Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

Virus Varisela Zoster tersebar di seluruh dunia serta dapat menyebabkan varisela (cacar
air) dan herpes zoster (shingles). Varisela merupakan penyakit yang ringan, sangat menular,
terutama pada anak-anak ditandai dengan terjadi demam dan malaise sebelum terbentuknya lesi
makulopapular pada muka dan batang tubuh, yang kemudian menjadi vesikel dan membentuk
krusta. Herpes zoster umumnya terjadi pada manula akibat reaktivasi virus laten ditandai ruam
pada kulit yang dipersarafi ganglion sensorik dengan lesi serupa varisela.1

Dalam makalah tinjauan pustaka ini, penulis akan membahas kaitan virus varisela zoster
dalam anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, working dan differential diagnosis, etiologi,
epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan
prognosis untuk konsep pemahaman dalam menegakkan diagnosis penyakit yang disebabkan
infeksi primer virus varisela zoster.

Pembahasan

Anamnesis

Masa inkubasi bagi penyakit varicella adalah sekitar 10 hingga 21 hari. Antara hal yang
perlu ditanyakan ketika anamnesis adalah riwayat terpajan di lingkungan rumah dan sekolah.
Pada kebiasaanya, diawali dengan demam yang tidak terlalu tinggi selama 1 hingga 2 hari
sebelum timbul ruam. Demam ini pada kebiasaannya disertai dengan malaise, nyeri kepala,
anoreksia, nyeri tenggorokan dan batuk. Pada pasien varicella, ruam muncul dari kulit kepala,
wajah, leher hingga tersebar keseluruh tubuh. Ruam ini disertai dengan rasa gatal. Antara resiko
yang perlu diperkirakan adalah pada neonates, pasien yang immunokompromais dan keganasan.

Ruam yang timbul adalah bersifat vesikulopapular yaitu mengadung cairan. Vesikel
bersifat khas yaitu berada di superfisial, dinding tipis terlihat seperti tetesan air. Pada sesuatu
masa boleh didapatkan perlbagai tingkat lesi kulit dari tingkat papul, vesikel, pustule hinggalah
ke tingkat krusta pada satu area yang sama. Lesi kulit yang terdapat dapat bertahan sekitar 3
hingga 5 hari sebelum menjadi krusta pada hari ke6. Lesi ini sembuh sempurna pada hari ke14
hingga ke 16. Pada herpes zoster, lesi kulit timbul berkelompok pada 1 dermatom.
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan duduk di tepi tempat tidur atau meja periksa meliputi
inspeksi dan palpasi dilakukan pada kulit dimulai dari observasi wajah dilanjutkan dengan
identifikasi adanya lesi, perhatikan lokasi, distribusi, susunan tipe, dan warnanya. Lanjutkan
pada pengkajian kulit saat memeriksa bagian tubuh lain.2

Dalam kasus ini, pada pemeriksaan fisik ditemukan macula, papula, vesikle, dan crustae
(susunan tipe lesi) yang berkelompok dan multiforme (distribusi) pada muka yang menjalar ke
seluruh tubuh dengan sebaran lesi sentrifugal (lokasi).

Macula merupakan bintik tidak berwarna pada kulit yang tidak menonjol dari permukaan
dengan ukuran sampai 1,0 cm.2

Papula merupakan lesi menonjol yang kecil, berbatas tegas, dan padat pada kulit dengan ukuran
sampai 1,0 cm.2

Vesikle merupakan tonjolan epidermis kecil, berbatas tegas, dan mengandung cairan serosa
dengan ukuran sampai 1,0 cm.2

Crustae merupakan lapisan padat yang terbentuk melalui residu eksudat kulit yang mengering
seperti serum, pus, atau darah.2

