Perubahan kurikulum dari kurikulum yang berorientasi pada isi pelajaran (content based
curriulum) menjadi kurikulum yang berorientasi pada kompetensi (competency based
curriculum) memiliki konsekuensi terhadap berbagai aspek pembelajaran di sekolah.
Konsekuensi tersebut bukan hanya pada implmentasi atau proses pembelajaran, akan tetapi
juga pada penetapan kriteria keberhasilan. Pada tataran implementasi, misalnya perubahan
terjadi pada proses pembelajaran, dari proses pembelajaran yang menekankan pada
selesainya penyampaian pokok bahasan (isi pelajaran) pada satu catur wulan atau semester
kepada pe-nguasaan materi pelajaran oleh siswa. Dengan demikian dalam im-plementasi
kurikulum guru dituntut untuk dapat menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang
bervariasi.
Di bawah ini dibahas tentang hal-hal yang menyangkut evaluasi tentu saja evaluasi. Bahasan
pertama dimulai dengan konsep evaluasi. Pembahasan konsep ini dianggap sangat penting,
oleh sebab pemahaman akan konsep akan me-nentukan cara pandang tentang evaluasi itu
sendiri yang pada giliran-nya dapat menentukan perilaku kita dalam melaksanakan evaluasi.
Misalnya, sementara ini ada anggapan bahwa evaluasi sama dengan tes atu pengukuran,
akibatnya kalau guru telah melakukan tes berarti ia telah melakkan evaluasi. Hal ini kurang
tepat, sebab seakan-akan keberhasilan suatu proses pembelajaran semata-mata ditentukan
oleh tes. Bahasan kedua, kita akan melihat fungsi evaluasi. Selama ini banyak yang
beranggapan bahwa evaluasi dilakukan hanya untuk sis-wa, artinya suatu evaluasi digunakan
untuk melihat sejauh mana siswa telah berhasil menguasi sejumlah tujuan seperti tuntutan
kurikulum. Apakah fungsi evaluasi hanya sebatas itu? Apakah evaluasi tidak juga berfungsi
Bahasan ketiga kita akan melihat konsep penilaian berbasisi kelas (classroom based
assessment) sebagai untuk guru, misalnya sebagai umpan balik dalam perbaikan proses
pembelajaran? salah satu bentuk penilaian yang diharapkan dapat mengumpulkan informsi
tentang keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi, selanjutnya kita juga akan
membahas tentang berbagai jenis alat evaluasi yang dapat digunakan untuk pelaksanaan
penilaian bebasisi kelas tersebut.
Apa yang dimaksud dengan evaluasi? Apakah evaluasi sama dengan pengukuran? Apa yang
ingin dicapai oleh suatu proses evaluasi?
Ada beberapa pengertian evaluasi. Wand dan Brown (1957) mendefiniskan evaluasi sebagai
“…refer to the act or process to determining the value of something” Evaluasi mengacu
kepada suatu proses untuk me-nentukan nilai sesuatu yang dievaluasi.
Sejalan dengan pendapat tersebut Guba dan Lincoln mendefi-nisikan evaluasi itu merupakan
suatu proses memberikan pertimbang-an mengenai nilai dan arti sesuatu yang
dipertimbangkan (evaluand). Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda,
kegiatan, keadaan atau sesuatu kesatuan tertentu (Hamid Hasan 1988)
Dari kedua konsep di atas, ada dua hal yang menjadi karakteris-tik evaluasi. Pertama,
evaluasi merupakan suatu proses. Artinya, dalam suatu pelaksanaan evaluasi mestinya terdiri
dari berbagai macam tin-dakan yang harus dilakukan Dengan demikian evaluasi bukanlah
hasil atau produk, akan tetapi rangkaian kegiatan. Untuk apa tindakan itu di lakukan?
Tindakan dilakukan untuk memberi makna atau nilai sesuatu yang dievaluasi.
Kedua, evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti. Artinya, berdasarkan hasil
pertimbangan evaluasi apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Dengan kata lain
evaluasi dapat me-nunjukkan kualitas yang dinilai.
Dari penjelasan di atas, maka antara evaluasi dan pengukuran tidak bisa disamakan walaupun
keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Evaluasi akan lebih tepat manakala
didahului oleh proses pengukuran; sebaliknya hasil pengukuran tidak akan memiliki arti apa-
apa manakala tidak dikaitkan dengan proses evaluasi. Misalkan ber-dasarkan pengukuran
diperoleh informasi bahwa anak-anak SMU dapat menyerap 60% bahan pelajaran yang
terkandung dalam kurikulum; lalu apa artinya itu? Dapatkan dikatakan bahwa proses
pembelajaran yang dibangun oleh guru di SMU berhasil? Dapatkah dikatakan bahwa anak-
anak SMU cukup bagus menguasai bahan pelajaran? Tentu saja untuk sampai pada
kesimpulan di atas, diperlukan sutu proses pengambilan kesimpulan atau proses pemberian
makna yang disebut dengan evaluasi. Jai dengan demikian pengukuran itu hanya bagian dari
evaluasi dan tes bagian dari pengukuran. Apabila digambarkan bagaimana kedudukan
evaluasi, pengukuran dan tes dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
C. Fungsi Evaluasi
Dalam konteks KBK secara umum evaluasi berfungsi pertama untuk menilai keberhasilan
siswa dalam pencapaian kompetensi dan kedua sebagai umpan balik untuk perbaikan proses
pembelajaran. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven (1967) adalah evaluasi sebagai fungsi
sumatif dan evaluasi sebagai fungsi formatif. Fungsi sumatif adalah apabila evaluasi itu
digunakan untuk melihat keberhasilan suatu program yang direncanakan. Oleh karena itu
evaluasi sumatif berhu-bungan dengan pencapaian suatu hasil yang dicapai suatu program.
