Anda di halaman 1dari 38

KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN DAN

PAJAK

HIBURAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PADANG


PADA

TAHUN 2014-2016

PROPOSA
L

Tugas Metode Penelitian

Oleh

UTARI
ARULLYA

1410531063
JURUSAN
AKUNTANSI

FAKULTAS
EKONOMI

UNIVERSITAS
ANDALAS

2017
KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN DAN
PAJAK

HIBURAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PADANG


PADA

TAHUN 2014-2016

LATAR BELAKANG

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang penting dalam rangka

memperbaiki kesejahteraan kehidupan masyarakat disuatu daerah. Dalam hal ini pemerintah

daerah memiliki kesempatan untuk berkreasi dan membuktikan kemampuannya dalam

melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Agar pemerintahan berjalan dengan

efektif, maka perlu terwujudnya pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintah merubah sistem

kekuasaan dari yang bersifat sentralistik menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi

yang seluas-luasnya kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola berbagai
kepentingan daerah, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah

Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai

perwujudan dari sistem desentralistik. Sumber Pendapatan Asli Daerah

(PAD) sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:

1. Pajak Daerah;

2. Retribusi Daerah;

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan; dan


4. Lain-lain PAD yang sah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah agar mampu

membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga ketergantungan Pemerintah Daerah kepada

Pemerintah Pusat semakin berkurang dan pada akhirnya daerah dapat mandiri. Salah satu upaya

pemerintah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah dengan cara

memperbaiki sistem dari Pajak Daerah, karena Pajak Daerah merupakan sumber penerimaan

terbesar bagi PAD. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Daerah, yang

selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

Beberapa jenis Pajak Daerah yang dipungut oleh Kota Padang adalah pajak hotel, pajak

restoran, dan pajak hiburan. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Pajak Hotel dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel termasuk jasa penunjang

sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk

fasilitas olahraga dan hiburan. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh

restoran. Untuk Pajak Restoran dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan restoran meliputi

pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik

dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. Sedangkan Pajak Hiburan adalah pajak

atas penyelenggaraan hiburan. Dengan nama Pajak Hiburan dipungut pajak atas

penyelenggaraan, dalam semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang

dinikmati dengan dipungut


bayaran.
Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan sebagai Pajak Daerah memiliki porsi

yang cukup besar sebagai sumber pendapatan daerah di Kota Padang. Hal ini tentu saja beralasan

karena seiring dengan berkembangnya daerah dan seharusnya Pemerintah Kota Padang dapat

diuntungkan karena semakin banyaknya hotel, restoran, dan tempat-tempat hiburan yang

mempengaruhi pendapatan daerah. Apalagi rentang tahun 2014 sampai tahun 2016 semakin
banyaknya pengusaha yang mendirikan hotel, restoran maupun tempat hiburan di Kota Padang

yang diiringi dengan semakin majunya masyarakat khususnya remaja yang sering mengunjung

restoran dan tempat hiburan serta seringnya kunjungan masyarakat luar kota yang menginap di

hotel. Akan tetapi dilihat dari segi kontribusi pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan

masih saja mengalami kendala dalam menggali PAD Kota Padang, hal ini timbul karena masih

adanya Wajib Pajak yang belum memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Masalah lain

juga timbul akibat terjadinya kesenjangan antara penetapan anggaran dengan realisasi

penerimaan pajak hotel, pajak restoran, dan pajak daerah, sehingga kecilnya kontribusi

penerimaan pajak daerah tersebut terhadap PAD. Agar pemungutan pajak daerah dapat berjalan

dengan efektif, perlunya sosialisasi kepada masyarakat umum bahwa pemungutan pajak daerah

ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, sehingga pemahaman pajak

yang tidak untuk masyarakat saja tetapi juga untuk petugas pajak dan setiap pihak yang terkait

dengan pemungutannya harus sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang pajak daerah dan

pihak yang bersangkutan mau dengan sadar


membayarnya.

Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

“Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan Kota Padang

Pada Tahun 2014-2016”​.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penerimaan pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan di Kota Padang
selama tahun 2014 sampai
2016?

2. Bagaimana kontribusi penerimaan pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan terhadap

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Padang selama tahun 2014 sampai 2016?

TUJUAN
PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Penerimaan pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan di Kota Padang selama tahun

2014 sampai 2016.

2. Kontribusi penerimaan pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan terhadap

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Padang selama tahun 2014 sampai 2016.

MANFAAT
PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah


:

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Padang dalam evaluasi untuk

mengembangkan penerimaan pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan di Kota

Padang, sehingga realisasi penerimaan dari pajak daerah bias mencapai target.

2. Menambah wawasan keilmuan tentang pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan.

3. Sebagai bahan referensi dan tolak ukur bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian
mengenai pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan.

LANDASAN
TEORITIS
Pada landasan teori ini akan dibahas mengenai teori-teori yang melandasi penelitian dan

menjadi dasar acuan untuk menganalisis dalam penelitian serta menggambarkan kerangka teori

dari penelitian.

Gambaran Umum tentang


Pajak

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No 6

tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah :

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besar

kemakmuran rakyat.”

Berikut pengertian pajak menurut para ahli :

1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung

dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum

2. S.I. Djajadiningrat
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara

yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan

kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang

ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari

negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.

3. Dr. N. J. Feldmann
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa

(menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya

kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

umum.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, pajak memiliki unsur-unsur pokok sebagai berikut
:

1. Iuran dari rakyat kepada negara.

Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Iuran

tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang.

Salah satu karakteristik pokok dari pajak adalah pemungutannya harus berdasarkan

undang-undang. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya pajak adalah beban yang

harus dipikul oleh rakyat banyak, sehingga dalam perumusan macam, jenis dan berat

ringannya tarif pajak itu, harus ikut serta menentukan dan menyetujuinya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh

pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang

bermanfaat bagi masyarakat luas. Bila dari pemasukannya masih terdapat surplus,

digunakan untuk membiayai ​public investment.​

Stelsel Pemungutan Pajak

Terdapat 3 sistem yang mendasari timbulnya utang pajak,


yaitu:

1. Stelsel Nyata
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga

pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah

penghasilan yang sesungguhnya diketahui.

2. Stelsel Fiktif (Anggapan)

Pengenaan pajak didasarkan pada anggapan bahwa penghasilan wajib pajak dianggap

sama besarnya dengan penghasilan sesungguhnya diperoleh dalam tahun yang lalu,

dengan sama sekali tidak terpengaruh oleh besarnya penghasilan yang sesungguhnya

diperoleh dalam tahun yang sedang


berjalan.

3. Stelsel campuran

Pengenaan pajak didasarkan ada kombinasi stelsel nyata dan stelsel fiktif, Dimana

dalam tahun berjalan, wajib pajak diwajibkan membayar pajak yang pengenaan
pajaknya berdasarkan atas suatu anggapan bahwa penghasilan wajib pajak dianggap

sama besarnya dengan penghasilan sesungguhnya diperoleh dalam tahun lalu, setelah

tahun pajak berakhir, wajib pajak harus menghitung kembali besarnya pajak yang

terutang berdasarkan atas penghasilan yang sebenarnya diperoleh dalam tahun

tersebut.

Di Indonesia berlaku stelsel campuran, dimana wajib pajak melakukan angsuran pajak

tahun berjalan melalui anggapan dari pajak terutang tahun sebelumnya yang di atur dalam

mekanisme PPh Pasal 25, serta menghitung pajak terutang di akhir tahun. Pada akhir tahun, PPh

terutang yang telah dihitung berdasarkan penghasilan nyata pada tahun tersebut. Apabila pajak

terutang ternyata lebih besar daripada angsuran pajak terutang, kekurangan tersebut harus

dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Jika pajak
terutang lebih kecil daripada angsuran pajak, setelah adanya pemeriksaan, kelebihan pembayaran

pajak dikembalikan.

