Anda di halaman 1dari 28

AKREDITASI KLINIK

PASIEN DENGAN KEBUTUHAN DARURAT, MENDESAK, ATAU


SEGERA DIBERIKAN PRIORITAS UNTUK ASESMEN DAN
PENGOBATAN
(Tugas Stase Poliklinik Universitas Lampung)

Oleh:
Iqbal Lambara Putra 1818012011
Annisa Abdillah 1718012042
Vika Annisa Putri 1718012071

Pembimbing :
dr. Dian Isti Angraeni, M.P.H

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTASKEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atasberkat
dan pertolongan-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah tugas ini.

Makalah dengan judul “Akreditasi Klinik : Pasien Dengan Kebutuhan Darurat,


Mendesak, Atau Segera Diberikan Prioritas Untuk Asesmen Dan Pengobatan”
merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.Pada kesempatan ini penulis haturkan
terima kasih yang tulus kepada dr. Dian Isti Angraeni, M.P.H selaku
pembimbing makalah ini yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
membimbing hingga terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini, akan tetapi
dengan kerendahan hati penulis berharap makalah ini dapat memperkaya ilmu
pengetahuan bagi dunia pendidikan dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandarlampung, Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2.Tujuan ...................................................................................................... 2
1.2.1. Tujuan Umum ............................................................................ 2
1.2.2. Tujuan Khusus ........................................................................... 2
1.3.Manfaat .................................................................................................... 2
1.3.1. Manfaat Bagi Mahasiswa .......................................................... 2
1.3.2. Manfaat Bagi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama .................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Klinik ...................................................................................................... 4
2.1.1. Pengertian Klinik .......................................................................... 4
2.1.2. Jenis Klinik ................................................................................... 4
2.1.3. Kewajiban Klinik.......................................................................... 6
2.1.4. Ketenagaan Klinik ........................................................................ 6
2.2. Kegawatdaruratan ................................................................................... 7
2.2.1. Penanganan Kegawatdaruratan Prafasilitas Pelayanan Kesehatan
................................................................................................................ 8
2.2.2. Penanganan Kegawatdaruratan Intrafasilitas Pelayanan
Kesehatan ............................................................................................. 10
2.2.3. Penanganan Kegawatdaruratan Antarfasilitas Pelayanan ......... 12
Kesehatan ............................................................................................. 12
2.3. Akreditasi .............................................................................................. 13
2.3.1. Akreditasi Klinik Pratama .......................................................... 13
2.3.2. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien ................................... 16

BAB III ANALISIS ............................................................................................. 18


BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan ........................................................................................... 23
4.2. Saran ..................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Puskesmas dan Klinik merupakan ujung tombak dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk dapat menyediakan pelayanan
kesehatan yang aman dan bermutu, perlu dibakukan dan dikembangkan sistem
pelayanan klinis yang minimal dari variasi proses yang terjadi akibat kurang
optimalnya pengukuran, monitoring, pengendalian, pemeliharaan, serta
pendokumentasian terhadap proses pelayanan klinis maupun manajemen
pelayanan, dan tidak berjalannya perbaikan sistem pelayanan yang
berkesinambungan. Variasi proses tersebut dapat diatasi dengan dibakukannya
sistem manajemen mutu dan sistem pelayanan klinis yang ditindak lanjuti
dengan perbaikan mutu yang berkesinambungan serta diterapkannya kaidah-
kaidah keselamatan pasien (Permenkes RI No 46, 2015).

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar
dan/atau spesialistik (Permenkes RI No 9, 2014). Saat pasien datang ke klinik
untuk memperoleh pertolongan terhadap sakit yang dideritanya maka petugas
kesehatan harus melakukan kajian awal yang lengkap dalam menetapkan
alasan kenapa pasien perlu mendapat pelayanan klinis di klinik (Permenkes
RI, 2015).

Pasien dapat datang dalam keadaan tenang maupun dalam keadaan kegawatan
yang memerlukan pelayanan kegawatdaruratan. Pelayanan kegawatdaruratan
ini merupakan tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasien gawat darurat
dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan.
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan penanganan
kegawatdaruratan yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan
(Permenkes RI No. 47, 2018). Oleh karena itu, diperlukan pengkajian
mengenai akreditasi pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera
diberikan prioritas untuk asesmen dan pengobatan khususnya di Poliklinik
Universitas Lampung.

