak ada pasien yang mengalami remisi tetap
setelah ditindak lanjut 30 bulan setelahnya, dan empat dari lima anak dengan
tindak lanjut jangka panjang berada dalam Gagalginjal kronik stadium 3-5 pada
pengamatan terakhir. Didapatkan juga 50% dari anak-anak tersebut diterapi ulang
dengan antagonis RAAS, yang dapat menjelaskan adanya pengurangan
proteinuria pada pasien tersebut.

Data penelitian kami mengkonfirmasi penemuan dari seri kasus


sebelumnya dan studi-studi kecil umumnya menunjukan hasil pasien dengan
podocytopathy herediter tidak respon terhadap terapi IIS. Remisi komplit dari
proteinuria dengan pemberian penghambat Calcineurin telah dilaporkan terjadi
pada 4 subyek penelitian, dam remisi parsial pada penggunaan penghambat
Calcineurin didapatkan pada 17 subjek hingga saat ini, dan hampir semuanya
mendapatkan pengobatan antagonis RAAS. Hampir semua pasien yang
dilaporkan memiliki keluaran kondisi ginjal jangka panjang yang buruk. Oleh
karena itu, dengan bukti yang ada saat ini, dapat disimpulkan bahwa pada SRNS
herediter, pemberian penghambat Calcineurin tidak memberikan manfaat terapi
dibandingkan dengan pemberian penghambat RAAS secara tunggal, dan karena
itu pasien harus terhindar dari efek samping terapi imunosupresif.

Subkelompok lain yang menarik adalah 139 pasien dengan SRNS


familial yang tidak diketahui memiliki riwayat penyakit genetic atau tidak dapat
diidentifikasi dengan skrining panel gen NGS. Sakitar 31% pasien yang
terdokumentasikan mendapat IIS, mencapai remisi komplit pada tahun pertama,
dan angka yang serupa didapatkan pada anak dengan penyakit sporadic tanpa
diagnosis genetic. Tidak ada satupun dari responden IIS dengan penyakit familial
berkembang menjadi ESRD. Satu dari tiga pasien yang mendapatkan transplantasi
organ dengan penyakit familial, mengalami kekambuhan pasca transplantasi.
Keluaran kondisi ginjal jangka panjang pada pasien dengan penyakit familial yang
tidak dapat dijelaskan (67% pada 10 tahun) adalah 15% lebih baik dari pasien
dengan kasus sporadis yang disertai multidrug resistant, dan hampir 40% lebih
baik dari pada pasien dengan diagnosis genetic yang telah ditegakan. Hal ini
mernarik untuk dispekulasikan mengenai kelainan genetic yang masih belum
diketahui asalnya pada keluarga,yang mungkin melibatkan variasi gen yang
mengatur sistem kekebalan tubuh daripada struktur dan fungsi dari podosit, dan
mungkin pada beberapa pasien menunjukan pengaruh genetic terhadap sensitivitas
modulasi farmakologis. Respon yang menguntungkan untuk pemberian
pengobatan IIS secara umum dan yang diobservasi pada kasus-kasus rekurensi
pasca transplantasi memiliki kejanggalan dalam hal pathogenesis dari imunologi
pasien dengan kasus kelainan genetic familial dan memberikan alasan untuk
percobaan terapi dengan IIS pada pasien dengan kasus penyakit keturunan yang
diagnosis genetika nya tidak dapat ditegakan.

Secara tradisional, kategori diagnosis dan penilaian prognosis pada


SRNS bergantung pada hasil pemeriksaan histopatologis dari jaringan ginjal.
Dalam penelitian kohort ini, kami berharap untuk menemukan diagnosis dari
FSGS yang terkait dengan peningkatan empat kali lipat risiko ESRD relatif
terhadap MCGN dan diagnosis dari DMS terkait dengan peningkatan 20 kali lipat
risiko ESRD jika dibandingkan dengan MCGN. Khususnya, FSGS dan DMS
sebagian besar mempertahankan nilai prognostic independennya ketika
menyesuaikan dengan stadium gagal ginjal pada tahap awal, tingkat respon
terhadap IIS, dan adanya penyakit genetik.
Gambar 3. Analisis keberlangsungan fungsi ginjal berdasarkan kategori
penyakit menunjukkan hasil jangka panjang yang sangat baik pada pasien SRNS
sensitif IIS dengan kejadian penyakit sporadis dan hasil jangka panjang yang
buruk pada pasien dengan penyakit genetik. Pasien yang resisten IIS dengan
penyakit sporadis memiliki fungsi ginjal yang lebih baik dibandingkan dengan
pasien dengan penyakit genetik (pasien dengan respons parsial IIS
diklasifikasikan sebagai IIS yang resisten untuk analisis ini).