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis NAAT (Nucleic Acid Amplification Testing) saat ini merupakan metode
diagnosis utama. Apusan Tzanc merupakan metode diagnosis laboratorium yang sederhana
namun mempunyai sensitivitas rendah dan tidak dapat membedakan dengan infeksi HSV. Pada
pewarnaan apusan kerokan atau bilasan dasar vesikel (apusan Tzanc menggunakan pewarnaan
Giemsa atau Wright) terlihat sel raksasa berinti banyak (multinuklear). Sel tersebut tidak ada
pada vesikel non herpetik. Antigen virus intraselular dapat diperlihatkan dengan pewarnaan
imunofluoresensi dari apusan yang sama.3

Virus dapat diisolasi dari cairan vesikel pada awal perjalanan penyakit yang
menggunakan kultur sel manusia dalam 3-7 hari. Virus varisela-zoster dalam cairan vesikel
sangat labil dan kultur sel sebaiknya diinokulasi dengan tepat.3
Peningkatan titer antibodi spesifik dapat dideteksi pada serum pasien dengan berbagai
tes, termasuk antibodi fluoresensi, aglutinasi lateks, immunoassay enzim. Serologi (peningkatan
antibodi empat kali lipat) digunakan untuk menentukan status imun pasien yang dianggap
berisiko (pasien immunocompromised atau wanita hamil) untuk menurunkan risiko penyebaran
pada wabah institusional.3

Differential Diagnosis

1. Rubella

Rubella bisa didapatkan melalui infeksi virus Rubella. Rubella juga dikenali sebagai campak
Jerman. Bagi penyakit rubella, masa inkubasinya adalah sekitat 14-21 hari. Gejala klinis yang
bisa didapatkan pada pasien rubella adalah demam, konjungtivitis, ruam, makulopapular dan
limfadenopati servikal. Makulopappular dan limfadenopati suboksipital merupakan ciri khas
pada pasien rubella. Pada fase prodromal, terdapat gejala non spesifik selama 1-5 hari sebelum
terjadinya onset ruam seperti demam, nyeri mata, nyeri tenggorokan, arthralgia dan gangguan
saluran cerna. Onset ruam ini dimulai dari bagian muka secara sefalokaudal dalam 24 jam
dengan durasi 1-5 hari. Pada rubella kongenital dapat terjadi cacar mata bawaan seperti katarak
glaucoma, mikroftalmia dan retinopati kongenital. Selain itu dapat juga menyebabkan gangguan
sistm saraf pusat seperti retardasi mental dan meningoensefalitis. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan IgM anti Rubella (+), kenaikan titer IgG 4 kali lipat antara serum fase dan
konvalesence.4

2. Variola (Smallpox)

Smallpox merupakan penyakit akut dan contagious yang didapatkan melalui infeksi virus
variola yang merupakan golongan genus Orthopoxvirus. Infeksi ini bisa didapatkan melalui
implantasi dari beberapa virion dari smallpox ke dalam orofaring atau traktus respirasi. Penyakit
ini mempunyai periode inkubasi sekita 7-17 hari. Setelah pasien terpapar kepada infeksi, pasien
akan melalui periode inkubasi tanpa symptom selama 10-12 hari. Smallpox bermula dengan
demam, pusing dan sakit belakang. Lesi pada kulit dapat timbul pada muka, mulut, faring dan
lengan. 1-4 hari sebelum onset ruam adalah merupakan fase prodromal menimbulkan demam,
pusing, sakit belakang, menggigil, muntah-muntah dan sakit badan. Ruam dapat timbul setelah
2-4 hari dan akan berlanjutan melalui peringkat, papul, vesikel, pustule dan akhirnya menjadi
scab. Scab tersebut akan menghilang pada akhir minggu ketiga atau minggu keempat. Perubahan
rash dari papul ke pustule hanya mengambil masa 1-2 hari. Rash menyebar bermula dari daerah
muka ke lengan dan kaki sebelum menyebar ke bagian tangan dan tungkai bawah. Ruam ini
dapat menyebar ke semua bagian tubuh dalam masa 24 jam.5

3. Rubeola (Measles/Morbili)

Varicella harus dibedakan dengan Rubeola. Rubeola merupakan penyakit yang


disebabkan oleh virus Morbili (Paramyxoviridae). Masa inkubasinya berkisar antara 10-20 hari
yang terdiri dari tiga stadium. Stadium pertama adalah stadium prodromal yang berlangsung 3-5
hari dengan gejala demam awal yang tidak telalu tinggi namun makin lama makin meninggi,
3C (cough, conjunctivitis, dan coryza), koplik spot yang ditemukan pada 1-2 hari sebelum
sampai 1-2 hari sesudah muncul ruam.

Fase yang mengikuti setelahnya adalah fase erupsi, dimana ruam makulopapular
eritematous, konfluens, menyebar dari belakang telinga hingga ke seluruh tubuh. Pada fase ini
demam akan bertahan 3 hari sesudah menyebar ke seluruh tubuh dan suhu badan akan mencapai
puncak saat ruam mulai timbul. Fase yang terakhir adalah fase konvalesens dimana demam
mulai turun dan ruam akan meninggalkan bekas hiperpigmentasi selama 1-2 minggu.6

4. HMFD (Hand, Mouth, Foot Disease)

HMFD (hand, mouth, foot disease) atau juga dikenal sebagai Flu Singapura atau di
Indonesia dikenal dengan PTKM (Penyakit Kaki, Tangan dan Mulut) adalah penyakit yang
disebabkan oleh Coxackie virus. Penyakit ini akan menimbulkan gejala demam selama 2-3 hari
yang diikuti dengan sakit leher (faringitis). Kehilangan nafsu makan, pilek dan gejala flu lainnya
juga mengikuti. Yang dapat membuat penyakit ini berbeda dengan varicella adalah bahwa lesi
hanya ada di mulut, tangan ataupun di bawah lutut. Penularan penyakit ini dapat melalui
droplet.6

Working Diagnosis

Pasien berusia 8 tahun mengalami demam, myalgia, batuk dan pilek selama 3 hari. Pada
hari ke-3 timbul bentol berisi cairan pada muka yang menjalar ke seluruh tubuh. Bentol ini
berubah cepat menjadi bernanah dan menghitam. Pada riwayat keluarga diketahui bahwa adik
pasien juga mengalami keluhan yang sama 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan macula, papula, vesikle, dan crustae yang berkelompok dan multiforme di seluruh
tubuh dengan sebaran lesi sentrifugal.

Tanda khas penyakit varisela adalah terdapat bermacam-macam stadium erupsi. Hal ini
menunjukkan tanda yang sama pada pemeriksaan fisik dengan ditemukannya macula, papula,
vesikle, dan crustae yang berkelompok dan multiforme.

Tanda khas lainnya adalah lesi timbul mula-mula di dada lalu ke muka, bahu, dan
anggota gerak disertai perasaan gatal. Hal ini menunjukkan tanda yang sama pada pemeriksaan
fisik dimana lesi ditemukan di seluruh tubuh dengan sebaran lesi sentrifugal (menjauhi pusat).

Varisela memiliki periode inkubasi 13-17 hari. Hal ini menunjukkan tanda yang sama
yaitu pada riwayat keluarga diketahui adik pasien mengalami keluhan yang sama 2 minggu yang
lalu.

Selain itu, sekitar 24 jam sebelum kelainan kulit timbul pada penderita varisela, terdapat
gejala demam, malaise, dan anoreksia. Dalam kasus ini, pasien mengalami demam, myalgia,
batuk, dan pilek selama 3 hari sebelum timbul bentol berisi cairan.

Namun, dalam hal ini belum dapat dipastikan menderita varisela yang disebabkan VZV.
Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada kerokan atau bilasan
dasar vesikel dan sebagainya.7

Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus Varicela zooster. VZV merupakan virus yang ber-
envelope (berselubung), ikosahedral, double stranded DNA yang merupakan famili herpesvirus.
Genom virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran
imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan asiklovir dan
dihubungkan dengan agen antivirus. Hanya manusia yang menjadi hospes naturalnya. Penamaan
virus ini memberikan kesan bahwa infeksi primer menyebabkan penyakit varisela, sedangkan
reaktivasi virus menyebabkan herpes zooster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis
yang berbeda.
Diperkirakan bahwa setelah ada kontak dengan VZV akan terjadi varisela; kemudian
setelah penderita varisela tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa
ada manifestasi klinis) dan kemudian virus VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan
herpes zooster. Virus VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah pemderita
varisela; dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan dapat diisolasi dengan menggunakan
biakan yang terdiri dari fibroblas paru embrio manusia.8

Epidemiologi

Varisela dan Zoster terdapat di seluruh dunia. Varisela sangat menular dan merupakan
penyakit epidemik yang sering terjadi pada masa anak-anak di bawah 10 tahun. Penyakit lebih
sering terjadi pada musim dingin dan semi daripada musim panas pada daerah beriklim sedang.
Zoster terjadi secara sporadis, terutama pada orang dewasa tanpa prevalensi musin, 10-20%
orang dewasa akan mengalami sekurang-kurangnya satu serangan zoster selama hidup, biasanya
setelah usia 50 tahun.3

Dapat mengenai semua golongan umur, termasuk neonatus (varisela kongenital), tetapi
tersering pada masa anak. Penderita dapat menularkan penyakit selama 24 jam sebelum kelainan
kulit (erupsi) timbul sampai 6-7 hari kemudian. Biasanya seumur hidup, varisela hanya diderita
satu kali. Residif dapat terjadi pada penderita penyakit keganasan dan pada anak dengan
pencangkokan ginjal yang sedang diberi pengobatan imunosupresif.9

Cacar air terutama merupakan penyakit pada anak-anak dengan prevalensi tersebar luas
di dunia. Penyakit ini sangat infeksius dengan angka serangan dalam rumah tangga mendekati
90% (pada komunitas perkotaan 90% orang dewasa pernah mengalami cacar air). Insidensinya
telah menurun secara dramatis di AS dan negara lainnya melalui vaksinasi rutin anak-anak
karena imunitas terhadap cacar air berlangsung seumur hidup.7

Patofisiologi

Cacar air biasanya diperoleh oleh menghirup droplet pernapasan udara dari hospes yang
terinfeksi. Virus varicella-zoster (VZV) ini bersifat contagious sehinggai mendasari epidemi
yang menyebar dengan cepat melalui sekolah terutamanya. Titer virus yang tinggi ditemukan di
cacar yang bersifat vesikel. Oleh yang demikian, meskipun risiko terinfeksi lebih rendah,
penularan virus juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan vesikel.

Setelah terhirup tetesan pernafasan yang terkontaminasi, virus menginfeksi konjungtiva


atau mukosa dari saluran pernapasan bagian atas. Proliferasi virus terjadi pada kelenjar getah
bening regional dari saluran pernapasan bagian atas dalam tempoh 2-4 hari setelah infeksi awal.
Hal ini diikuti dengan viremia primer pada 4-6 hari pasca infeksi.

Siklus kedua replikasi virus terjadi pada organ tubuh, terutama hati dan limpa, diikuti
dengan viremia sekunder 14-16 hari pasca infeksi. Viremia sekunder ditandai dengan invasi
virus menyebar dari sel endotel kapiler dan epidermis. Infeksi VZV sel dari lapisan malphigi
menghasilkan baik edema interseluler dan edema intraseluler, mengakibatkan vesikel
karakteristik.

Manifestasi Klinis

Perjalanan penyakit dibagi menjadi dua stadium yaitu stadium prodromal dan stadium
erupsi.7 Periode prodromal terjadi 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala demam,
malaise, dan anoreksia. Kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform.7

Periode erupsi dimulai dengan terjadinya papula merah dan kecil yang berubah menjadi
vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar. Makulopapul eritematosa timbul pada
wajah dan batang tubuh dan berlanjut menjadi tahap vesikular, pustular, dan krusta selama 3-4
hari. Erupsi timbul mula-mula di dada lalu ke muka, bahu, dan anggota gerak disertai perasaan
gatal. Lesi lebih banyak di kepala dan batang tubuh, sedikit pada ekstremitas distal, daerah iritasi
yang terbakar matahari, dan jarang pada telapak tangan dan kaki.7,9

Tanda khas penyakit varisela adalah terdapat bermacam-macam stadium erupsi dengan
vesikel tidak hanya terdapat di kulit, melainkan juga di selaput lendir mulut, faring, atau vagina.
Pasien bersifat infeksius mulai dari 1 sampai 2 hari sebelum timbul ruam hingga 5 hari
setelahnya. Krusta terkelupas dalam waktu sekitar 1 minggu. Parut permanen jarang terjadi
kecuali bila terdapat infeksi sekunder.7,9
Penatalaksanaan

Untuk varisela pada imunokompeten, pengobatan yang dapat diberikan adalah:

1. Antivirus
a. Dapat diberikan pada: usia pubertas, orang dewasa, penderita yang tertular orang
serumah, neonatus dari ibu yang menderita varisela 2 hari sebelum sampai 4 hari sesudah
melahirkan.
b. Bermanfaat terutama bila diberikan < 24 jam setelah timbulnya erupsi kulit.
c. Dosis:
 Asiklovir
Bayi/anak : 4-5 x 20 mg/kg (maks 800 mg/hari) selama 5-7 hari.
Dewasa : 5 x 800 mg /hari selama 5-7 hari.

Konsumsi obat ini dapat menyebabkan beberapa efek samping seperti malaise, mual,
muntah, diare, pusing, keletihan dan mungkin juga menyebakan anemia, ataksia dan nyeri
abdomen. Obat ini dikategorikan sebagai kategori B bagi ibu hamil. Ianya bermaksud obat ini
dapat diterima dan telah menjalani uji coba hewan sahaja tanpa risiko atau uji coba hewan
dengan risiko tetapi uji coba manusia tanpa risiko. Obat ini dapat masuk ke susu ibu namun
masih dapat digunakan kepada ibu laktasi dengan perhatian yg wajar. Obat ini bertindak dengan
mengganggu DNA polymerase dan efek inhibisi terhadap replikasi DNA melalui pemutusan
rantai. Pasien akan mengalami nyeri yang kurang dan pembaikan lesi yang lebih cepat apabila
obat ini diberikan dalam waktu 48 jam dari onset rash.

 Valasiklovir, untuk dewasa 3 x 1 gram/hari selama 7 hari.

Pemberian obat ini dapat memberikan efek samping seperti sakit kepala, neutropenia,
nasophararyngitis, mual, kenaikan alanine transaminase dan nyeri abdomen. Persentase efek
samping ini melebihi 10%. Selain itu, ia juga mungkin mengakibatkan dysmenorrhea, arthralgia,
munta-muntah dan pusing. Obat ini juga dikategorikan sebagai kategori B bagi ibu hamil dan
dapat masuk ke ASI. Mekanisme kerja obat ini adalah sebagai prodrug yang berbah menjadi
asiklovir oleh metabolisme di usus dan hepar. Obat ini bersaing dengan deoksiguasinosin
trifosfat untuk viral DNA polymerase. Efeknya adalah inhibisi sintesa DNA dan replikasi virus.
 Famsiklovir, untuk dewasa 3x 250 mg/hari selama 7 hari.

Efek samping pemberian obat ini adalah sakit kepala dan mual. Selain itu, ia juga
mungkin dapat mengakibatkan diare, nyeri abdomen, dysmenorrhea dan keletihan.
Dikategorikan sebagai kategori B bagi ibu hamil. Namun, ianya tidak diketahui sama ada
diekskresikan melalui laktasi atau tidak. Obat ini merupakan prodrug kepada pensiklovir yang
dapat menginhibisi replikasi DNA virus bagi virus herpes simpleks (HSV) dan VZV.

Pada penderita varisela dengan VZV yang resisten terhadap golongan asiklovir dapat diberikan:

Foskarnet : 600 mg/hari, intravena. Foskarnet adalah satu-satunya obat yang sekarang tersedia
untuk pengobatan infeksi VZV resisten siklovir.

2. Obat topical
 Lesi vesikular: diberi bedak agar vesikel tidak pecah, dapat ditambahkan menthol
2% atau antipruritus lain.
 Vesikel sudah pecah/krusta: salap antibiotic
3. Simtomatik
 Antipiretik : diberikan bila demam, hindari salisilat karena dapat menimbulkan
sindrom Reye.
 Antipruritus : antihistamin yang mempunyai efek sedatif.
4. Non medika
 Bila demam sudah hilang dapat mandi secara hati-hati agar vesikel tidak pecah.
 Jangan menggaruk, dan dijaga agar vesikel tidak pecah, tunggu sampai mengering
dan lepas sendiri.
 Istirahat pada masa aktif sampai semua lesi sudah mencapai stadium krustasi.
 Makanan lunak, terutama bila terdapat banyak lesi di mulut.
 Mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.

Untuk varisela dengan komplikasi, pengobatan yang dapat diberikan adalah:

 Antibiotik
Diberikan secara sistemik bila ada infeksi sekunder bakterial, terutama untuk golongan
positif Gram, misalnya: golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin selama minimal 5
hari.

Asiklovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Asiklovir topikal dalam pembawa
polietilen glikol dapat menyebabkan iritasi mukosa dan rasa terbakar yang sifatnya sementara
jika dipakai pada luka genetalia. Penelitian klinis kontrol-plasebo yang besar baru-baru ini telah
menunjukan bahwa asiklovir oral menghilangkan gejala-gejala klinis varisela pada anak, remaja
dan dewasa lainnya yang sehat bila diberikan dalam 24 jam sesudah munculnya lesi kulit awal.
Kemanjuran ditentukan untuk semua kelompok, tetapi manfaat klinis mungkin diduga lebih
berarti pada anak yang lebih tua dan pada kasus rumah tangga sekunder.10

Komplikasi

Sepsis kulit sekuder akibat Streptococcus pyogenes, yang lebih jarang Staphylococcus
aureus merupakan komplikasi yang paling sering.7 Individu dengan defisiensi imun selular
sering mengalami penyakit berat dengan banyak lesi yang berlangsung lama dan dapat menjadi
hemoragik. Komplikasi pneumonia dan ensefalitis lebih sering terjadi. Anak dengan sistem
imunologis yang normal jarang mendapatkan komplikasi tersebut di atas sedangkan anak dengan
defisiensi imunologis, anak yang menderita leukemia, anak yang sedang mendapat pengobatan
anti metabolit atau steroid (penderita sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang dewasa
sering mendapat komplikasi tersebut.9

Pneumonia lebih sering pada orang dewasa (hingga 20%) terutama perokok dan wanita
hamil. Awalnya dimulai dengan batuk dan napas pendek pada hari ke 3-5. Dapat timbul
sianosis, hemoptisis, dan pada kasus berat dapat terjadigagal napas akibat alveolitis bilateral luas.
Secara radiologis terdapat gambaran opasitas diskret yang tersebar pada kedua paru, beberapa di
antaranya dapat mengalami kalsifikasi setelah pemulihan. Pneumonia varisela hanya terdapat
sebanyak 0,8% pada anak dan biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh
sempurna. Pneumonia varisela yang disebabkan oleh virus Varicela Zoster jarang didapatkan
pada anak dengan sistem imunologis normal sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis
atau pada orang dewasa tidak jarang ditemukan. Pada keadaan ini kelainan radiologis paru-paru
masih didapatkan selama 6-12 minggu dan angka kematiannya sebesar 20%.7
Ensefalitis serebelar pascainfeksi (1/6000 kasus) dan seringkali hanya memberikan gejala
ataksia 2-3 minggu sebelum timbul ruam. Normalnya dapat terjadi pemulihan sempurna, namun
dapat juga terjadi ensefalitis yang lebih luas meliputi mielitis transversa dan Sindrom Guillain-
Barre walaupun jarang. Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti
nistagmus, tremor, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan
kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan yang
berulang-ulang. Penderita varisela dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh dapat
meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental, dan kelainan tingkah laku.9

Cacar air pada kehamilan dan risiko terhadap bayi baru lahir terjadi (1) Selama 20
minggu pertama: 1-2% neonatus dapat mengalami berat badan lahir rendah, ekstremitas pendek,
mikrosefali, katarak, dan ruam seperti zoster (sindrom varisela kongenital); (2) Pada trimester
kedua dan ketiga bayi dapat mengalami herpes zoster aktif namun tidak ada kelainan lain dan (3)
Seminggu sebelum hingga seminggu setelah persalinan: bayi dapat mengalami cacar air berat
yang berpotensi fatal.7

Prognosis

Dengan perawatan yang teliti dan senantiasa memperhatikan kebersihan (hygiene) diri
dan lingkungan memberikan prognosis yang baik dan kemungkinan terbentuknya jaringan parut
hanya sedikit, kecuali jika pasien melakukan garukan/tindakan lain yang menyebabkan
kerusakan kulit lebih dalam.2 Angka kematian dari pneumonia varicella adalah 10% pada orang
– orang dengan sistem imun baik, dan 30% pada penderita yang immunocompromised. Angka
morbiditas dan mortalitas cukup tinggi terjadi pada anak – anak yang menderita varicella dengan
immunocompromised.3 Bila seseorang telah terinfeksi varicella, akan memberikan ketahanan
seumur hidup walaupun reinfeksi sekunder pernah dilaporkan. Bila varicella terjadi pada
neonatus, angka kematian dapat mencapai hingga 30%.

Preventif

 Secara aktif

Vaksin varicella terdiri dari virus varicella yang dilemahkan. Pemberian vaksin varicella di USA
sejak tahun 1955 telah menurunkan angka insidensi dan kematian yang disebabkan oleh
varicella. Pemberian vaksin varicella telah memberikan perlindungan terhadap varicella hingga
71 – 100%, dan vaksin lebih efektif apabila diberikan pada anak setelah berusia 1 tahun. Pada
anak – anak yang kurang dari 13 tahun pemberian vaksin varicella direkomendasikan dengan
dosis tunggal, sedangkan pada anak – anak yang lebih besar dengan dua dosis yang diberikan
dengan interval waktu 4 – 8 minggu. Efek samping dari pemberian vaksin seringkali terjadi 42
hari setelah imunisasi, dan pada umumnya terjadi bila diberikan pada anak sebelum 14 bulan,
setelah pemberian vaksin MMR, dan bila anak mendapat steroid peroral.

 Secara Pasif

Pemberian varicella zooster immune globuline (VZIG) sebagai profilaksis setelah terpapar virus,
dan terutama pada orang – orang dengan resiko tinggi. Dosis yang diberikan adalah 125 IU / 10
kgBB. 125 IU adalah dosis minimal, sedangkan dosis maksimal adalah 625 IU dan diberikan
secara intramuskuler. VZIG hanya mengurangi komplikasi dan menurunkan angka kematian
varicella sehingga pada orang – orang yang tidak mengalami gangguan imunologi lebih baik
diberikan vaksin varicella. Indikasi pemberian VZIG : Bayi baru lahir dari ibu yang menderita
varicella 5 hari sebelum sampai 2 hari setelah melahirkan. Anak – anak dengan leukemia atau
limfoma yang belum divaksinasi. Penderita dengan HIV AIDS atau dengan imunodefisiensi.
Penderita yang mendapatkan terapi imunosupresan (steroid sistemik). Wanita hamil.