1.2.Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Melakukan pengkajian akreditasi klinik pada pelayanan pasien dengan
kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diberikan prioritas untuk
asesmen dan pengobatan.

1.2.2. Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus pembuatan makalah ini, sebagai berikut :
1. Mengetahui prosedur pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak,
atau segera diberikan prioritas untuk asesmen dan pengobatan.
2. Mengetahui pentingnya standar operasional prosedur pada
pelayanan pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera
diberikan prioritas untuk asesmen dan pengobatan.
3. Mempelajari pengaplikasian pembuatan standar operasional
prosedur pada pelayanan pasien dengan kebutuhan darurat,
mendesak, atau segera diberikan prioritas untuk asesmen dan
pengobatan.

1.3.Manfaat
1.3.1. Manfaat Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana pembelajaran untuk melakukan penilaian terhadap
akreditasi klinik pada pelayanan pasien dengan kebutuhan darurat,
mendesak, atau segera diberikan prioritas untuk asesmen dan
pengobatan.

2
1.3.2. Manfaat Bagi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Sebagai kajian dalam menjamin pelayanan kesehatan primer yang
berkualitas dalam pelayanan pasien dengan kebutuhan darurat,
mendesak, atau segera diberikan prioritas untuk asesmen dan
pengobatan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klinik

2.1.1. Pengertian Klinik


Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
dan menyediakan pelayanan medis dasar dan atau spesialistik,
diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan
dipimpin oleh seorang tenaga medis (Permenkes RI No.9, 2014).

2.1.2. Jenis Klinik


a. Klinik Pratama
Klinik pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan
pelayanan medik dasar yang dilayani oleh dokter umum dan
dipimpin oleh seorang dokter umum. Berdasarkan perijinannya
klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha ataupun perorangan.
b. Klinik Utama
Klinik utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
Spesialistik berarti mengkhususkan pelayanan pada satu bidang
tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis
penyakit tertentu. Klinik ini dipimpin seorang dokter spesialis
ataupun dokter gigi spesialis. Berdasarkan perijinannya klinik ini
hanya dapat dimiliki oleh badan usaha berupa CV, ataupun PT.
Adapun perbedaan antara klinik pratama dan klinik utama adalah:
a. Pelayanan medis pada klinik pratama hanya pelayanan medis
dasar, sementara pada klinik utama mencangkup pelayanan medis
dasar dan spesialis;
b. Pimpinan klinik pratama adalah dokter atau dokter gigi, sementara
pada klinik utama pimpinannya adalah dokter spesialis atau dokter
gigi spesialis;
c. Layanan di dalam klinik utama mencangkup layanan rawat inap,
sementara pada klinik pratama layanan rawat inap hanya boleh
dalam hal klinik berbentuk badan usaha;
d. Tenaga medis dalam klinik pratama adalah minimal dua orang
dokter atau dokter gigi, sementara dalam klinik utama diperlukan
satu orang spesialis untuk masing-masing jenis pelayanan.

Adapun bentuk pelayanan klinik dapat berupa:


a. Rawat jalan;
b. Rawat inap;
c. One day care;
d. Home care;
e. Pelayanan 24 jam dalam 7 hari.

Perlu ditegaskan lagi bahwa klinik pratama yang menyelenggarakan


rawat inap, harus memiliki izin dalam bentuk badan usaha. Mengenai
kepemilikan klinik, dapat dimiliki secara perorangan ataupun badan
usaha. Bagi klinik yang menyelenggarakan rawat inap maka klinik
tersebut harus menyediakan berbagai fasilitas yang mencakup: (1)
ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan; (2) minimal 5 bed,
maksimal 10 bed, dengan lama inap maksimal 5 hari; (3) tenaga medis
dan keperawatan sesuai jumlah dan kualifikasi; (4). dapur gizi dan (5)
pelayanan laboratorium klinik pratama (Permenkes RI No.9, 2014).

5
2.1.3. Kewajiban Klinik
Klinik memiliki kewajiban yang meliputi:
1. Memberikan pelayanan aman, bermutu, mengutamakan
kepentingan pasien,sesuai standar profesi, standar pelayanan dan
standar prosedur operasional;
2. Memberikan pelayanan gawat darurat pada pasien sesuai
kemampuan tanpa meminta uang muka terlebih
dahulu/mengutamakan kepentingan pasien;
3. Memperoleh persetujuan tindakan medis;
4. Menyelenggarakan rekam medis;
5. Melaksanakan sistem rujukan;
6. Menolak keinginan pasien yang tidak sesuai dengan standar
profesi, etika dan peraturan perundang-undangan;
7. Menghormati hak pasien;
8. Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya;
9. Memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional;
10. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan
(Permenkes RI No.9, 2014).

