Anda di halaman 1dari 19

BAB I

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Gegesik
Pekerjaan : Pegawai swasta
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal Masuk RS : 15 juli 2019

B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 15 juli 2019.
1. Keluhan Utama
Benjolan di anus yang menetap sejak 3 hari SMRS.
2. Keluhan Tambahan
Buang air besar disertai darah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan benjolan di anus yang menetap sejak 3 hari.
Benjolan yang selalu keluar saat pasien buang air besar dirasakan pasien sejak 1
tahun yang lalu, namun biasanya benjolan tersebut dapat masuk kembali secara
spontan setelah pasien selesai buang air besar, kemudian sekitar 3 bulan yang
lalu setiap kali benjolan keluar saat buang air besar tidak bisa langsung masuk
kembali dengan spontan, namun harus dibantu dengan cara didorong dengan
menggunakan ibu jari pasien. Benjolan awalnya hanya keluar saat pasien buang
air besar saja, namun sejak 3 hari SMRS benjolan tersebut menetap di anus
pasien dan tidak dapat masuk kembali walaupun dengan bantuan ibu jari pasien.
Pasien mengatakan buang air besar satu kali sehari pada pagi hari. Setiap
kali buang air besar selalu disertai darah. Darah berwarna merah segar dan tidak
bercampur dengan feses. Menurut pasien darah yang keluar sampai mewarnai air
toilet pasien menjadi merah segar, namun pasien tidak mengetahui jumlah darah
yang keluar setiap kali buang air besar. Sejak 3 hari, pasien mengatakan darah
keluar terus-menerus sehingga terdapat darah pada pakaian dalam pasien,
namun tidak terdapat mucus/lendir.
Selama satu tahun ini, pasien belum pernah memeriksakan keluhan
benjolan pada anus dan buang air besar berdarah pada dokter. Pasien hanya
mendiamkannya saja, karena psien berpikir penyakit ini tidak membahayakannya.
Pasien tidak pernah mengalami perubahan pola buang air besar seperti
buang air besar menjadi cair dan frekuensi menjadi semakin sering. Darah yang
keluar saat buang air besar tidak disertai lendir. Pasien mampu menahan rasa
ingin buang air besarnya.
Buang air kecil pada pasien tidak ada perubahan, warna kuning jernih dan
tidak nyeri saat berkemih.
Perut kembung dan nyeri pada perut juga disangkal oleh pasien. Pasien
tidak merasakan adanya penurunan berat badan, nafsu makan pasien juga tidak
mengalami perubahan.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit liver, darah tinggi dan kencing manis disangkal oleh pasien.
Pasien tidak mengetahui adanya alergi obat maupun makanan.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama
seperti pasien.
Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan kanker dalam keluarga
disangkal oleh pasien.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Kompos mentis
c. Tekanan Darah : 120/70 mmHg
d. Frekuensi Napas : 20 x/menit
e. Frekuensi Nadi : 78 x/menit
f. Suhu : 37,50C
g. Kepala
Normosefali, rambut hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut.
h. Mata
Konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-
i. Hidung
Normosepta, secret -/-, hiperemis -/-
j. Telinga
Normotia, secret -/-
k. Mulut
Oral hygiene baik, faring tidak hiperemis.
l. Leher
Trakea lurus di tengah.
m. Thoraks
Paru
Inspeksi : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus teraba sama di kedua lapang paru.
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi :
Batas jantung kanan: ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I, II regular, murmur (-), gallop (-)
n. Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
o. Ekstremitas
Akral hangat, edema (-)

2. SATUS LOKALIS
Regio anus
Inspeksi : Pada posisi jam 3 terdapat benjolan berbentuk bulat berwarna kemerahan
di sekitar anus dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm.
Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, mudah digerakkkan.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum dilakukan pemeriksaan.

E. RESUME
Pasien laki-laki usia 32 tahun datang dengan keluhan benjolan di anus yang
menetap sejak 3 hari SMRS. Benjolan di anus mulai dirasakan pasien sejak 1 tahun
yang lalu, benjolan awalnya hanya keluar saat BAB dan masuk kembali ketika selesai
BAB. Satu tahun yang lalu, benjolan yang keluar saat BAB, tidak dapat masuk
spontan, namun harus dengan bantuan 1 jari. Tiga hari yang lalu, benjolan tidak dapat
dimasukkan walaupun dengan bantuan jari. Pasien juga mengatakan BAB berdarah,
warna merah segar, tidak bercampur feses, tidak ada lendir dan tidak nyeri. BAK
dalam batas normal, nyeri perut (-), kembung (-).
Pasien mengatakan jarang makan sayur dan buah, jarang berolahraga dan
melakukan aktivitas fisik. Pasien tidak pernah melakukan hubungan seks perianal.
Pemeriksaan fisik didapatkan pada mata didapatkan konjungtiva anemis
dan TD 120/70 mmHg. Pemeriksaan jantung, paru, abdomen, ekstremitas dalam
batas normal. Pada region anus didapatkan Inspeksi : Pada posisi jam 3 terdapat
benjolan berbentuk bulat berwarna kemerahan di sekitar anus dengan ukuran 2 x 2
x 2 cm. Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, mudah digerakkkan.

F. DIAGNOSIS
Hemoroid interna grade IV

G. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan darah rutin

H. PENATALAKSANAAN
Hemoroidektomi

I. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Hemoroid merupakan penyakit daerah anus yang cukup banyak ditemukan pada
praktek dokter sehari-hari. Di RSCM selama 2 tahun (Januari 1993 s.d Desember 1994)
dari 414 kali pemeriksaan kolonoskopi didapatkan 108 (26,09%) kasus hemoroid.
Hemoroid memiliki sinonim piles, ambeien, wasir atau shouthern pole disease dalam
istilah di masyarakat umum. Keluhan penyakit ini antara lain: buang air besar sakit dan
sulit, dubur terasa panas, serta adanya benjolan di dubur, perdarahan melalui dubur dan
lain-lain. Sejak dulu hemoroid hanya diobati oleh dukun-dukun wasir dan dokter bedah,
akan tetapi akhir-akhir ini karena kasusnya makin banyak semua dokter diperbolehkan
menangani hemoroid. Hemoroid memiliki faktor risiko cukup banyak antara lain: kurang
mobilisasi, lebih banyak tidur, konstipasi, cara buang air besar yang tidak benar, kurang
minum, kurang makanan berserat, faktor genetika, kehamilan, penyakit yang
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen (tumor abdomen, tumor usus) dan
sirosis hati. Penatalaksanaan hemoroid dibagi atas penatalaksanaan secara medic dan
secara bedah bergantung pada derajatnya.1

B. Anatomi Dan Fisiologi Anorektal

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm,


sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus dan rectum ini,
maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfnya berbeda juga, demikian
pula epitel yang menutupinya. Rectum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan
kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar.
Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas rectum dan kanalis analis ditandai
dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar sekitarnya kaya akan
persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa
rectum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah
gejala awal pengidap karsinoma rectum, sementara fisura anus nyeri sekali. Daerah vena
di atas garis anorektum mengalir melalui system porta, sedangkan yang berasal dari anus
dialirkan ke system kava melalui cabang vena iliaka. Distribusi ini menjadi penting dalam
upaya memahami cara penyebaran keganasan dan infeksi serta terbentuknya hemoroid.
System limf dari rectum mengalirkan isinya melalui pembuluh limf sepanjang pembuluh
hemoroidalis superior ke arah kelenjar limf paraaorta melalui kelenjar limf iliaka interna,
sedangkan limf yang berasal dari kanalis analis mengalir kea rah kelenjar inguinal.

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke


ventrokranial yaitu kea rah umbilicus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan
rectum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar. Batas
atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea
dentate. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna
rectum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat
membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis
sewaktu melakukan colok dubur, dan menunjukkan batas antara sfingter interna dan
sfingter eksterna (garis Hilton).

Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan
sfingter ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern, otot
longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis), dan komponen m.sfingter
eksternus. M.sfingter internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan m.sfingter
eksternus terdiri atas serabut otot lurik.
Pendarahan arteri

Arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a.mesenterika inferior.


Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan. Cabang yang kanan
akan bercabang kembali. Letak ketiga cabang terakkhir ini mungkin dapat menjelaskan
letak hemoroid sebelah kanan dan sebuah di perempat lateral kiri.

Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka interna,


sedangkan a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna. Anastomosis
antara arcade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang
mempunyai makna penting pada tindak bedah ata sumbatan aterosklerotik di daerah
percabangan aorta dan a.iliaka. Anastomosis tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid
inferior dapat menjamin pendarahan di kedua ekstremitas bawah. Pendarahan pleksus
hemoroidalis merupakan kolateral luasdan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari
hemoroid interna menghasilkan darah segar yang berwarna merah dan buka darah vena
warna kebiruan.
Pendarahan vena

Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan


berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena
lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut menntukan
tekanan di dalamnya. Karsinoma rectum dapat menyebar sebagai embolus vena ke
dalam hati, sedangkan embolus septic dapat menyebabkan pileflebitis. Vena
hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam
vena iliaka interna dan system kava. Pembesaran vena hemoroidalis dapat menimbulkan
keluahan hemoroid.

Penyaliran limf

Pembuluh limf dari kanalis analis membentuk pleksus halus yang menyalirkan
isinya menuju ke kelnjar limf inguinal, selanjutnya dari sini cairan limf terus mengalir
sampai ke kelanjar limf iliaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh limf dari rectum di atas garis anorektum
berjalan seiring dengan vena hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar limf
mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rectum dan
anus didasarkan pada anatomi saluran limf ini.

Persarafan

Persarafan rectum terdiri atas system simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik
berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang terbentuk dari
ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga dan keempat. Unsure simpatis pleksus ini
menuju kea rah struktus genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air
mani dan ejakulasi. Persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari sacral kedua,
ketiga dan keempat. Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta
mengendalikan ereksi dengan cara mengatur aliran darah ke dalam jaringan ini. Oleh
karena itu, cedera saraf yang terjadi pada waktu operasi radikal panggul seperti ekstirpasi
radikal rectum atau uterus dapat menyebabkan gangguan fungsi vesika urinaria dan
gangguan fungsi seksual.
Muskulus puborektal mempertahankan sudut anorektum; otot ini mempertajam
sudut tersebut bila meregang dan meluruskan usus bila mengendur.

Defekasi

Pada suasana normal, rectum kosong. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke
dalam rectum kadang-kadang dicetuskan oleh makan, terutama pada bayi. Bila isi
sigmoid masuk ke dalam rectum, dirasakan oleh rectum dan menimbulkan keinginan
defekasi. Rectum mempunyai kemampuan khas untuk mengenal dan memisahkan
bahan padat, cair dan gas.

Sikap badan sewaktu defekasi, yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang
peranan yang berarti. Defekasi terjadi akibat reflex peristaltic rectum, dibantu oleh
mengedan dan relaksasi sfingter anus eksternus.

Syarat untuk defekasi normal ialah persarafan sensible untuk sensasi isi rectum
dan persarafan sfingter anus untuk kontraksi dan relaksasi yang utuh.

C. Definisi Hemoroid

Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari pleksus hemoroidalis.

Hemoroid dibedakan antara yang intern dan ekstern. Hemoroid intern adalah
pleksus v.hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa.
Hemoroid intern ini merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada
rectum sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan-
depan, kanan-belakang, dan kiri lateral. Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara
ketiga letak primer tersebut.

Hemoroid ekstern merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior


terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus.

Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus saling berhubungan secara


longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum sebelah
bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah ke v.hemoroidalis superior
dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke
peredaran sistemik melelui daerah perineum dan lipat paha ke v.iliaka.

D. Pathogenesis

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis


yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/pencetus.

Faktor risiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang
sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu lama
duduk di jamban duduk sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra abdomen
karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (adanya penekanan janin pada
abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare
akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makan
makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/mobilitas.

E. Klasifikasi dan derajat

Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid


interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas:

1. Derajat 1
Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus. Hanya
dapat dilihat dengan anorestoskop.
2. Derajat 2
Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam
anus secara spontan.
3. Derajat 3
Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan
bantuan dorongan jari.
4. Derajat 4
Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami
thrombosis dan infark.
Secara anoskopi hemoroid dapat dibagi atas hemoroid eksterna (di luar/di bawah
linea dentata) dan hemoroid interna (di dalam/ di atas linea dentata). Untuk melihat risiko
perdarahan hemoroid dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan berupa bekuan
darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas hemoroid. Secara anoskopik,
hemoroid interna juga dapat dibagi dalam 4 derajat.

F. Gejala dan tanda

Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada hubungannya
dengan gejala rectum dan anus yang khusus.

1. Nyeri hebat
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid intern dan
hanya timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami thrombosis.
2. Perdarahan
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat trauma
oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur feses, dapat hanya berupa garis pada feses, dapat hanya berupa garis
pada feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes
atau mewarnai air toilet menjadi merah.
G. Pemeriksaan
Apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup bagian yang
menonjol ke luar ini mengeluarkan mucus yang dapat dilihat apabila penderita diminta
mengejan. Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid intern tidak dapat diraba sebab
tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.

Penilaian dengan anoskop diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang tidak
menonjol keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar untuk mengamati keempat kuadran.
Hemoroid intern terlihat sebagai struktur vascular yang menonjol ke dalam lumen. Jika
penderita diminta untuk mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.

Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan


disebabkan oleh proses radang atau proses kegananasan di tingkat yang lebih tinggi,
karena hemoroid merupakan keadaaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses
harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

H. Diagnosis Banding

Perdarahan rectum yang merupakan manifestasi utama hemoroid intern juga


terjadi papa karsinoma kolorektum, penyakit divertikel, polip, colitis ulserosa, dan
penyakit lain yang tidak begitu sering terdapat di kolorektum. Pemeriksaan sigmoidoskopi
harus dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi perlu dipilih secara selektif,
bergantung pada keluhan dan gejala penderita.

Prolaps rectum harus juga dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid intern.

Kondiloma perianal dan tumor anorektum lainnya biasanya tidak sulit dibedakan
dari hemoroid yang mengaalami prolaps. Lipatan kulit luar yang lunak sebagai akibat dari
thrombosis hemoroid ekstern sebelumnya juga mudah dikenali. Adanya lipatan kulit
sentinel pada garis tengah dorsal, yang disebut umbai kulit dapat menunjukkan fisura
anus.

I. Tata laksana
Terapi hemoroid intern yang simptomatik harus ditetapkan secara perorangan.
Hemoroid adalah normal karenanya tujuan terapi bukan untuk menghilangkan pleksus
hemoroid, tapi untuk menghilangkan keluhan.

Kebanyakan pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong dengan
tindakan local yang sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan sebaiknya
terdiri atas makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar,
namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan
secara berlebihan.

Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna
kecuali efek anestetik dan astringen.

Hemoroid intern yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat
dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan istirahat baring dan kompres local
untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan cairan hangat juga dapat
meringankan nyeri. Apabila ada penyakit radang usus besar yang mandasarinya,
misalnya penyakit Crohn, terapi medic harus diberikan apabila hemoroid menjadi
simptomatik.

Skleroterapi

Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5%


fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa di dalam jaringan
areolar yang longgar di bawah hemoroid intern dengan tujuan menimbulkan peradangan
steril yang kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di
sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui anuskop. Apabila
penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada nyeri. Penyulit
penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk ke dalam prostat dan rekasi
hipersensitifitas terhadap obat yang disuntikkan.

Terapi suntikan bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang makanan


merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid intern derajat I dan II.
Ligasi dengan gelang karet

Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi
dengan gelang karet menurut Baron. Dengan bantuan anuskop, mukosa di atas hemoroid
yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisapke dalam tabung ligator khusus. Gelang
karet di dorong dari ligatir dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus
hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena iskemia terjadi dalam beberapa hari. Mukosa
bersama karet akan lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkal hemoroid
tersebut. Pada satu kali terapi, hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi
berikutnya dilakukan dalam jarak waktu dua sampai empat minggu.
Penyulit utama ligasi adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis mukokutan.
Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis
mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan oleh infeksi. Perdarahan dapat
terjadi pada waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah tujuh sampai sepuluh
hari.

Bedah beku

Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu yang rendah
sekali. Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai secara luas oleh karena mukosa
yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Bedah krio ini lebih cocok untuk terapi paliatif
pada karsinoma rectum yang inoperable.
Hemoroidektomi

Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada
penderita hemoroid derajat III atau IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan pada penderita
dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya
yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami thrombosis dan
kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.

Prinsip yang harus diperhatikan pada hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan
pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus.

Tindak bedah lain

Dilatasi anus yang dilakukan dalam anestesi dimaksudkan untuk memutuskan


jaringan ikat yang diduga menyebabkan obstruksi jalan ke luar anus atau spasme yang
merupakan faktor penting dalam pembentukan hemoroid. Metode dilatasi menurut Lord
ini kadang disertai dengan inkontinensia sehingga tidak dianjurkan.
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simtomatis dapat dibuat menjadi
asimtomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada semua
kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi
penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar
dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid.
DAFTAR PUSTAKA

1. Simadibrata,M.Hemoroid. Dalam: Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
1. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal
587-90.
2. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. hal 672-75.
3. Sylvia A.price. Gangguan Sistem Gastrointestinal. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2005.
4. Junaidi P, Soemasto AS, Amelz H. Perdarahan per anum. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran.
Media Aesculapius FKUI. 1982. h 362-4.

Anda mungkin juga menyukai