 Sebelum terpajan varisela (pre exposure)

Dilakukan vaksinasi

Anak-anak < 13 tahun : 1 dosis vaksin

Anak > 13 tahun & dewasa: 2 dosis vaksin selang waktu 4-8 minggu

 Sesudah terpajan varisela (post exposure)

Vaksinasi dapat efektif untuk anak-anak bila diberikan dalam 3 hari setelah terpajan. Pemberian
VZIG (varicella zooster immune globuline) dalam 96 jam setelah terpajan dapat mencegah atau
meringankan varisela bila diberikan intramuskular dalam 4 hari setelah terpajan, biasanya
diberikan pada ibu hamil, neonatus dari ibu yang menderita varisela 5 hari sebelum sampai 2 hari
setelah melahirkan, bayi prematur, pencegahan pada imunokompromais.11
Kesimpulan

Pasien diduga menderita varisela (cacar air) yang disebabkan oleh Varisela Zoster Virus dengan
ditemukannya macula, papula, vesikle, dan crustae yang berkelompok dan multiforme di seluruh
tubuh dengan sebaran lesi sentrifugal. Pemeriksaan lanjut atau penunjang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis dari penyakit yang disebabkan Varisela Zoster Virus.

PENUTUP

Varisela merupakan penyakit akut, yang menular yang ditandai oleh vesikel dikulit dan selaput
lendir yang disebabkan oleh virus-varicella-zoster. Varisela sangatmudah menyebar yaitu
melalui percikan ludah dan kontak. Dapat mengenai semuagolongan umur, termasuk neonatus
namun yang tersering pada anak. Biasanya seumurhidup, varisela hanya diderita satu kali. Gejala
klinis dibagi menjadi dua stadium yaitustadium prodromal dan stadium erupsi. Pada staduium
prodromal timbul, terdapatgejala, panas, perasaan lemah (malaise), anoreksia. Pada stadium
erupsi timbul papulamerah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan
mempunyai dasar erimatous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan cekungan di
tengah(unumbilicated). Isi vesikel berubah menjadi keruh (pustula) dalam waktu 24
jam.Biasanya vesikel menjadi kering (krusta) sebelum isinya menjadi keruh.
Pengobatandiantaranya Anak kecil hanya membutuhkan obat simtomatik dan perawatan
yanghigienis untuk mencegah infeksi bakteri sekunder. Asiklovir oral mempersingkatpenyakit
pada orang dewasa dan remaja bila diberikan dalam 24 jam sejak timbulnyaruam dan
direkomendasikan. Pencegahan yag dapat dilakukan agar tidak tertular olehvarisela antara lain
pemberian vaksinasi dan VZIG (varisela zoster immune globulin)pada ibu hamil setelah terpajan
varisela
Daftar Pustaka

1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.286-287.


2. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-9,15,64-70.
3. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan adelberg.
Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2007.h.439-442,448-452.
4. O’Leary ST, Suh CA, Marin M. Febrile seizures and measles-mumps-rubell-vericella
(MMRV) vaccine: what do primary care physicians thinks?. Vaccine. Nov 6
2012;30(48);6731-3.
5. Behrman RE, Kliegmen RM. Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson vol. 2, edisi 15.
Wahab AS (editor). Jakarta: EGC; 1999.h.1097-100.
6. Harahap M. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates; 2003: 94-6.
7. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, White RTM. Lecture notes: penyakit infeksi.
Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga; 2008.h.115-117.
8. Nelson WE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ed.15. Vol 2. Jakarta: EGC; 2003; 1097-100.
9. Hassan R, Alatas H, Wahidiyat I. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Edisi ke-4. Jakarta:
FKUI; 1985.h.637-640.
10. Louisa M, Setiabudy R. Antivirus. Dalam: farkamologi dan terapi edisi 5. Jakarta:
fakultas kedokteran UI; 2009.h.643.
11. Daili SF, Makes WIB. Penatalaksanaan kelompok peyakit herpes di Indonesia. Jakarta:
kelompok studi herpes Indonesia; 2004.h.20-1,23-7.

Anda mungkin juga menyukai