2.1.4. Ketenagaan Klinik


Pimpinan klinik pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi.
Pimpinan klinik utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya.
Pimpinan klinik sebagaimana dimaksud pada ayat dan ayat merupakan
penanggung jawab klinik dan merangkap sebagai pelaksana pelayanan.
Tenaga medis pada klinik pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang
dokter dan/atau dokter gigi. Lain hal nya dengan klinik utama, minimal
harus terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dari masing-masing
spesialisasi sesuai jenis pelayanan yang diberikan. Klinik utama dapat
mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi sebagai tenaga pelaksana
pelayanan medis. Dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud di
atas harus memiliki kompetensi setelah mengikuti pendidikan atau
pelatihan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik.

6
Jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga kesehatan lain serta tenaga non
kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang
diberikan oleh klinik.

Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai surat


tanda registrasi dan surat izin praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan
perundang - undangan. Begitu juga tenaga kesehatan lain yang bekerja
di klinik harus mempunyai surat izin sebagai tanda registrasi/ surat
tanda registrasi dan surat izin kerja (SIK) atau surat izin praktik
apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar
pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien, mengutamakan
kepentingan dan keselamatan pasien. dan juga klinik dilarang
mempekerjakan tenaga kesehatan warga negara asing (Permenkes RI
No.9, 2014).

2.2. Kegawatdaruratan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 47 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Kegawatdaruratan, Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang
membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan. Pasien gawat daruratadalah orang yang berada dalam
ancaman kematian dankecacatan yang memerlukan tindakan medis segera.
Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh
pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan
pencegahan kecacatan.

Kriteria kegawatdaruratan berdasarkan Permenkes RI No. 47 Tahun 2018,


yaitu:
a. Mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang lain/lingkungan;
b. Adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi;
c. Adanya penurunan kesadaran;

7
d. Adanya gangguan hemodinamik; dan/atau
e. Memerlukan tindakan segera.

Pelayanan Kegawatdaruratan meliputi penanganan kegawatdaruratan:


a. Prafasilitas pelayanan kesehatan
b. Intrafasilitas pelayanan kesehatan
c. Antarfasilitas pelayanan kesehatan

2.2.1. Penanganan Kegawatdaruratan Prafasilitas Pelayanan Kesehatan


Penanganan Kegawatdaruratan prafasilitas pelayanan kesehatan
merupakan tindakan pertolongan terhadap Pasien yang cepat dan tepat
di tempat kejadian sebelum mendapatkan tindakan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Penanganan Kegawatdaruratan prafasilitas ini
turut berperan penting dalam menentukan keselamatan jiwa maupun
menurunkan risiko kecacatan pada Pasien. Waktu tanggap secara
umum untuk tindakan penanganan Pasien trauma atau nontrauma
dilakukan segera mungkin. Penanganan kegawatdaruratan prafasilitas
pelayanan kesehatan meliputi triase, resusitasi, stabilisasi awal, dan
evakuasi (Permenkes RI No. 47, 2018)

Berpedoman pada respon cepat, penanganan kegawatdaruratan


prafasilitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
ada pada Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu/Public Safety Center
(PSC) 119 atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdekat, dan dapat
melibatkan masyarakat awam dengan bantuan operator. Selain
pelayanan kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan, dibutuhkan
pelayanan ambulans dan sistem komunikasi sebelum dibawa ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Keberhasilan penanganan
kegawatdaruratan prafasilitas pelayanan kesehatan bergantung pada
keberadaan dan kemampuan dari:

A. Akses dan Komunikasi


Pusat komunikasi adalah nomor panggilan kegawatdaruratan 119,
yang merupakan komponen paling vital pada penanganan

8
kegawatdaruratan prafasilitas pelayanan kesehatan. Pusat
komunikasi berperan dalam mengumpulkan informasi dari penelpon
dan memberikan bimbingan pertolongan pertama bagi Pasien serta
mendistribusikan informasi kepada PSC 119 di daerah dekat
kejadian/lokasi kejadian. Bagi daerah yang belum memiliki nomor
panggilan kegawatdaruratan 119 dapat menggunakan saluran
komunikasi lainnya.