Asas Pemungutan
Pajak

1. Asas Domisili

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat

tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

2. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal Wajib
Pajak.

3. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

Teknik Pemungutan
Pajak

Terdapat tiga sistem pemungutan pajak yang berlaku, yaitu:

1. ​Official assessment system

Yaitu fiskus berperan aktif dalam menghitung dan menetapkan besarnya pajak

yang terutang, berdasarkan Surat Ketetapan yang diterbitkan fiskus, Wajb Pajak

membayar pajak yang terutang


tersebut

2. ​Self assessment system

Yaitu wajib pajak sendiri yang menghitung, menetapkan, menyetorkan dan

melaporkan pajak yang terutang, dalam sistem ini fiskus hanya berperan untuk

mengawasi, meneliti kelengkapan dan kebenaran penghitungan SPT.

3. ​Withholding system
Yaitu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga

(bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya

pajak terutang oleh Wajib Pajak.

Di Indonesia sendiri menganut sistem ​self assessment d​ an ​withholding s​ ystem.

Perlakuan ​self assessment,​ wajib pajak baik orang pribadi dan badan di Indonesia
melakukan penghitungan pajak terutang sendiri di akhir tahun pajak, dan melaporkan

serta menyetorkan ke bank persepsi. Untuk ​withholding system,​ di Indonesia dilakukan

pada pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan potong dan pemungutan, dimana

pemberi penghasilan langsung memotong penghasilan dikeluarkan, dan menyetorkan ke

bank perspesi, serta wajib menyerahkan bukti potong kepada penerima


penghasilan.

Klasifikasi Pajak

1. Menurut Golongan

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak

dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak

Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika

terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya

pajak. Misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh : Pajak Pertambahan

Nilai.

2. Menurut Sifat
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi

Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh :

Pajak Penghasilan.

b. Pajak objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya, baik berupa
benda, keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan timbulnya

kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak

Bumi dan Bangunan.

3. Menurut Lembaga Pemungut

a. Pajak Negara (Pajak Pusat), yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh : Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas Pajak Provinsi dan

Pajak
Kabupaten/Kota.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Identifikasi sumber PAD adalah meneliti, menentukan dan menetapkan mana

sesungguhnya yang menjadi sumber PAD dengan cara meneliti dan mengusahakan serta

mengelola sumber PAD dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber

pendapatan tersebut dengan benar, sehingga memberikan hasil yang maksimal. Sedangkan PAD

adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah yang dikelola snediri

oleh pemerintah daerah (Rostika,


2011:18).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesua Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli

Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut

berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya,

sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :

(1) PAD bersumber dari :

a. Pajak Daerah;

b. Retribusi Daerah;

c. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan

d. lain-lain PAD yang sah.

(2) Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi :

a. hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;

b. jasa giro;

c. pendapatan bunga;

d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan

e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau

pengadaan barang dan/jasa oleh


Daerah.

Otonomi Daerah dan Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Sedangkan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan

kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

perturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (Mardiasmo,


2006:12).

Pada dasarnya tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan kesejahteraan mayarakat,

pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk menunjang tujuan otonomi daerah tersebut yaitu

dengan memaksimalkan Penerimaan Asli Daerah yang ada pada masing-masing daerah, pajak

daerah menjadi salah satu penyumbang dalam PAD.

Berikut dasar hukum pajak daerah :

1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang

diberlakukan mulai tahun 2010.

2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan


Daerah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur tentang Pajak Daerah.

Jenis Pajak
Daerah

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka
pajak daerah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Pajak Provinsi, terdiri atas :

a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d. Pajak Air Permukaan


e. Pajak Rokok

2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :

a. Pajak Hotel

b. Pajak Restoran

c. Pajak Hiburan

d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

g. Pajak Parkir

h. Pajak Air Tanah

i. Pajak Sarang Burung Walet

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Di Kota Padang, pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan merupakan pajak daerah
yang dipungut sendiri oleh pemerintah Kota Padang.

Pajak
Hotel

Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus

disediakan bagi orang untuk dapat menginap/beristirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau

fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola

dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

Pengenaan pajak hotel mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di

Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten

atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten.kota.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, subjek

pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel.

Sedangkan wajib pajak hotel adalah pengusaha hotel.

Objek dan Bukan Objek Pajak Hotel

Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran, yang

termasuk
:

1. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Dalam pengertian rumah

penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar sepuluh atau lebih yang

menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. Fasilitas penginapan atau fasilitas

tinggal jangka pendek antara lain : gubuk pariwisata (​cottage)​ , motel, wisma pariwisata,
pesanggrahan (​hostel​), losmen, dan rumah penginapan.

2. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka

pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. Pelayanan penunjang

antara lain : telepon, faksimile, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi dan

pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel.

3. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk

umum. Fasilitas olahraga dan hiburan antara lain : pusat kebugaran (​fitness center​),

kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel.

4. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.

Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak hotel atau tidak dikenakan pajak atas

pelayanan yang diberikan penginapan yaitu :

1. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen, dan/atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang

tidak menyatu dengan hotel.


2. Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren.

3. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan di hotel yang digunakan oleh bukan tamu

hotel dengan pembayaran.

4. Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang digunakan oleh umum di hotel.

5. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan

oleh umum.

Dasar Pengenaan, Tarif, dan Perhitungan Pajak Hotel


Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel.

Pembayaran adalah jumlah uang yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas

penyerahan barang dan/jasa sebagai pembayaran kepada pemilik


hotel.

Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan

peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan

keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang

sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota.

Untuk mengetahui besarnya pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif pajak hotel setinggi-tingginya sebesar 10% dengan dasar pengenaan pajak yaitu

jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang dan/atau

jasa sebagai pembayaran kepada pemilik hotel. Berikut rumus perhitungan pajak hotel :

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan


Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang Dilakukan Kepada Hotel

Pajak
Restoran
Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap

makanan dan/atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha

jasa boga atau ​catering​.

Pengenaan pajak restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada

di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah
kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, subjek

pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada restoran.

Sedangkan wajib pajak restoran adalah pengusaha restoran.

Objek dan Bukan Objek Pajak Restoran

Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran.

Yang termasuk dalam objek pajak restoran adalah rumah makan, café, bar, dan sejenisnya.

Pelayanan di restoran/rumah makan meliputi penjualan makanan dana atau minuman di

restoran/rumah makan, termasuk penyediaan penjualan makanan/minuman yang diantar/dibawa

pulang.​Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak restoran yaitu :

1. Pelayanan usaha jasa boga atau ​catering.

2. Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang peredarannya tidak

melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

Dasar Pengenaan, Tarif, dan Perhitungan Pajak


Restoran

Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada

restoran. Pembayaran adalah jumlah uang yang diterima atau seharusnya diterima sebagai

imbalan atas penyerahan barang dan/jasa sebagai pembayaran kepada pemilik restoran.
Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan

dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang

dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah


kabupaten/kota.

Untuk mengetahui besarnya pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif pajak restoran paling tinggi sebesar 10% dengan dasar pengenaan pajak yaitu

jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang dan/atau

jasa sebagai pembayaran kepada pemilik restoran. Berikut rumus perhitungan pajak restoran :

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan


Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang Dilakukan Kepada


Restoran

Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis

pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk

apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk

penggunaan fasilitas untuk


berolahraga.

Pengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada

di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah

kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

Mengingat kondisi kabupaten/kota di Indonesia tidak sama, termasuk dalam jenis hiburan yang

diselenggarakan, maka untuk dapat diterapkan pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah
daerah stempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang pajak hiburan yang akan menjadi

landasan hokum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak hiburan

di kabupaten/kota yang bersangkutan.


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, subjek

pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan/atau menikmati hiburan.

Sedangkan wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan

hiburan.​Objek dan Bukan Objek Pajak

Restoran

Objek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran, yang

meliputi :

1. Pertunjukan film.

2. Pertunjukan kesenian.

3. Pertunjukan pagelaran.

4. Penyelenggaraan diskotik, music hidup, karaoke, klab malam, ruang music (​music room)​ ,

balai gita (​singing hall)​ , pub, ruang selesa music (​music long​), klub eksekutif (​executive

club)​ , dan sejenisnya.

5. Permainan biliar dan sejenisnya.

6. Permainan ketangkasan, termasuk mesin keeping dan sejenisnya.

7. Panti pijat, mandi uap.

8. Pertandingan olahraga.
9. Penyelenggaraan tempat-tempat wisata, taman rekreasi, seluncur (​ice skate)​ , kolam

pemancingan, pasar malam, sirkus, komedi putar yang digerakkan dengan peralatan

elektronik, kereta pesiar, dan sejenisnya.

10. Pertunjukan dan keramaian umum


lainnya.
Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak hiburan yaitu penyelenggaraan hiburan yang

tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara

adat, dan kegiatan keagamaan.

Dasar Pengenaan, Tarif, dan Perhitungan Pajak Hiburan

Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah pembayaran yang dilakukan atau yang

seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan. Pengertian yang seharusnya

dibayar termasuk pemberian potongan harga dan tiket cuma-cuma.

Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35% (tiga puluh lima persen) dan ditetapkan

dengan peraturan daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada

pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi

masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kota/kabupaten diberi

kewenangan unutk menetapkan besarnya tariff pajak yang mungkin berbeda dengan

kota/kabupaten lainnya, asalkan tidak lebih dari 35%. Untuk mendukung pengembangan

kesenian tradisional, hiburan berupa kesenian tradisional umumnya dikenakan tarif pajak yang

lebih rendah dari hiburan lainnya. Oleh karena objek pajak hiburan meliputi berbagai jenis

hiburan, pemerintah kabupaten/kota juga harus menetapkan tarif pajak untuk masing-masing
jenis hiburan, yang biasanya berbeda antar jenis hiburan.

Untuk mengetahui besarnya pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif pajak hiburan paling tinggi sebesar 35% dengan dasar pengenaan pajak yaitu

jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan.

Berikut rumus perhitungan pajak hiburan


:

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan


Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran untuk Menonton/Menikmati


Hiburan
Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan, Ketetapan, dan Penghapusan atau Pengurangan

Sanksi Administrasi Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak


Hiburan

Bupati/walikota karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat :

1. Membetulkan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah), SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak

Daerah Kurang Bayar), SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar

Tambahan), atau STPD (Surat Tagihan Pajak Daerah) yang dalam penerbitannya terdapat

kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-

undangan perpajakan
daerah.

2. Mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.

3. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan

kenaikan pajak yang terutang jika sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan dan bukan
karena kesalahannya.

PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian terdahulu merupakan acuan untuk penelitian selanjutnya, sehingga peneliti

dapat membandingkan hasil penelitian. Penelitian terdahulu disajikan pada table berikut :
Penelitia
Nam n
a
Rahma
(Tahun d
)
Sollin
g

Hami
d
Variabe
l Saha
Variabe r
l
(2011)
Penelitia
n
Penelitia
n
Hasi
l
Hasi
l
Hasi ndependen:
l ndependen:

Penelitia
n
Penelitia
n
Variabel Dependen:
Variabel Dependen:

Pendapatan Asli
Pendapatan Asli Sit
i
Daerah Kota
Palopo. ndependen:
Dinas Pendapatan Pengelolaan ndependen:
Dinas Pendapatan Pengelolaan Kontribusi pajak daerah dan
Dinas Pendapatan Pengelolaan Kontribusi pajak daerah dan
Kontribusi pajak daerah dan
Keuangan dan Aset Daerah
Keuangan dan Aset Daerah Rahmawati
Keuangan dan Aset Daerah
Hidaya
Kota Palopo harus h
Kota Palopo harus
Kota Palopo harus (2012)

memperhatikan pengelolaan
memperhatikan pengelolaan
memperhatikan pengelolaan

sector pajak hiburan, karena


sector pajak hiburan, karena Daerah (PAD) dan
rah,
rah, pajak hiburan memberikan
kontribusi yang besar terhadap

PAD setiap tahunnya.

Diharapkan juga untuk instansi

Dependen: atau pihak terkait dapat


Dependen:
memberikan dukkungan penuh
n Asli
retribusi daerah terhadap 25%. Hal ini dapat dilihat dari
retribusi daerah terhadap
retribusi daerah terhadap besarnya kontribusi pajak
besarnya kontribusi pajak
pendapatan asli daerah
pendapatan asli daerah daerah dan retribusi daerah
pendapatan asli daerah daerah dan retribusi daerah

dikategorikan besar, karena terhadap pendapatan asli


dikategorikan besar, karena terhadap pendapatan asli
dikategorikan besar, karena
daerah per tahun yang
rasio yang dicapai lebih dari daerah per tahun yang
rasio yang dicapai lebih dari
memiliki nilai lebih dari 25%
Anggara
n

Pendapatan dan

Belanja Negara Dew


i
(APBD) Kabupaten
ndependen:
Grobogan Periode ndependen:
Perlu adanya upaya
2006-2010 Perlu adanya upaya
. Perlu adanya upaya
Daerah (PAD)
Nirmal
Kabupaten Grobogan, a

Anggaran Pendapatan Sari


(2014)
dan Belanja Negara

Kabupaten
Grobogan. el, Pajak
25%. Hal ini dapat dilihat dari el, Pajak
Restoran, Pajak
Parkir
Restoran, Pajak
Parkir
intensifikasi pemungutan pajak
intensifikasi pemungutan pajak
intensifikasi pemungutan pajak

daerah dengan memperkecil


daerah dengan memperkecil
daerah dengan memperkecil
Variabel dan Pajak Parkir
Dependen
:
biaya operasional pungutan
biaya operasional pungutan

terhadap Pendapatan
Pendapatan Asli
Zor
Asli Daerah Kota y
Daerah Kota

Surakarta ndependen:
. ndependen:
Surakarta Gambaran penerimaan pajak
. Gambaran penerimaan pajak
yang selama ini masih Gambaran penerimaan pajak
yang selama ini masih
Alfuad
dianggap terlalu tinggi. y
dianggap terlalu tinggi.
(2014)
DPPKAD Kota Surakarta
DPPKAD Kota Surakarta

diharapkan terus menggali


Peranannya umatera
Pajak
Hotel
Pajak
Hotel menunjukkan bahwa pajak
menunjukkan bahwa pajak
Variabel Dependen:
Variabel Dependen: daerah di Kota Padang,
daerah di Kota Padang,
Pendapatan Asli
daerah dari tahun 2008 sampai Bukittinggi, Padang Panjang,
daerah dari tahun 2008 sampai Bukittinggi, Padang Panjang,
daerah dari tahun 2008 sampai
dan Kabupaten Pesisir Selatan
dengan tahun 2012 dari hasil dan Kabupaten Pesisir Selatan
dengan tahun 2012 dari hasil
dengan tahun 2012 dari hasil mengalami pertumbuhan dari
Barat. tahun ke tahun. Dapat
analisis rasio pertumbuhan
analisis rasio pertumbuhan

Terhada
p

Pendapatan
Asli

Daera
h

Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera
Daera
h

Kabupaten/Kota di
meningkatkan potensi dan
Agriani meningkatkan potensi dan
meningkatkan potensi dan

Variabel Independen: sumber-sumber Pendapatan


Variabel Independen: sumber-sumber Pendapatan
Pemerintah Daerah sebaiknya sumber-sumber Pendapatan
Pemerintah Daerah sebaiknya
Pemerintah Daerah sebaiknya Asli Daerah khususnya
Asli Daerah khususnya
Lombogi
a Kabupaten
Minahasa
(2016)
Selatan
.
abupaten

Daerah (PAD) penerimaan pajak hotel,


Pajak penerimaan pajak hotel,
Hotel
Pajak sehingga akan terjadi
Hotel sehingga akan terjadi

Variabel Dependen:
Variabel Dependen:

Pendapatan Asli

Disamping itu pemerintah

perlu memberikan sanksi

kepada wajib pajak yang tidak

membayar
pajak.
Kerangka
Berfikir

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan melalui bagan alur berikut :

Keterangan
:

Pemerintah Pusat memberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah dalam mengurus

sumber pendapatan di daerahnya masing-masing, salah satunya dari Pajak Daerah.