Scriven (1967:42) menyatakan: ”summative evaluation focuses on the outcomes of a
completed program”. Evaluasi formatif berhubungan dengan perbaikan bagian-bagian dalam
suatu proses agar program yang dilaksanakan mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu
evaluasi formatif digunakan selama proses pelaksanaan berlangsung. Melalui evaluasi fungsi
sumatif minimal ada da tujuan pokok: Pertama, sebagai laporan kepada orang tua siswa yang
telah memper-cayakan kepada sekolah kita untuk membelajarkan putra/putri mereka; kedua
sebagai pertanggungan jawab (akuntabilitas) penyeleng-garaan pendidikan kepada
masyarakat yang telah mendorong dan membantu pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Evaluasi fungsi formatif sangat bermanfaat sebagai umpan balik tentang pproses
pembelajaran yang telah dilakukan, sehingga melalui in-formasi dari pelaksanaan evaluasi
formatif, guru akan selalu mem-perbaiki proses pembelajaran. Dalam konteks KBK, kedua
jenis fungsi evaluasi ini baik evaluasi fungsi sumatif maupun evaluasi formatif merupakan
dua fungsi yang sama pentingnya. Artinya dalam implementasi KBK, guru perlu secara terus
menerus mengikuti perkembangan kemampuan sisiwa dalam menguasai kompetensi sesuai
dengan tuntutan kurikulum; dan guru pun secara terus menerus perlu memperbaiki proses
pembelajaran yang dilakukannya.
1. Pengertian
Penilaian berbasis kelas merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran yang
dilakukan sebagai proses pengumpulan dan pemanfaatan informasi yang menyeluruh
tentang hasil belajar yang diperoleh siswa untuk menetapkan tingkat pencapaian dan
penguasaan kompetensi seperti yang ditentukan dalam kurikulum dan sebagai umpan balik
untuk mperbaikan proses pembelajaran.
Dari pengertian di atas, penilaian berbasis kelas memiliki beberapa karakteristik penting.
Pertama, Penilaian berbasis kelas merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran,
artinya bahwa penilaian ini dilakukan secara terus menerus dalam setiap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar kelas, seperti laboratorium
atau di lapangan ketika siswa sedang melakukan proses pembelajaran. Dengan demikian
kegiatan evaluasi bukan merupakan kegiatan yang terpisah dari proses pembelajaran.Kedua,
penilaian berbasis kelas, merupakan proses pengumpuluan informasi yang menyeluruh,
artinya dalam penilaian berbasis kelas, guru dapat mengembangkan berbagai jenis evaluasi,
baik evaluasi yang berkaitan dengan pengujian dan pengukuran tingkat kognitif siswa seperti
menggunakan tes, maupun evaluasi terhadap perkembangan proses mental melalui penilaian
tentang sikap, dan eveluasi terhadap produk atau karya siswa. Ketiga, hasil pengumpulan
informasi dimanfaatkan untuk mene-tapkan tingkat penguasaan kompetensi baik standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator hasil belajar seperti yang terdapat dalam
kurikulum.Keempat, hasil pengumpulan informasi, digunakan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa melalui proses perbaikan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penilaian
berbasis kelas, guru secara terus menerus dapat meningkatkan kualitas pembelajaran agar
lebih efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian di atas, minimal ada tiga manfaat yang ingin dicapai oleh penilaian
berbasis kelas:
1. Menjamin agar proses pembelajaran yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencapai
kompetensi sesuai dengan rambu-rambu yang terdapat dalam kurikulum.
2. Menentukan berbagai kelemahan dan kelebihan baik yang di-lakukan siswa maupun
guru selama proses pembelajaran berlangsung. Analisis kelemahan ini sangat berguna
untuk perbaikan proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan
efisien.
3. Menentukan pencapaian kompetensi oleh siswa., apakah siswa telah mencapai seluruh
kompetensi yang diharapkan atau belum; bagian kompetensi mana yang sudah
berhasil dikuasai siswa, dan bagian mana yang belum berhasil dikuasai. Kesimpulan
semacam ini sangat penting untuk diketahui sebagai bahan pelaporan baik kepada
siswa itu sendiri, kepada orang tua, maupun kepada pihak lan yang di-anggap perlu
dan terkait dengan sistem penyelenggaraan pendidik-an di sekolah.
Sebagai suatu proses, pelaksanaan penilaian berbasis kelas harus te-rencana dan terarah
seauai dengan tujuan pencapaian kompetensi. Hakekat penilaian berbasisi kelas adalah untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, bukan semata-mata sebagai alat untuk mengetahui pe-
nguasaan materi pelajaran. Oleh karena itulah dalam proses pelak-sanaannya, guru perlu
memperhatikan pinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Motivasi
Penilaian berbasis kelas diarahkan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa melalui upaya
pemahaman akan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki baik oleh guru maupun siswa.
Dengan demikian penilaian ini tidak semata-mata untuk memberikan angka sebagai hasil dari
proses pengukuran, akan tetapi apa arti angka yang telah dicapai itu. Siswa perlu memahami
makna dari hasil penilaian. Dengan pemahaman ini diharapkan mereka dapat lebih
termotivasi dalam melaksanakan proses pembelajaran.
b. Validitas
Penilaian diarahkan bukan semata-mata untuk melengkapi syarat ad-ministratif saja, akan
tetapi diarahkan untuk memperoleh informasi tentang ketercapaian kompetensi seperti yang
terumuskan dalam kurikulum. Oleh sebab itu penilaian tidak menyimpang dari kompetensi
yang ingin dicapai. Dengan kata lain penilaian harus menjamin validitas.
c. Adil
Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama dalam proses pembelajaran tanpa memandang
perbedaan sosial ekonomi, latar belakang budaya dan kemampuan. Oleh karena itulah mereka
juga me-miliki kesempatan yang sama untuk dievaluasi. Penilaian bebabasis kelas
menempatkan posisi siswa dalam kesejajaran, dengan demikian setiap siswa akan
memperoleh perlakukan yang sama.
d. Terbuka
Alat penilain yang baik adalah alat penilaian yang dipahami baik oleh penilai maupun oleh
yang dinilai. Siswa perlu memahami jenis atau prosedur penilaian yang akan dilakukan
beserta kriteria penilaian. Keterbukaan ini bukan hanya akan mendorong siswa untuk
memperoleh hasil yang baik sehingga motivasi belajar mereka akan bertambah juga, akan
tetapi sekaligus mereka akan memahami posisi mereka sendiri dalam pencapaian kompetensi.
e. Berkesinambungan
Penilaian berbasis kelas pada hakekatnya merupakan bagian integral dari proses
pembelajaran. Oleh karena itu penilaian dilakuan secara terus menerus dan
berkesinambungan. Penilaian berbasis kelas, tidak pernah mengenal waktu kapan seharusnya
penlaian dilakukan. Menga-pa demikian? Oleh karena penilaian dilakukan untuk memperoleh
in-formasi tentang perkembangan dan kemajuan siswa dalam pencapaian kompetensi.
Dengan demikian manakala berdasarkan evaluasi seorang siswa diketahui belum mencapai
kompetensi sesuai dengan kriteria yang di-tetapkan, maka guru harus mengulang kembali,
hingga benar-benar kompetensi itu telah tercapai secara masteri.
f. Bermakna
Penilaian berbasis kelas harus tersusun dan terarah, sehingga hasilnya benar-benar
memberikan makna kepada semua pihak khususnya kepada siswa itu sendiri. Melalui
penilaian berbasis kelas, siswa akan mengetahui posisi mereka dalam perolehan kompetensi.
Di samping itu mereka juga akan memahami kesulitan-kesulitan yang dirasakan dalam
mencapai kompetensi. Dengan demikian hasil penilaian itu juga ber-makna bagi guru
termasuk bagi orang tua dalam memberikan bimbingan kepada setiap siswa dalam upaya
memperoleh kompetensi sesuai dengan target kurikulum.
g. Menyeluruh
Kurikulum berbasis kompetensi diarahkan untuk perkembangan siswa secara utuh, baik
perkembangan kognitif, afektif maupun psikomotor. Oleh sebab itu guru dalam
melaksanakan penilaian berbasis kelas perlu menggunakan ragam penilaian, misalnya tes,
penilaian produk, skala sikap, penampilan ( performance) dan lain sebagainya. Hal ini sangat
penting, oleh sebab hasil penilaian harus memberikan infomasi secara utuh tentang
perkembangan setiap aspek.
h. Edukatif
Hasil penilaian berbasis kelas tidak semata-mata diarahkan untuk memperoleh gambaran
kemampuan siswa dalam pencapaiain kompetensi melalui angka yang diperoleh, akan tetapi
hasil penilaian harus memberikan umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran baik
yang dilakukan oleh guru maupun sisiwa, sehingga hasil belajar akan lebih optimal. Dengan
demikian proses penilaian tidak samata-mata tanggung jawab guru akan tetapi juga
merupakan tanggung jawab siswa. Artinya siswa harus ikut terlibat dalam proses penilaian,
sehingga mereka menyadari bahwa penilaian adalah bagian dari proses pembelajaran.
E. Jenis-jenis Evaluasi
Telah dijelaskan di muka, bahwa penilaian berbasis kelas, diarahkan untuk menemukan
informasi tentang kemampuan sisiwa secara utuh yang bukan hanya perkembangan dilihat
dari segi intelektual saja akan tetapi juga sikap dan keterampilan. Untuk itulah guru dituntut
untuk menggunakan teknik dan alat evaluasi secara beragam agar setiap aspek perkembangan
dapat dilihat. Penilaian dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu tes dan non tes. Setiap
jenis memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda. Di bawah ini dijelaskan secara singkat.
1. Tes
Tes merupakan alat atau teknik penilaian yang sering digunakan oleh setiap guru. Tes adalah
teknik penilaian yang biasa digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam pencapaian
suatu kompetensi tertentu. Hasil tes biasa diolah secara kuantitatif, oleh karena itu hasil dari
suatu tes berbentuk angka. Berdasarkan angka itulah selanjutnya di-tafsirkan tingkat
penguasaan kompetensi siswa.
Proses pelaksanaan tes dilakukan setelah berakhir pemba-hasan satu pokok bahasan, atau
setelah selesai satu catur wulan atau satu semester. Dilihat dari fungsinya, tes yang
diaksanakan setelah selesai satu catur wulan atau semester, dinamakan tes sumatif. Hal ini di-
sebabkan hasil dari tes itu digunakan untuk menilai keberhasilan siswa dalam penguasaan
suatu kompetensi untuk mengisi buku kemajuan belajar (nilai raport). Sedangkan tes yang
dilaksanakan setelah selesai proses belajar mengajar atau mungkin setelah selesai satu pokok
ba-hasan dinamakan tes formatif, oleh karena fungsinya bukan untuk melihat keberhasilan
siswa akan tetapi digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan proses belajar mengajar
yang dilakukan oleh guru.
a. Kiteria tes
Sebagai alat ukur dalam proses evaluasi, tes harus memiliki dua kriteria yaitu kriteria
validitas dan reliabilitas. Tes sebagai suatu alat ukur dikatakan memiliki tingkat
validitas seandainya dapat mengukur apa yang hendak diukur. Misalnya seandainya guru
ingin mengukur tingkat keterpahaman sisiwa tentang materi pelajaran “A,” maka soal-soal
tes harus berisikan item-item tentang “A”bukan soal-soal yang berisi tentang “B”;
seandainya guru ingin mengukur kompetensi siswa dalam meng-operasikan suatu produk
teknologi, maka alat yang digunakan adalah tes keterampilan menggunakan produk teknologi
tersebut. Tidak dikatakan tes memiliki tingkat validitas seandainya yang hendak diukur
kompetensi mengoperasikan sesuatu akan tetapi yang digunakan adalah tes tertulis
yang mengukur keterpahaman suatu konsep. Tes memiliki tingkat reliabilitas atau keandalan
jika tes tersebut dapat menghasilkan informasi yang konsisten. Misalnya jika suatu tes
diberikan pada sekelompok siswa, kemudian diberikan lagi kepada sekelompok siswa yang
sama pada saat yang berbeda, maka hasilnya akan relatif sama.
Ada beberapa teknik untuk menentukan tingat reliabilaitas tes. Pertama dengan tes-retes,
yaitu dengan mengkorelasikan hasil testing yang pertama dengan hasil testing yang kedua.
Kedua dengan mengkorelasikan hasil testing antara item genap dan item ganjil (odd-even
method). Ketiga dengan memecah hasil testing menjadi dua bagian, kemudian keduanya
dikorelasikan. Hasil korelasi itulah yang menentukan tes memiliki tingkat reliabilitas atau
tidak.
b. Jenis-jenis Tes
Dilihat dari cara penyusunannya, tes juga dapat dibedakan menjadi tes buatan guru dan tes
standar. Tes buatan guru disusun untuk meng-hasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru
yang bersangkutan. Mi-salnya untuk mengumpulkan informasi tentang tingkat kompetensi
aka-demik atau tingkat penguasaan materi pelajaran siswa yang diajarnya,; atau untuk
melihat efektifitas proses pembelajaran yang telah dilaksana-kan. Tes buatan guru, biasanya
tidak terlalu memperhatikan tingkat validitas dan tingkat reliabilitas. Hal ini disebabkan, tes
buatan guru hanya mencakup materi yang terbatas. Tes standar adalah tes yang digunakan
untuk mengukur kemampuian siswa sehingga berdasarkan kemampuan tersebut tes stan-
dar dapat memprediksi keberhasilan belajar siswa pada masa yang akan datang. Tes standar
biasanya digunakan untuk kepentingan seleksi, misalnya seleksi mahasiswa baru, seleksi
untuk pegawai dan lain sebagainya. Sebagai tes yang berfungsi untuk mengukur kemampuan,
maka suatu tes standar harus memiliki derajat validitas dan reliabilitas melalui serangkaian
uji coba, serta memiliki tingkat kesulitan dan daya pembeda yang tinggi.
Dilihat dari cara pelaksanaannya, tes dapat dibedakan menjadi tes tulisan, tes lisan dan tes
perbuatan. Tes tulisan atau yang sering disebut juga tes tertulis, adalah tes yang dilakukan
dengan cara siswa menjawab sejumlah item soal dengan cara tertulis. Ada dua jenis tes yang
termasuk kedalam tes tulisan ini, yaitu tes esay dan tes objektif. Tes esay adalah bentuk tes
dengan cara siswa diminta untuk menjawab pertanyaan se-cara terbuka yatu menjelaskan
atau menguraikan melalui kalimat yang disusunnya sendiri. Tes esay dapat menilai proses
mental siswa teruta-ma dalam hal kemampuan menyusun jawaban secara sistematis, kesang-
gupan menggunakan bahasa dan lain sebabagainya.Tes objektif adalah bentuk tes yang
mengharapkan siswa memilih jawaban yang sudah ditentukan. Misalkan bentuk tes benar-
salah (BS), tes pilihan ganda (multiple choice), menjodohkan (matching), dan bentuk
melengkapi (completion).Tes lisan adalah bentuk tes yang menggunakan bahasa secara
lisan. Tes ini bagus untuk menilai kemampuan nalar siswa. Melalui ba-hasa secara verbal,
penilai dapat mengetahui secara mendalam pema-haman siswa tentang sesuatu yang
dievaluasi, yang bukan hanya pe-mahaman tentang konsep, akan tetapi bagaimana
aplikasinya serta hu-bungannya dengan konsep yang lain, bahkan penilai juga dapat meng-
ungkap informasi tentang pendapat dan pandangan mereka tentang sesuatu yang dievaluasi.
Tes lisan hanya mungkin dapat di-lakukan manakala jumlah siswa yang dievaluasi sedikit,
serta menilai sesuatu yang tidak terlalu luas akan tetapi mendalam.Tes perbuatan
(performance) adalah tes dalam bentuk peragaan. Tes ini cocok manakala kita ingin
mengetahui kemampuan dan kete-rampilan seseorang mengenai sesuatu. Contohnya
memperagakan ge-rakan-gerakan, mengoperasikan sesuatu alat dan lain sebagainya.
2. Non tes
Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek tingkah laku
termasuk sikap, minat dan motivasi. Ada bebarapa jenis non tes sebagai alat evaluasi,
diantaranya wawancara, observasi, studi kasus, skala penilaian.
1. Observasi
Observasi adalah teknik penlaian dengan cara mengamati tingkahlaku pada suatu situasi
tertentu. Ada dua jenis observasi yaitu observasi partisipatif dan non partisipatif. Observasi
partisipatif adalah observasi yang dilakukan dengan menempatkan observer sebagai bagian
dari ke-giatan dimana observasi itu dilakukan. Misalkan ketika observer ingin
mengumpulkan informasi bagaimana aktivitas siswa dalam kegiatan diskusi, maka sambil
melakukan pengamatan, observer juga merupa-kan bagian dari peserta diskusi. Observasi
semacam ini memiliki kelebihan, diantaranya yang diobservasi akan bersikap dan berperilaku
wajar, sebab dirinya tidak akan merasa dirinya sedang diobservasi.Observasi non partisipatif
adalah observasi yang dilakukan dengan cara observer murni sebagai pengamat. Artinya,
observer dalam melakukan pengamatan, tidak aktif sebagai bagian dari kegiatan itu, akan
tetapi ia berperan semata-mata hanya sebagai pengamat saja. Oleh sebab itu salah satu
kelemahan observasi non partisipatif adalah kecenderungan yang diobservasi untuk
berperlaku dibuat-buat sangat tinggi.Observasi juga dapat dilakukan terhadap kelompok yang
kemu-dian dinamakan observasi kelompok dan observasi yang dilakukan terhadap siswa
secara individual atau disebut dengan observasi indi-vidual. Apakah kita akan melakukan
obsevasi kelompok atau individu, sangat tergantung kepada tujuan observasi yang akan
dilakukan. Untuk kepentingan observasi, kita perlu membuat pedoman ob-servasi misalnya
dalam ceklist, catatan anekdot, skala penilain.
a. Ceklist
Ceklist atau daftar cek adalah pedoman observasi yang berisikan daftar dari semua aspek
yang akan diobservasi, sehingga observer tingal mem-beri tanda ada atau tidak adanya
dengan tanda cek (V) tentang aspek yang diobservasi.Ceklist merupakan alat observasi yang
praktis untuk digunakan, sebab semua aspek yang akan dievaluasi sudah ditentukan terlebih
dahulu. Ada dua bentuk ceklist, yaitu bentuk individual dan bentuk ke-lompok. Ceklist
individal digunakan untuk mencatat ada atau tidak adanya aspek yang dievaluasi pada
seseorang; sedangkan ceklist ke-lompok digunakan untuk mencatat kegiatan individu dalam
suatu kelompok.
Observer : …………………………………………………
di dalam kelas
No. ASPEK YANG DIOBSERVASI HASIL OBSERVASI
1. Perhatian v
2. Bertanya
3. Mengeluarkan pendapat
4. Kedisiplinan v
5. …………………………………………………………
b. Catatan Anekdot
Catatan anekdot adalah alat observasi untuk mencatat kejadian-kejadian yang sifatnya luar
biasa, sehingga dianggap penting. Dalam penelitian seperti studi kasus catatan anekdot ini
sangat diperlukian untuk me-ngumpulkan data-data yang dianggap penting dari kasus yang
sedang diteliti. Agar data yang diperlukan itu utuh sebaiknya peneliti mencatat peristiwa itu
ketika kejadian berlangsung, jangan ditunda.
c. Skala Penilaian
Skala penilaian pada dasarnya hampir sama dengan daftar cek, hanya aspek yang
diteliti/diobservasi dijabarkan ke dalam bentuk skala atau kriteria-kriteria tertentu. Dengan
demikian data yang diperoleh akan lebih halus, sebab dengan skala penilaian buka hanya
mencata ada atau tuidak adanya gejala/tindakan tertentu seperti pada daftar cek, akan tetapi
sampai dimanakah gejala itu muncul. Oleh sebab itu observer perlu memahami aspek-aspek
yang akan diobservasi secara mendalam sehingga tidak ragu-ragu dalam
penilaian. Skala penilaian dapat dibagi ke dalam 3 bentuk, yaitu bentuk kategori,
numarical, dan bentuk grafis. Skala penilaian bentuk kategori, kriteria penilaian dijabarkan ke
dalam bentuk kualitatif seperti, selalu, kadang-kadang, tidak pernah. Observer tinggal
memberi penilaian pada kriteria tersebut sesuai dengan hasil pengamatan. Skala penilaian
menurut ukuran angka hampir sama dengan bentuk kategori, perbedaannya dalam alternatif
penilaian diganti dengan nomor. Misalkan untuk kategori selalu diberi nomor 2, kategori
kadang-kadang diberi nomor 1, dan tidak pernah diberi nomor 0. Dengan demikian observer
tinggal membubuhkan pada angka tersebut sesuia dengan hasil pengamatannya. Dalam skala
penilaian bentuk grafis alternatif gejala dibuat dalam bentuk grafis baik secara vertikal
maupun horizontal. Contoh dari skala penilaian disajikan di bawah ini.
Nama Observant :
No. Stb. :
Tempat Observasi :
Waktu Observasi :
Nama Observer :
ALTERNATIF
No. ASPEK YANG DIOBSERVASI
SR KD TP
1. Menjawab pertanyaan V
2. Mengajukan pendapat V
3. Menghargai pendapat orang lain v
4. ……………………………………………………………
2. Wawancara
Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewawancarai dan yang diwawancarai.
Dilihat dari sifatnya, ada dua jenis wawancara yaitu, wawancara langsung dan wawancara
tidak langsung. Dikatakan wawan-cara langsung, manakala pewawancara melakukan
komunikasi dengan subjek yang ingin dievaluasi. Sedangkan wawancara tidak langsung, di-
lakukan manakala pewawancara ingin menmgumpulkan data subjek melalui perantara.
Misalkan ketika ingin mengumpulkan informasi ten-tang kebiasaan siswa dalam belajar,
maka dikatakan wawancara langsung apabila wawancara dilakukan dengan siswa yang ber-
sangkutan; sedangkan manakala wawancara dilakukan dengan orang lain misalnya dengan
orang tua siswa yang bersangkutan dikatakan wawancara tidak langsung.
Dilihat dari cara pelaksanaannya wawancara juga dapat dibe-dakan antara wawancara
insidental dan wawancara berencana. Wawancara insidental adalah wawancara yang
dilakukan sewaktu-waktu bila dianggap perlu; sedangkan wawancara berencana adalah
wawan-cara yang dilaksanakan secara formal, direncanakan waktu, tempat serta materi
wawancaranya.
3. Penilian Portofolio
a. Pengertian
Portofolio dapat diartikan sebagai kumpulan karya siswa yang disusun secara sistematis dan
terorganisir sebagai hasil dari usaha pembelajaran yang telah dilakukannya dalam kurun
waktu tertentu. Melalui hasil karya tersebut guru dapat melihat perkembangan kemampuan
siswa baik dalam aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan sebagai bahan penliaian.
Hasil karya yang dihasilkan bisa hasill karya yang dikerjakan di dalam kelas (artifacts),
atau bisa juga hasil kerja siswa yang di lakukan diluar kelas (reproduction). Hasil karya
siswa itu kemudian dinimakan evidence. Melalui evidence inilah, siswa dapat
mendemonstrasikan unjuk kerja kepada orang lain baik tentang pengetahuan, sikap maupun
ke-terampilan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Kalau ujung-ujungnya hanya untuk menentukan keberhasilan siswa dalam suatu proses
pembelajaran, mengapa harus menggunakan penilaian portofolio, tidak menggunakan tes saja
seperti yang selama ini dilakukan.? Pertanyaan ini sering kali muncul kepermukaan. Sepintas
pertanyaan itu memang wajar. Sebab, dengan melaksanakan penilaian portofolio ada sedikit
penambahan beban dan tugas guru. Guru minimal dituntut untuk mengikuti perubahan dan
perkembangan kemampuan setiap siswa, padahal baik tes maupun penilaian potofolio pada
akhirnya bertujuan untuk menentukan sejauhmana siswa telah mencapai tujuan seperti yang
dirumuskan dalam kurikulum. Benarkah demikian? Apakah penilaian portofolio hanya
sekedar untuk menentukan keberhasilan belajar siswa? Di bawah ini djelaskan beberapa
perbedaan pokok antara tes sebagai suatu teknik atau alat penilaian yang selama ini
digunakan guru dengan penilaian potofolio sebagai salah satu inovasi dalam pelaksanaan
penilaian.
Dalam proses pelaksanaan evaluasi dengan sustem penilaian portofolio terdapat beberpa
prinsip yang harus dperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut dijelaskan di bawah ini.
1. Saling percaya
Penlaian portofolio adalah penilaian yang melibatkan siswa secara aktif sebagai pihak yang
dievaluasi. Antara guru sebagai evaluator dan siswa sebagai pihak yang dievaluasi harus
saling percaya. Siswa harus me-miliki kepercayaan bahwa evaluasi yang dilakukan guru
bukan semata-mata untuk menilai hasil pekerjaannya, akan tetapi sebagai upaya pemberian
umpan balik untuk meningkatkan hasil belajar.
2. Keterbukaan
Portofolio adalah penilaian yang dilaksanakan secara terbuka, artinya guru sebagai evaluator
bukan hanya berperan sebagai orang yang memberikan nilai atau kritik, akan tetapi siswa
yang dievaluasi perlu memahami mengapa kritik itu muncul., oleh sebab itu guru harus terbu-
ka melalui argumentasi yang tepat dalam setiap memberian penilaian. Untuk menciptakan
keterbukaan, dalam setiap proses pembe-lajaran guru harus menciptakan iklim belajar yang
menyenangkan, se-hingga setiap siswa dapat menunjukkan kemampuannya tanpa ada
perasaan takut atau malu.
3. Kerahasiaan
Sebelum dilaksanakan pameran, kerahasiaan dokumen (evidence) setiap siswa perlu dijaga.
Hal ini untuk menumbuhkan kepercayaan setiap siswa. Berbagai komentar yang diberikan
guru terhadap proses pembelajaran dan hasil karya siwa, biar siswa yang bersangkutan yang
tahu. Hal ini untuk menjaga perasaan siswa, jangan sampai ada kesan siswa merasa
direndahkan dan dipermalukan di depan teman-temannya, apalagi kalau komentar
itu menyangkut kemampuan dan pribadi siswa yang bersangkutan. Demikian juga komentar
untuk siswa yang dianggap baik, tidak perlu diinformasikan pada yang lain. Hal ini untuk
menjaga agar siswa yang bersangkutan tidak merasa paling hebat diantara teman-teman
lainnya.
4. Milik Bersama
Guru dan peserta didik harus merasa bahwa evidence portofolio adalah milik bersama, oleh
sebab itu semua phak harus menjaganya secara baik. Guru dan siswa perlu sepakat dimana
evidence itu disimpan. Hal ini akan mempermudah manakala siswa atau guru
memerlukannya.
Hasil akhir dari penilaian portofolio adalah ketercapaian kompetensi se-perti yang
dirumuskan dalam kurikulum. Ketercapaian itu selanjutnya dapat dilihat dari evidence yang
diorganisasikan oleh guru dan siswa. Guru dan siswa akan merasa puas manakala kompetensi
itu telah tercapai. Oleh karena itu terkumpulnya evidence merupakan kepuasan baik
bagi guru maupun bagi siswa.
6. Budaya pembelajaran
Penilaian portofolio harus dapat mengembangkan budaya belajar. Sebab penilaian portofolio
itu sendiri pada dasarnya mengandung proses pembelajaran. Bukankah unjuk kerja yang
tergambarkan pada setiap evidence pada dasarnya adalah proses pembelajaran. Oleh sebab
itu melalui penilaian portofolio, dalam proses pembelajaran guru tidak hanya menuntut
siswa untuk menghapal sejumlah fakta atau pengetahuan taraf rendah, akan tetapi harus
membelajarkan siswa pada taraf yang lebih tinggi, misalnya mengembangkan pembelajaran
berpikir melalui penelaahan kasus atau pengumpulan dan penafsiran data.
7. Refleksi
Penilaian portofolio harus memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk melakukan
refleksi tentang proses pembelajaran yang telah dilakukannya. Melalui refleksi, siswa dapat
menghayati tentang proses berpikir mereka sendiri, kemampuan yang telah mereka peroleh,
serta pemahaman mereka tentang kompetensi yang telah dimilikinya.
Penilaian portofolio bertumpu pada dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi proses dan
hasil belajar secara seimbang. Penilaian portofolio mengikuti setiap aspek perkembangan
siswa, bagaimana cara belajar siswa, bagaimana motivasi beljar, sikap, minat, kebiasaan dan
lain sebagainya dan pada akhirnya bagaimana hasil belajar yang diperoleh siswa. Dengan
demikian penilaian portopolio tidak hanya sekedar menilai hasil akhir yang dimiliki siswa
akan tetapi juga menilai proses pem-belajaran yang dilakukan siswa.
Penilaian portofolio memiliki perbedaan yang sangat mendasar di-bandingkan dengan sistem
penilaian yang biasa dilakukan misalnya dengan tes. Tes biasa digunakan untuk menilai ke-
mampuan pengua-saan materi pelajaran atau perkembangan intelektual siswa, oleh sebab itu
tes biasanya dilaksanakan pada akhir selesainya pelaksanaan pro-gram pembelajaran
misalnya pada akhir catur wulan atau semester. tidak demikian halnya dengan penilaian
potofolio. Penilaian potofolio dilakukan untuk menilai setiap aspek perkembangan siswa
termasuk perkembangan minat, sikap dan motivasi. Oleh sebab itu penilaian
portofolio merupakan bagian integral dari proses pembelajaran yang dlakukan secara terus
menerus dan menyeluruh. Sebagai sutau teknik penilaian portofolio memiliki keunggulan,
diantaranya:
Penilaian portofolio, melalui pengumpulan evidence dapat menilai kemampuan siswa secara
utuh, yang tidak hanya menilai ke-mampuan unjuk kerja akan tetapi termasuk sikap dan
motivasi belajar. Di samping itu penilaian portofolio me-nilai dua sisi yang sama pentingnya
yaitu sisi proses dan hasil belajar.
Kekhasan penilaian portofolio adalah memungkinkan guru untuk melihat peserta didik
sebagai individu yang masing-masing memliki perbedaan, baik perbedaan dalam segi
kemampuan, minat ataupun bakat termasuk perbedaan cara belajar. Dengan perbedaan itu,
guru dapat menyesuaikan diri dalam pengelolaan proses pembelajaran sesuai
dengan kebutuhan.
Melalui dokementasi evidence yang tersusun secara sis-tematis dan terorganisasi, setiap pihak
yang berkepen-tingan seperti orang tua, kepala sekolah, komite sekolah dan lain sebagainya
dapat menguji kemampuan siswa. Oleh sebab itu penilaian protofolio merupakan penialain
yang terbuka. Hal ini merupakan kelebihan yang memiliki arti yang sangat penting, yang
tidak dimiliki oleh jenis penilaian lainnya.
Kelebihan penilaian portofolio yang lain adalah setiap siswa dapat menilai dirinya sendiri
dan dapat melakukan refleksi sehingga me-reka dapat menentukan kompetensi mana yang
belum tercapai atau perlu penyempurnaan dam kompetensi mana yang sudah tercapai.
Melalui self evaluastion dapat menumbuhkan tanggung jawab bai dirinya sendiri.
Penilaian portofolio dapat dikatakan sebagai suatu inovasi. Se-bagaimana layaknya sebuah
inovasi, maka penilaian portofolio memerlukan perubahan cara pandang baik dari guru itu
sendiri, dari masyarakat termasuk perubahan cara pandang orang tua. Merubah cara pandang
itu bukanlah sesuatu yang mudah, akan tetapi memerlukan kerja keras. Orang tua dan
masyarakat yang sudah terbiasa menganggap keberhasilan proses pendidikan diukur dari
sejauhmana siswa telah menguasai materi pelajaran melalui pen-dekatan kuantitatif, akan
sulit menerima bahwa keberhasilan itu ditentukan secara kualitatif. Demikian juga halnya
dengan guru. Guru yang sudah terbiasa melaksanakan proses pembelajaran dengan
menyampaikan materi pelajaran untuk diingat dan dihapal siswa, akan sulit melaksanakan
pembelajaran dengan gaya por-tofolio, dimana siswa didorong untuk lebih banyak
beraktivitas, mencari dan menemukan sendiri hingga kompetensi tercapai sesuai dengan
tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum; setiap per-kem-bangan dan perubahan siswa
dimonitor dan diberi catatan secara terus menerus.
Selama ini siswa menganggap bahwa belajar itu adalah menguasai sejumlah materi pelajaran
seperti yang disampaikan guru. Gaya belajar siswa akan ditentukan oleh keberadaan guru.
Mereka akan belajar manakala ada guru sebagai sumber belajar. Mereka akan sulit manakala
dilepas oleh guru untuk belajar. Merubah pola belajar bagi siswa bukanlah pekerjaan yang
mudah, namun me-merlukan ke-sabaran dan kesungguhan. Tidak sedikit guru yang merasa
prustasi, ketika siswa sulit untuk diajak bertanya jawab, sulit untuk diberi tanggung jawab
penyelesaian tugas dan lain sebagainya.
Selama ini sistem pembelajaran yang berlaku di Indonesia adalah sistem klasikal, dimana
setiap kelas memliki rom-bongan belajar yang sangat banyak yaitu antara 40 -45 orang
bahkan lebih. Sistem pembelajaran yang demikian, akan sulit untuk penilaian portofolio,
belum lagi setiap guru harus mengajar banyak kelas.
Terdapat sejumlah tahapan yang harus dilakukan dalam melaksanakan penilaian portofolio.
Setiap tahapan dijelaskan berikut ini.
Pembelajaran adalah suatu proses yang bertujuan. Apa yang dilakukan guru dan siswa
diarahkan untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itulah tahapan pertama dalam pelaksanaan
penilain portofolio adalah merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Dengan tujuan yang jelas
dan terarah, akan memudahkan bagi guru untuk mengelola pembelajaran
Beberpa hal yang sangat penting sehubungan dengan penetapan tujuan portofolio dijelaskan
berikut ini
Penentuan tujuan portofolio akan sangat membantu dalam menentukan evidence siswa dan
proses bagaimana evidence itu diperoleh sebagai bukti bahwa siswa telah mencapai suatu
kompetensi sesuai dengan rumusan kurikulum.
Isi dan bahan portofolio merupakan tahapan berikutnya setelah menentukan tujuan. Isi dalam
fortofolio harus dapat menggambarkan perkembangan kemampuan siswa yang sesuai dengan
standar kom-petensi seperti yang dirumuskan dalam kurikulum. Misalkan apabila tujuan
penggunaan portofolio adalah kemampuan anak dalam membuat sebuah karangan, maka isi
portofolio adalah perkembangan kemampuan anak dari mulai mengembangkan ide atau
gagasan, menentukan tema, menyusun kalimat, menyusun paragraf dan seterusnya hingga pe-
nyusunan karangan secara utuh. Untuk menghasilkan kompetensi ter-sebut, tentu saja proses
pembelajaran yang dilakukan guru harus sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Siswa
didorong untuk menghasilkan karya, bukan hanya berperan sebagai penerima informasi dari
guru. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan isi portofolio diantaranya:
1. Apakah portofolio itu berisikan seluruh evidence siswa sesuai dengan pengalaman
belajar yang telah dilakukannya, atau hanya berisi sebagian saja yang dianggap
penting.
2. Apakah isi portifolio itu relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai sesuai dengan
kurikulum?
3. Apakah portofolio itu beisi evidence siswa yang dikerjakannya sendiri atau hasil
kerja kelompok ?
Kriteria penilaian disusun sebagai standar patokan untuk guru dalam menentukan
keberhasilan proses dan hasil pembelajaran pada setiap aspek yang akan dinilai. Adapun
aspek-aspek yang dinilai tesebut sangat tergantung pada jenis kompetensi yang diharapkan.
Selanjutnya kriteria itu disusun dalam sebuah format penilain yang jelas .Kriteria penilaian
ditentukan dalam dua aspek pokok, yaitu kri-teria untuk proses belajar dan kriteria untuk
hasil belajar. Proses belajar misalnya ditentukan kriteria penilaian dari aspek kesunguhan me-
nyelesaikan tugas, motivasi belajar, ketepatan waktu penyelesaian dan lain sebagainya;
sedangkan kriteria dilihat dari hasil belajar disesuaikan dengan isi yang menggambarkan
kompetensi. Di bawah ini diberikan contoh format penilaian beserta kriterianya.
MP : Fisika
Indikator Kriteria
1. Keantusiasan dalam belajar 1 2 3 4 5
V
2. Partisipasi dalam kegiatan diskusi V
3. Keseriusan dalam penyelesaian tugas V
4. ……………………………………….
5. ……………………………………….
Komentar orang tua Komentar guru:Dalam proses
pembelajaran Fisika Abdul Gafur
menunjukkan motivasi belajar yang
tinggi.
Apabila kompetensi yang diharapkan berupa produk atau hasil kaya siswa, maka kriteria dan
format penilaian ditetapkan sesuai dengan aspek-aspek yang terkandung dalam kompetensi
itu sendiri misalnya seperti yang digambakan dalam format di bawah ini.
MP : B. Indonesia
Indikator Kriteria
1. Pengembangan ide atau gagasan 1 2 3 4 5
V
2. Penyusunan alur cerita V
3. Sistematika penulisan V
4. Pemilihan kata V
5. Penggunaan EYD V
Komentar orang tua KomenTar guru :Hans berhasil dalam
menyusun sebuah cerita sesuai dengan
pengalamannya.Hanya saja dalam
penempatan kata yang sesua serta aspek
penggunaan ejaan sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia perlu ditingkatkan.
Tidak semua bahan (evidence) dimasukkan sebagai bahan portofoilio. Fortofolio biasanya
hanya memuat evidence yang dianggap dapat mewakili dan menggambarkan suatu
perkembangan dan perubahan yang terjadi. Oleh karena itu sebelum ditentukan evidence
mana yang dianggap dapat dimasukkan kedalam portofolio, terlebih dahulu perlu dilakukan
pengamatan. Pengamatan dan penentuan evidence sebaiknya dilakukan oleh guru dan siswa
secara bersama-sama. Siswa perlu dimintai pertimbangan-pertimbangan serta alasan-
alasannya evidence mana yang harus dimasukkan. Hal ini penting untuk menjamin
objektivitas penilaian portofolio.Terdadapat beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan
dalam memilih dan menentukan bahan portofolio.
1. Evidence yang ditetapkan sebagai bahan portofolio adalah evidence yang dapat
mewakili gambaran kemampuan siswa yang sesungguhnya. Artinya melalui
evindence yang ditentukan, baik guru maupun orang tua dan pihak-pihak lainya bisa
menilai kemampuan akhir siswa.
2. Evidence dipilih karena dapat menggambarkan perkembangan perubahan dan
kemampuan siswa dari awal sampai akhir siswa. Peimbangan ini dapat dilakukan
terutama untuk menilai perkembangan kemampuan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Dengan demikian tidak semuaa evidence dimasukkan pada portofolio.
3. Evidence dipilih karena keterkesanan siswa akan karya yang dihasilkan. Oleh karena
itu siswa perlu dimintai komentar serta alasan-alasan mengapa ia menentukan
evidence itu yang dimasukkan.
4. Evidence dipilih karena petimbangan kesesuaiannya dengan kompe-tensi yang harus
dicapai sesuai dengan kurikulum.
5. Evidence dipililih karena dilihat dari segi kepraktisan dan segi artistik portofolio
1. Identitas siswa
2. Mata pelajaran
3. Daftar isi dokumen
4. Isi dokumen beserta Komentar-komentar baik dari guru maupun orang tua.
DAFTAR BACAAN
Barton, J., & Collins, A. (Eds)(1977). Portfolio Assessment: A handbook for Educators.
Menlo Park,CA: Addison –Wesley Publishing.
Dunkin, Michael J. (Ed) (1987), The International Encyclopedia of Teaching and Teacher
Education, England, Pengamoon Press, Headington Hill Hall.
Lauren and Klopfer (1989). Toward TheThinking Curriculum: Toward Cognitive Research.
ASCD Publication.
Mehrens, W.A and J.J. Lehman (1973). Measurement and Evaluation in Education and
Pschology. New York: Holt Rinehart & Winston Inc.
Tyler, Ralph, (1950). Basic Principles for Curriculum and Insrtruction. Chicago:
University of Chicago Press.
Tierney R.J., M.A. Carter and L.E. Desai. (1991) Portofolio Assessment in the Reading-
Writing Classroom. Norwood: Chirstopher Gordo Publihers.
Yancey, K.B. (1992) Portfolios in the Writing Classroom.Urbania, Illinois: National Council
of Teachers of English.