Meskipun jangkauan kohort yang sangat besar dan pengumpulan data


yang komprehensif dan jangka panjang adalah kekuatan utama dari studi
internasional ini, pada saat yang sama, dibatasi oleh ketidaklengkapan pelaporan.
Peneliti berusaha untuk memaksimalkan informasi genetik dengan NGS sebelum
pemilihan semua pasien yang tidak dapat menyelesaikan penyerahan oleh IIS
tetapi kami hanya dapat mengambil sampel DNA 85% dari individu ini.
Akhirnya, pendekatan terapi polipragmatik dengan frekuensi yang lebih tinggi
dari berbagai sumber yang diberikan di beberapa tempat digunakan sebagai salah
satu cara untuk memberikan tanggapan terhadap laporan tersebut.
METODE PENYELESAIAN

Uji Kohort dan Pendekatan Analitik

PodoNet Registry adalah registri klinis berbasis web internasional


(www.podonet.org) untuk SRNS primer dan sindrom nefrotik bawaan (CNS). The
PodoNet Registry menerima pasien dengan usia anak-anak (usia <20 tahun)
SRNS primer, SSP, atau pasien yang mengalami prognururin primer dengan
kemungkinan penyakit genetik. Pasien dengan SRNS sekunder tidak termasuk
dalam kelompok ini. Registrasi registri, deskripsi, dan karakteristik kohort
PodoNet baru-baru ini diterbitkan

Untuk analisis pasien dengan SSP, pasien dengan usia orang dewasa, dan
pasien tanpa informasi hasil klinis dikeluarkan. Oleh karena itu, dari 1.840 pasien
yang terdaftar di PodoNet, dengan beberapa alasan anggota keluarga terdaftar,
satu anggota keluarga perwakilan dipilih secara acak dan dimasukkan ke dalam
analisis. Pasien yang dimasukkan dirawat di 62 pusat di 21 negara. Pada 612
pasien, informasi yang memadai dapat diberikan untuk menilai respons terhadap
strategi pengobatan imunosupresif yang berbeda dalam 12 bulan setelah onset
penyakit (Gambar 1, Tabel 1).

Prevalensi genetika yang terjadi adalah 20,2% dalam kelompok analisis,


di mana SSP dikeluarkan. Varian gen penyebab penyakit terutama diidentifikasi
oleh orang asing yang mempengaruhi gen individual dalam pasien dan NGS dari
30 gen terkait podocytopathy pada 105 dari 457 pasien. Peneliti menggunakan
terapi pertama, kedua, dan ketiga setelah perawatan untuk mencegah resistansi
steroid (persepreseprototrurinuria persisten setelah perawatan 4 minggu dengan
prednison oral 60 mg / m2 per hari) termasuk steroid intravena, CNI, MMF, CNI
dikombinasikan dengan MMF, oral atau intravena. rituximab.

Diagnosis resistensi steroid dan respons terhadap IIS dievaluasi sesuai


dengan serangkaian kriteria standar dengan memperhitungkan perubahan
proteinuria dan albumin serum. Seperti yang telah didefinisikan sebelumnya, 10
remisi total setelah IIS didiagnosis dalam kasus pengurangan proteinuria menjadi,
100 mg / m2 ekskresi protein 24 jam ,, 0,2 mg / mg rasio protein terhadap
kreatinin dalam urin spot (jika usia, 2 tahun: , 0,5 mg / mg), pembacaan dipstik
negatif, atau serum albumin 0,30 g / L dikombinasikan dengan hasil riwayat
dipstik (+).

Tabel 3. Faktor risiko ESRD menurut analasis regresi Cox yang belum
disesuaikan, sebuah model yang menyesuaikan untuk penyakit herediter, dan
model multivariate.

Remisi parsial didefinisikan sebagai persisten non-nefrotik proteinuria


dengan ekskresi protein 24 jam > 100 mg/m2 perhari tetapi <1g/m2 perhari, rasio
kretainin terhadap protein urin sebesar 0,2-2 mg/mg (jika usia <2 tahun: 0,5-2
mg/mg), dipstick 1+ dengan serumalbumin>30 g/L, atau riwayat dipstick (+)
dengan serum albumin <30 g/L.

Remisi minimal didefinisikan sebagai persisten nefrotik dengan kisaran


proteinuria dalam 24 jam ekskresi protein ≥ 1 g/m2 per hari, rasio kreatinin
terhadap proteinur > 2 mg/mg, dipstick +2 atau lebih, atau dipstick 1+ dengan
serum albumin ≤ 30 g/L.

Karena kecenderungan repon yang menguntungkan terhadap pengobatan


IIS dimungkinkan karena lamanya pengobatan dan penyakitnya, evaluasi repon
IIS terbatas hanya pada tahun pertama untuk meminimalir potensi bias. Evalausi
jadwalpengobatan untuk meinilai respon terhadap protocol IIS termasuk waktu
pemaparan ditambah 6 minggu pertama setelah penghentian pengobatan jika tidak
terdapat pengobatan lain terhadap steroid oral dan/atau RAAS antagonis yang
digunakan selama periode itu.

Pada pasien yang menerima lebih dari satu pengobatan imunosupresif


pada tahun pertama, pegobatan dengan efikasi dan respon antiproteinurik terbaik
digolongkan kedalam IIS responsif. ESRD didefinisikan dengan pencapaian CKD
stage 5 dan/atau mulainya RRT.

Analisis Statistik

Pada jurnal ini, data disajikan sebagai median (rentang interkuartil) atau
persentase relatif terhadap semua pasien dengan informasi yang tersedia mengenai
item yan menarik. Analisis Kaplan-Meier dan uji log-rank digunakan untuk
menganalisis waktu ESRD menurut respon IIS, penyakit herediter dan diagnosis
histopatologi. Batas kepercayaan untuk proporsi tanpa ESRD adalah berdasarkan
perkiraan estimasi normal log-log-transformed.

Analisis regresi Cox dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko untuk


ERSD. Analisisis dikelompokkan berdasarkan pusat perawatan untuk
memperkirakan efek potensi. Unit kecil berkontribusi < 20 pasien dianggap
sebagai satu pusat. Analisis dilakukan dalam model yang belum disesuiakan,
model disesuaikan untuk penyakit keturunan, dan perhitungan model multivariat
untuk diagnosis genetic, histopatologis, derajat proteinuria, serum albumin, usia,
CKD saat onset penyakit dan respon IIS. Tambahan uji kovariat (tetapi tanpa
signifikansi dalam salah satu model) adalah jenis kelamin dan etnis.
Nilai yang hilang untuk variabel CKD, proteinuria dan albumin serumsaat
onset penyakit diperhitungkan atas dasar hilangnya asumsi acak menggunakan
metode spesifikasi. Sepuluh imputasi dilakukan, dan hasil analisis dikumpulkan
menggunakan aturan Rubin.

Fungsi diskriminasi Fully conditional specification (CFS), regresi logistik


FCS dan metode regresi FCS digunakan untuk imputasi CKD, proteinuria dan
serum albumin. Imputasi berdasarkan usia, CKD, proteinuria, serum albumin, dan
informasi yang tersedia serta waktu untuk informasi selanjutnya. Informasi
tentang penyebab penyakit juga digunakan untuk imputasi CKD dan proteinuria.

Nilai p tidak disesuaikan untuk beberapa perbandingan karena karakter


eksplorasi penelitian. SAS, versi 9.4 digunakan untuk menganalisis statistik pada
penelitian ini.
Daftar Pustaka

1. NAPRTCS: NAPRTCS 2008 Annual Report (Renal Transplantation, Dialysis,


Chronic Renal Insufficiency), Rockville, MD, The Emmes Corporation, 2008

2. Büscher AK, Beck BB,Melk A, Hoefele J, Kranz B, Bamborschke D, Baig


S, Lange-Sperandio B, Jungraithmayr T, Weber LT, Kemper MJ, Tönshoff B,
Hoyer PF, Konrad M, Weber S; German Pediatric Nephrology Association
(GPN): Rapid response to cyclosporin A and favorable renal outcome in
nongenetic versus genetic steroid-resistant nephrotic syndrome. Clin J Am Soc
Nephrol 11: 245–253, 2016

3. Sadowski CE, Lovric S, Ashraf S, PabstWL, Gee HY, Kohl S, Engelmann S,


Vega-Warner V, Fang H, Halbritter J, SomersMJ, TanW, Shril S, Fessi I, Lifton
RP, Bockenhauer D, El-Desoky S, Kari JA, Zenker M, Kemper MJ, Mueller D,
Fathy HM, Soliman NA, Hildebrandt F; SRNS Study Group: A single-gene cause
in 29.5% of cases of steroid-resistant nephrotic syndrome. J Am Soc Nephrol 26:
1279–1289, 2015

4. Cattran DC, Rao P: Long-term outcome in children and adults with classic
focal segmental glomerulosclerosis. Am J Kidney Dis 32: 72–79, 1998

5. Gipson DS, Chin H, Presler TP, Jennette C, Ferris ME, Massengill S, Gibson
K, Thomas DB: Differential risk of remission and ESRD in childhood FSGS.
Pediatr Nephrol 21: 344–349, 2006

6. Paik KH, Lee BH, Cho HY, Kang HG, Ha IS, Cheong HI, Jin DK, Moon KC,
Choi Y: Primary focal segmental glomerular sclerosis in children: Clinical course
and prognosis. Pediatr Nephrol 22: 389–395, 2007

7. Abrantes MM, Cardoso LS, Lima EM, Penido Silva JM, Diniz JS, Bambirra
EA,Oliveira EA: Predictive factors of chronic kidneydisease in primary focal
segmental glomerulosclerosis. Pediatr Nephrol 21: 1003–1012, 2006

8. Abeyagunawardena AS, Sebire NJ, Risdon RA, Dillon MJ, Rees L, Van’t Hoff
W, Kumarasiri PV, Trompeter RS: Predictors of long-term outcome of children
with idiopathic focal segmental glomerulosclerosis. Pediatric Nephrol 22: 215–
221, 2007

9. Martinelli R,Okumura AS, Pereira LJ, Rocha H: Primary focal segmental


glomerulosclerosis in children: Prognostic factors. Pediatr Nephrol 16: 658–661,
2001

10. Trautmann A, Bodria M,Ozaltin F,Gheisari A,Melk A, AzocarM, Anarat A,


Caliskan S,Emma F, Gellermann J,Oh J, Baskin E, Ksiazek J, Remuzzi G,
ErdoganO, Akman S, Dusek J,Davitaia T,ÖzkayaO, Papachristou F, Firszt-
Adamczyk A, Urasinski T, Testa S, Krmar RT, Hyla-Klekot L, Pasini A, Özcakar
ZB, Sallay P, Cakar N, Galanti M, Terzic J, Aoun B, Caldas Afonso A,
Szymanik-Grzelak H, Lipska BS, Schnaidt S, Schaefer F; PodoNet Consortium:
Spectrum of steroid-resistant and congenital nephrotic syndrome in children: The
PodoNet registry cohort. Clin J Am Soc Nephrol 10: 592–600, 2015

11. Mekahli D, Liutkus A, Ranchin B, Yu A, Bessenay L, Girardin E, Van


Damme- Lombaerts R, Palcoux JB, Cachat F, Lavocat MP, Bourdat-Michel G,
Nobili F, Cochat P: Long-term outcome of idiopathic steroid-resistant nephrotic
syndrome: A multicenter study. Pediatr Nephrol 24: 1525–1532, 2009

12. Niaudet P: Pediatric Nephrology, 5th Ed., Philadelphia, Lippincott Williams


and Wilkins, 2004

13. Niaudet P; French Society of Pediatric Nephrology: Treatment of childhood


steroid-resistant idiopathic nephrosis with a combination of cyclosporine and
prednisone. J Pediatr 125: 981–986, 1994

14. Cattran DC, Appel GB, Hebert LA, Hunsicker LG, Pohl MA, Hoy WE,
Maxwell DR, Kunis CL; North America Nephrotic Syndrome Study Group: A
randomized trial of cyclosporine in patients with steroid-resistant focal segmental
glomerulosclerosis. Kidney Int 56: 2220–2226, 1999

15. El-Husseini A, El-Basuony F, Mahmoud I, Sheashaa H, Sabry A, Hassan R,


Taha N, Hassan N, Sayed-Ahmad N, Sobh M: Long-term effects of cyclosporine
in children with idiopathic nephrotic syndrome: A singlecentre experience.
Nephrol Dial Transplant 20: 2433–2438, 2005

16. GhiggeriGM, Catarsi P, Scolari F, CaridiG, Bertelli R,CarreaA, Sanna-


Cherchi S, Emma F, Allegri L, Cancarini G, Rizzoni GF, Perfumo F:
Cyclosporine in patients with steroid-resistant nephrotic syndrome: An open-
label, nonrandomized, retrospective study. Clin Ther 26: 1411–1418, 2004

17. Hino S, Takemura T, Okada M, Murakami K, Yagi K, Fukushima K,


Yoshioka K: Follow-up study of children with nephrotic syndrome treated with a
long-term moderate dose of cyclosporine. Am J Kidney Dis 31: 932–939, 1998

18. Inaba A, Hamasaki Y, Ishikura K, Hamada R, Sakai T, Hataya H, Komaki


F, Kaneko T, Mori M, Honda M: Long-term outcome of idiopathic steroid-
resistant nephrotic syndrome in children. Pediatr Nephrol 31: 425–434, 2016

19. Plank C, Kalb V, Hinkes B, Hildebrandt F, Gefeller O, Rascher W;


Arbeitsgemeinschaft für Pädiatrische Nephrologie: Cyclosporin A is superior to
cyclophosphamide in children with steroid-resistant nephrotic syndrome-a
randomized controlled multicentre trial by the Arbeitsgemeinschaft für
Pädiatrische Nephrologie. Pediatr Nephrol 23: 1483–1493, 2008
20. Tarshish P, Tobin JN, Bernstein J, Edelmann CM Jr.: Cyclophosphamide does
not benefit patients with focal segmental glomerulosclerosis. A report of the
International Study of Kidney Disease in Children. Pediatr Nephrol 10: 590–593,
1996

21. Bajpai A, Bagga A, Hari P, Dinda A, Srivastava RN: Intravenous


cyclophosphamide in steroid-resistant nephrotic syndrome. PediatrNephrol
18: 351–356, 2003

22. Hinkes B, Vlangos C, Heeringa S, Mucha B, Gbadegesin R, Liu J,


Hasselbacher K, Ozaltin F, Hildebrandt F; APN Study Group: Specific podocin
mutations correlate with age of onset in steroid-resistant nephrotic syndrome. J
Am Soc Nephrol 19: 365–371, 2008

23. Latta K, von Schnakenburg C, Ehrich JH: A meta-analysis of cytotoxic


treatment for frequently relapsing nephrotic syndrome in children. Pediatr
Nephrol 16: 271–282, 2001

24. Hodson EM, Willis NS, Craig JC: Interventions for idiopathic steroidresistant
nephrotic syndrome in children. Cochrane Database Syst Rev 11: CD003594,
2010

25. Anonymous: Prospective, controlled trial of cyclophosphamide therapy


in children with nephrotic syndrome. Report of the International
study of Kidney Disease in Children. Lancet 2: 423–427, 1974

26. Gargah TT, Lakhoua MR: Mycophenolate mofetil in treatment of childhood


steroid-resistant nephrotic syndrome.JNephrol 24: 203–207, 2011

27. deMello VR, RodriguesMT,Mastrocinque TH,Martins SP, de Andrade OV,


Guidoni EB, Scheffer DK, Martini Filho D, Toporovski J, Benini V:
Mycophenolate mofetil in children with steroid/cyclophosphamideresistant
nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol 25: 453–460, 2010

28. Bagga A, Mudigoudar BD, Hari P, Vasudev V: Enalapril dosage in steroid-


resistant nephrotic syndrome. PediatrNephrol 19: 45–50, 2004

29. Li Z,Duan C, He J,Wu T, XunM, Zhang Y, Yin Y:Mycophenolate mofetil


therapy for children with steroid-resistant nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol
25: 883–888, 2010

30. Faul C, DonnellyM,Merscher-Gomez S, Chang YH, Franz S, Delfgaauw J,


Chang JM, Choi HY, Campbell KN, Kim K, Reiser J, Mundel P: The actin
cytoskeleton of kidney podocytes is a direct target of the antiproteinuric effect of
cyclosporine A. Nat Med 14: 931–938, 2008
31. Gellermann J, Stefanidis CJ, Mitsioni A, Querfeld U: Successful treatment
of steroid-resistant nephrotic syndrome associated with WT1 mutations. Pediatr
Nephrol 25: 1285–1289, 2010

32. Ruf RG, Lichtenberger A, Karle SM, Haas JP, Anacleto FE, SchultheissM,
Zalewski I, Imm A, Ruf EM, Mucha B, Bagga A, Neuhaus T, Fuchshuber A,
Bakkaloglu A, Hildebrandt F; Arbeitsgemeinschaft Für Pädiatrische Nephrologie
Study Group: Patients with mutations in NPHS2 (podocin) do not respond to
standard steroid treatment of nephrotic syndrome. J Am Soc Nephrol 15: 722–
732, 2004

33. Caridi G, Bertelli R, Di Duca M, Dagnino M, Emma F, Onetti Muda A,


Scolari F, Miglietti N, Mazzucco G, Murer L, Carrea A, Massella L, Rizzoni G,
Perfumo F,GhiggeriGM: Broadening the spectrumof diseases related to podocin
mutations. J Am Soc Nephrol 14: 1278–1286, 2003

34. Frishberg Y, Rinat C, Megged O, Shapira E, Feinstein S, Raas- Rothschild A:


Mutations in NPHS2 encoding podocin are a prevalent cause of steroid-resistant
nephrotic syndrome among Israeli-Arab children. J Am Soc Nephrol 13: 400–405,
2002

35. Weber S, Gribouval O, Esquivel EL, Morinière V, TêteMJ, Legendre C,


Niaudet P, Antignac C: NPHS2 mutation analysis shows genetic heterogeneity of
steroid-resistant nephrotic syndrome and low posttransplant recurrence. Kidney
Int 66: 571–579, 2004

36. Lipska BS, Ranchin B, Iatropoulos P, Gellermann J, Melk A, Ozaltin F, Caridi


G, Seeman T, Tory K, Jankauskiene A, Zurowska A, Szczepanska M,
Wasilewska A, Harambat J, Trautmann A, Peco-Antic A, Borzecka H, Moczulska
A, Saeed B, Bogdanovic R, Kalyoncu M, Simkova E, Erdogan O, Vrljicak K,
Teixeira A, Azocar M, Schaefer F; PodoNet Consortium: Genotype-phenotype
associations in WT1 glomerulopathy. Kidney Int 85: 1169–1178, 2014

37. Malina M, Cinek O, Janda J, Seeman T: Partial remission with cyclosporine


Ain a patientwith nephrotic syndrome due to NPHS2mutation. Pediatr Nephrol
24: 2051–2053, 2009

38. Choudhry S, Bagga A, Hari P, Sharma S, Kalaivani M, Dinda A: Efficacy


and safety of tacrolimus versus cyclosporine in children with steroidresistant
nephrotic syndrome: A randomized controlled trial. Am J Kidney Dis 53: 760–
769, 2009

39. Brand JPL: Development, Implementation, and Evaluation of Multiple


Imputation Strategies for the Statistical Analysis of Incomplete Data Sets. PhD
Thesis, Erasmus University Rotterdam, Netherlands, 1999
40. van Buuren S:Multiple imputation of discrete and continuous data by fully
conditional specification. Stat Methods Med Res 16: 219–242, 2007

41. Rubin D: Multiple Imputation for Nonresponse Surveys, New York, John
Wiley & Sons, Inc., 1987

Anda mungkin juga menyukai