Sumber

penerimaan Pajak Daerah yang cukup besar di Kota Padang diantaranya yaitu pajak hotel, pajak

restoran, dan pajak hiburan. Untuk memaksimalkan realisasi dari anggaran penerimaan
pajak

daerah yang langsung berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah, maka pemerintah
daerah

harus mengetahui seberapa besar kontribusi pajak hotel, pajak restoran, dan pajak
hiburan

terhadap PAD. Serta untuk menghindari Wajib Pajak yang tidak taat dalam membayarkan

pajaknya.

METODOLOGI
PENELITIAN

Jenis
Penelitian
Paja
k

Pajak
Daerah

Pemerintah Kota
Padang

Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan

Pendapatan Asli Daerah Kota


Padang
Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kuantitatif. Menurut

Suharsimi Arikunto (2006), pada dasarnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non

hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan


hipotesis.
Penelitian ini akan membandingkan kontribusi pajak hotel, pajak restoran, dan pajak

hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Sumatera


Barat.

Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan dari

tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 sebagai variabel bebas (​independent variable​) dengan

indikator pengukuran penerimaan pajak yang terdiri atas laju pertumbuhan (​growth)​ dan

efektivitas (​effectivity​), dan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah .Sedangkan yang

menjadi varibel terikat (​dependent variable)​ dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah

Kota Padang dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder

adalah data yang diperoleh secara tidak langsung yang bisa diperoleh dari buku-buku, artikel,

undang-undang dan peraturan daerah (Perda) yang berlaku. Selain itu data sekunder juga

diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), data Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah, dan data yang dipublikasi oleh Badan Pusat Statistika (BPS).

Data sekunder yang dikumpulkan dalam 3 tahun terakhir mengenai :

1. Pendapatan Asli Daerah di Kota Padang dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2016.

2. Penerimaan pajak daerah terutama pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan di Kota

Padang dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2016.


3. Peraturan daerah terbaru di Kota Padang.
Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Metode Penelitian Kepustakaan dan

Dokumentasi. Dengan mengumpulkan dan menelaah segala literatur yang berhubungan dengan

penelitian termasuk peraturan dan UU pajak yang berlaku, jurnal-jurnal terkait, serta data-data

yang berhubungan dengan pajak hotel.

Metode Analisis Data

Kegiatan analisis data untuk mengetahui tentang kontribusi penerimaan pajak hotel, pajak

restoran, dan pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dalam penelitian ini dilakukan

melalui beberapa tahap sebagai


berikut:

1. Membuat tabel target dan realisasi penerimaan pajak daerah tahun 2014-2016 untuk

melihat gambaran penerimaan pajak daerah.

2. Membuat tabel target dan realisasi penerimaan pajak hotel tahun 2014-2016 untuk

melihat gambaran penerimaan pajak hotel.

3. Membuat tabel target dan realisasi penerimaan pajak hotel tahun 2014-2016 untuk

melihat gambaran penerimaan pajak restoran.

4. Membuat tabel target dan realisasi penerimaan pajak hotel tahun 2014-2016 untuk

melihat gambaran penerimaan pajak


hiburan.

5. Membuat tabel realisasi Penerimaan Asli Daerah tahun 2014-2016 untuk melihat
gambaran
PAD.

6. Menganalisa data yaitu proses pengolahan data dan menghitung rata-rata dengan

menggunakan rumus-rumus laju pertumbuhan, efektivitas dan kontribusi penerimaan

pajak hotel terhadap Pendapatan Asli


Daerah.
7. Menginterprestasi data hasil perhitungan berdasarkan kriteria penafsiran yang digunakan

masing-masing indikator agar diperoleh suatu


kesimpulan.

Laju Pertumbuhan (​Growth​)

Laju pertumbuhan pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan menunjukkan kemampuan

pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya dalam memungut

pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan.


-1) (t-1)
X 100%
Gx=​X​X​t-X​(t

Sumber : Syafri Daud dalam Abdul Halim (2004:162)

Keterangan
:

Gx = Laju Pertumbuhan Pajak Hotel/Pajak Restoran/Pajak Hiburan pertahun.

Xt = Realisasi Penerimaan Pajak Hotel/Pajak Restoran/Pajak Hiburan pertahun.

X​(t-1) ​= Realisasi Penerimaan Pajak Hotel/Pajak Restoran/Pajak Hiburan tahun

sebelumnya.
Efektivitas (​Effectivity)​

Efektivitas adalah hubungan antara realisasi penerimaan pajak hotel, pajak restoran,

dan pajak hiburan terhadap target penerimaan hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan yang

memungkinkan apakah besarnya pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan sesuai dengan

target yang ada. Besarnya efektifitas pajak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Sumber : Nick Devas dalam Siti Rahmawati Hidayah (2012:6)


Realisasi ​ Penerimaan ​ Pajak X
Efektivitas =​ Target Penerimaan ​ Pajak ​
Hotel/Restoran/Hiburan 100%
Hotel/Restoran/Hiburan ​
Apabila hasil perhitungan efektifitas pajak ​hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan
menghasilkan angka/persentase yang mendekati 100%, pajak ​hotel, pajak restoran, dan pajak
hiburan ​semakin efektif.
Kontribusi Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Untuk mengetahui besar kontribusi pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan
terhadap PAD, dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
Realisasi ​ Pajak Hotel/Restoran/Hiburan
Kontribusi = Realisasi ​ Penerimaan ​
X 100%
Pendapatan Asli Daerah ​
Sumber : Sariambong dalam Agriani Lombogia (2016:534)
Dengan analisis menghitung kontribusi ini, kita akan mengetahui seberapa besar
kontribusi pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan terhadap PAD Kota Padang.
Dengan membandingkan hasil analisis tersebut dari tahun ke tahun selama 5 (lima) tahun,
akan didapatkan hasil analisis yang berfluktuasi dari kontribusi tersebut, dan akan
diketahui kontribusi terbesar dan terkecil. Sehingga dapat diketahui seberapa besar peran
pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan dalam menyumbang kontribusi terhadap
PAD Kota Padang.
REFERENSI
Alfuady, Zory. 2014. ​Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel dan Peranannya Terhadap
PendapatanAsli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat.​
Arikunto, Suharsimi. 2006. ​Prosedur Penelitian.​ Jakarta: Rineka Cipta.
Halim, Abdul. 2004. ​Manajemen Keuangan Daerah.​ Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Hidayah, Siti Rahmawati. 2012. ​Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD)

Kabupaten Grobogan Periode 2006-2010.​

Lombogia, Agriani. 2016. ​Analisis Kontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah

(PAD) Kabupaten Minahasa Selatan.​

Mardiasmo. 2006. ​Perpajakan​. Yogyakarta: Andi.

Prakosa, Kesit Bambang. 2003. ​Pajak dan Retribusi Daerah.​ Yogyakarta: UII Press.

Resmi, Siti. 2016. ​Perpajakan : Teori dan Kasus​. Jakarta: Salemba Empat.

Rostika. 2011. ​Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Di

Kabupaten Bandung Tahun


2003-2007.

Sahar, Rahmad Solling Hamid. 2011. ​Kontribusi Pajak Hiburan terhadap Pendapatan Asli

Daerah Kota
Palopo.

Sari, Dewi Nirmala. 2014. ​Analisis Kontribusi Pajak Hotel, Restoran, Reklame, dan Pajak
Parkir

terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta.

Siahaan, Marihot P. 2005. ​Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.​ Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai