Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS

“SANITASI LINGKUNGAN (DBD)”

Nama Kelompok 3

 Ana
n
Sukarna 20171105

 E. Zaenal M 201711015

 Ichsan Sumegar 2017110

 Indriyani 201711021

 M. Rifky Maulana 201711027

 Nurshella Julianti 201711034

 Riezma Leony I 201711041

 Siti Safira 201711055

 Vira Chaerunnisa 201711061

Prodi : D3 KEPERAWATAN (A)

STIKES AKBID WIJAYA HUSADA BOGOR

Jl.Letjend Ibrahim Adjie NO. 180, Sindang Barang,Bogor Barat. Telp (0251) 832-7396
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat
dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat
waktu.

Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Sanitasi


Lingkungan (DBD)”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita
untuk mempelajarinya.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
pemakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat
kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Bogor, 30 Juni 2019

Penyusun

i
Contents
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASLAH....................................................................................................................1
1.3 TUJUAN..................................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1 DEFINISI DEMAM BERDARAH.....................................................................................3
2.2 EPIDEMIOLOGI................................................................................................................4
2.3 MANIFESTASI KLINIS DEMAM BERDARAH DENGUE...........................................6
2.4 KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE (WHO, 1997).....7
2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DEMAM BERDARAH DENGUE.............................8
2.6 PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE............................................9
2.7 KOMPLIKASI...................................................................................................................12
BAB III................................................................................................................................................14
DATA DEMOGRAFI DAN SANITASI LINGKUNGAN...................................................................14
ANALISA DATA............................................................................................................................23
DIAGNOSA KEPERAWATAN.......................................................................................................23
INTERVENSI..................................................................................................................................24
BAB IV...............................................................................................................................................25
PENUTUP...........................................................................................................................................25
4.2 SARAN.................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan tanda dan gejala demam, nyeri otot, nyeri sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia (Rohim, 2004).
Sekitar 2,5 milyar (2/5 penduduk dunia) mempunyai resiko untuk terkena infeksi virus
Dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan demam berdarah. Kurang
dari 500.000 kasus setiap tahun di rawat di RS dan ribuan orang meninggal (Mekadiana, 2007).
Pada bulan januari 2009, penderita DHF di Jawa Tengah sebanyak 1706 orang. Sedangkan
kasus DHF yang terjadi di beberapa kota di Jawa Tengah sampai pertengahan 2009 sebanyak 2767 orang
73 diantaranya meninggal (Lismiyati, 2009).
Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani dapat mengalami Dengue Syok Sindrom yang
dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan pasien mengalami deficit volume cairan akibat
meningkatnya permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga darah menuju keluar pembuluh. Sebagai
akibatnya hampir 35% paien DHF yang terlambat ditangani di RS mengalami syok hipovolemik hingga
meninggal.
Saat ini angka kejadian DHF di RS semakin meningkat, tidak hanya pada kasus anak, tetapi
pada remaja dan juga dewasa. Oleh karena itu diharapkan perawat memiliki ketrampilan dan pengetahuan
yang cukup dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan DHF. Ketrampilan yang sangat
dibutuhkan adalah kemampuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda syok dan kecepatan dalam menangani
pasien yang mengalamim Dengue Syok Sindrom (DSS).

1.2 RUMUSAN MASLAH


1. Apa itu definisi demam berdarah?
2. Apa itu epidemilogi demam berdarah?
3. Apa itu manifestasi demam berdarah?
4. Apa itu klasifikasi demam berdarah?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu demam berdarah
2. Untuk mengetahui epidemilogi demam berdarah
3. Untuk mengetahui manifestasi demam berdarah
4. Untuk mengetahui klasifikasi demam berdarah

iii
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI DEMAM BERDARAH


Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri
demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan
shock dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi
penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat
menyerang semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue

iv
lebih banyak menyerang anak-anak tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya
kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada orang
dewasa. Indonesia termasuk daerah endemik untuk penyakit Demam Berdarah Dengue.
Serangan wabah umumnya muncul sekali dalam 4 - 5 tahun. Faktor lingkungan
memainkan peranan bagi terjadinya wabah. Lingkungan dimana terdapat banyak air
tergenang dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang merupakan tempat
ideal bagi penyakit tersebut (Siregar, 2004).
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk Manifestasi
simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut :
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari,
ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital,
mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung
positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan
pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan
waktu yang sama.
3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)

2.2 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi
dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%)
dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002
sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan
jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun
2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh
mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim,
perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Pada tahun 2009 tampak provinsi DKI Jakarta
merupakan provinsi dengan AI DBD tertinggi (313 kasus per 100.000 penduduk),
sedangkan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan AI DBD terendah (8 kasus

v
per 100.000 penduduk). Terdapat 11 (33%) provinsi termasuk dalam daerah risiko tinggi
(AI > 55 kasus per 100.000 penduduk).
Dalam lima tahun terakhir (2005-2009) 5 provinsi dengan AI tertinggi dapat
dilihat pada. Provinsi DKI dan Kalimantan Timur selalu berada dalam 5 provinsi AI
tertinggi dengan DKI Jakarta selalu menduduki AI yang paling tinggi setiap tahunnya.
Hal ini terjadi karena pengaruh kepadatan penduduk, mobilitas penduduk yang tinggi dan
sarana transportasi yang lebih baik dibanding daerah lain, sehingga penyebaran virus
menjadi lebih mudah dan lebih luas. Berbeda dengan Kaltim yang penduduknya tidak
terlalu padat, menurut SUPAS 2005 kepadatan penduduk Kalimantan Timur hanya 12
orang/km2 (DKI Jakarta 13.344 orang/km2). Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingginya kejadian DBD di Kalimantan Timur, kemungkinan adalah karena curah hujan
yang tinggi sepanjang tahun dan adanya lingkungan biologi yang menyebabkan nyamuk
lebih mudah berkembang biak (Kemenkes, 2010).

3 VIRUS DANGUE
Virus penyebab demam Dengue termasuk arbovirus (arthropod–borne viruses)
yang merupakan virus kedua yang dikenal menimbulkan penyakit pada manusia. Virus
ini merupakan anggota keluarga dari Flaviviridae (flavi = kuning) bersama-sama dengan
virus demam kuning. Morfologi virion Dengue berupa partikel sferis dengan diameter
nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm. Genomnya berupa RNA (ribonucleic
acid). Protein virus Dengue terdiri dari protein C untuk kapsid dan core, protein M untuk
membran, protein E untuk selubung dan protein NS untuk protein non struktural.
Saat ini telah diketahui ada 4 tipe virus Dengue. Tipe-tipe virus ini baru
diketahui setelah Perang Dunia II oleh Sabin yang berhasil mengisolasinya dari darah
pasien pada epidemi di Hawai, yang disebut sebagai tipe 1 (1952 ). Tipe 2 juga diisolasi
oleh Sabin (1956 ) dari pasien di New Guinea. Tipe 3 dan 4 diperoleh tahun 1960 dari
pasien yang mengalami DHF di Filipina pada tahun 1953.
Virus Dengue menurut Danny (1999) memiliki tiga jenis antigen yang
menunjukkan reaksi spesifik terhadap antibodi yang sesuai yaitu :
1. Antigen yang dijumpai pada semua virus dalam genus Flavivirus dan terdapat di
dalam kapsid,
2. Antigen yang khas untuk virus Dengue saja dan terdapat pada semua tipe, 1 sampai
4, di dalam selubung,
3. Antigen yang spesifik untuk virus Dengue tipe tertentu saja, terdapat di dalam
selubung.

4 VEKTOR DEMAM BERDARAH

vi
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik
putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap
cairan tunlbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina
mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang.
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit
biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-17.00). Aedes aegypti
mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya
dengan darah.
Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah
mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar runlah. Tempat
hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang
agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat
perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi
kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar, 2004).
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit
Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue.
Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber
penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari
mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka
virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus
akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk
didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk
tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini
akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk
Aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang
hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum
mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah
yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari
nyamuk ke orang lain (Siregar, 2004).

2.3 MANIFESTASI KLINIS DEMAM BERDARAH DENGUE

vii
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium
(WHO, 2011). Manifestasi klinis :
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20 mmHg),
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
5. Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
6. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai dasar/
menurut standar umur dan jenis kelamin
7. Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/
peningkatan hematokrit ≥20%.
8. Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
9. Dijumpai tanda perembesan plasma
a. Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
b. Hipoalbuminemia
10. Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas,
mendukung diagnosis DSS.
11. Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.

2.4 KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE (WHO, 1997)


DD/ DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih Leucopenia, trombositopenia,
tanda; sakit kepala, nyeri retro tidak ditemukan bukti
orbital, mialgia, artalgia kebocoran plasma, serologi
dengue positif
DBD I Gejala diatas ditambah uji Trombositopenia
bendung (uji Troniquet) positif (<100.000/mikroliter), bukti
kebocoran plasma
DBD II Gejala diatas ditambah Trombositopenia
perdarahan spontan (<100.000/mikroliter), bukti
kebocoran plasma
DBD III Gejala diatas ditambah Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (kulit (<100.000/mikroliter), bukti
dingin dan lembab serta kebocoran plasma
gelisah)
DBD IV Syok berat disertai dengan Trombositopenia
tekanan darah dan nadi tidak (<100.000/mikroliter), bukti

viii
terukur kebocoran plasma
DBD derajat III dan IV disebut sindrom syok dengue (SSD)

2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DEMAM BERDARAH DENGUE


1. Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah
trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya
dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai
dijumpai mulai hari ke 3 demam.
2. Pemeriksaan Homeostatis. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau
kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis
(PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP).
3. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/
kreatinin.
4. Pemeriksaan RT-PCR . Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji
diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi
molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah
metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang
ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh
karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler
dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcription-
polymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang
lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi
pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat
menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak
digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti
dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai
minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai
terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai
hari ke 2.
5. ELISA. Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah
pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1
(NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue.
Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen

ix
NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode
ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai
hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi
sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena
berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1
sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.
6. Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua
hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.

2.6 PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE


Penatalaksanaan menurut Mulya (2011) yaitu :
1. Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral
apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam
a. Medikamentosa
 Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan
aspirin.
 Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
 Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat
perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.
 Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
b. Supportif
 Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit
 Diberikan untuk 48 jam atau lebih
 Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma,
sesuai keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
2. Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan +
deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)
a. Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah
didapat cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
b. Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat
diberikan bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi
hasil laboratorium yang tidak normal

x
c. Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah
review hematokrit sebelum resusitasi)
d. Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena
pusat / jalur arteri) Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila
pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat
atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal
pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat
dalam 2-5 menit
3. Perdarahan hebat
a. Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi
darah segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu
rendah. Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak
dapat diukur, 10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan
dievaluasi.
b. Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton
dapat digunakan.
c. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti
suspense trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan
tersebut ini dapat menyebabkan kelebihan cairan.
4. DBD ensefalopati
DBD ensefalopati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak.
a. Ensefalopati yang terjadi bersamaan dengan syok hipovolemik, maka penilaian
ensefalopati harus diulang setelah syok teratasi.
 Apabila kesadaran membaik setelah syok teratasi, maka kesadaran
menurun atau kejang disebabkan karena hipoksia yang terjadi pada syok
 Pertahankan oksigenasi jalan napas yg adekuat dengan terapi oksigen.

b. Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah dilewati
maka,
 Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial dengan,
1) Memberikan cairan intravena minimal untuk mempertahankan volume
intravaskular, total cairan intravena tidak boleh >80% cairan rumatan
2) Ganti ke cairan kristaloid dengan koloid segera apabila hematokrit
terus meningkat dan volume cairan intravena dibutuhkan pada kasus
dengan perembesan plasma yang hebat.

xi
3) Diuretik diberikan apabila ada indikasi tanda dan gejala kelebihan
cairan
4) Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30 derajat.
5) Intubasi segera untuk mencegah hiperkarbia dan melindungi jalan
napas.
6) Dipertimbangkan steroid untuk menurunkan tekanan intrakranial,
dengan pemberian deksametasone 0,15mg/kg berat badan/dosis
intravena setiap 6-8 jam.
 Menurunkan produksi amonia
1) Berikan laktulosa 5-10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare
osmotik.
2) Antibiotik lokal akan mengganggu flora usus maka tidak diperlukan
pemberian
 Pertahankan gula darah 80-100 mg/dl, kecepatan infus glukosa yang
dianjurkan 4-6 mg/kg/jam.
 Perbaiki asam basa dan ketidakseimbangan elektrolit
 Vitamin K1 IV dengan dosis:umur < 1tahun: 3mg, <5 tahun: 5mg, >5
tahun:10mg.
 Anti kejang phenobarbital, dilantin, atau diazepam IV sesuai indikasi.
 Transfusi darah, lebih baik PRC segar sesuai indikasi. Komponen darah
lain seperti suspense trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan
karena kelebihan cairan dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
 Terapi antibiotik empirik apabila disertai infeksi bakterial.
 Pemberian H2 antagonis dan penghambat pompa proton untuk mencegah
perdarahan saluran cerna.
 Hindari obat yang tidak diperlukan karena sebagai besar obat
dimetabolisme di hati.
c. Hemodialisis pada kasus perburukan klinis dapat dipertimbangkan.
5. Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor
tiap 12-24 jam. Indikasi untuk pulang. Pasien dapat dipulangkan apabila telah
terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.
 Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
 Nafsu makan telah kembali
 Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur
 Diuresis baik
 Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
 Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
 Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada
umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.

xii
2.7 KOMPLIKASI
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
2. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Gagal sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan
serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan
hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return),
prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi
atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.

xiii
BAB III

DATA DEMOGRAFI DAN SANITASI LINGKUNGAN


Tabel 3.1

Distribusi Responden Berdasarkan Umur di wilayah desa cijahe, cilendek barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

Tahun 2019

No Umur Jumlah %
1 Neonatus 1 1.36
2 Balita 1 1.36
3 Pra sekolah 2 2.73
4 Usia sekolah 9 12.32
5 Remaja 11 15.1
6 Dewasa 35 48.1
7 Lansia 14 19.28
TOTAL 73 100

xiv
Berdasarkan tabel 3.1 menunjukkan bahwa lebih banyak populasi dewasa (48,1%)

Tabel 3.2

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di wilayah desa cijahe, Cilendek Barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

Tahun 2019

NO PENDIDIKAN Jumlah %
1 SD 7 14
2 SMP 9 38
3 SMA 24 48
4 Perguruan tinggi 0 0
TOTAL 50 100

Berdasarkan tabel 3.2 menunjukkan bahwa pendidikan di desa cijahe cilendek barat lebih
banyak pada SMA (48%)

Tabel 3.3

Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di wilayah desa Cijahe, Cilendek Barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

xv
Tahun 2019

NO PEKERJAAN jumlah %
1 karyawan Swasta 6 33,3
2 wiraswasta 1 5,55
3 Buruh, petani 11 61,11
4 PNS 0 0
TOTAL 18 100

Berdasarkan tabel 3.3 menunjukkan bahwa di wilayah desa cijahe lebih banyak berkerja
sebagai buruh, petani (61,11%)

Tabel 3.4

Distribusi Responden berdasarkan Penghasilan di wilayah desa Cijehe, Cilendek Barat

Kota bogor Provinsi Jawa Barat

Tahun 2019

NO PENGHASILAN jumlah %
Berdasarkan 1 < 500.000 0 0 tabel 3.4
menunjukkan 2 500.000 - 1.000.000 0 0 bahwa di
wilayah desa 3 > 1.000.000 18 100 cijahe
TOTAL 18 100
penghasilannya . 1.000.000 (100%)

Tabel 3.5

xvi
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di wilayah desa cijahe, cilendek barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

Tahun 2019

NO JENIS KELAMIN Jumlah %


1 Laki - Laki 40 54,8
2 Perempuan 33 45,2
TOTAL 73 100

Berdasarkan tabel 3.5 menunjukkan bahwa di wilayah desa cijahe populasi laki – laki lebih
banyak (54,8%)

Tabel 3.6

Distribusi reponden berdasarkan agama di wilayah desa Cijahe, Cilendek Barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

Tahun 2019

NO AGAMA jumlah %
1 islam 73 100
2 kristen 0 0
3 budha 0 0
4 hindu 0 0
5 dll 0 0
TOTAL 73 100

xvii
Berdasarkan tabel 3.6 menunjukkan bahwa diwilayah cijahe lebih banyak yang beragama
islam (100%)

DATA SANITASI LINGKUNGAN


Tabel 3.7

Distribusi Responden Berdasarkan vektor penyakit di wilayah desa cijahe, cilendek


barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

Tahun 2019

Berdasarkan tabel 3.7 menunjukkan bahwa vektor penyakit di Desa Cijahe lebih banyak
nyamuk (35%)

Tabel 3.8

Distribusi Responden Berdasarkan sarana air bersih di wilayah desa cijahe, cilendek
barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

xviii
Tahun 2019

Berdasarkan tabel 3.8 menunjukkan bahwa Sarana Air Bersih di Desa Cijahe lebih banyak Ya
(89%)

Tabel 3.9

Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Penyimpanan Air Bersih di wilayah desa


cijahe, cilendek barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

Tahun 2019

Berdasarkan tabel 3.8 menunjukan bahwa Tempat Penyimpanan Air Bersih di Desa Cijahe
lebih banyak tempat tertutup (78,9%)

Tabel 3.10

Distribusi Responden Berdasarkan Pembuangan Air Limbah di wilayah desa cijahe,


cilendek barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

Tahun 2019

xix
Berdasarkan tabel 3.10 menunjukkan bahwa Pembuangan Air Limbah di Desa Cijahe lebih
banyak sungai (61%)

Tabel 3.11

Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Pembuangan limbah di wilayah desa cijahe,


cilendek barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

Tahun 2019

Berdasarkan tabel 3.11 menunjukkan bahwa Kondisi Pembuangan Air Limbah di Desa Cijahe
lebih banyak tertutup lancar/terserap (67%)

Tabel 3.12

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pembuangan Sampah di wilayah desa cijahe,


cilendek barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

xx
Tahun 2019

Berdasarkan tabel 3.12 menunjukkan bahwa Kondisi Jenis Penampungan Sampah di Desa
Cijahe lebih banyak terpelihara/tertutup (78%)

Tabel 3.13

Distribusi Responden Berdasarkan Cara Pengelolahan Sampah di wilayah Desa Cijahe,


Cilendek Barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

Tahun 2019

Berdasarkan tabel 3.13 menunjukkan bahwa Cara Pengolahan Sampah di Desa Cijahe lebih
banyak ditampung <3hr kemudian diambil petugas dibakar (66%)

Tabel 3.14

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Penyakit yang di Derita di wilayah Desa


Cijahe, cilendek barat

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

xxi
Tahun 2019

Berdasarkan tabel 3.13 menunjukkan bahwa Jenis Penyakit yang Diderita di Desa Cijahe
lebih banyak DBD (58%)

ANALISA DATA

DATA MASALAH KEPERAWATAN


DS : Hasil wawancara dengan kader RESIKO TINGGI TERJADINYA
Rt.03/13 mengatakan selama 1 tahun PENYAKIT (DBD) PADA USIA
terakhir banyak orang dewasa mengalami DEWASA DI RT.03/13 Desa Cilendek
DBD
D0 : Jumlah orang dewasa di Rt.03/13
terdapat 48 orang , penyakit yang diderita
dari kalangan usia dewasa sebesar : 32,8
%
Kebiasaan yang sering yaitu melakukan
pemeriksaan kesehatannya tersebut.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA A B C D E F G H I J K TOTAL PRIORITAS
KEPERAWATAN
1 Tingginya angka 5 4 3 3 3 2 4 3 3 3 3 36 1
kejadian DBD,
diwilayah
Rt.03/13Desa
Cilendek Barat,
Berhubungan
xxii
dengan adanya
sampah-sampah
yang menumpuk
disekitar rumah
warga dan sungai
yang
mengakibatkan
perkembangan
nyamuk secara
pesat,yang
ditandai dengan
58,3 % Warga
Terkena
DBD/tahun.

xxiii
INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN SASARAN STRATEGI RENCANA WAKTU TEMPAT EVALUASI EVALUASI
KEPERAWATAN KEGIATAN
KRITERIA STANDART

1 Resiko tinggi 1. Agar Seluruh warga 1. Penyuluhan 12 Juni Rumah Bapak Verbal Dilakukannya Mahasiswa
terjadinya angka warga Dusun kesehatan tentang 2019 Tatang Dusun Psikomotor dan penyuluhan
kejadian DBD, mengetahui Cemplang Jl penyebab cara Cemplang RT Sikap kepada warga
diwilayah RT 03 gejala, Cijahe Desa pencegahan dan 03 RW 13 Dusun Cemplang
RW 13 Desa bahaya & Cilendek Barat cara penanganan RT 03 RW 13
Cilendek Barat penyebab Kec. Bogor DBD
berhubungan dari DBD Barat Kab.
dengan adanya Bogor Provinsi
sampah yang 2. Agar Jawa Barat 2.
menumpuk lingkungan Dilaksanakannya
disekitar rumah terlihat gerakan gotong
warga & sungai bersih dan royong
yang sehat membersihkan
mengakibatkan lingkungan dengan
perkembangan seluruh warga
nyamuk secara
pesat, yang
ditandai dengan
58,3% warga
terkena DBD
pertahun

24
BAB IV

PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri
demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan
shock dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi
penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat
menyerang semua golongan umur.

4.2 SARAN
Sebaiknya pembuangan limbah di desa cijahe lebih dikontrol dan tidak di timbun selama
lebih dari 3 hari didekat sungai, lalu sebaiknya melakukan kerja bakti minimal 2 minggu sekali,
melakukan foging untuk mematikan jentik nyamuk agar tidak berkembangbiak.

25
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana
pelayanan kesehatan. p.19-34
Nainggolan L. (2008). Reagen pan-E dengue early capture ELISA (PanBio) dan platelia
dengue NS1 Ag test (BioRad) untuk deteksi dini infeksi dengue.
Hadinegoro SRH, et al. (2004). Tata laksana demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan.
Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD)
di Indonesia. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah3.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai