Anda di halaman 1dari 10

1.

Dampak Perubahan Iklim terhadap Bidang Transportasi


Perubahan iklim (climate change) berdampak terhadap berbagai aspek
kehidupan baik secara ekonomi, sosial, lingkungan dan juga transportasi. Secara social
ekonomi perubahan iklim khususnya perubahan iklim secara ekstrem telah
menyengsarakan kehidupan manusia, dampak yang ditimbulkan sangat merugikan
sehingga manusia sangat kesulitan baik dalam usaha ekonomi maupun dalam interaksi
dengan sesamanya. Hujan salju di USA dan Cina, hujan lebat yang mendatangkan
banjir di sebagian besar wilayah Indonesia (pada musim hujan), kekeringan dan
kebakaran hutan (di Australia) telah mendatangkan kerugian yang sangat besar,
aktivitas ekonomi dan interaksi manusia mengalamii hambatan.
Perubahan iklim juga dapat mendatangkan dampak bagi transportasi.
Mencairnya es di kutub telah menyebabkan naiknya permukaan air laut menyebabkan
terjadinya rob di daerah pesisir. Sebagian besar jaringan jalan (jalan raya), pelabuhan
laut, pelabuhan udara, jalan kereta api bereda di pesisir, ada beberapa jalan raya,
pelabuhan laut dan rel tergenang bila rob datang. Perubahan iklim menyebabkan hujan
yang sangat lebat mendatangkan banjir di bebagai tempat berperpengaruh terhadap
aktivitas sosial dan ekonomi, juga berpengaruh terhadap transportasi. Banyak dijumpai
jalan amblas, tanah longsor, rel kereta api terendam banjir atau menggantung karena
longsor. Disamping itu perubahan iklim juga mendatangkan kemarau berkepanjangan
dan mendatangkan kebakaran. Di Indonesia, Australia dan negara lain sering
mengalami kebakaran (khususnya hutan, kawasan perkebunan, kawasan perkotaan)
berdampak pada transportasi dimana kehadiran asap mengganggu jarak pandang bagi
para pengemudi.
Peningkatan curah hujan juga berpeluang bagi terjadinya kekeringan ekstrim di
satu periode tertentu. Kekeringan berdampak pada kelangkaan ketersediaan cadangan
air sebagai utilitas bandara. Sebaliknya penurunan curah hujan ini berpeluang bagi
peningkatan jarak pandang (visibility) di jalur penerbangan. Secara umum peningkatan
suhu dan kelembaban juga berpeluang bagi terjadinya cuaca ekstrim yang dapat
mengganggu operasional penerbangan termasuk risiko terjadinya kecelakaan.

2. Komitmen Pemerintah Indonesia Terhadap Penurunan GRK di Bidang


Transportasi
Dalam rangka menindaklanjuti berbagai kesepakatan Internasional yang
berkaitan dengan lingkungan hidup global, antara lain hasil kesepakatan Bali Action
Plan pada The Conferences of Parties (COP) ke-13 dan United Nations Frameworks
Convention on Climate Change (UNFCCC), Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk
menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai
41% jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020 dari kondisi tanpa adanya
rencana aksi. Presiden Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden No.
61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
(RAN-GRK) yang merupakan dokumen kerja nasional yang berisi upaya-upaya untuk
menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Peraturan Presiden ini telah diikuti
dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) Nasional. Rencana Aksi Nasional Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca yang selanjutnya disebut RAN-GRK adalah dokumen rencana
kerja untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung
menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai dengan target pembangunan nasional.
Di bidang Transportasi, melalui Kementerian Perhubungan, Pemerintah
Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca (RAN-GRK) hingga tahun
2020 sebesar :
 2,982 juta ton CO2 untuk subsektor transportasi darat,
 15,945 juta ton CO2 untuk subsektor transportasi udara, dan
 1,127 juta ton CO2 untuk subsektor transportasi perkeretaapian
Rencana tersebut dilaksanakan melalui penyediaan sarana dan prasarana transportasi
yang ramah lingkungan dan responsif terhadap perubahan iklim/cuaca ekstrim.

3. Strategi Mitigasi dan Strategi Bidang Transportasi terhadap Perubahan Iklim


Dengan mempertimbangkan perubahan moda dan opsi-opsi bahan bakar
alternatif, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah meneliti sejumlah
masalah transportasi dan emisi dalam Kajian Kebutuhan Teknologinya belum lama ini
(2009). BPPT berfokus pada CNG (Compressed Natural Gas atau Gas Alam Padat)
dan perubahan moda sebagai dua peluang penting bagi Indonesia di sektor transportasi.
Hasil Kajian Kebutuhan Teknologi tersebut memperlihatkan bahwa upaya spesifik
untuk mengurangi waktu tempuh dalam perjalanan yang panjang akan bermanfaat bagi
lingkungan (perhitungan didasarkan pada data dari kajian reguler Kementerian
Perhubungan tentang kebiasaan transportasi yang disertai dengan simulasi model waktu
tempuh). BPPT mengusulkan strategi-strategi berikut ini:
 Perbaikan kondisi untuk perjalanan yang panjang, yaitu kereta api dan rute
bus regional, terutama disertai dengan peningkatan kecepatan. Perbaikan
dapat dilakukan jika frekuensi yang meningkat diimbangi dengan
penggunaan kereta api yang lebih singkat.
 Perbaikan yang signifikan untuk perjalanan yang panjang dapat dicapai
melalui koordinasi yang lebih baik antara jadwal bus dan kereta api.
 Upaya perlu dibuat untuk meningkatkan frekuensi bus perkotaan, terutama
yang bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dengan lalu lintas regional.
 Penggunaan bus-bus yang lebih kecil akan bermanfaat bagi lingkungan
dalam kasus-kasus di mana pelayanan saat ini masih buruk, misalnya di
daerah perdesaan.
 Pemberian pelayanan “atas permintaan” dapat menghasilkan penyesuaian
yang lebih besar dengan kebutuhan konsumen dan penghematan waktu,
serta lebih sedikit upaya.
 Penggunaan “sistem transportasi cerdas” untuk membantu koordinasi
angkutan umum.
Mengingat rendahnya tingkat pendapatan Indonesia yang relatif rendah,
kurangnya modal, lemahnya penegakan peraturan pengendalian emisi, tingginya emisi
GRK di jalan, polusi udara perkotaan dan subsidi bahan bakar yang terus-menerus maka
dibutuhkan kebijakan sederhana di sektor transportasi yang tidak mewajibkan
pengendalian emisi dari kendaraan-kendaraan yang digunakan tetapi mendorong efi
siensi ekonomi dan insentif. Secara khusus, status saat ini di Indonesia sebagai importir
minyak netto memperlihatkan bahwa harga minyak mentah dunia yang terus naik akan
menyebabkan kenaikan subsidi bahan bakar dan berkurangnya keberlanjutan fiskal.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan perlunya kebijakan pengurangan GRK yang
meningkatkan penghematan bahan bakar dari mobil dan truk. Berdasarkan Dewan
Nasional Peubahan Iklim (2010), aksi-aksi jangka pendek yang utama dalam rangka
penurunan GRK antara lain:
 Meningkatkan kualitas bahan bakar, khususnya melalui pengurangan
tingkat sulfur dalam solar secara strategis dan konsisten.
 Meningkatkan standar dari Euro 2 ke Euro 4 untuk emisi kendaraan dan
spesifikasi bahan bakar.
 Revitalisasi penggunaan CNG untuk kendaraan angkutan umum dengan
tingkat pemakaian yang tinggi dengan menghapuskan hambatan (masalah
pasokan, penetapan harga, kuota dan distribusi gas, infrastruktur, penegakan
peraturan keselamatan).
 Restrukturisasi sistem perpajakan kendaraan mencakup insentif yang
didasarkan pada tingkat emisi dan konsumsi bahan bakar.
 Menerapkan kewajiban pelabelan emisi CO2 dari kendaraan bermotor yang
dijual di pasar Indonesia sehingga konsumen dapat membuat keputusan
pembelian dengan informasi yang lengkap.
 Berinvestasi pada kapasitas penyulingan yang diperluas dan ditingkatkan,
dan mengatur kembali subsidi untuk memastikan bahwa terdapat pasokan
bahan bakar yang bersih dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi
permintaan produk minyak bumi rendah sulfur ketika standar kendaraan
yang lebih ketat diterapkan. Perluasan kapasitas domestik maupun standar
kualitas bahan bakar sehubungan dengan impor mungkin membutuhkan
pembiayaan pemerintah.

4. Konsep Pendekatan Mitigasi dan Adaptasi Bidang Perkeretaapian Terkait


Perubahan Iklim Global
Dibidang sub sector perkeretaapian sendiri dampak perubahan iklim akan
berpengaruh kepada sarana dan parasana kereta api serta fasilitas lainya yang akan
menggangu operasional kereta api. Hingga Tahun 2010 karakteristik bencana alam
seperti banjir, longsor, amblesan serta luapan lumpur sudah 537 titik kejadian (sigi
lapangan tahun 2010) yang tersebar di seluruh Devisi Regional (DIVRE) Sumatera dan
Daerah Operasi (DAOP) Jawa. Hal ini sudah barang tentu dapat menggangu kinerja
pelayanan perkeretaapian jika Ga. Lokasi rel KA yg terkena banjir di Semarang Tahun
2010 tidak segera dilakukan antisipasi dan penangananya. Sesuai dengan kajian atas
atas permasalahan yang ada di daerah, maka Kebijakan antisipasi perubahan iklim
dalam kebijakan Adaptasi dan Kebijakan Mitigasi
4.1. Kebijakan Adaptasi:
o Redisain konstruksi jembatan dan jalan rel, terutama pada lokasi yang
terkena longsor, banjir dan ambles.
o Penyesuaian kontruksi fisik jalan rel pada posisi yang aman terhadap banjir
dan longsor seperti mengangkat track/ jembatan, peninggian spoor
emplasemen, perbaikan badan jalan rel dan sebagainya.
4.2. Kebijakan Mitigasi
Untuk mengurangi emisi gas buang kebijakan yang dilaksanakan antara lain:
1. Bidang Prasarana (jangka menengah) yaitu:
a. Disain jaringan yang mampu mendorong efisiensi penggunaan
bahan bakar
b. Mendorong Peningkatan kualitas track.
c. Pengembangan konsep dan teknologi sinyal (prasarana) yang
meningkatkan efisiensi.
d. Mendorong adanya teknologi prasarana Kereta api antar kota yang
hemat waktu dan cepat.
2. Bidang Operasional (jangka Pendek) yaitu:
a. Melakukan efisiensi operasi KA seperti mengurangi keterlambatan,
melakukan perawatan sesuai dengan guided maintanance.
b. Penguasaan teknologi utama (bogie, badan kereta alumunium,
sistem propulasi, train controling and monitoring system) kereta
cepat.
c. Setup Line Production komponen utama kereta cepat.
3. Bidang Sarana (jangka Panjang) yaitu:
a. Pengembangan Teknologi kereta ramah lingkungan dan hemat
energi.
b. Pengembangan teknologi konstruksi ringan dan modular.
c. Pengembangn teknologi kereta Tilting dan active/semi active
suspension.
d. Setup Line Production sistem produksi kereta dengan teknologi
modular.
e. Pengembangan teknologi konstruksi ringan dan modular.
f. Penguasaan teknologi kereta ringan dan new transportation system
(LRT, Monorail, Tram, dan lain-lain).

5. Konsep Pendekatan Adaptasi Bidang Transportasi Udara Terkait Perubahan


Iklim Global
5.1. Aksi adaptasi terkait prasarana penerbangan antara lain;
Jangka Pendek (2-3 tahun)
1. Pengkajian standard disain, konstruksi dan operasi runway, taxiway dan
apron yang mempertimbangkan kenaikan suhu dan peningkatan curah hujan.
2. Pembuatan peraturan standard perawatan runway, termasuk penjadwalan
dan persyaratan kualifikasi pelaksana perawatan runway.
3. Pengkajian standard disain, konstruksi dan operasi runway, yang
bersinggungan dengan air laut/tepi pantai untuk mengantisipasi kenaikan
muka air laut
4. Penerbitan peraturan terkait perawatan runway yang berdekatan pantai
terkait kenaikan suhu muka laut dan tinggi muka laut
5. Untuk mengantisipasi dampak bandara yang justru mengalami penurunan
curah hujan, dilakukan aksi pemanfaatan air pada waterpond dan wadah
tadah hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih setelah mengalami daur
ulang.
6. Aplikasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk pemanfaatan daur ulang
air limbah untuk penyiraman jalan dan tanaman
Jangka Menengah (5 tahun )
1. Mengantisipasi peningkatan suhu atmosfer yang terus meningkat perlu disain
bandara baru atau disain revitalisasi bandara yang ada menjadi ramah
lingkungan meliputi antara lain;
a. Penerapan eco-office pada bangunan perkantoran di bandara dan tata
letak yang efisien.
b. Penggunaan bahan material yang memiliki koefisien ekspansi termal
rendah.
c. Penggunaan solar panel sebagai substitusi kebutuhan listrik.
d. Penggunaan refrigerator dengan Sistem Solar Thermal Cooling.
e. Pemasangan kanopi buatan atau alami untuk menahan panas.
f. Penanaman pohon di sekitar bangunan bandara
g. Optimalisasi efisiensi jarak dari konter check-in, ruang tunggu, dan lajur
boarding, untuk mengurangi kebutuhan akan pendingin ruangan.
h. Pembuatan SOP untuk efisiensi pengaturan waktu check in, masuk ruang
tunggu, dan boarding, untuk mengurangi jumlah penumpang dalam satu
ruangan di waktu yang lama yang berimplikasi pada penambahan beban
AC dan energi.
2. Untuk mengantisipasi peningkatan curah hujan, perlu dilakukan peningkatan
kapasitas tampung dan kapasitas alir sistem drainase di bandara dan
sekitarnya meliputi aksi;
a. Peningkatan kapasitas tampung dan alir sistem drainase di bandara dan
sekitarnya
b. Penambahan wadah penampung air hujan yang terintegrasi dengan
water pond;
c. Optimalisasi penggunaan air water pond untuk kebutuhan air baku di
wilayah kebandaraan,
d. Pembuatan sodetan air di pinggir landasan
e. Pembuatan sumur resapan di sekitar bandara
f. Peremajaan sistem pemompaan air hujan
g. Peninjauan kembali kapasitas sistem drainase yang ada
h. Perawatan sistem drainase lebih terprogram
3. Guna mengantisipasi kenaikan suhu permukaan laut dan terutama kenaikan
tinggi muka laut, dilakukan aksi sebagai berikut;
a. Peningkatan elevasi atau pemindahan posisi runway
b. Desain bangunan terminal sistem panggung
c. Pemanfaatan air laut dengan sistem Reverse Osmosis (RO) untuk
refrigerator.
4. Mengantisipasi meningkatnya kejadian cuaca/iklim ekstrim perlu dilakukan
peningkatan spesifikasi material bangunan bandara serta teknik
perawatannya.
Jangka Panjang (~10 tahun)
1. Mengantisipasi kejadian genangan akibat naiknya tinggi muka laut, perlu
dilakukan aksi pembuatan bangunan pelindung jalan dan runway termasuk
diantaranya dengan;
a. Revetment, seawall; bulkhead, groins dan geotextile 69
b. Bangunan pemecah gelombang c. Reklamasi dengan menambah suplai
sedimen ke pantai
2. Membangun sistem monitoring untuk tinggi muka laut dan cuaca pantai
a. Membuat program monitoring rutin tinggi muka laut
b. Monitoring erosi/abrasi sisi pantai b) Aksi adaptasi terkait sarana
penerbangan antara lain;

5.2. Aksi adaptasi untuk sarana penerbangan antara lain;


Jangka Pendek (2-3 tahun)
1. Mendorong peningkatan aktivitas riset bidang material pesawat
Jangka Menengah (~5 tahun)
1. Peningkatan kinerja sistem elektronik dan proteksinya terkait peningkatan
suhu udara
2. Penggunaan material untuk struktur pesawat yang lebih mempertimbangkan
kondisi cuaca ekstrim
3. Peningkatan daya tahan (umur) alat elektronik pesawat (avionic)
Jangka Panjang (~10 tahun)
1. Pesawat dengan kemampuan terbang di atas lapisan GRK di atmosfer serta
kecepatan yang lebih tinggi.
References
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan. (2018). Reviu Rencana Strategis
Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Tahun 2015-2019. Jakarta Pusat:
BalitbangHub.

Dewan Nasional Perubahan Iklim. (2010). Peluang dan Kebijakan Pengurangan Emisi - Sektor
Transportasi. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. (n.d.). Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah
Kaca Bidang Transportasi Udara. Retrieved from
http://hubud.dephub.go.id/?id/page/detail/1944

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016. (n.d.).

Purwanta, W. (2017). Penyusunan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Bidang Transportasi
Udara. Jakarta Pusat: BPPT Press.

Purwanta, W., & Indriatmoko, R. (2016). Perubahan Lingkungan dan Strategi Adaptasi Dampak
Perubahan Iklim di Bandar Udara Hasanuddin, Makassar. 80-87.

Ridwan, & Chazanah, N. (2013). Penanganan Dampak Perubahan Iklim Global pada Bidang
Perkeretaapian Melalui Pendekatan Mitigasi dan Adaptasi. Jurnal Teknik Sipil, 133-142.

(Purwanta, 2017) (Ridwan & Chazanah, 2013) (Direktorat Jenderal Perhubungan


Udara, n.d.) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan, 2018)
(Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016) (Purwanta & Indriatmoko,
Perubahan Lingkungan dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim di Bandar Udara
Hasanuddin, Makassar, 2016) (Dewan Nasional Perubahan Iklim, 2010)

Anda mungkin juga menyukai