Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pengadilan Agama merupakan salah satu penyelenggara kekuasaan
kehakiman yang memberikan layanan hukum bagi rakyat pencari keadilan yang
beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-
undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 Tahun
2009. Susunan organisasi Kepaniteraan Pengadilan Agama terdiri dari empat
unsur, yaitu Sub atau urusan kepaniteraan permohonan, sub atau urusan
kepaniteraan gugatan, sub atau urusan kepaniteraan hukum, dan kelompok
tenaga fungsional kepaniteraan.
Untuk melaksanakan tertib administrasi perkara di Pengadilan Agama
dan dalam rangka penyelenggaraan administrasi peradilan yang seragam, baik,
dan tertib. Ketua Mahkamah Agung RI dengan suratnya tertanggal 24 Januari
1991 No. KMA/001/SK/1991 telah menetapkan pola-pola pembinaan dan
pengendalian administrasi perkara.
Untuk dapat mengetahui proses penyelesaian perkara yang diajukan
kepada Pengadilan Agama, dalam tulisan ini pembahasan akan difokuskan pada
pola proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah prosedur mediasi?
2. Bagaimanakah proses pembacaan surat gugatan/permohonan?
3. Bagaimanakah proses jawaban tergugat?
4. Bagaimanakah mekanisme replik?
5. Bagaimanakah mekanisme duplik?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui prosedur mediasi.
2. Dapat mengetahui proses pembacaan surat gugatan/permohonan.
3. Dapat mengetahui proses jawaban tergugat.
4. Dapat mengetahui mekanisme replik.
5. Dapat mengetahui mekanisme duplik.
1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Mediasi
1. Tahapan Pra-Mediasi
Pertama-tama sebelum memasuki Mediasi itu sendiri terlebih dahulu
harus ada gugatan yang didaftarkan ke Panitera Pengadilan Negeri yang
bersangkutan. Kemudian setelah itu, terdapat penunjukan Majelis Hakim oleh
Ketua Pengadilan Negeri. Setelah itu Ketua Majelis menentukan hari pertama
sidang dan menyuruh Juru Sita/Juru Sita Pengganti melakukan pemanggilan
kepada kedua belah pihak pada hari sidang yang telah ditetapkan (Pasal 121
ayat (1) HIR, 145 ayat (1) Rbg).1
Berdasarkan ketentuan dalam Het Herziene Inlandsch Reglement atau
HIR pasal 130 ayat (1) atau Rechtsreglemen voor de Buitengewesten Atau
RBg pasal 154 ayat (1) menyatakan hakim diwajibkan untuk mengusahakan
perdamaian antara para pihak.2 Kemudian ketentuan pengusahaan
perdamaian ini, dikukuhkan dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung RI
No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, pada pasal 4 ayat
(1) dan (2) menyebutkan bahwa semua sengketa perdata yang diajukan ke
pengadilan termasuk perkara perlawanan (Verzet) atau putusan Verstek dan
perlawanan pihak ketiga (Derden Verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan
penyelesaian melalui Mediasi, terkecuali pada sengketa-sengketa sebagai
berikut; sengketa yang pemeriksaannya memiliki tenggang waktu
penyelesaian; sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya
penggugat atau tergugat yang telah secara patut dipanggil; gugatan balik
(Rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam perkara (Intervensi);
sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan
perkawinan; dan sengketa yang diajukan ke pengadilan setelah diupayakan
penyelesaian di luar pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator

1 Surat Edaran Mahkamah Agung No.01 Tahun 1974 tertanggal 2 Mei 1974.
2 Pasal 130 ayat (1) Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR)/Pasal 154 ayat (1) Rechtsreglemen voor
de Buitengewesten (Rbg).

2
bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak
berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan
Mediator yang bersangkutan.3
Pada sidang pertama ini juga dijelaskan juga mengenai prosedur
Mediasi seperti antara lain; Pengertian dan Manfaat Mediasi; Kewajiban para
pihak untuk menghadiri dan beritikad baik dalam Proses Mediasi; tindak
lanjut Kesepakatan Perdamaian; Penandatangan Formulir Penjelasan
Mediasi. Di dalam Mediasi kehadiran para Pihak dapat diwakili oleh
kuasanya atas dasar Surat Kuasa Khusus, tetapi apabila Mediator ingin
melakukan Kaukus maka Para Pihak harus secara langsung dan tidak boleh
diwakilkan, yang mana Kaukus merupakan Pertemuan Mediator dengan
salah satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya.4
Setelah penuturan tentang kewajiban pelaksanaan Mediasi para pihak,
maka para pihak berhak memilih Mediator. Adapun Mediator yang dipilih
para pihak harus tercatat dalam Daftar Mediator di Pengadilan setempat.
Mediator dapat berjumlah lebih dari satu orang, yang pembagian tugasnya
ditentukan dengan kesepakatan antar mediator. Jika para pihak lebih memilih
mediator di luar pengadilan maka biaya-biaya yang muncul atas itu akan
dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan. Apabia dalam waktu
2 (dua) hari para pihak belum dapat menentukan mediator, maka Hakim
Pemeriksa Perkara akan memilih mediator Hakim atau Pegawai Pengadilan
yang bersertifikat atau dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Setelah
pemilihan Mediator, maka Majelis Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan
penetapan perintah untuk Mediasi dan menunjuk mediator yang
bersangkutan, dengan penetapan tersebut maka proses persidangan ditunda
dan menunggu proses Mediasi.5
Setelah penunjukan Mediator, maka Mediator menentukan hari dan
tanggal pertemuan Mediasi. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh Juru Sita
atas perintah Hakim secara demi hukum tanpa perlu dibuat surat kuasa.
Terkait biaya pemanggilan Mediasi terlebih dahulu dibebankan kepada pihak
Penggugat melalui panjar biaya perkara. Dalam melakukan pemanggilan

3 Mahkamah Agung Republik Indonesia. BAB I. Pasal 4 ayat (1).


4 Mahkamah Agung Republik Indonesia. BAB III. Pasal 14 huruf e.
5 Mahkamah Agung Republik Indonesia.BAB IV. Pasal 19.

3
sebagaimana disebutkan diatas, dapat dilakukan tanpa dibuat secara khusus
surat kuasa, sehingga tanpa adanya instrument dari Hakim Pemeriksa
Perkara, Juru Sita wajib melaksanakan perintah Mediator Hakim maupun
Mediator non-hakim untuk melakukan panggilan kepada para pihak.6

2. Proses Mediasi
Proses Mediasi merupakan tahapan dimana Mediator memulai
melakukan proses Mediasi dengan ruang lingkup yang tidak terbatas hanya
pada posita dan petitum gugatan. Mediasi bersifat rahasia, sehingga Mediator
Hakim atau Mediator harus segera memusnahkan dokumen-dokumen
Mediasi setelah selesainya Mediasi tersebut. Batasan waktu Mediasi adalah
30 hari terhitung sejak penetapan perintah Mediasi, Mediasi dapat
diperpanjang 30 hari atas dasar persetujuan para pihak dan perpanjangan
harus dimintakan kepada Hakim Pemeriksa Perkara.
Tahapan Proses Mediasi merupakan tahapan yang bersifat informal
dalam arti tidak secara berurutan diatur di dalam Peraturan Mahkamah
Agung RI No. 1 Tahun 2016, namun ada beberapa tahapan yang secara
kebiasaan dilakukan. Pada pertemuan pertama Mediasi para pihak dijelaskan
kembali terkait ketentuan-ketentuan Mediasi dan juga disepakati aturan
Mediasi oleh para pihak hal ini terkait pertemuan-pertemuan Mediasi
berikutnya atau persiapan jadwal pertemuan Mediasi. Kesepakatan para
pihak dan mediator ini tidak diatur secara berurutan di dalam Peraturan
Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2016, namun ada beberapa hal yang
diatur di dalam PERMA, antara lain;
Pada Pasal 24, PERMA RI No. 1 Tahun 2016 yakni dalam waktu
paling lambat 5 (lima) hari sejak penetapan Mediator maka para Pihak dapat
menyerahkan Resume Perkara kepada Mediator dan Pihak lain. Resume
Perkara ini berisikan mengenai duduknya perkara dan apa penyelesaian atau
upaya perdamaian yang dicari. Menanggapi Resume Perkara yang diajukan
para pihak, Mediator berusaha mencari jalan titik temu antara keinginan para
pihak. Penyerahan Resume Perkara dimaksud bertujuan agar para pihak dan
mediator dapat memahami sengketa yang akan di Mediasi, hal ini akan

6 Mahkamah Agung Republik Indonesia.. BAB IV. Pasal 21 ayat (2) dan (3).

4
membantu kelancaran Proses Mediasi.7 Menurut Mediator Hakim Ratmoho8,
Resume Perkara dapat berisikan Tawaran Penyelesaian Mediasi, yang berupa
pokok keinginan dari Para Pihak untuk menyelesikan Perkara.
Dikenal adanya Kaukus, Kaukus merupakan pertemuan Mediator
terhadap salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya. Ratio dari
Kaukus ini adalah supaya Mediator dapat mendengar pendapat salah satu
pihak secara utuh tanpa adanya tekanan dari pihak lain, membantu para pihak
untuk menyalurkan emosi tanpa membahayakan kemajuan Mediasi,
memungkinkan mediator menemukan atau menggali informasi tambahan
terutama kemungkinan-kemungkinan penyelesaian sengketa.9Namun,
Kaukus ini harus diberitahukan kepada pihak lain bahwa Mediator dengan
salah satu pihak melakukan Kaukus. Kaukus ini harus didasari oleh prinsip-
prinsip mediator, yaitu Netralitas, adanya Hak penentuan diri sendiri dari
Para Pihak, Kerahasiaan, bebas dari konflik kepentingan dan berdasarkan
ketentuan-ketentuan Mediasi yang berlaku. Menurut Mediator Hakim
Ratmoho10, Kaukus merupakan suatu cara untuk mencari informasi dari suatu
pihak yang tidak dimungkinkan disampaikan apabila dengan adanya pihak
lainnya, Kaukus dilakukan karena tidak adanya pengajuan alat-alat bukti
dalam Proses Mediasi.
Pada Pasal 26 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2016
Mediasi dapat melibatkan Ahli dan Tokoh Masyarakat atas dasar persetujuan
para pihak. Ahli yang dimaksud dalam PERMA ini tidak dijelaskan secara
rinci, sehingga dapat dianalogiakan bahwa ketentuan terkait ahli ini
berdasarkan ketentuan peradilan pada umumnya, yaitu orang yang karenan
pendidikan atau pengalamannya selama kurun waktu yang lama dalam
menekuni suatu profesi tertentu.11Tokoh Masyarakat yang dimaksud antara
lain tokoh masyarkat, tokoh agama atau tokoh adat. Kekuatan mengikatnya
pendapat Ahli dan Tokoh masyarakat ini sesuai dengan kesepakatan para

7 Takdir Rahmadi. 2010. Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Hlm 35.
8 https://mmokoginta.wordpress.com/2017/03/07/pelaksanaan-mediasi-di-pengadilan-
berdasarkan-perma-no-1-tahun-2016/ diakses 16:26, 2/11/2018
9 Rio Satrio. 2009. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan. Hlm 4
10 https://mmokoginta.wordpress.com/2017/03/07/pelaksanaan-mediasi-di-pengadilan-
berdasarkan-perma-no-1-tahun-2016/ diakses 16:26, 2/11/2018
11 D.Y. Witanto. 2011. Hukum Acara Mediasi dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum
dan Agama menurut PERMA 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Hlm199.

5
pihak mau atau tidak terikat dalam pendapat ini. Terkait biaya-biaya yang
ditimbulkan dari penggunaan Ahli dibebankan atas kesepakatan para Pihak.
Setelah mengetahui secara jelas duduk perkara, usulan perdamaian
yang diinginkan para pihak, melakukan kaukus kepada para pihak,
mendengar keterangan Ahli atau Tokoh Masyarakat jika diperlukan, maka
Mediator dapat melakukan identifikasi konflik serta kepentingan-kepentingan
para pihak, atas temuan-temuan itu lalu Mediator mencari titik temu atau
kesepakatan para pihak dimana tidak ada salah satu pihak yang dimenangkan
namun para pihak sama-sama dimenangkan, kemudian Mediator dapat
mengusulkan pelbagai pilhan pemecahan masalah kepada para Pihak.
Menurut Mediator Hakim Ratmoho12, setelah tahapan Kaukus dan
keterangan Ahli jika diperlukan maka terjadi Negosiasi antara Para Pihak
yang ditengahi oleh Mediator. Negosiasi ini bertujuan untuk merumuskan
atau mencari kesepakatan akan penyelesaian sengketa, yang nantinya akan
dirumuskan menjadi Kesepakatan Perdamaian. Menurut Mediator Hakim
Ratmoho juga, Negosisasi pada dasarnya berjalan diseluruh tahapan Mediasi,
dari mulai pertemuan pertama hingga Kaukus sebenarnya merupakan
Negosiasi atau tawar menawar yang ditengahi oleh Mediator.
Setelah penyampaian usulan pemecahan masalah maka dapat terjadi
beberapa kemungkinan kesepakatan, antara lain; para pihak sepakat untuk
damai; para pihak sepakat untuk melakukan perdamaian untuk sebagian
pihak atau Perdamaian Sebagaian; ataupun para pihak tidak dapat mencari
titik temu kesepakatan perdamaian.
Apabila para pihak mencapai kesepakatan dalam Mediasi, menurut
ketentuan Pasal 27 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2016 maka
para pihak dengan bantuan Mediator wajib merumuskan kesepakatan secara
tertulis dalam Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak
dan Mediator. Kesepaktan Perdamaian merupakan dokumen yang memuat
syarat-sayarat yang disepakati oleh para pihak guna mengakhiri sengketa
yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan bantuan

12 https://mmokoginta.wordpress.com/2017/03/07/pelaksanaan-mediasi-di-pengadilan-
berdasarkan-perma-no-1-tahun-2016/ diakses 16:26, 2/11/2018

6
Mediator.13Kesepakatan yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan
hukum, ketertiban umum, kesusilaan; merugikan pihak ketiga atau tidak
dapat diaksanakan. Menurut Mediator Hakim Ratmoho, dalam membantu
merumuskan Kesepakatan Perdamaian Mediator Hakim bersifat Pasif, karena
pada dasarnya Kesepakatan Perdamaian harus disusun oleh Para Pihak,
keberadaan Mediator hanya untuk menengahi jalannya Mediasai agar
terlaksana dengan baik.
Kesepakatan Perdamaian tersebut dapat diajukan kepada Hakim
Pemeriksa Perkara agar dikuatkan menjadi Akta Perdamaian. Hakim
Pemeriksa perkara dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari harus segera
mempelajari dan meneliti kesepakatan. Setelah itu apabila sudah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27, maka dalam waktu paling
lama 3 (tiga) hari Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan hari
sidang pembacaan Akta Perdamaian.14Akta Perdamaian adalah akta yang
memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan
kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa
maupun luar biasa. Keberadaan Akta Perdamaian ini sebagai penguat dari
Kesepakatan Perdamaian antara Para Pihak, yang mana Akta Perdamaian ini
memiliki kekuatan Eksekutorial layaknya Putusan Pengadilan.15
Perdamaian Sebagian dicapai dalam hal terjadi kesepakatan antara
penggugat dan sebagian pihak tergugat, yang mana penggugat mengubah
gugatan dengan tidak lagi mengajukan pihak tergugat yang telah mencapai
kesepakatan perdamaian sebagian. Seperti halnya dalam kesepakatan
perdamaian, penggugat dan tergugat yang berdamai membuat kesepakatan
perdamaian yang kemudian akan dikuatkan dengan Akta Perdamaian.
Kemudian dalam hal para pihak mencapai kesepakatan atas sebagian dari
seluruh objek sengketa atau tuntutan, maka kesepakatan atas sebagian objek
sengketa tersebut dibuat kesepakatan perdamaian yang kemudian juga akan
dikuatkan dengan Akta Perdamaian. Maka dalam hal tersebut, dalam sidang

13 Diah Sulastri Dewi. 2015. Merancang Kesepakatan Perdamaian.disampaikan pada Kuliah Umum
Sertifikasi Mediator oleh Badan LitBang DikLat Mahkamah Agung RI, Megamendung, 21 Mei 2015.
14 Mahkamah Agung Republik Indonesia. BAB V. Pasal 28.
15 Diah Sulastri Dewi. 2015.

7
lanjutan Hakim Pemeriksa Perkara hanya akan memeriksa objek sengketa
yang belum berhasil disepakati oleh para pihak.16
Apabila para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan dalam Mediasi
setelah mencapai batas waktu 30 hari atau beserta perpanjangannya, terdapat
salah satu pihak yang tidak beritikad baik dalam pelaksanaan medasi maka
Mediator wajib menyatakan Mediasi gagal dan memberitahukan kepada
Hakim Pemeriksa Perkara. Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak dapat
dilaksanakan berserta melakukan pemberitahuan tertulis kepada Hakim
Pemeriksa Perkara dalam hal antara lain; melibatkan aset, harta kekayaan
atau kepentingan yang nyata-nyata milik pihak lain tetapi tidak disertakan
dalam gugatan; melibatkan wewenang lembaga atau instansi yang tidak
menjadi pihak berperkara. Setelah hal tersebut, maka Hakim Pemeriksa
Perkara dapat segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan Sidang
Pemeriksaan Perkara sesuai ketentuan Hukum Acara yang berlaku..17
3. Proses Akhir Mediasi
Jangka waktu proses mediasi di dalam pengadilan paling lama adalah
40 hari kerja, dan dapat diperpanjang lagi paling lama 14 hari kerja. Jika
mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak wajib merumuskan secara
tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani kedua pihak, dimana
hakim dapat mengukuhkannya sebagai sebuah akta perdamaian Apabila tidak
tercapai suatu kesepakatan, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai
dengan ketentuan Hukum Acara yang berlaku.18
B. Pembacaan Surat Gugatan
Setelah pembacaan gugatan, maka sebaiknya diajukan damai terlebih
dahulu. Pengajuan surat gugatan ddilakukan oleh penggugat melalui kuasa
hukumnya, kecuali penggugat buta huruf maka diwakili oleh kuasa Panitera
siding. 19
Pada tahap pembacaan gugatan, maka pihak penggugat berhak meneliti
ulang apakah seluruh materi sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum

16 Mahkamah Agung Republik Indonesia. BAB V. Pasal 29 dan 30.


17 Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pasal 32 ayat (1), (2) dan (3).
18 http://www.pn-tanjungbalai.go.id/prosedur-mediasi tanggal 18:16, 2/11/2018
19 Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005)
hlm.100

8
dalam surat gugat itulah yang menjadi objek pemeriksaan dan pemeriksaan tidak
boleh keluar dari ruang lingkup yang termuat dalam surat gugatan.20
Pada tahap ini terdapat beberapa kemungkinan dari penggugat/pemohon,
yaitu: mencabut gugatan, mengubah gugatan, dan mempertahankan gugatan (jika
penggugat tetap mempertahankan gugatanya maka sidang dilanjutkan ketahap
jawaban tergugat).
C. Jawaban Tergugat
Tahapan selanjutnya yaitu eksepsi ( exceptie) atau jawaban dari Tergugat
terhadap gugatan yang dibacakan oleh Penggugat atau Kuasa
Hukumnya. Menurut Roihan A. Rasyid “ Exceptie atau eksepsi artinya
tangkisan, maksudnya adalah bantahan atau tangkisan dari tergugat yang
diajukannya ke pengadilan karena Tergugat digugat oleh Penggugat, yang
tujannya supaya pengadilan tidak menerima perkara yang diajukan oleh
Penggugat karena adanya alasan tertentu.” Eksepsi di sini bisa berupa jawaban
Tergugat yang mengenai pokok perkara atau jawaban yang tidak mengenai pada
pokok perkara.21
Pada tahap jawaban ini, pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela
diri dan mengajukan segala kepentinganya terhadap penggugat melalui hakim.22
Di dalam HIR tidak ada ketentuan yang mewajibkan tergugat untuk
menjawab gugatan penggugat. Pasal 121 ayat 2 HIR (pasal 145 ayat 2 Rbg)
hanya menentukan bahwa tergugat dapat menjawab baik secara tertulis maupun
lisan. Jawaban tergugat dapat berupa pengakuan, tetapi dapat juga berupa
bantahan (verweer).23
D. Mekanisme Replik
Setelah tergugat menyampaikan jawabanya, kemudian si penggugat
diberi kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapatnya. Dalam
tahap ini mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatanya dan menambah
keterangan yang dianggap perlu untuk memperjelas dalil-dalilnya, atau mungkin

20 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
hlm.85
21 http://uswatun76.blogspot.com/2015/02/proses-pemeriksaan-perkara-perceraian.html
22 Mukti Arto….. hlm.85
23 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. (Yogyakarta: Universitas Atmajaya,
2010.) hlm. 165

9
juga penggugat merubah sikap dengan membenarkan jawaban/bantahan
tergugat.24
E. Mekanisme Duplik
Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat diberi
kesempatan untuk menanggapi pula. Dalam tahap ini mungkin tergugat bersikap
seperti penggugat dalam repliknya tersebut.25
Acara replik dan duplik (jawab-menjawab) ini dapat diulangi sampai ada
titik temu antara penggugat dan tergugat, dan/atau dianggap cukup oleh hakim.
Apabila acara jawab-menjawab ini dianggap telah cukup namun masih
ada hal-hal yang tidak disepakati oleh penggugat dan tergugat sehingga perlu
dibuktikan kebenaranya, maka acara dilanjutkan ke tahap pembuktian.

24 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
hlm.108
25 Mukti Arto….hlm 108

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan diwajibkan bagi setiap setiap perkara
yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama kecuali sengketa yang termasuk
dalam pasal 4 ayat (2) PERMA No.1 Tahun 2016, Prosedur mediasi dibagi
menjadi; Pra-Mediasi yaitu tahapan sebelum dilaksanakannya proses mediasi,
antara lain Penjelasan Kewajiban para pihak untuk hadir dan beritikad baik pada
Mediasi, Pemilihan Mediator serta batas waktunya, dan pemanggilan para pihak;
Dan Proses Mediasi yaitu tahapan dimana Mediator memulai melakukan proses
mediasi dengan ruang lingkup yang tidak terbatas hanya pada posita dan petitum
gugatan, Proses Mediasi ini antara lain Pertemuan Mediator dengan kedua belah
pihak, Pertemuan Mediator dengan salah satu pihak (Kaukus), Penyerahan
Resume Perkara, Keterlibatan Ahli dan Tokoh Masyarakat hingga Kesepakatan-
kesepakatan Mediasi.
Pada tahap pembacaan gugatan, maka pihak penggugat berhak meneliti
ulang apakah seluruh materi sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum
dalam surat gugat itulah yang menjadi objek pemeriksaan dan pemeriksaan tidak
boleh keluar dari ruang lingkup yang termuat dalam surat gugatan.
Pada tahap ini terdapat beberapa kemungkinan dari penggugat/pemohon,
yaitu: mencabut gugatan, mengubah gugatan, dan mempertahankan gugatan.
B. Saran
Dari beberapa penjelasan yang telah penulis uraikan penulis berharap agar
makalah ini bisa dijadikan sebagai rujukan dan sumber walaupun penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu penulis
berharab kritik dan saran yang bersifat membangun.

11

Anda mungkin juga menyukai