Pengertian
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi,
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 2000: 39).
Pneumonia adalah infeksi akut paru-paru disebabkan oleh bakteri dan virus (Biddulph,
1999: 208).
Bronkopneumonia adalah radang paru yang berasal dari cabang-cabang tenggorok yang
mengalami infeksi dan tersumbat oleh getah radang, menimbulkan pemadatan-
pemadatan bergerombol dalam lobulus paru yang berdekatan, biasanya terjadi akibat
batuk rejan, campak, influenza, tifus, dan sebagainya (Ramali Ahmad 2000:41)
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne C,2002:57).
Bronkopneumonia berasal dari kata bronchus dan pneumonia berarti peradangan pada
jaringan paru-paru dan juga cabang tenggorokan (broncus). (Arief Mansjoer)
Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli
atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara
penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke
bronkus.(Riyadi sujono& Sukarmin,2009)
B. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi
2) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar teanggorokan sampai
persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikid maka letaknya
di belakang hidung (naso farynx), dibelakang mulut(oro larynx), dan dibelakang farinx
(farinx laryngeal)
2. Fisiologi
Fungsi paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada pernafasan melalui
paru / pernafasan eksternal, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut, pada waktu
bernafas oksigen masuk melalui trachea dan pipa bronchial ke alveoli, dan erat hubungan
dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.
Hanya satu lapisan membrane yaitu membrane alveoli kapiler, memisahkan oksigen dari
darah, darah menembus dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke
jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan
paru pada tekanan oksigen mmHg dan pada tingkatan Hb 95% jenuh oksigen.
1.) Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
2.) Arus darah melaui paru, darah mengandung oksigen masuk keseluruh tubuh,
karbondioksida dari seluruh tubuh masuk paru.
3.) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlahnya yang bisa
dicapai untuk semua bagian.
4.) Difusi gas yang membrane alveoli dan kapiler,karbondioksida lebih mudah
berdifusi daripada oksigen.
Perubahan – perubahan berikut terjadi dalam komposisi udara dalam alveoli, yang
disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan interna atau pernafasan jaringan.
Udara (atmosfer) yang dihirup:
Oksigen : 20%
Karbondioksida : 0-0,4%
Nitrogen :79%
Oksigen :16%
Karbondioksida :4-0,4%
Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhunyang sama dengan
badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan uadra yang dikeluarkan ).
Besarnya daya muat udara dalam paru 4500 ml- 5000 ml (4,5 – 5 liter).Udara diproses
dalam paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10% kurang lebih 500 ml disebut juga udar a
pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasn biasa.
Pada seorang laki- laki normal (4-5 liter) dan pada seorang perempuan (3-4 liter).
Kapasitas (h) berkurang pada penyakit paruparu) dan pada kelemahan otot pernafasan.
d. Pengendalian pernafasan
Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor uatam yaitu kimiawi dan
pengendalian saraf. Adanya faktor tertentu, merangsang pusat pernafasan yang terletak
didalm medulla oblongata, kalau dirangsang mengeluarkan impuls yang disalurkan
melalui saraf spiralis ke otot pernafasan ( otot diafragma atau interkostalis).
Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostalis yang
kecepatannya kira- kira 15 kali setiap menit.
Pengendalian dan pengaturan secara kimia meliputi : Frekuensi kecepatan dan dalamnya
gerakan pernafasan, pusat pernafasan dalam sumsum sangat peka sehingga kadar alkali
harus tetap dipertahankan, karbondioksida adalah preduksi asam metabolisme dan bahan
kimia yang asam ini merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar impuls saarf
yang bekerja atas otot pernafasan.
e. Kecepatan pernafasan
Kecepatan pernafasan secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian
istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi- istirahat –ekspirasi, disebut juga
pernafasan terbalik.
Bayi prematur : 40 –
90x/menit
: 30 – 80
Neonatus
x/menit
: 20- 40x/
1 Tahun menit
Inspirasi atau menarik nafas adalah aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi
diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai bawah, yaitu vertical.Kenaikan
igaiga dan sternum, yang ditimbulkan oleh kontaksi otot interkostalis, meluaskan
romgga dada kedua sisi dari belakang ke depan. Paru yang bersifat elastis mengembang
untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara ditarik masuk kedalam saluran udara,
otot interkostalis eksterna diberi peran sebagai otot tambahan hanya bila inspirasi
menjadi gerak sadar.
Pada ekspirasi, udara dipaksa oleh pengendoran otot dan karena paru kempes kembali,
disebakan sifat elastis paru itu gerakan ini adalah proses pasif.
Ketika pernafasan sangat kuat, gerakan dada bertambah, otot leher dan bahu membantu
menarik iga-iga dan sternum ke atas.
Dalam banyak keadaan, termasuk yang telah disebut oksigen dapat diatur menurut
keperluan orang tergantung pada oksigen untuk hidupnya, kalau tidak mendapatkannya
selam kurang lebih 4 menit dapat mengakibatkan kerusakan pada otak yang tidak dapat
perbaiki dan biasanya pasien meninggal. Keadaan genting timbul bila misalnya seorang
anak menutupi kepala dan mukanya dengan kantong plastic menjadi lemas. Tetapi hanya
penyadiaaan oksigen berkurang, maka pasien menjadi kacau pikirannya, ia menderita
anoxia serebralis. Hal ini terjadi pada orang yang bekerja dalam ruangan sempit tertutup
seperti dalam ruang kapal, oksigen yang ada mereka habiskan dan kalau mereka tidak
diberi oksigen untuk bernafas atau tidak dipindahkan ke udara yang normal, maka akan
meninggal karena anoxemia. Istilah lain adalah hypoxemia atau hipoksia. Bila oksigen
didalam darah tidak mencukupi maka warna merahnya hilang dan berubah menjadi
kebiru- biruan, bibir telingga, lengan dan kaki pasien menjadi kebiru- biruan dan keadaan
itu disebut sianosis (Evelyn C.Pearce, 2002)
Pada pasien ini ditemukan adanya keluhan utama sesak nafas yang disertai demam dan
batuk. Batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif dengan dahak disertai
pilek namun dahak tersebut sulit untuk dikeluarkan sehingga membuat pasien sesak dan
malas menetek. Batuk memberat saat malam hari. Gejala sesak nafas yang disertai batuk
dan demam pada pasien ini dapat mengarah pada kecurigaan adanya infeksi saluran
pernafasan.
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Adanya
gangguan pertukaran gas ini merupakan salah satu penyebab terjadinya sesak pada pasien
ini.
Stadium bronkopneumoni terbagi atas 4 stadium. Pada stadium I (4-12 jam pertama atau
kongesti) disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran
darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi
sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.2,4
Stadium II (48 jam berikutnya) disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi
oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
Stadium III (3-8 hari) disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di
seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit
di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. Pada
stadium IV (7-11 hari) disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Gambar 4. Tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya
tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dank
arena adanya pneumocystis crania, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002: 572 dan
Sandra M.Nettina, 2001:628).
D. PATHOFISIOLOGI
Umumnya bakteri penyebab terhisap keparu perifer melalui saluran nafas. Mula-mula
terjadi edema karena reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran
kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu
terjadi serbukan sel polimorfonuklear, fibrin, eritrosit, cairan udema dan ditemukannya
kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura, terdapatnya fibrin dan leukosit
polimorfonuklear di alveoli dan terjadinya proses fagositosis yang cepat. Stadium ini
disebut stadium hepatisasi kelabu.
Akhirnya jumlah sel makrofag di alveoli meningkat, sel akan berdegenerasi dan fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi.
Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. Antiobiotik
yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit hingga stadium
khas yang diuraikan di atas tidak terlihat lagi.
Beberapa bakteri tertentu lebih sering menimbulkan gejala tertentu bila dibandingkan
dengan bakteri lain. Demikian pula bakteri tertentu lebih sering ditemukan pada
kelompok umur tertentu. Misalnya Streptococus Pnemoniae biasanya bermanifestasi
sebagai bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh lapangan paru, namun pada anak
besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris).
Pneumatokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh streptokokus aureus pada
neonatus atau bayi kecil karena streptokokus aureus menghasilkan berbagai toksin dan
enzim seperti hemolizin, leukosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enxim ini
menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi, koagulase berinteraksi dengan faktor
plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin
hingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan
virulensi kuman stafilokokus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan
penyakit yang serius. Pneumatokel dapat menetap sampai ber bulan-bulan tetapi biasanya
tidak memerlukan terapi lebih lanjut.
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis
a. Menggigil mendadak, demam yang tinggi dengan cepat dan berkeringat banyak
b. Nyeri dada seperti ditusuk yang diperburuk dengan pernafasan dan batuk.
f. Sputum purulen, kemerahan, bersemu darah, kental atau hijau relatif terhadap
preparat etiologis.
g. Tanda-tanda lain: demam, krakles, dan tanda-tanda konsolidasi lebar (Baughman,
Diane C,)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feading drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transfor mukosilier.
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
PENUTUP
KESIMPULAN
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada alveoli
kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Etiologi penyakit ini
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing. Manifestasi klinis bronkopneumonia pada
anak adalah terdapat infeksi saluran pernapasan atas, demam, batuk, distres pernafasan, ronki,
disertai pemeriksaan hematologi dan gambaran radiogis yang mendukung. Pada neonatus
sebaiknya diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, cairan intravena dan dilakukan balans
cairan ketat, antipiretik, analgetik, nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl, serta antibiotik yang
sensitif terhadap bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif. Komplikasi yang dapat terjadi
pada kasus ini adalah empiema toraks, perikarditis purulenta, pneumothoraks, infeksi
ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
SARAN
Penggunaan ambroksol (mukolitik) pada kasus bronco pneumonia pada bayi tidak
dianjurka dianjurkan pemberiaannya karena bayi belum mempunyai reflex batuk yang
baik,sehingga bila tetap diberikan mucus akan mengalir ke alveoli dan akan memperberat
derajat penyakit. Pemberian antibiotic yang direkomendasikan pada bronkopneumonia
adalah antibiotic spectrum luas seperti kombinasi beta laktam/klavulanat dengan
aminoglikosid atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil,antibiotic
dapat diganti dengan antibiotic oral selama 10 hari.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/23761582/Pathway-Bronkopneumonia
file:///F:/Kep%20smtr%204/11-Buku%20Pedoman%20Klinik-Fika%20Ekayanti.pdf
Ikatan Dokter Anak Indonesia . Buku ajar respirologi anak. Jakarta: IDAI; 2012.
World Health Organization. Global action plan for prevention and control pneumonia.
WHO;2016.
Rahajoe NN, Supriyanto B. Pneumonia. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama.
Jakarta: IDAI; 2010.