DAFTAR ISI…………………………………………………………….……………1
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….2
1.3. Tujuan.…………………………………………………………………………..4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………...5
2.2. Perubahan yang terjadi didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industriak terhadap peraturan perundang-
undangan sebelumnya………………………………………………………………..11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….…….28
1
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah mahluk social (zoon politicon), yakni maskluk yang tidak
dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain dalam
rangka memenuhi kebutuhannya baik yang bersifat jasmani maupun rohani.1 Dan
untuk memenuhi kebutuhannya, terjalinlah yang dinamakan hubungan industrial
antara pekerja dan pemberi kerja.
1
Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Diluar
Pengadilan, Jakarta: Rajawali press, 2004, hlm.1
2
Sri Haryani, Hubungan Industrial di Indonesia, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002, hlm.3
3
Sri Haryani, Hubungan Industrial di Indonesia, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002, hlm.3 - 4
2
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu
perusahaan4
Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua perselisihan yang terjadi didalam
hubungan industrial dapat diselesaikan secara musyarawah atau kekeluargaan. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya perbedaaan persepsi mengenai berbagai hal yang
berkenaan dengan hubungan kerja atau syarat-syarat kerja lain, sehingga timbulnya
Perselisihan Hubungan Industrial tidak dapat dihindarkan.
Maka dari itu, sangatlah penting bagi kita untuk menelusuri lebih dalam
mengenai sejarah perkembangan penyelesaian persilihan hubungan industrial di
Indonesia dan menganalisa perubahan yang terjadi dari setiap peraturan yang telah
dikeluarkan sehingga kita memiliki pemahaman lebih dalam mengenai hal tersebut.
4
Muzni Tambusai, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia DPP IPHII, Jakarta
2004, hlm. 11.
3
2. Bagaimana perubahan yang terjadi didalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industriak
terhadap peraturan perundang-undangan sebelumnya?
4
BAB II
PEMBAHASAN
Pada tahun 1937, Peraturan tersebut dicabut kembali dan diganti dengan
peraturan yang berlaku untuk seluruh Indonesia, yaitu Peraturan tentang Dewan
Perdamaian bagi Kereta Api dan Trem di Indonesia ( Regeling van de
Verzoeningsraad Voor de Spoor-en tramwegen in indonesia, regeringsbesluit tanggal
24 November 1937,Stbl.1937 No.31,Stbl.1937 No.624 ). Dewan Pendamai untuk
Kereta Api dan terem ini terdiri atas :
5
Seorang Ketua
Seorang atau beberapa orang wakil ketua yang diangkat oleh Gubernur
Jenderal dari Kalangan di luar Perusahaan kereta Api dan Trem.
Anggota yang ditunjuk oleh Kepala Jawatan Kereta Api.
Anggota yang ditunjuk oleh Dewan Pengurus dari Persatuan Perusahaan
Kereta Api dan Trem di Indonesia ( Bestuursercommisie van de Vereniging
van Nederlands – Indische Spoor-en Tramwegmaattschappijen )
2 orang anggota yang ditunjuk oleh Persatuan pegawai Sarjana pada
Jawatan Kereta Api di Indonesia ( Federatie van gegradueerdeambtenaren bij
de staatsspoorwegen in Nederlands-Indie )
6 Orang anggota yang ditunjuk oleh Spoorbond.
2 Orang anggota yang ditunjuk oleh Roomsch Katholieke Bond Van Spoor-en
Tramweg Personeel in Nederlands-Indie”st. Raphael “.
Seorang anggota yang ditunjuk oleh Vereniging van het Europeesch Personel
der Delispoorweg.
2 Orang yang ditunjuk oleh Persatuan Pegawai Spoor dan Trem.
Seorang yang ditunjuk oleh BumiPutera Statsspoor, Tramwegen,
Ombilinmijnen en Landsautomobielddiensten op Sumatera.
6
Jika Telah atau akan timbul perselisihan perburuhan yang kan menyangkut
kepentingan umum, maka diadakan penyelidikan dan diusahakan pendamaian oleh
seorang atau beberapa orang pegawai atau panitia yang ditunjukkan oleh direktur
Justisi. Dalam laporan hasil penyelidikan itu sedapat – dapatnya dimuat anjuran –
anjuran bagi pihak – pihak yang berselisih untuk menyelesaikan Perselisihan mereka
menurut ketentuan tertentu.
7
perusahaan, jawatan dan badan lainnya dapat diselesaikan sedemikian rupa,sehingga
keamanan dan ketertiban tidak terganggu. Perselisihan di perusahaan vital, yang
ditunjuk dengan keputusan kekuasaan militer pusat tanggal 13 Februari 1951 No.1,
diputuskan secara mengikat oleh Panitia Penyelesaian Pertikaian Perburuhan yang
terdiri atas menteri perburuhan sebagai ketua dan sebagai anggota Menteri
perhubungan, Menteri Perdagangan dan Perindustrian, Menteri Keuangan dan
Menteri Pekerjaan Umum. Perselisihan di perusahaan yang tidak vital, diselesaikan
secara mendamaikan ( Conciliator ) oleh instansi Penyelesaian pertikaian perburuhan
didaerah yang terdiri atas wakil Kementerian Perburuhan sebagai ketua dan sebagai
anggota wakil kementeri dalam negeri, Wakil Kementerian Keuangan, Wakil
Kementerian Pekerjaan Umum dan wakil Kementerian Perhubungan. Jika usaha
instansi ini tidak berhasil, persoalannya harus diajukan kepada panitia penyelesaian
pertikaian perburuhan yang memberi anjuran terakhir.
8
pengadilan sipil,masuk wewenang Pengadilan Negeri. Oleh karena itu, pertentangan
soal perjanjian kerja dan perjanjian perburuhan, majikan atau serikat buruh dapat
memajukannya pula kepada Pengadilan Negeri, di samping perkaranya diurus panitia
yang diadakan oleh Undang – Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 tersebut.
Buruh perseorangan sebaliknya hanya dapat mengajukan perkara mengenai soal
perjanjian kerja dan perjanjian perburuhan itu kepada pengadilan negeri,tidak dapat
diajukan kepadapanitia penyelesaian perselisihan perburuhan. Keistimewaan dari
Undang – Undang darurat ini ialah bahwa jika majikan dan serikat buruh tidak
mengadakan pemisahan secara sukarela,yaitu menyerahkan perkaranya kepada
seorang juru pemisah atau sebuah dewan pemisah untuk diselesaikan ( Voluntary
arbitration ) perselisihannya akan diselesaikan oleh instansi tersebut dalam undang –
undang darurat itu (Compulsory arbitration ). Demikian itu bila pihak – pihak yang
berselisih atau salah satu dari mereka itu memberitahukannya kepada pegawai
perantara. Keharusan untuk memberitahukan itu, tidak ada sanksinya. Keistimewaan
lainnya ialah bahwa tidak tunduk kepada putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat yang sifatnya mengikat, diancam dengan pidana kurungan selama –
lamanya tiga bulan atau denda sebanyak – banyaknya sepuluh ribu rupiah ( Pasl 18
angka 3 ) Undang – Undang darurat tersebut acapkali mendapat kecaman dari pihak
serikat buruh karena dipandangnya sebagai peraturan pengekangan hak mogok,
karena :
Pihak yang hendak melakukan tindakan terhadap pihak lainnya, harus
memberitahukan maksudnya itu dengan surat kepada Panitia daerah.
Tindakan itu baru boleh dilakukan secepat – cepatnya tiga minggu
sesudah pemberitahuan itu diterima oleh Panitia Daerah. Pelanggaran
atas ketentuan ini diancam dengan Pidana.
Putusan Panitia Pusat yang sifatnya mengikat,harus ditaati.
Pelanggaran atas ketentuan ini juga diancam dengan pidana.
Rangkaian kedua ketentuan ini tidak memungkinkan serikat buruh
9
untuk menekankan atau memaksakan kehendaknya kepada pihak
majikan dengan jalan mengadakan pemogokan tanpa ancaman pidana.
10
2.1.3. Zaman Reformasi ( Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 )
Setelah kurang lebih 46 Tahun lamanya Undang – Undang Nomor 22 Tahun
1957 dan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1964 berlaku, baru pada tahun 2004 (
zaman reformasi ) diganti Undang – Undang Nomor 2 Tahum 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang efektif mulai berlaku pada tahun
2006 dengan adanya Perpu No.1 Tahun 2005 ( untuk selanjutnyadisingkat UUPPHI ).
Akan tetapi, pada UU no. 2 Tahun 2004, pihak-pihak yang bersilih pun
pengelompokannya dibuat lebih spesifik sebagai berikut :
a. Pekerja / Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
11
b. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentukdari, oleh, dan
untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang
bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
c. Pengusaha adalah :
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada
di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
d. Perusahaan adalah :
setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik
badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain;
usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain.
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
12
2.2.2. Jenis-Jenis Perselisihan
Pada Undang-Undang Darurat 1951 dan UU no. 22 Tahun 1957 yang
dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial adalah perselisihan perburuhan,
ialah pertentangan antara majikan atau perserikatan majikan dengan perserikatan
buruh atau sejumlah buruh berhubung dengan tidak adanya persesuaian faham
mengenai hubungan kerja dan/atau keadaan perburuhan. Dan dapat dikategorikan
sebaiagi berikut :
a. Dari pihak majikan : menutup perusahaan atau menolak buruh untuk
menjalankan pekerjaan, sebagai akibat perselisihan perburuhan, dilakukan
dengan maksud untuk menekan atau membantu majikan lain menekan,
supaya buruh menerima suatu syarat dan/atau keadaan perburuhan.
b. Dari pihak buruh: secara kolektif menghentikan pekerjaan atau
memperlambat jalannya pekerjaan, sebagai akibat perselisihan
perburuhan, dilakukan dengan maksud untuk menekan atau membantu
golongan buruh lain menekan supaya majikan menerima hubungan kerja,
syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan.
Dapat kita lihat bahwa pada UU 22/1957 tidak dikenal pengelompokan jenis
perselisihan sehingga Panitia Daerah dan Panitia Pusat dapat menangani semua jenis
perkara perselisihan hubungan industrial.
13
ketentuan peraturan perundangundangan, perjanjian kerja, peraturan
perusa-haan, atau perjanjian kerja bersama.
b. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan
kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan,
dan/atau perubahan syaratsyarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian
kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan
kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
d. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara
serikat pekerja/serikat buruh denganserikat pekerja/serikat buruh lain
hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham
mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban
keserikatpekerjaan.
14
b. Melalui Juru Pemisah, apabila tidak tercapai kesepakatan maka atas
kehendak mereka sendiri atau atas anjuran dari Pegawai atau Panitia
Daerah yang memberikan perantaraan , dapat menyelesaikan perselisihan
mereka melalui juru pemisah atau dewan pemisah dengan langkah
sebagai berikut :
Dinyatakan dengan surat perjanjian antara kedua belah pihak
dihadapan pegawai atau panitia daerah tersebut dan menerangkan
pokok-pokok persoalan, nama-nama pengurus atau wakil serikat
buruh dan majikan, siapa yang ditunjuk menjadi juru pemisah,
bahwa kedua belah pihak akan tunduk kepada putusan yang akan
diambil oleh juru pemisah, dan hal-hal yang perlu untuk
melancarkan pemisahan.
Penunjukan juru pemisah harus didasarkan oleh persetujuan kedua
belah pihak, dan pegawai atau panitia daerah dapat ditunjuk
sebagai juru pemisah.
Putusan juru pemisah yang telah disahkan oleh panitia pusat akan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap sebagai putusan panitia
pusat.
Panitia pusat dapat menolak pengesahan keputusan juru pemisah
apabila utusan tersebut melampaui kekuasaan atau kewenangan
juru pemisah, terdapat itikad buruk dalam putusan tersebut atau
bertentangan dengan Undang-Undang dan ketertiban umum.
Putusan juru pemisah tidak dapat dimintakan pemeriksaan ulang.
Putusan juru pemisah yang telah disahkan oleh panitia pusat dapat
dijalankan dengan meminta Pengadilan Negeri sesuai dengan
daerah hukum kedudukan para pihak agar putusan tersebut dapat
dijalankan.
15
Sesudah dinyatakan dapat dijalankan oleh Pengadilan Negeri,
maka putusan itu dilaksanakan menurut aturan-aturan yang biasa
untuk menjalankan perkara perdata.
c. Penyelesaian Tingkat Daerah dilaksanakan apabila tidak tercapai
kesepakatan dalam perundingan bipartit dan kedua belah pihak tidak
bermaksud untuk menyerahkan perselisihan mereka dengan Juru/Dewan
Pemisah. Adapun langkah penyelesaian ditingkat daerah adalah sebagai
berikut:
Kedua belah pihak mengirimkan surat pemberitahuan kepada
pegawaidaerah untuk memberikan perantaraan guna mencari
penyelesaian dalam perselisihan tersebut.
Satu Pegawai akan mengadakan penyelidikan dan perantaraan
kepada kedua belah pihak tentang duduknya perkara paling lambat
7 hari hari setelah surat tersebut diterima.
Jika pegawai berpendapat bahwa perselisihan tersebut tidak dapat
diselesaikan olehnya, maka perkara tersebut akan diserahkan ke
Panitia Daerah dengan memberitahukan kepada pihak-pihak yang
berselisih.
Menteri Perburuhan membentuk panitia-panitia penyelesaian
perselisihan tingkat daerah yang terdiri dari:
i. Wakil Kementerian Perburuhan (sebagai ketua merangkap
anggota),
ii. Wakil Kementerian Perekonomian, Wakil Kementerian
Keuangan,
iii. Wakil Kementerian Pertanian, Wakil Kementerian
Perhubungan,
iv. Lima orang perwakilan buruh,
v. Lima orang perwakilan pengusaha
16
Panitia Daerah kemudian melakukan perantaraan terhadap kedua
belah pihak segera setelah menerima penyerahan perkara dan
memimpin perundingan atas perkara tersebut kearah mencapai
penyelesaian secara damai.
Persetujuan yang tercapai mempunyai kekuatan hukum sebagai
perjanjian perburuhan.
Panitia Daerah berhak memberikan putusan yang berupa anjuran
kepada pihak yang berselisih supaya mereka menerima suatu
penyelesaian tertentu.
Panitia Daerah berhak memberikan putusan yang sifatnya
mengikat apabila perselisihan tersebut sukar dapat diselesaikan
dengan putusan yang bersifat anjuran. Putusan tersebut dapat
mulai dilaksanakan bila terhadapnya dalam kurun waktu 14 hari
tidak dimintakan pemeriksaan ulang pada Panitia Pusat.
Jika dipandang perlu, untuk melaksanakan putusan panitia daerah
yang bersifat mengikat maka oleh pihak yang bersangkutan dapat
dimintakan kepada Pengadilan Negeri supaya putusan tersebut
dapat dijalankan. Setelah dinyatakan dapat dijalankan oleh
Pengadilan Negeri, maka putusan tersebut dilaksanakan menurut
aturan yang biasa untuk menjalankan perkara perdata.
d. Penyelesaian Tingkat Pusat, terhadap putusan panitia daeragh yang
bersifat mengikat, kecuali putusan itu itu mengenai soal-soal yang bersifat
lokal, maka salah satu pihak yang berselisih dapat memintakan kepada
Panitia Pusat untuk melakukan pemeriksaan ulang dalam kurun waktu 14
hari. Panitia Pusat juga dapat menarik suatu perselisihan perburuhan dari
tangan pegawai/panitia daerah untuk diselesaikan apabila perselisihan
tersebut dipandang dapat membahayakan kepentingan negara/umum
17
dengan memberitahukan kepada pegawai/panitia daerah dan pihak-pihak
yang berselisih. Berikut langkah penyelesaian di tingkat pusat :
Panitia tingkat pusat dibentuk oleh Dewan Menteri dengan surat
keputusan Presiden, atas usul Menteri Perburuhan dan terdiri dari :
i. Seorang wakil Kementerian Perburuhan merangkap ketua
ii. Seorang wakil Kementerian Perekonomian
iii. Seorang wakil Kementerian Keuangan
iv. Seorang wakil Kementerian Pertanian
v. Seorang wakil Kementerian Perhubungan
vi. Lima orang perwakilan buruh
vii. Lima orang perwakilan pengusaha
Putusan Panitia Pusat bersifat mengikat dan dapat mulai
dilaksanakan apabila dalam kurun waktu 14 hari Menteri
Perburuhan tidak membatalkan atau menunda pelaksanaan putusan
tersebut.
Jika perlu untuk melaksanaka putusan panitia pusat dapat
dimintakan pada Pengadilan Negeri di Jakarta supaya putusan
tersebut dapat dijalankan. Setelah dinyatakan demikian, maka
pelaksaan putusan tersebut dilaksanakan menurut aturan-aturan
yang biasa untuk menjalankan perkara perdata.
Menteri perburuhan melaluia perundingan dengan Menteri-Menteri
yang kementeriannya mempunyai wakil dalam panitia pusat dapat
membatalkan atau menunda pelaksanaan putusan Panitia Pusat
apabila dipandang perlu untuk memelihara ketertiban umum dan
melindungi kepentingan negara.
Keputusan yang diatur sebagai akibat dari pembatalan atau
penundaan tersebut dapat dilaksanakan sebagai putusan panitia
pusat.
18
e. Enquete dapat diadakan apabila Panitia Pusat/Daerah tidak mempunyai
cukup keterangan atau bahan yang dianggap perlu dalam pengambilan
putusan, ataupun apabila dipandang perkara tersebut dapat membahayakan
kepentingan umum dan negara. Dan selama diadakan enquete pihak-pihak
yang berselisih tidak dapat mengambil tindakan.
19
penelitian tentang duduknya perkara dan mengadakan
sidang mediasi.
ii. Mediator dapat memanggil saksi dan saksi ahli guna
memutuskan penyelesaian perkara tersebut.
iii. Apabila tercapai kesepakatan, maka akan dibuat perjanjian
bersama yang ditandatangani para pihak serta didaftarkan
di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
untuk mendapatkan akta pendaftaran.
iv. Apabila tidak tercapai kesepakatan maka mediator dapat
mengeluarkan anjuran tertulis dan dalam kurun waktu 10
hari kerja setelah sidang mediasi pertama, anjuran tersebut
harus diserahkan kepada para pihak.
v. Para pihak harus sudah memberikan jawaban atas
persetujuan ataupun penolakan atas anjuran tersebut dalam
10 hari kerja setelah anjuran tersebut diterima.
vi. Apabila anjuran tersebut disetujui maka akan dibuatkan
perjanjian bersama oleh mediator dan didaftarkan di
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
vii. Apabila anjuran tersebut ditolak oleh salah satu pihak atau
para pihak, maka dapat melanjutkan penyelesaian
perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Setempat.
Konsiliasi, para pihak mengajukan permintaan penyelesaian
secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati
oleh para pihak. Adapun langkah-langkah penyelesaian melalui
konsiliator adalah sebagai berikut :
20
i. Dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor
instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.
ii. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
setelah menerima permintaan penyelesaian perselisihan
secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan
penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-
lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah dilakukan
sidang konsiliasi pertama.konsiliasi pertama.
iii. Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui konsiliasi, maka dibuat
Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak
dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah
hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk
mendapatkan akta bukti pendaftaran.
iv. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi,
konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis yang dalam
waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja harus
sudah disampaikan kepada para pihak. Dan para pihak
harus sudah memberikan jawaban secara tertulis dalam
waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah
menerima anjuran tertulis;
v. Apabila anjuran tersebut disetujui maka akan dibuatkan
perjanjian bersama oleh mediator dan didaftarkan di
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
21
vi. Apabila anjuran tersebut ditolak oleh salah satu pihak atau
para pihak, maka dapat melanjutkan penyelesaian
perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Setempat.
Arbitrase adalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui arbitrase meliputi perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan. Berikut prosesnya :
i. Arbiter yang berwenang menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial harus arbiter yang telah ditetapkan
oleh Menteri. Wilayah kerja arbiter meliputi seluruh
wilayah negara Republik Indonesia.
ii. Dalam hal para pihak sepakat untuk menunjuk arbiter
tunggal, maka para pihak harus sudah mencapai
kesepakatan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja tentang nama arbiter dimaksud.
iii. Dalam hal para pihak sepakat untuk menunjuk beberapa
arbiter (majelis) dalam jumlah gasal, masing-masing pihak
berhak memilih seorang arbiter dalam waktu selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari kerja, sedangkan arbiter ketiga
ditentukan oleh para arbiter yang ditunjuk dalam waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja untuk diangkat
sebagai Ketua Majelis Arbitrase.
iv. Arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian
penunjukan arbiter.
22
v. Pemeriksaan atas perselisihan harus dimulai dalam waktu
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah penanda-
tanganan surat perjanjian penunjukan arbiter.
vi. Atas kesepakatan para pihak, arbiter berwenang untuk
memperpanjang jangka waktu penyelesaian perselisihan
hubungan industrial 1 (satu) kali perpanjangan selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari kerja.
vii. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter
harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua belah
pihak yang berselisih.
viii. Apabila perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter wajib
membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para
pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter.
ix. Apabila upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) gagal, arbiter atau majelis arbiter meneruskan
sidang arbitrase.
x. Putusan sidang arbitrase ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, kebiasaan,
keadilan dan kepentingan umum.
xi. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan
putusan yang bersifat akhir dan tetap.
xii. Putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan.
xiii. (1) Terhadap putusan arbitrase, salah satu pihak dapat
mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah
23
Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbiter.
c. Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri. Pengadilan
Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada
lingkungan peradilan umum.
Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus :
i. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
ii. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
kepentingan;
iii. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan
hubungan kerja;
iv. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial
adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum.
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan
akhir dan bersifat tetap.
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan
kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan
permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja.
d. Mahkamah Kasasi di Mahkamah Agung, Salah satu pihak atau para pihak
yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus menyampaikan secara
24
tertulis melalui Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri setempat dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi
harus sudah menyampaikan berkas perkara kepada Ketua Mahkamah
Agung.
Majelis Hakim Kasasi terdiri atas satu orang Hakim Agung dan
dua orang Hakim Ad-Hoc yang ditugasi memeriksa dan mengadili
perkara perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah Agung
yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung.
Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan
hubungan kerja pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan
permohonan kasasi.
25
BAB III
PENUTUP
26
ii. perselisihan kepentingan;
iii. perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan
iv. perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan.
c. Proses Penyelesaian hubungan industrial
Pada UU 22/1957 dapat kita lihat bahwa campur tangan pemerintah
dalam proses penyelesaian hubungan industrial jelas terlihat ketika
tidak tercapainya kesepakatan antara majikan dan buruh pada
perundingan internal. Campur tangan tersebut dibuktikan dengan
adanya Panitia Daerah dan Panitia Pusat dalam proses penyelesaian
tersebut.
Pada UU 2/2004 proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial
dikembalikan kepada pihak yang berselisih, hal ini dibuktikan dengan
dihapusnya panitia daerah dan panitia pusat dalam proses tersebut dan
digantikan dengan Pengadilan Hubungan Industrial (Litigasi).
27
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
B. Peraturan Perundang-Undangan
28
29