Petugas pusat komunikasi berperan dalam mencarikan Fasilitas


Pelayanan Kesehatan terdekat yang sesuai dengan kebutuhan
sehingga Pasien dibawa ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
tepat. Selain itu Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dituju dapat
mempersiapkan ruangan, peralatan maupun dokter dan dokter gigi
serta tenaga kesehatan bagi Pasien.

B. Pelayanan Kegawatdaruratan di Tempat Kejadian


Dalam rentang kondisi prafasilitas pelayanan kesehatan,
kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja sehingga
diperlukan peran serta dan bantuan masyarakat serta tenaga
kesehatan dengan ambulans dari PSC 119 maupun dari Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Adapun tindakan yang dapat dilakukan dalam
penanganan kegawatdaruratan prafasilitas pelayanan kesehatan
antara lain:

1. Masyarakat awam:
a. Menyingkirkan benda-benda yang dapat menimbulkan risiko
bertambahnya Pasien.
b.Meminta pertolongan kepada orang sekitar, aparat dan petugas
keamanan.
c. Menghubungi call center 119 atau nomor kegawatdaruratan
lain jika belum tersedia PSC 119.
d.Melakukan pertolongan yang dapat dilakukan dengan panduan
call center 119/petugas.

9
2. Tenaga kesehatan dari PSC 119 ataupun dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan:
a. Triase
Memilah kondisi Pasien agar mendapatkan pelayanan yang
sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya. Tindakan ini
berdasarkan prioritas ABCDE (Airway, Breathing,
Circulation, Disability, Environment).

b. Stabilisasi/Resusitasi
Resusitasi diperuntukkan bagi Pasien yang mengalami henti
jantung ataupun yang mengalami krisis tanda vital (jalan
napas, pernapasan, sirkulasi, kejang).

c. Evakuasi Medik
Evakuasi medik merupakan upaya memindahkan Pasien dari
lokasi kejadian ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
dibutuhkan oleh Pasien dengan menggunakan ambulans
transportasi atau ambulans Gawat Darurat disertai dengan
upaya menjaga resusitasi dan stabilisasi. Apabila tidak
terdapat ambulans transportasi atau ambulans Gawat Darurat,
evakuasi medik dapat dilakukan dengan menggunakan alat
transportasi lain di sekitar lokasi kejadian dengan tetap
melakukan upaya menjaga resusitasi dan stabilisasi.
Ambulans Gawat Darurat harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan standar, yang meliputi persyaratan kelayakan jalan
kendaraan, kelengkapan peralatan medis, kelengkapan
peralatan nonmedis, dan ketenagaan yang meliputi tenaga
kesehatan dan tenaga nonkesehatan (Permenkes RI No. 47,
2018).

2.2.2. Penanganan Kegawatdaruratan Intrafasilitas Pelayanan


Kesehatan
Puskesmas rawat inap dan Klinik rawat inap harus memiliki ruang
Gawat Darurat sebagai tempat Pelayanan Kegawatdaruratan. Bagi

10
Puskesmas nonrawat inap, Klinik nonrawat inap, dan tempat praktik
mandiri Dokter dan Dokter Gigi/tenaga kesehatan melaksanakan
Pelayanan Kegawatdaruratan di ruang tindakan (Permenkes RI No. 47,
2018).

2.2.2.1. Pelayanan
Pelayanan Kegawatdaruratan yang dilaksanakan di Puskesmas,
Klinik, dan tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi
meliputi pelayanan triase, survei primer, survei sekunder,
tatalaksana definitif dan rujukan. Sedangkan bagi tempat
praktik mandiri tenaga kesehatan, pelayanan Kegawatdaruratan
meliputi pelayanan triase, survei primer, dan rujukan. Apabila
diperlukan evakuasi, Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat
pertama yang menjadi bagian dari SPGDT dapat melaksanakan
evakuasi tersebut (Permenkes RI No. 47, 2018).

2.2.2.2. Sumber Daya Manusia


Puskesmas dan Klinik harus memiliki:
a. Dokter dan Dokter Gigi
1) Dokter/dokter gigi dengan kemampuan untuk melakukan
triase, survei primer (resusitasi dan stabilisasi), survei
sekunder, dan tatalaksana definitif sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya.
2) Dokter spesialis/dokter gigi spesialis di Klinik utama
dengan kemampuan untuk melakukan triase, survei
primer (resusitasi dan stabilisasi), survei sekunder, dan
tata laksana definitif sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya.

Dokter dan Dokter Gigi di Puskesmas rawat inap dalam


memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan dapat berstatus on
call, untuk penanganan kasus kegawatdaruratan di luar jam
operasional.

11
b. Perawat
Perawat minimal setingkat Diploma 3 yang memiliki
kompetensi kegawatdaruratan. Kompetensi
kegawatdaruratan dapat diperoleh dari pendidikan ataupun
pelatihan terkait pelayanan kegawatdaruratan.

c. Tenaga Kesehatan Lain dan Tenaga Nonkesehatan


Kebutuhan jenis dan jumlah tenaga kesehatan lain dan
tenaga nonkesehatan disesuaikan dengan kebutuhan
pelayanan dan tingkat kemampuan masing-masing Fasilitas
Pelayanan Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan (Permenkes RI No. 47, 2018).

2.2.2.3. Sarana, Prasarana, Obat, Bahan Medis Habis Pakai, dan


Alat Kesehatan
Standar sarana, prasarana, obat, bahan medis habis pakai, dan
alat kesehatan mengikuti standar Puskesmas, Klinik, tempat
praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi/tenaga kesehatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang
harus diperhatikan untuk Ruang Gawat Darurat diharapkan
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Luas ruang gawat darurat disesuaikan dengan beban kerja
dan ketersediaan sumber daya fasilitas pelayanan
kesehatan.
b. Lokasi ruang gawat darurat harus mudah diakses oleh
masyarakat yang membutuhkan pelayanan gawat darurat
dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan dari luar
fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes RI No. 47, 2018).

2.2.3. Penanganan Kegawatdaruratan Antarfasilitas Pelayanan


Kesehatan
Penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan merupakan tindakan
rujukan terhadap pasien dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan ke

12
fasilitas pelayanan kesehatan lainyang lebih mampu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes RI No. 47,
2018).

2.3. Akreditasi
Akreditasi adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen
penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi
standar Akreditasi. Pengaturan Akreditasi bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien;
b. Meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan,
masyarakat dan lingkungannya, serta Puskesmas, Klinik Pratama, tempat
praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi sebagai
institusi; dan
c. Meningkatkan kinerja Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik
mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi dalam pelayanan
kesehatan perseorangan dan/atau kesehatan masyarakat (Permenkes RI
No. 46, 2015).

2.3.1. Akreditasi Klinik Pratama


Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpenting dari
pembangunan nasional dengan tujuan tujuan diselenggarakannya
pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan
kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing
sumber daya manusia Indonesia(Permenkes RI No. 46, 2015).

Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional tersebut


perlu dilakukan upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan
terpadu dan pelayanan kesehatan baik yang disediakan oleh
pemerintah maupun swasta. Puskesmas dan Klinik sebagai Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama memegang peranan penting dalam

13
mewujudkan pembangunan kesehatan ini (Permenkes RI No. 46,
2015).

Untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang aman dan


bermutu, perlu dikembangkan sistem pelayanan klinis yang minimal
dari variasi proses yang terjadi akibat kurang optimalnya pengukuran,
monitoring, pengendalian, pemeliharaan, serta pendokumentasian
terhadap proses pelayanan klinis maupun manajemen pelayanan, dan
tidak berjalannya perbaikan sistem pelayanan yang berkesinambungan
(Permenkes RI No. 46, 2015).

Untuk menilai apakah sistem pelayanan klinis dan sistem manajemen


mutu di Puskesmas dan Klinik berjalan dengan baik, aman dan
minimal dari risiko, serta selalu dilakukan upaya perbaikan proses
pelayanan secara berkesinambungan dan konsisten, maka perlu
dilakukan penilaian akreditasi terhadap Puskesmas dan Klinik dalam
memberikan pelayanan klinis kepada masyarakat (Permenkes RI No.
46, 2015).

Tujuan utama akreditasi adalah untuk pembinaan peningkatan mutu,


kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem
manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan
pelayanan klinis, serta penerapan manajemen risiko, dan bukan
sekedar penilaian untuk mendapatkan sertifikat akreditasi (Permenkes
RI No. 46, 2015).

Pendekatan yang dipakai dalam akreditasi adalah keselamatan dan hak


pasien dan keluarga, dengan tetap memperhatikan hak petugas. Prinsip
ini ditegakkan sebagai upaya meningkatkan kualitas dan keselamatan
dalam pelayanan klinis. (Permenkes RI No. 46, 2015).

14
Standar akreditasi disusun dalam 4 Bab, yaitu:
Bab I Kepemimpian dan Manajemen Klinik
1.1 Persyaratan Pendirian dan Perijinan Klinik (persyaratan lokasi,
bangunan dan ruang, prasarana, peralatan, dan ketenagaan)
1.2 Persyaratan Ketenagaan Klinik
1.3 Tata Kelola Kinik (pengorganisasian klinik, pengelolaan klinik,
pengelolaan keuangan, pengelolaan data dan informasi)
1.4 Hak dan Kewajibab Pengguna Pelayanan
1.5 Kontrak Pihak Ketiga
1.6 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana

Bab II Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien


2.1 Proses Pendaftaran Pasien
2.2 Pengkajian
2.3 Keputusan Layanan Klinis
2.4 Rencana Layanan Klinis
2.5 Rencana Rujukan
2.6 Pelaksanaan Layanan
2.7 Pelayanan Anestesi Lokal, Sedasi, dan Pembedahan
2.8 Pendidikan Kesehatan dan Konseling kepada Pasien/Keluarga
2.9 Makanan dan Terapi Nutrisi
2.10 Pemulangan dan Tindak Lanjut

Bab III Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK) Pelayanan


Laboratorium
3.1 Pelayanan Laboratorium tepat waktu, memenuhi standar, hukum,
dan peraturan
3.2 Pelayanan Obat
3.3 Pelayanan Radiodiagnostik
3.4 Manajemen Informasi-Rekam Medis
3.5 Manajemen Keamanan Lingkungan
3.6 Manajemen Peralatan
3.7 Manajemen Sumber Daya Manusia

15
Bab IV Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien
4.1 Tanggung Jawab Tenaga Klinis (perencanaan, monitoring, dan
evaluasi mutu layanan klinis dan keselamatan)
4.2 Pemahaman Mutu Layanan Klinis
4.3 Pengukuran Mutu Layanan Klinis dan Sasaran Keselamatan
Pasien
4.4 Peningkatan Mutu Layanan Klinis dan Keselamatan Pasien

2.3.2. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien


Pada Permenkes RI No. 46 tahun 2015 BAB II mengenai layanan
klinis yang berorientasi pasien terdapat poin 2.2.3. dengan kriteria
“Pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diberikan
prioritas untuk asesmen dan pengobatan”.

2.3.2.1. Pokok Pikiran


- Pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera
(emergensi), diidentifikasi dengan proses triase. Bila telah
diidentifikasi sebagai keadaan dengan kebutuhan darurat,
mendesak, atau segera, pasien tersebut secepat mungkin
diperiksa dan mendapat asuhan. Pasien-pasien tersebut
didahulukan diperiksa dokter sebelum pasien yang lain,
agar dapat ditetapkan diagnosis dan memperoleh
pengobatan sesuai dengan kebutuhan.
- Pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk
bila klinik tidak dapat menyediakan pelayanan emergensi
yang dibutuhkan pasien, dan pasien memerlukan rujukan ke
pelayanan yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.

2.3.2.1. Elemen Penilaian


- Petugas gawat darurat melaksanakan proses triase untuk
memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.
- Petugas tersebut dilatih menggunakan kriteria ini.
- Pasien diprioritaskan atas dasar urgensi kebutuhan.

16
- Pasien emergensi diperiksa dan dibuat stabil terlebih dahulu
sesuai kemampuan klinik sebelum dirujuk ke pelayanan
yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.

17
BAB III
ANALISIS

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 tahun


2015 tentang akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri dokter,
dan tempat praktik mandiri dokter gigi, terdapat kriteria poin 2.2.3 mengenai
pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diberikan prioritas untuk
asesmen dan pengobatan dengan pokok pikiran antara lain :
 Pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera emergensi,
diidentifikasi dengan proses triase. Bila telah diidentifikasi sebagai keadaan
dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera (seperti infeksi melalui
udara/airborne), pasien ini sesegera mungkin diperiksa dan mendapat asuhan.
Pasien-pasien tersebut didahulukan diperiksa dokter sebelum pasien yang
lain, mendapat pelayanan diagnostik sesegera mungkin dan diberikan
pengobatan sesuai dengan kebutuhan.
 Pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk yaitu bila tidak
tersedia pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan
kondisi emergensi dan pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan
yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.
Oleh karena itu, dilakukan analisis terhadap Poliklinik Universitas Lampung
berdasarkan elemen penilaian yang dicantumkan pada kriteria tersebut.
Elemen penilaian sebagai berikut :
1. Petugas Gawat Darurat Puskesmas melaksanakan proses triase untuk
memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.
Menurut PMK No. 48 tahun 2018, triase adalah proses khusus memilah
Pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis
penanganan/intervensi kegawatdaruratan. Prinsip triase adalah
pemberlakuan sistem prioritas dengan penentuan/penyeleksian Pasien
yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu
pada tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan:
a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b) Dapat mati dalam hitungan jam
c) Trauma ringan
d) Sudah meninggal

Prosedur triase adalah sebagai berikut:


a) Pasien datang diterima tenaga kesehatan di ruang Gawat Darurat
atau ruang tindakan. Bila jumlah Pasien lebih dari kapasitas
ruangan, maka triase dapat dilakukan di luar ruang Gawat Darurat
atau ruang tingakan.
b) Penilaian dilakukan secara singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan kategori kegawatdaruratan Pasien oleh tenaga
kesehatan.
c) Mengkategorikan status Pasien menurut kegawatdaruratannya,
apakah masuk ke dalam kategori merah, kuning, hijau, atau hitam
berdasarkan prioritas atau penyebab ancaman hidup.
d) Status Triase ini harus dinilai ulang terus menerus karena kondisi
pasien dapat berubah sewaktu-waktu. Apabila kondisi Pasien
berubah maka dilakukan retriase.
e) Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi (misalkan PSC
119) da Rumah Sakit rujukan, bila diperlukan.
Di Poliklinik Universitas Lampung, prosedur triase telah dilaksanakan.
Setiap pasien yang datang akan dilakukan triase berupa penilaian kondisi
klinis secara singkat kemudian dikategorikan menjadi gawat dan tidak
gawat. Apabila pasien merupakan pasien gawat, maka akan dilakukan
stabilisasi di ruang tindakan dan ketika pasien sudah stabil maka pasien
segera dirujuk ke rumah sakit tipe C.

19
2. Petugas tersebut dilatih menggunakan kriteria ini
Puskesmas dan Klinik harus memiliki:
 Dokter/dokter gigi dengan kemampuan untuk melakukan triase, survey
primer (resusitasi dan stabilisasi), survey sekunder, dan tatalaksana
definitif sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
 Perawat minimal setingkat Diploma 3 yang memiliki kompetensi
kegawatdaruratan. Kompetensi kegawatdaruratan dapat diperoleh dari
pendidikan ataupun pelatihan terkait pelayanan kegawatdaruratan.
 Tenaga Kesehatan dan Tenaga Nonkesehatan
Kebutuhan jenis dan jumlah tenaga kesehatan lain dan tenaga
nonkesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan dan tingkat
kemampuan masing-masing Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Kemenkes, 2018).
Tenaga kesehatan di Poliklinik Unila telah memenuhi persyaratan diatas,
yaitu telah ada dokter umum, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya yang
memiliki kompetensi dalam menangani kasus gawat darurat dan
melakukan tindakan sesuai kompetensinya.

3. Pasien diprioritaskan atas dasar urgensi kebutuhan.


Saat pasien datang ke klinik, maka akan dilakukan triase dan akan
dikategorikan status pasien menurut kegawatdaruratannya, apakah masuk
ke dalam kategori merah, kuning, hijau, atau hitam berdasarkan prioritas
atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE
(Airway, Breathing, Circulation, Disability, Environment). Kategori merah
merupakan prioritas pertama (Pasien cedera berat mengancam jiwa dan
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera). Kategori kuning
merupakan prioritas kedua (pasien memerlukan tindakan definitif, tidak
ada ancaman jiwa segera). Kategori hijau merupakan prioritas ketiga
(Pasien dengan cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri
atau mencari pertolongan). Kategori hitam merupakan Pasien yang
meninggal atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi
(Kemenkes, 2018).

20
Penerapan pembagian kategori berdasarkan prioritas pada pasien gawat
darurat telah dilakukan di Poliklinik Unila. Pasien yang mengalami
masalah pada patensi jalan napas (airway), status pernafasan (breathing),
dan sirkulasi ke jaringan (circulation) serta status mental pasien yang
diukur Alert Verbal Pain Unresponsive (AVPU) akan dibawa langsung ke
ruang tindakan untuk dilakukan resusitasi dan stabilisasi.

4. Pasien emergensi diperiksa dan dibuat stabil terlebih dahulu sesuai


dengan kemampuan Puskesmas sebelum dirujuk ke pelayanan yang
mempunyai kemampuan lebih tinggi.
Pada pasien emergensi dilakukan survey primer dan survey sekunder.
Survei primer merupakan tindakan resusitasi dan stabilisasi. Tindakan
resusitasi segera diberikan kepada pasien denga kategori merah setelah
mengevaluasi patensi jalan napas (airway), status pernafasan (breathing),
dan sirkulasi ke jaringan (circulation) serta status mental pasien yang
diukur Alert Verbal Pain Unresponsive (AVPU) (Kemenkes, 2018).

Setelah itu, dilakukan monitoring dan retriase terhadap tindakan resusitasi


yang diberikan. Monitoring kondisi pasien berupa pemasangan peralatan
medis utuk mengetahui status tanda vital, pemasangan kateter urine, dan
penilaian ulang status mental pasien. Apabila kondisi pasien memerlukan
tindakan definitif segera namun pada klinik tidak tersedia tenaga
berkompeten ataupun fasilitas yang memadai, maka harus dilakukan
rujukan segera sesuai prosedur tanpa melakukan survey sekunder
(Kemenkes, 2018). Di Poliklinik Unila, pasien yang dianggap masuk
kategori merah akan dilakukan stabilisasi, semisal pemasangan oksigen,
pemasangan IV line, ataupun kateter urin. Setelah itu, pasien langsung
diupayakan untuk dirujuk ke Rumah Sakit Tipe C.

Rujukan dilaksanakan jika tindak lanjut penanganan terhadap pasien tidak


memungkinkan untuk dilakukan di klinik karena keterbatasan sumber
daya. Sebelum pasien dirujuk, terlebih dahulu dilakukan koordinasi

21
dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dituju mengenai kondisi
pasien, serta tindakan medis yang diperlukan oleh pasien. Proses
pengiriman pasien dilakukan bila kondisi pasien stabil, mengunakan
ambulans Gawat Darurat atau ambulans transportasi yang dilengkapi
dengan penunjang resusitasi, didampingi oleh tenaga kesehatan terlatih
untuk melakukan tindakan resusitasi dan membawa surat rujukan
(Kemenkes, 2018).

Pasien gawat darurat di Poliklinik Unila yang telah dilakukan survey


primer akan dibuatkan surat pengantar rujukan yang dibawa akan
diserahkan ke Fasyankes yang dituju. Surat pengantar rujukan tersebut
bertuliskan identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis sementara,
serta tatalaksana yang telah dilakukan. Di poliklinik Unila, tidak dilakukan
koordinasi dengan fasyankes rujukan sebelum merujuk pasien. Pasien
akan langsung diantar ke Fasyankes rujukan menggunakan ambulans atau
kendaraan pribadi. Seharusnya saat diantar, pasien didampingi oleh tenaga
medis. Namun di Poliklinik Unila pasien yang diantar terkadang tidak
didampingi oleh tenaga medis.

22
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka didapatkan beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
a) Pasien dalam keadaan gawat darurat memerlukan tindakan medis waktu
segera untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan.
b) Pelayanan pada pasien gawat darurat yang dilakukan di Poliklinik
Universitas Lampung diantaranya triase, survey primer, dan rujukan.
c) Penanganan untuk pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau
segera diberikan prioritas untuk asesmen dan pengobatan di Poliklinik
Universitas Lampung masih memerlukan perbaikan, terutama pada sistem
rujukan.

4.2.Saran
Saran yang dapat diberikan kepada Poliklinik Universitas Lampung dalam
menangani pasien dengan kebutuhan darurat dan mendesak, adalah sebagai
berikut:
a) Membuat standar operasional prosedur mengenai pasien dengan
kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diberikan prioritas untuk
asesmen dan pengobatan.
b) Mempersiapkan tenaga medis dan sarana transportasi yang memadai
dalam merujuk pasien ke fasilitas layanan kesehatan rujukan.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No. 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama,
Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 47 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan.
Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai