Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat an
hidayahnya, serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna memnuhi tugas
mata kuliah “Pengembangan Kepribadian” ini dapat selesai sesuai dengan yang
diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW dan semoga kita slalu berpegangan teguh pada sunnahnya.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menambah wawasan khususnya
mengenai pentingnya pengembangan kepribadian untuk mahasiswadan adapun
metode yang penulis ambil dalam dalam penyusunan makalah ini adalah berdasarkan
pengumpulan sumber informasi dari berbagai karya tulis yang berkompeten dengan
tema makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pemikiran khususnya
untuk para pembaca dan tidak lupa penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan
makalah ini. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
untu itu kritk dan saran sangat penulis harapkan demi kebaikan untuk kedepannya
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
BAB I ........................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................6
TINJAUAN TEORI.................................................................................................................6
BAB III..................................................................................................................................40
PENUTUP.............................................................................................................................40
3.1 Kesimpulan............................................................................................................40
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.1 Rumusan Masalah
1.2 Tujuan
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
2.1.2 Struktur kepribadian
7
pengasingan, ditolak lingkungan, dan kehilangan sahabat atau
kehilangan cinta. Kebutuhan dimiliki ini terus penting sepanjang hidup.
Ada dua jenis cinta (dewasa) yakni Deficiency atau D-Love dan Being
atau Blove. Kebutuhan cinta karena kekurangan, itulah D-Love; orang
yang mencintai sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti harga diri, seks,
atau seseorang yang membuat dirinya menjadi tidak sendirian.
Misalnya : hubungan pacaran, hidup bersama atau perkawinan
yang membuat orang terpuaskan kenyamanan dan keamanannya. D-love
adalah cinta yang mementingkan diri sendiri, yang memperoleh daripada
memberi. B-Love didasarkan pada penilaian mengenai orang lain apa
adanya, tanpa keinginan mengubah atau memanfaatkan orang itu. Cinta
yang tidak berniat memiliki, tidak mempengaruhi, dan terutama
bertujuan memberi orang lain gambaran positif, penerimaan diri dan
perasaan dicintai, yang membuka kesempatan orang itu untuk
berkembang. 7 Kebutuhan Dasar
Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem) Ketika kebutuhan dimiliki dan
mencintai sudah relatif terpuaskan, kekuatan motivasinya melemah,
diganti motivasi harga diri. Ada dua jenis harga diri :
1) Menghargai diri sendiri (self respect) : kebutuhan kekuatan,
penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian,
dan kebebasan.
2) Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from other) :
kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran,
dominasi, menjadi orang penting, kehormatan, diterima dan
apresiasi. Orang membutuhkan pengetahuan bahwa dirinya dikenal
dengan baik dan dinilai dengan baik oleh orang lain.
Kebutuhan Dasar Meta : Kebutuhan Aktualisasi Diri Akhirnya sesudah
semua kebutuhan dasar terpenuhi, muncullah kebutuhan meta atau
kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan menjadi sesuatu yang orang itu
mampu mewujudkannya secara maksimal seluruh bakat –kemampuann
potensinya. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh
kepuasan dengan dirinya sendiri (Self fullfilment), untuk menyadari
semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat
8
melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak
prestasi potensinya. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi
diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari
kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada
kebutuhan semacam itu.
9
suatu susunan kebutuhan yang sistematis, suatu kebutuhan dasar harus
dipenuhi sebelum kebutuhan dasar yang lainya muncul. Kebutuhan ini
bersifat instinktif yang mengaktifkan atau mengarahkan prilaku manusia.
Meskipun kebutuhan tersebut bersifat instinktif namun prilaku yang
digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut sifatnya dipelajari,
sehingga terjadi variasi prilaku dari setiap orang dalam cara
memuaskannya. Kebutuhan itu mempunyai beberapa karakteristik sebagai
berikut :
4. Walaupun kebutuhan yang lebih tinggi itu kurang begitu perlu dalam
rangka survival, namun kebutuhanitu memberikan kontribusi terhadap
survival itu sendiri dan juga perkembangan. Kepuasan yang diperoleh
10
dari kebutuhanyang lebih tinggi itu dapat meningkatkan kesehatan,
panjang usia, dan efisien biologis. Dengan alasan ini Maslow
menamakan kebutuhan ini dengan kebutuhan perkembangan atau
berada (grower bweing needs). Motivasi untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan ini menyebabkan terjadinya dinamika atau pergerakan pada
kepribadian dan prilaku manusia. Setiap kebutuhan telah tercapai
maka kebutuhan lainnya akan mendesak sehingga manusia terdorong
untuk melakukan suatu tindakan atau prilaku untuk memenuhi
kebutuhan yag bersangkutan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
pilaku manusia timbul karena adanya motivasi untuk memenuhi
kebutuhan.
11
Alat yang terdiri dari 150 pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban
(forced-choice items), mempunyai 2 skala utama – skala kemampuan
waktu atau ketidakmampuan waktu (Time Competence or Time
Incompetence scale), mengukur apakah orang berorientasi pada masa
kini; dan skala pendukung (Support scale), mengukur apakah reaksi
seseorang berorientasi pada ‘diri sendiri’ atau ‘orang lain’ – dan 10
subskala yang mengukur derajat dari nilai-nilai aktualisasi diri,
fleksibilitas dalam menerapkan nilai-nilai, sensivitas terhadap
kebutuhan dan perasaan diri sendiri, spontanitas dalam
mengekspresikan perasaan melalui tingkah laku, penghargaan diri,
penerimaan diri, pandangan positif tentang kemanusiaan, kemampuan
untuk melihat hal-hal yang berseberangan dalam hidup sebagai sesuatu
yang berhubungan dan memiliki arti, penerimaan terhadap agresivitas,
dan kapasitas untuk berhubungan erat (Feist & Feist, 2008).
12
beda. Sedangkan tipe adalah pengelompokkan bermacam-macam trait.
Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat rergularity dan
generality yang besar daripada trait
2.2.2 Struktur kepribadian
a. Sifat (Trait)
Trait adalah sebagai struktur neuropsikik membimbing orang untuk
bertingkah laku yang konsisten lintas waktu yang tempat, merespon
secara sama kelompok stimuli yang mirip. Allport menjelaskan sifat.
sifat yang terpenting dari trait, sebagai berikut:
1. Nyata
Trait itu bukan konsep abstrak tetapi obyek nyata, yakni struktur
neuropsikis. Suatu hari nanti, neurofisiologi akan dapat menjelaskan
(misalnya pada trait takut, agresif, kejujuran, introversi, ekstraversi, dll)
2. Membuat banyak stimuli berfungsi ekuevalen
Trait itu telah menetapkan orang untuk memandang berbagai
stimulus memiliki makna yang sama dan merespon stimuli itu dengan
tingkah laku yang mirip.
3. Mengubah/menetukan tingkah laku
Trait muncul bukan hanya ada stimulus yang sesuai. Tenaga
dorongnya bervariasi, trait yang kuat memiliki motif untuk
menggerakkan tingkah laku, mendorong orang untuk mencari stimulus
yang sesuai sehingga dapat menampung ekspresi itu. Trait yang lemah
hanya berperan membimbing tingkah laku yang sudah siap untuk
bergerak.
4. Empiric
Pembuaktian empiric. Pertama, trait disimpulkan dari terjadinya
tingkahlaku berulang yang mempunyai makna yang sama, mengikuti
rentangan stimulus tertentu yang memiliki makna personal yang sama.
Kedua, trait disimpulkan berdasarkan keajegan tingkahlaku. Ketiga, trait
disimpulkan dari jawaban atau kegiatan merespon stimuli kuesioner.
5. Kemandirian yang relative
13
Trait dikenali bukan dari kemandiriannya yang kaku, tetapi dari
kecenderungannya di seputar operasi pengaruhnya. Tingkahlaku dari
suatu trait tertentu dipengaruhi oleh trait yang lain, saling tumpang
tindih – tanpa batas yang jelas.
14
baru dalam bahasa sehari-hari. Misalnya, quixotic, chauvinistic,
narcisstic, sadistic, don yuan, dan sebagainya. Karena disposisi
personal bersifat individual dan tidak ditularkan kepada orang lain,
hanya Don Quixote yang benar-benar bersifat quixotic (pelamun
berat), hanya Narcissus yang benar-benar narcistic (memperoleh
kepuasaan dari diri sendiri), dan hanya Marquis de Sade yang
memiliki disposisi cardinal sadism (memperoleh kepuasan dengan
menyiksa orang lain). Kalau nama-nama itu dipakai untuk
mendiskripsi karakter seseorang, hal itu hanya untuk memudahkan
pemahaman bahwa yang bersangkutan mempunyai sifat yang sama,
atau dengan kata lain nama-nama atau cardinal disposisi itu menjadi
trait umum (sifat yang sama yang dimiliki beberapa orang).
2. Disposisi Sentral (central disposition):
Kecenderungan sifat yang menjadi ciri seseorang, yang menjadi
titik pusat tingkah lakunya. Trait sentral adalah sifat-sifat yang biasa
ditulis dalam surat rekomendasi yang menjelaskan sifat-sifat
seseorang, seperti: posesif, ambisius, baik hati, senang berkompetisi,
dan agresif.
3. Disposisi Sekunder (Secondary Disposition)
Adalah trait yang semakin tidak umum, dan kurang penting
untuk menggambarkan kepribadian. Trait sekunder tidak menyolok,
jarang dipakai atau hanya dipakai pada kesempatan yang sangat
khusus. Allport menyarankan manakala secondary disposition itu
hanya bangkit oleh rentang stimulus situasi yang sempit, lebih tepat
disebut sikap (attitude) alih-alih sifat (trait). Misalnya, orang yang
biasanya sabar menjadi marah meledak-ledak ketika seseorang
menghina kelompok etnik penyabar itu; sifat marah itu disposisi
sekunder karena sehari-hari dia memakai disposisi sentral penyabar.
15
produk factor genetic dan belajar, dan masing-masing mungkin mengawali
atau membimbing tingkah laku. Type bias dianggap sebagai super-ordinasi
dari ketiga konsep lainnya.
1. Sifat (Trait) adalah predisposisi untuk merespon secara sama
kelompok stimuli yang mirip, penentu kecenderungan yang bersifat
umum; dapat dipakai dalam lebih banyak situasi, dan memunculkan
lebih banyak variasi respon. Trait merupakan kombinasi atau taraf
umum dari dua habit atau lebih.
2. Kebiasaan (Habit) seperti traits tetapi sebagai penentu kecenderungan
habit bersifat khusus, hanya dipakai untuk merespon satu situasi atau
stimulus dan pengulangan dari situasi atau stimulus itu.
3. Sikap (Attitude) lebih umum disbanding habit tetapi kurang umum
disbanding trait.Attitude terentang dari yang sangat spesifik sampai
yang sangat umum. Attitude berbeda dengan habit dan trait dalam hal
sifatnya yang evaluatif. Misalnya, sikap pria terhadap persamaan hak
antara pria dan wanita mungkin positif (menyetujui persamaan hak)
atau negative (tidak setuju, mengabaikan bahkan menghalangi
persamaan hak).
e. Tipe (Type)
Adalah kategori nomotetik, dan konsep yang jauh lebih luas
disbanding tiga konsep diatas. Sebagai suatu kategori, tipe akan
mengelompokkan manusia menjadi beberapa jenis atau model tingkahlaku.
Tipe merangkum ketiga konsep yang lain, menggambarkan kombinasi trait-
habit-atitud yang secara teoritik dapat ditemui pada diri seseorang. Namun
manakala kita menganalisis individu dalam hal tepenya, kita kehilangan
pengamatan mengenai sifat keunikannya. Karena tidak ada orang yang
cocok dengan tipe secara sempurna, tipe menjadi pembeda artifisial yang
mengaburkan realita.
f. Proporium
Aspek kepribadian yang teoritisi lain memberi nama self atau ego,
istilah yang Allport tidak mau memakainya, karena keduanya sudah diberi
makna yang bermacam-macam oleh banyak teoritisi. Propium adalah
sesuatu yang mengenainya kita segera sadar, sesuatu yang kita fikirkan
16
sebagai bagian yang hangat, sentral, dan privat dari kehidupan kita,
sehingga menjadi inti dari kehidupan.
Proprium adalah istilah yang diciptakan Allport yang
mengindikasikan semua fungsi self atau ego. Hal ini juga disebut fungsi
proprium (propriate function) daripada kepribadian. Fungsi tersebut adalah
kesadaran jasmani, self identity, self-esteem, self extention, rational
thinking, self image, propriate stiving, dan fungsi mengenal. Semua itu
bagian-bagian yang vital daripada kepribadian. Proprium tidak dibawa
sejak lahir tetapi berkembang didalam perkembangan individu. Allport
menggunakan kata proprium daripada self karena lebih mudah dipahami
sebagai sifat atau fungsi kepribadian secara umum. Ada tujuh aspek dalam
perkembangan proporium :
o Bodily Self : tahap 1-3.Pada 3 tahun pertama, bayi menjadi lebih
peduli terhadap keberadaan dirinya dan membedakan tubuhnya dari
objek-objek yang ada disekitarnya.
o Self Identity : anak-anak membuktikan dan menemukan identitas
mereka tetap terlepas dari perubahan di lingkungan mereka.
o Self-esteem : anak-anak mulai bangga pada prestasi (pencapaian) yang
mereka raih.
o Extension of self : tahap ke 4-5. umur 4 sampai 6 tahun. Pada masa ini
anak mengakui objek-objek yang ada di sekitarnya dan orang-orang
disekitar lingkungan mereka.
o Self-image : anak-anak mengembangkan gambaran aktual dan idealis
dalam diri mereka dan perilaku mereka serta menjadi lebih peduli
terhadap kepuasan (atau ketidakpuasan) terhadap harapan Orang tua.
o Self as a rational coper : tahap 6. Umur 6-12 tahun, anak-anak mulai
mengapli-kasikan alasan dan pengetahuan untuk mencapai solusi
terhadap masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
o Propriate striving : tahap 7. pada masa remaja awal (sebelum teenage)
mulai membentuk tujuan jangka panjang dan rencana.
2.2.3 Dinamika kepribadian
Allport menekankan bahwa pengaruh keberadaan seseorang pada
masa sekarang tidak hanya ada di dalam teori kepribadiannya tetapi juga
17
ada dalam pandangan motivasinya. Dia juga menegaskan bahwa
kehidupan masa lalu atau masa lampau tidak lagi dapat menjelaskan
prilaku seseorang kedepannya, kecuali hanya sebagai motivasi saja.
Sehingga Allport terfokus kepada individu dimasa depan ketimbang di
masa lalu.
Allport menentang teori Freud yang terfokus pada alam bawah
sadar seseorang. Menurut Allport proses kognitif seseorang juga memiliki
peran penting, yang mana suatu rencana dan tujuan seseorang dibuat
secara sadar. Sehingga ia menyimpulkan bahwa kehidupan dimasa lalu
tidak ada hubungan dan sangkutpautnya dengan kehidupan mendatang dari
tiap individu, kehidupan masa lalu itu hanya sebagai motivasi/dukungan
kearah yang lebih baik.
Kemudian Allport juga menjelaskan prosas dari kepribadian itu
dalam sebuah konsepnnya, “functional autonomy”. Konsep ini
menjelaskan bahwa motif kematangan, kesehetan emosiaonal seseorang
tidak terhubung secara fungsional kepada pengalamannya di masa lalu
sejak ia lahir. Dari konsep tersebut dapat diketahui bahwa Allport
berpendapat motivasi dari tia individu itu bersifat independent dan tidak
terkait atau terhubung dengan hal yang lainnya.
Konsep ini terdiri atas 2 level fungsi otonom, yaitu Perserevative
functional autonomy dan propriate functional autonomy. Perserevative
functional autonomy merupakan level yang dasar, berkaitan dengan
perilaku seseorang yang sudah menjadi kegiatan rutin seperti
kecanduan/tindakan fisik yang berulang. Contohnya : perokok. Propriate
functional autonomy merupakan level yang lebih penting ketimbang level
perserevative functional autonomy dan penting untuk pemahaman
motivasi dewasa dihubungan pada nilai-nilai, self-image, dan gaya hidup.
Selain itu, terdapat 3 prinsip pada level propriate functional autonomy,
yaitu :
a. Organizing the energy level, menjelaskan bagaimana kita memperoleh
motif baru.
18
b. Mastery and competence, mengacu pada level yang mana akan kita
pilih untuk memuaskan motif.
c. Propriate patterning, menjelaskan pejuang atau usaha terhadap
konsistensi dan integrasi kepribadian.
19
Mulai bisa memproyeksikan kebutuhannya tidak hanya untuk
masa sekarang tapi untuk masa yang akan datang (extension self)
Mulai mengenal apa yang diinginkannya dan yang menjadi
kebutuhannya serta mengerti akan hal – hal yang bisa memberikan
kesenangan pada dirinya (insight & humor)
Mengerti arti dan tujuan hidup yang dijalaninya, mulai memiliki
pandangan hidup atau filsafat hidup yang terus dipertahankan.
20
Cattell menyebut faktor umum ini sebagai trait, yaitu elemen
kepribadian. Hanya ketika kita mengetahui karakteristik trait seseorang lah
kita bisa memperkirakan bagaimana seseorang akan berperilaku dalam
suatu situasi.
Karena Cattell percaya bahwa kita tidak dapat menentukan suatu
kepribadian hingga kita mampu menentukan seluruh konsep yang akan
digunakan dalam suatu perilaku (trait). Untuk itu, Cattell mengemukakan
pendapatnya mengenai kepribadian, yaitu :
“Personality is that which permits a prediction of what a person will
do in a given situation”
Maksudnya adalah, kepribadian seseorang mampu memprediksi
perilaku yang akan dilakukannya dalam situasi tertentu. Kepribadian yang
dimaksud Cattell fokus dengan seluruh bentuk perilaku, baik luar dan
dalam.
21
yang menyukai laba-laba, sedangkan individu yang lainnya malah
tidak menyukai laba-laba dan menyukai serangga lainnya.
22
Sedangkan dynamic traits merupakan sifat atau karakter yang
mengendalikan tingkah laku seseorang dan juga berperan dalam
emosi, keinginan, maupun ketertarikan seseorang dalam suatu hal.
23
2.3.4 Perkembangan kepribadian
Menurut Raymond Cattell, perkembangan kepribadian manusia dibagi
menjadi empat menurut factor penyebabnya, yaitu:
1. Tahapan Perkembangan
a. Infancy
Masa infancy dimulai sejak lahir hingga umur 6 tahun (0-
6 tahun). Menurut Cattell, pada usia 0-6 tahun merupakan periode
terpenting dalam perkembangan kepribadian. Pada tahap ini, anak
sangat dipengaruhi oleh orang tua dan saudara-saudara di sekitarnya,
dan melalui pengalaman bagaimana anak memperoleh makanan dan
pengalaman bagaimana anak menjalani proses toilet training. Cattel
bukanlah seorang pengikut Freud, tetapi ia setuju dengan ide Freud
yang mengatakan bahwa tahun-tahun di awal kehidupan sangat
penting dalam membentuk kepribadian, termasuk masalah oral dan
anal yang dapat memengaruhi pembentukan kepribadian.
24
b. Childhood
Masa kanak-kanak (childhood) dimulai sejak umur 6-14
tahun. Tahap ini sering disebut periode konsolidasi dikarenakan pada
masa ini hanya sedikit saja masalah psikologis yang dialami, tidak
sekritis pada masa sebelumnya. Tahapan ini ditandai dengan
dimulainya kemandirian dan ingin bebas dari orang tuanya seiring
meningkatnya identifikasi dengan kelompok sosial atau pertemanan.
c. Adolescence
Tahap kanak-kanak diikuti oleh tahap perkembangan
kepribadian yang bermasalah dan penuh dengan tekanan (stressful),
yaitu tahap remaja di antara 14-23 tahun. Gangguan mood dan
pelanggaran meningkat pada periode ini. Konflik yang dialami pada
umumnya seputar kemandirian, jati diri, dan seks.
d. Maturity
Pada tahap dewasa awal, 23-50 tahun, pada umumnya
merupakan periode kepuasan dan produktivitas karir individu,
pernikahan, dan keluarga. Perkembangan kepribadian menjadi lebih
stabil daripada tahap sebelumnya, begitu pula secara emosional.
Tidak banyak perubahan minat dan perilaku selama tahap ini.
e. Late Maturity
Pada tahap dewasa akhir ini (50-65 tahun) meliputi
perkembangan kepribadian dalam merespon perubahan fisik, sosial,
dan psikologis. Secara fisik, terjadi penurunan setelah umur 50
tahun. Biasanya pada tahap ini, individu menilai kembali jati dirinya
selama ini dan mencoba memperbaikinya untuk menjadi pribadi
baru.
f. Old Age
Masa ini dimulai pada usia 65 tahun ke atas. Penyesuaian
diri terhadap kehilangan orang-orang terdekat seiring dengan aspek
religiusitas yang semakin meningkat, pensiun kerja, kesepian yang
mendalam, dan perasaan tidak aman adalah konflik utama pada masa
ini. Individu pada masa ini biasanya sering membicarakan kembali
masa-masa yang telah dilaluinya. Bahkan terkadang, cara pikir
individu pada masa ini terlihat seperti masa kanak-kanak.
25
2. Nature vs Nurture
Di antara pakar kepribadian, Cattell merupakan tokoh
dengan perhatian besar terhadap pengaruh relative dari keturunan dan
lingkunan dalam pembentukan kepribadian. Salah satu metode yang
dilakukan Cattell adalah MAVA (Multiple Abstract Variance Analysis).
Cattell membandingkan persamaan antara orang kembar yang diasuh di
satu keluarga, orang kembar yang diasuh keluarga berbeda, saudara
kandung tidak kembar yang diasuh di satu keluarga, dan saudara
kandung tidak kembar yang diasuh keluarga berbeda. Penelitian ini
bertujuan untuk mencari tahu seberapa besar perbedaan trait yang
dipengaruhi lingkungan dan keturunan. Berdasarkan hasil penelitian,
Cattell menunjukkan pentingnya peran keturunan pada beberapa trait.
Misalnya, data penelitian menunjukkan pengaruh keturunan terhadap
kecerdasan ± 80%, malu-malu ±80%,dan kepuasan emosional ±30%.
Salah satu hasil penelitian yang menarik adalah
ditemukannya banyak korelasi negative antara factor keturunan dan
lingkungan. Banyak orang tua mengharapkan anak yang cerdas dan
mendapatkan pendidikan baik ternyata yang terjadi justru sebaliknya.
Dalam hal ini, ada kecenderungan lingkungan memaksa factor
keturunan untuk berubah atau menyesuaikan diri. Gejala ini disebt
dengan Law of Coercion to Biosocial Mean (Hukum Pemaksaan Rataan
Sosial).
Banyak sekali pranata sosial yang berperan sebagai
sumber pembentuk kepribadian seperti sekolah, pekerjaan, kelompok
teman sebaya, namun yang paling penting adalah keluarga. Cattell juga
menyatakan bahwa 1/3 bagian kepribadian dipengaruhi oleh keturunan.
Sementara 2/3 bagian kepribadian dipengaruhi oleh lingkungan.
3. Kecemasan
Cattell menekankan pentingnya kecemasan sebagai aspek
perkembangan kepribadian individu karena bahaya dampaknya
terhadap fungsi fisik dan mental. Menurutnya, kecemasan bisa
berfungsi ganda, sebagai suatu keadaan ataupun sifat dari kepribadian.
Orang mengalami berbagai tingkat kecemasan sebagai dampak keadaan
26
yang mengancam dan menekan, maka orang itu berada dalam keadaan
cemas. Di sisi lain, ada orang yang terus menerus kronis cemas, yang
berarti cemas telah menjadi bagian dari kepribadiannya. Cattell
mengidentifikasi kecemasan ternyata digunakan untuk menggambarkan
sekurang-kurangnya lima jenis perasaan lain. Orang yang cemas kronis,
perasaan cemasnya menyebabkan ia mudah curiga, khawatir, tidak
mampu membentuk konsep diri, tegang, dan kegembiraan berlebihan.
4. Learning
Menurut Cattell, ada tiga jenis belajar untuk tujuan pengembangan
kepribadian, yaitu :
• Classical Conditioning (Asosiasi sederhanan dari kognisi yang
simultan) ; Merupakan pondasi dasar yang sangat penting bagi
cara belajar yang lain,. Secara khusus digunakan untuk
mengaitkan respon emosional dengan isyarat lingkungan.
Misalnya, seorang bayi akan belajar bahwa kemunculan ibunya
akan diiringi dengan perasaan nyaman dan aman
• Instrumental Conditioning (Asosiasi berbagai kegiatan dengan
tujuan tertentu) ; Individu belajar untuk mencapai kepuasan
terhadap tujuannya melalui kegiatan ataupun tingkah laku.
Misalnya, seorang anak akan menangis terus-menerus agar
ibunya berhenti menghukumnya
• Integration Learning ; Individu akan belajar untuk
memaksimalkan kepuasan jangka panjang dengan memilih
perilaku tertentu untuk diekspresikan dan perilaku lainnya untuk
ditahan atau disublimasi. Belajar terintegrasi ini lebih
membentuk individu untuk lebih mengaktifkan superego-nya.
Misalnya, seseorang akan belajar menekan perilaku
kebebasannya dan lebih memilih mengekspresikan cinta dan
perlindungan dari orang tua
27
Hans Eysenck lahir di Jerman pada tanggal 4 maret 1914. Menurut
Eysenck, kepribadian adalah jumlah total pola tindakan aktual atau potensial
organisme yang ditentukan oleh hereditas dan lingkungan. Kepribadian itu
sendiri terbentuk dan berkembang melalui adanya interaksi fungsional empat
faktor yaitu faktor kognitif (intelegensi), faktor konatif (karakter), faktor
afektif (temperamen), dan faktor somatik (konstitusi).
Corak yang khas pada pendapat Eysenck ini adalah kata “faktor somatik”.
Perhatian terhadap faktor konstitusional ini muncul dari pengalaman praktis,
dimana dalam tugasnya, Eysenck sering menggunakan tubuh sebagai variabel
kepribadian yang relevan.
1. Type
2. Trait
3. Habitual Response
4. Specific Response
28
Type (tipe) merupakan kumpulan dari trait. Eysenck membagi tipe
menjadi 3 dimensi:
29
dalam tingkatan yang berbeda.
Berdasarkan pendapat Jung yang didukung oleh Eysenck
(Suryabrata,1995; Naisaban, 2003) ada tiga type kepribadian manusia :
Extraversion
Konsep Eysenck mengenai ekstraversi mempunyai sembilan sifat
dan introversi adalah kebalikan dari trait ekstraversi, yakni: tidak
sosial, pendiam, pasif, ragu, banyak fikiran, sedih, penurut, pesimis,
penakut.
Eysenck yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara
ekstraversi dan introversi adalah tingkat keterangsangan korteks (CAL
= Cortical Arausal Level), kondisi fisiologis yang sebagian besar
bersifat keturunan. CAL adalah gambaran bagaimana korteks mereaksi
stimulasi indrawi. CAL tingkat rendah artinya korteks tidak peka,
reaksinya lemah. Sebaliknya CAL tinggi, korteks mudah terangsang
untuk bereaksi. Orang yang ekstraversion CAL-nya rendah, sehingga
dia banyak membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan
korteksnya. Sebaliknya introvers CAL-nya tinggi, dia hanya
membutuhkan rangsangan sedikit untuk mengaktifkan korteksnya.
Sehingga orang yang introvers menarik diri, menghindar dari riuh-
rendah situasi disekelilingnya yang dapat membuatnya kelebihan
rangsangan.
Extrovert Introvert
Orang Extrovert lebih memilih Orang introvert memilih aktivitas
berpartisipasi dalam kegiatan yang miskin rangsangan sosial, seperti
bersama, pesta hura-hura, membaca, olahraga soliter (main ski,
olahraga beregu (sepakbola, atletik), organisasi persaudaraan
arung jeram), minum alkohol eksklusif.
dan mengisap mariyuana.
Kondisi keramaian meningkatk Lebih sensitive terhadap rasa sakit dan
anperforma orang-orang Cenderunglebihberhati-hati
Extrovert
Ekstravert lebih memilih libura introvert
30
n yang kurang membutuhkan sesuatu yang
mengandung interaksi dengan baru
orang lain
Ekstravert lebih aktif secara sek Introvert lebih baik di sekolah
sual
Ekstravert menikmati humor sedangkan introvert
seksual dan agresif yang lebih memilih bentuk humor
eksplisit intelektual seperti permainan kata
dancanda yang tersamar.
Neurotisisme
Neurotisisme-stabiliti mempunyai komponen hereditas yang kuat,
seperti gangguan kecemasan, histeria, dan obsesif-kompulsif. Juga ada
keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari kembar-fraternal
dalam hal jumlah tingkah laku antisosial dan asosial seperti kejahatan
orang dewasa, homoseksualitas.
Dasar biologis dari neurotisisme adalah kepekaan reaksi sistem
syaraf otonom (ANS=Automatic Nervous Reactivity). Orang yang
kepekaan ANS-nya tinggi, pada kondisi lingkungan wajar sekalipun
sudah merespon secara emosional sehingga mudah mengembangkan
gangguan neurotik.
Dasar biologis dari neurotisisme adalah kepekaan reaksi sistem
syaraf otonom (ANS=Automatic Nervous Reactivity).
31
ekstravers
Keterangan :
o A adalah orang introvert-neurotik (ekstrim introvers dan ekstrim
neurotisisme). Orang itu cenderung memiliki simpton-simpton
kecemasan, depresi, fobia, dan obsesif-kompulsif, disebut
mengidap gangguan psikis tingkat pertama (disorders of the first
kind).
o B adalah orang ekstravers-neurotik. Orang itu cenderung
psikopatik, kriminal, atau mengidap gangguan psikis tingkat kedua
(disorders of the second kind).
o C adalah orang normal yang introvers; tenang, berpikir
mendalam, dapat dipercaya.
o D adalah orang yang normal-ekstravers; riang, responsif, senang
bicara/bergaul.
Psychoticism
Psychoticism, ditambahkan ke model pada akhir tahun 1970,
berdasarkan kolaborasi antara Eysenck dan istrinya, Sybil BG
Eysenck, yang adalah editor saat Personality and Individual
Differences.
Orang yang skor psikotisismenya tinggi memiliki sifat agresif,
dingin, egosentrik, impulsif, antisosial, keatif, keras hati. Sebaliknya
orang yang skor psikotisismenya rendah memiliki trait baik hati,
hangat, penuh perhatian, akrab, tenang, sangat sosial,empatik,
kooperatif, dan sabar. Secara keseluruhan tiga dimensi kepribadian itu
75% bersifat herediter, dan hanya 25% yang menjadi fungsi
lingkungan. Psikotisisme juga mengikuti model stres-diatesis
(diathesis-stress model). Orang yang variabel psikotismenya tinggi
tidak harus psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi untuk
mengidap stress dan mengembangkan gangguan psikotik. Pada masa
orang hanya mengalami stress yang rendah, skor P yang tinggi
mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika mengalami stress
32
yang berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang berat itu
sudah lewat fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali.
Fitur Eysenck adalah pandangannya yang berhubungan dengan
Hipocrates dan Gallen yang mengetengahkan empat tipe kepribadian
dasar : Melankonis, Plegmatis, Koleris, dan Sanguis.
o Tinggi N dan Rendah E = tipe melankolis
o Tinggi N dan Tinggi E = tipe koleris
o Rendah N dan Tinggi E = tipe sanguinis
o Rendah N dan Rendah E = tipe plegmatis
Tipe Trait
Sanguinis Mempunyai energi yang besar , suka bersenang-senang dan
supel. Mereka suka mencari perhatian, sorotan, kasih saying,
dukungan, dan penerimaan orang disekelilingnya. Orang yang
bertype sanguine suka memulai percakapan dan menjadi
sahabat bagi semua orang. Orang tipe ini biasanya optimis dan
selalu menyenangkan. Namun, bila ia tidak teratur, emosional
dan sangant sensitive terhadap apa yang dikatakan orang
terhadap dirinya. Dalam pergaulan, orang sanguine sering
dikenal sebagai tukang bicara.
Korelis Suka berorientasi pada sasaran. Aktivitasnya dicurahkan untuk
berprestasi, memimpin, dan mengorganisasikan. Orang yang
bertype koleris menuntut loyalitas dan penghargaan dari
sesame, berusaha mengendalikan dan mengharapkan
pengakuan atas prestasinya, serta suka ditantang dan mau
menberima tugas-tugas sulit. Tapi juga mereka suka merasa
benar sendiri, suka kecanduan jika melakukan sesuatu, keras
kepala, dan tidak peka terhadap perasaan orang lain. Orang
koleris seperti ini sering diidentifikasikan sebagai pelaksanan.
Melankolis Cenderung diam dan pemikir. Ia berusaha mengejar
kesempurnaan dari apa yang menurutnya penting. Orang
dalamn type ini butuh ruang dan ketenangan supaya mereka
bisa berpikir dan melakukan sesuatu. Orang bertype melankolis
33
berorientasi pada tugas, sangat berhati-hati, perfeksionis, dan
suka keteraturan. Karena itu, orang melankolis sering kecewa
dan depresi jika apa yang diharapkan tidak sempurna. Orang
melankolis sering diidentifikasikan sebagai pemikir.
34
bisa jadi cukup satu peristiwa traumatis untuk membuat orang itu
mengembangkan reaksi kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar
berubah (diathesis stress model).
Sekali kondisioning ketakutan atau kecemasan terjadi, pemicunyaakan
berkembang bukan hanya terbatas kepada obyek atau peristiwa asli, tetapi
ketakutan/kecemasan itu juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan
stimulus asli atau stimulus yang dianggap berkaitan dengan stimulus asli.
Setiap kali orang menghadapi stimulus yang membuatnya merespon dalam
bentuk usaha menghindar atau mengurangi kecemasan, menurut Eysenck,
orang itu menjadi terkondisi perasaan takut/cemasnya dengan stimuli yang
baru saja dihadapinya. Jadi kecenderungan orang untuk merespon dengan
tingkahlaku neurotik semakin meluas, sehingga orang itu menjadi mereaksi
dengan ketakutan stimuli yang hanya sedikit mirip atau bahkan tidak mirip
sama sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang asli.
Menurut Eysenck, stimulus baru begitu saja dapat diikatkan dengan
stimulus asli, sehingga orang mungkin mengembangkan cara merespon
stimuli yang terjadi serta merta akibat adanya stimulis itu, tanpa tujuan
fungsional. Eysenck menolak analisis psikodinamik yang memandang
tingkahlaku neurotik dikembangkan untuk tujuan mengurangi kecemasan.
Menurutnya, tingkahlaku neurotik sering dikembangkan tanpa alasan yang
jelas, sering menjadi kontraproduktif, semakin meningkatkan kecemasan dan
bukannya menguranginya
Jika tingkahlaku itu diperoleh dari belajar, logikanya tingkahlaku itu juga
bisa dihilangkan denagn belajar. Eysenck memilih model terapi tingkahlaku,
atau metoda menangani tekanan psikologis yang dipusatkan pada pengubahan
tingkahlaku salahsuai alih-alih mengembangkan pemahaman mendalam
35
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
36
DAFTAR PUSTAKA
37