Anda di halaman 1dari 14

Upaya Pembentukan Warga …. Suyato, dkk.

UPAYA PEMBENTUKAN WARGA NEGARA YANG BAIK DAN


TANTANGAN YANG DIHADAPI OLEH PARA GURU PKN PESERTA
SM3T 2015
Suyato, Mukhamad Murdiono, Budi Mulyono, Iqbal Arpannudin
Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Universitas Negeri Yogyakarta
suyato@uny.ac.id

Abstract
The research was an explorative research deploying interview and questionnaire as
collecting data methods. Collected data was analyzed descriptive qualitatively. The
research found that (1) although respondents have different conceptions of good
citizens, they have shared view on main features of good citizen, namely caring others,
responsibility, independence, democratic, critical, and simple life; (2) almost all of
them have chosen lecturing as instructional method to develop good citizen; (3) they
have found both internal and external obstacles in dealing with their efforts, such as
teachers themselves and students and the lack of infrastructures of schools; and (4)
many efforts were deployed, one of them was of seduction their colleagues to work
professionally. They believed that it was not thought but caught by which a good citizen
could be developed. They were ready to be examples.

Keywords: good citizen, SM3T, civic education

PENDAHULUAN Kewarganegaraan (PKn). Secara garis besar,


Pembentukan warga negara yang baik ada tiga dimensi yakni “knowledge and
menjadi salah satu misi utama pendidikan understanding about becoming informed
nasional Indonesia. Salah satu mata pelajaran citizens, developing skills of inquiry and
yang juga mengemban misi tersebut adalah approach, developing skills of participation
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan and responsible action” (Bîrzéa, 2000; Crick,
(PPKn). PPKn persekolahan diberikan mulai 1998; Davies, Shirley, & C.Riley, 2003;
dari jenjang pendidikan dasar sampai Johnson & Morris, 2010; J. Kahne &
jenjang sekolah menengah atas. Dengan Westheimer, 2003; Print & Lange, 2012;
demikian, guru PPKn menjadi tulang Veldhuis, 1997; Veugelers, 2007).
punggung bagi tercapainya misi tersebut. Sosok warga negara yang baik
Dengan kata lain, profesionalitas para guru merupakan hasil dari beragam aspirasi
PPKn merupakan salah satu faktor kekuatan sosial politik yang ada di dalam
keberhasilan misi tersebut. Namun masyarakat. Dengan kata lain, di dalam
demikian, terdapat perbedaan baik negara dengan sistem politik liberal tentu
menyangkut masalah konseptual maupun memiliki konsepsi yang berbeda tentang
praktis terkait dengan konsep sosok warga negara ideal dari negara dengan
kewarganegaraan termasuk upaya untuk sistem politik komunitarian. Demikian juga
membentuknya melalui lembaga formal dengan negara Indonesia yang memiliki corak
bernama sekolah. sistem politik yang lebih bersifat
Konsep tentang warga negara yang baik komunitarian tentu memiliki konsepsi tentang
dan upaya untuk mewujudkannya telah sosok warga negara yang baik khas Indonesia.
menjadi bahan perdebatan yang cukup Upaya untuk memahami konsep warga
panjang di antara para pakar Pendidikan negara yang baik telah banyak dilakukan oleh

137
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016

para ahli. Oleh karena itu, konsepsi tentang active in politics is, on average, least
warga negara yang baik sangat beragam. supported in all European countries”.
Selain itu, perbedaan konsep tentang warga Keengganan warga negara Eropa untuk
negara yang baik juga disebabkan karena meletakkan pentingnya partisipasi baik politik
adanya perbedaan konsepsi tentang tatanan maupun sosial sebagai indikator warga
bermasyarakat dan bernegara yang dianggap negara yang baik juga ditemukan dalam
baik. Bagi kaum konservatif yang beberapa studi (Theiss-morse & Hibbing,
mengutamakan keteraturan, kenyamanan, dan 2005).
kedamaian, tentu saja berbeda dengan kaum Perbedaan konsepsi tentang
progresif yang menginginkan kemajuan, kewarganegaraan akan berimplikasi pada
tantangan, dan inovasi. Kelompok yang perbedaan konsepsi tentang sosok warga
pertama tentu lebih menyukai sosok warga negara yang baik. Demikian juga
negara yang disiplin, mengikuti atau selanjutnya, perbedaan konsepsi tentang
mematuhi segala peraturan dan norma yang karakteristik warga negara yang baik akan
berlaku, sedangkan kelompok kedua merasa berakibat terjadinya perbedaan dalam
tidak nyaman dengan konsep warga negara upaya untuk mewujudkannya. Namun
yang baik seperti itu, karena hanya akan demikian, upaya untuk memahami secara
melestarikan status quo. Kelompok progresif serius berupa penelitian dengan fokus
lebih menginginkan warga negara yang baik, permasalahan pada konsepsi para guru
yang bersifat critical. Kelompok ketiga, tentang sosok warga negara yang baik
menginginkan sosok warga negara yang baik termasuk upaya pembentukannya, baik
bukan hanya yang disiplin, kritis, tetapi juga melalui kegiatan pembelajaran PPKn di ruang
yang mandiri atau otonom. Para pendukung kelas maupun di luar ruang kelas, belum
liberalisme, warga negara yang baik adalah banyak dilakukan. Dengan logika pemikiran
yang bisa menjadi diri sendiri. Sedangkan seperti ini, perlu kiranya dilakukan penelitian
para pendukung Pancasila, tentu juga untuk mengetahui konsepsi para guru PPKn
memiliki konsepsi yang berbeda tentang ciri- tentang sosok warga negara yang baik dan
ciri warga negara yang baik. upaya pembentukannya.
Proyek penelitian yang dilakukan dengan Beberapa penelitian menunjukkan
nama Citizenship, Involvement, Democracy kesimpulan secara umum, sebagaimana
(CID) dan European Social Survey (ESS) dirangkum Print dan Lange (2012) sebagai
menemukan gambaran sosok warga negara berikut. Pertama, penelitian menunjukkan
yang baik di kalangan bangsa Eropa, bahwa participatory pedagogy di sekolah
mencakup: form independent opinion agak lemah. Pembelajaran lebih ditandai oleh
(didukung 70%), always obey laws/regulation textbooks, rote learning, and non-
(65%), vote in elections (61%), support participatory, non-critical strategies, serta
people worse off (58%), be active in voluntary tanpa persiapan guru yang memadai. Kedua,
organizations (27%), be active in politics penelitian substansi; menunjukkan bahwa
(10%) (Deth, 2013, p. 11). Gambaran serupa pendekatan partisipatif seperti class voting,
juga disimpulkan oleh Denters and van der group inquiry, simulations, fieldwork dan
Kolk (Deth, 2013) bahwa “...the general cooperative learning, lebih cenderung untuk
statement of a good citizen being one who is membuat siswa terlibat dalam belajar dengan

138
Upaya Pembentukan Warga …. Suyato, dkk.

cara mengalami langsung serta aspek-aspek kewarganegaraan, yaitu transmission,


nilai-nilai dan praktik-praktik demokrasi individualized, dan critical-democratic
dibanding dengan pendekatan yang lain. (Veugelers, 2011) Sedangkan ahli lain
Ketiga, khusus penelitian di Inggris membedakan antara interaksi, transaksi, dan
menunjukkan bahwa engaged pedagogy dapat transformasi. Ada pembedaan yang, dalam
meningkatkan belajar dan prestasi siswa, arti pendekatan yang digunakan, misalnya
khususnya ketika ditandai dengan pedagogi directive dan constructive approach.
yang facilitative dan conversational. Lebih Menurut Miller (2007), terdapat tiga
lanjut bahwa pedagogi semacam itu dapat pendekatan utama dalam pembelajaran, yaitu
meningkatkan partisipasi siswa, kemampuan transmisi, transaksi, dan transformasi. Ketiga
berkomunikasi siswa, dan memberdayakan pendekatan ini berangkat dari asumsi yang
siswa untuk lebih berpartisipasi. Keempat, berbeda, baik menyangkut pandangannya
diskusi kritis secara terbuka, informed, dan tentang siswa, guru, dan pembelajaran.
meaningful serta kritis dengan para guru yang Pendekatan transmisi memandang siswa
tidak memihak berpengaruh secara sangat sebagai objek, ibarat botol kosong, sehingga
signifikan dalam partisipasi siswa. Kelima, tugas guru adalah mengisinya. Dengan
banyak sekali faktor-faktor lain yang bisa demikian hakikat pembelajar identik dengan
memengaruhi secara signifikan hasil belajar pengalihan atau transmisi, baik menyangkut
yang diperoleh siswa di sekolah sebagaimana pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.
telah ditunjukkan oleh banyak penelitian. Pendekatan transaksi memandang siswa
Variabel-variabel yang dimaksud misalnya sebagai subjek yang perlu diajak bersama
latar belakang pendidikan dan pengetahuan guru menentukan, baik materi, tujuan,
guru, sumber daya yang tersedia, iklim kelas, maupun pembelajaran atau kegiatan yang
prosedur penilaian, iklim sekolah, akan dilakukan bersama dengan guru. Oleh
kesempatan untuk mempelajari kurikulum, karena itu, hakikat pembelajaran adalah
yang kesemuanya kemungkinan akan transaksi antara guru dan siswa. Pendekatan
berpengaruh terhadap pengetahuan, terakhir, transformasi, berangkat dari asumsi
pemahaman, sikap, keterampilan dan bahwa hakikat belajar adalah terjadinya
disposisi siswa. Pendekatan-pendekatan transformasi pada diri siswa. Dengan kata
semacam ini memberi peluang kepada siswa lain, tujuan dari pendekatan transformatif
untuk belajar tentang politik dan membangun adalah terjadinya perubahan secara
keterlibatan siswa dalam kehidupan menyeluruh pada diri siswa sebagai pribadi
berbangsa dan bernegara. yang unik.
Dalam praktik persekolahan, khususnya Kondisi di lapangan terdapat perbedaan
di lokasi yang menjadi sasaran penempatan tentang konsep warga negara yang baik dan
peserta SM3T, guru merupakan ujung tombak upaya pembentukannya baik melalui
dalam usaha mewujudkan misi PKn, yang pembelajaran di kelas maupun kegiatan dan
antara lain adalah upaya pembentukan warga pembiasaan di luar kelas, perlu kiranya
negara yang baik. Untuk mewujudkan misi diadakan penelitian awal berupa studi
tersebut, diperlukan pendekatan-pendekatan eksplorasi tentang konsep warga negara yang
yang sesuai. Secara garis besar, dikenal tiga baik, upaya yang dilakukan, serta hambatan
pendekatan dalam pendidikan yang dihadapi para guru tersebut.

139
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016

Langkah selanjutnya display penyajian data.


METODE Pengorganisasian dan penyajian data
Penelitian ini merupakan penelitian dilakukan berdasarkan pertanyaan penelitian.
deskriptif eksploratif. Pendekatan yang Langkah terakhir berupa penarikan
digunakan adalah pendekatan kualitatif. kesimpulan.
Penelitian ini berusaha mendeskripsikan
konsep warga negara yang baik menurut para HASIL DAN PEMBAHASAN
guru peserta SM3T yang mengikuti PPG di HASIL PENELITIAN
UNY tahun 2016. Selanjutnya dideskripsikan 1. Deskripsi Persepsi tentang
tentang upaya yang mereka lakukan di dalam Karakteristik Utama Warga Negara
pembelajaran PPKn di kelas dalam rangka yang Baik.
pembentukan warga negara yang baik, Persepsi para guru peserta SM3T
hambatan yang mereka hadapi serta upaya yang menjadi subjek dalam penelitian
yang mereka lakukan untuk mengatasi tentang sosok warga negara yang baik
hambatan tersebut. Data yang diperoleh berbeda-beda tetapi memiliki beberapa
kemudian dianalisis secara kualitatif. Data kesamaan. Ketika diminta mengurutkan
kuantitatif juga digunakan untuk mendukung tiga teratas prioritas pengembangan dari
pernyataan yang bersifat kualitatif. daftar ciri-ciri warga negara yang baik
Data yang terkumpul, baik berupa yang meliputi peduli sesama, bertanggung
persepsi para guru peserta SM3T tentang jawab, mandiri, demokratis, dan kritis,
sosok warga negara yang baik, upaya yang ternyata sebanyak 18 dari 20 (90%)
mereka lakukan, hambatan serta upaya untuk menyatakan kepedulian terhadap sesama
mengatasi hambatan, dianalisis secara merupakan prioritas utama. Sedangkan
kualitatif dengan langkah-langkah sebagai sikap dan sifat kritis menduduki uritan
berikut. Langkah pertama adalah reduksi terakhir di dalam prioritas
data. Tidak semua data yang terkumpul pengembangannya. Ada satu guru yang
digunakan untuk dianalisis tetapi hanya menyebutkan ciri di luar daftar yang
dipilih yang relevan dengan tujuan penelitian. diberikan peneliti, yaitu ciri atau sifat
Langkah kedua adalah unifikasi atau sederhana yang juga perlu dikembangkan.
kategorisasi. Data dikategorikan sesuai Data selengkapnya dapat dibaca pada
dengan tema yang berkembang di lapangan. tabel berikut ini.

140
Upaya Pembentukan Warga …. Suyato, dkk.

Tabel 1 Perspektif Karakteristik Utama Warga Negara yang Baik


Keterangan
Konsep Warga Negara Jumlah (Responden
Jumlah
No. yang Baik yang Menjadi Pendukung diminta untuk
Pendukung
Prioritas Pengembangan (%) memilih tiga
teratas)
1. Peduli Sesama 18 90
2. Bertanggung Jawab 14 75
3. Mandiri 12 60
4. Demokratis 10 50
5. Kritis 5 25
6. Lain-Lain (tidak 1 05 Mencantumkan
termasuk ke dalam lima Sederhana.
kategori di atas)

Sumber: Data diolah peneliti, 2016


2. Deskripsi tentang karakteristik yang
perlu dimiliki untuk menjadi warga
negara yang baik.
Peneliti juga mengungkap data sebagaimana dikemukakan di muka.
tentang urgensi pengembangan ciri-ciri Berdasarkan jawaban atas angket yang
warga negara yang baik di lokasi tempat peneliti bagikan dapat dirangkum data
mereka mengajar selama mengikuti tentang karakteristik sebagai prasyarat
program SM3T. Instrumen yang kami untuk menjadi warga negara yang baik
gunakan merupakan elaborasi dari yang perlu dikembangkan sebagai
keenam ciri warga negara yang baik, berikut.
Tabel 2 Elaborasi Karakteristik Menjadi Warga Negara Yang Baik
Sangat Kurang
No Karakteristik Kewarganegaraan Penting
Penting Penting
1 Pengetahuan tentang peristiwa kenegaraan terkini 1 2 17
2 Partisipasi dalam kehidupan sekolah/masyarakat 18 2 0
3 Menjalankan tugas yang diberikan 10 10 0
4 Kepedulian terhadap kehidupan orang lain. 9 11 0
5 Perilaku etis dan bermoral. 8 12 0
6 Taat kepada pemimpin adat dan/atau formal. 17 3 0
7 Keberanian untuk memberikan gagasan 0 5 15
8 Kemampuan untuk membuat keputusan secara bijak 3 12 5
9 Pengetahuan tentang pemerintahan. 0 3 17
10 Patriotisme/cinta tanah air 4 16 0
11 Memenuhi tanggung jawab di dalam keluarga 5 14 1
12 Pengetahuan tentang ekonomi dunia. 0 0 20
13 Toleransi di dalam masyarakat yang majemuk. 5 15 0
Sumber: Data diolah peneliti, 2016

Dari data tersebut dapat mendapat dukungan sebagai prioritas


disimpulkan bahwa yang paling utama pengembangan atau yang
141
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016

sangat penting dikembangkan, tiga 3. Deskripsi Penggunaan Metode


besar secara berturut-turut adalah Mengajar yang Paling Sering
partisipasi di dalam kehidupan Digunakan.
sekolah/masyarakat, ketaatan kepada Metode mengajar yang digunakan
tokoh adat/pemimpin, dan pemenuhan oleh para guru selama mengajar sebagai
tugas yang diberikan. Sedangkan tiga peserta SM 3T beragam, tetapi semuanya
terbawah dalam hal skala prioritas menyatakan bahwa metode ceramah
pengembangannya adalah merupakan metode yang paling sering
pengetahuan tentang ekonomi dunia, mereka gunakan. Secara lengkap, metode-
pengetahuan tentang pemerintah, dan
metode yang mereka gunakan dapat
pengetahuan tentang peristiwa
dibaca pada tabel berikut ini.
kenegaraan kontemporer.
Tabel 3 Penggunaan Metode oleh para Guru
No. Nama Metode
1. Selfiane F Lumowa, S.Pd. Calistung (SD), ceramah.
2. Sakriana, S.Pd. Tematik, ceramah.
3. Sri Hartini, S.Pd. Ceramah, praktik langsung, tutor sebaya.
4. Siti Hadijah, S.Pd. Calistung (SD).
5. Ika Listanti, S.Pd. Ceramah, Diskusi, dan Presentasi Kelompok.
6. Desi Ariani, S.Pd. Ceramah.
7. Joan Bugis, S.Pd. Ceramah.
8. Utik Seftia Ardiana, S.Pd. Ceramah.
9. Sudarmini, S.Pd. Ceramah.
10. Nocry L. Rindengan, S.Pd. Pendekatan Demokratis, Otoriter, Praktik
Langsung
11. I Made Kembar Arta, S.Pd. Ceramah.
12. Sinta Kurnia Sari, S.Pd. Ceramah dan Diskusi.
13. M. Fatkhul Damanhury, Ceramah, Mind Mapping, Calistung (SD)
S.Pd.
14. Wahyudin, S.Pd. Ceramah
15. Radiansah, S.Pd. Ceramah, diskusi, jalan-jalan
16. Lysa Hapsari, S.Pd. Ceramah, kuis.
17. A. Zhulkifli A.S., S.Pd. Ceramah
18. Dwi Hari Saputro, S.Pd. Ceramah
19. Kristina Dwi Hastutik, S.Pd. Ceramah
20. Rubiati, S.Pd. Ceramah

Sumber: Data diolah peneliti, 2016

Apabila data tentang persepsi SM3T disandingkan maka dapat


tentang sosok warga negara yang baik dan diperoleh gambaran, sebagaimana
metode yang digunakan para guru peserta disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 4 Gabungan Persepsi tentang Warga Negara yang Baik dan Pilihan Metode
Mengajar
Persepsi tentang Karakteristik
No Warga Negara yang Baik Pilihan Metode Keterangan
1 Peduli Sesama Ceramah

142
Upaya Pembentukan Warga …. Suyato, dkk.

Persepsi tentang Karakteristik


No Pilihan Metode Keterangan
Warga Negara yang Baik
2 Bertanggung Jawab Ceramah
3 Mandiri Ceramah
4 Demokratis Ceramah
5 Kritis Ceramah
6 Lain-Lain (tidak termasuk ke Ceramah
dalam lima kategori di atas)
Kesederhanaan
Sumber: Data diolah peneliti, 2016

Dari data sebagaimana disajikan 4. Upaya yang Dilakukan untuk


pada data di atas, maka dapat ditarik Membentuk Warga Negara yang Baik.
kesimpulan bahwa ternyata tidak ada Para guru peserta SM3T
pengaruhnya antara sosok warga melakukan beragam upaya untuk
negara yang baik atau prioritas membentuk warga negara yang baik
pengembangan ciri-ciri warga negara sesuai dengan keyakinan mereka, baik
yang baik terhadap pilihan metode di kelas lewat mata pelajaran yang
mengajarnya. Namun demikian, bukan mereka ajarkan, khususnya PPKn,
berarti para guru peserta tidak maupun program pembiasaan di
melakukan upaya dalam rangka lingkungan sekolah serta di lingkungan
pembentukan warga negara yang baik masyarakat. Upaya yang mereka
di luar kelas atau di luar cara mengajar lakukan dalam rangka membentuk
mereka. Data tentang upaya yang warga negara yang baik dapat disajikan
mereka lakukan untuk membentuk dalam tabel berikut:
warga negara yang baik dibahas pada
bagian berikut ini.
Tabel 5 Upaya Pembentukan Warga Negara yang Baik
No. Karakteristik Di kelas Di sekolah Di Masyarakat
1 Kepedulian Ceramah, contoh dari Pembiasaan, Les di
guru hidden Asrama,
curriculum pembiasaan,
2 Tanggung Ceramah Pembiasaan, Keteladanan,
keteladanan.
Jawab keteladanan, Praktik
hidden langsung
3 Mandiri Ceramah, pemberian Pembiasaan,
curriculum Kunjungan ke
tugas, pembiasaan. keteladanan, Asrama guru.
hidden
4 Demokratis Ceramah, praktik curriculum
Pembiasaan, Praktik
langsung, (misalnya keteladanan, hidden langsung
penentuan materi yang curriculum
akan diajarkan atau
kegiatan yang akan
dilakukan)

143
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016

No. Karakteristik Di kelas Di sekolah Di Masyarakat


5. Kritis Ceramah, praktik Keteladanan, Keteladanan
langsung. hidden dalam hidup
curriculum sehari-hari
6. Kesederhanaan Ceramah, keteladanan, Pembiasaan Keteladanan.
hidden curriculum
Sumber: Data diolah peneliti, 2016

5. Hambatan yang Dihadapi dalam doing business as usual (mengerjakan


Membentuk Warga Negara Yang Baik sesuatu seperti biasanya).
Dalam upaya pembentukan warga 6. Upaya yang Dilakukan
negara yang baik, para guru peserta SM3T Menyadari bahwa tidak mungkin
menghadapi sejumlah hambatan. Pertama, mereka bisa mengatasi hambatan yang
mereka dihadapkan pada kondisi sekolah begitu besar, para guru peserta SM3T
dengan keterbatasan sumber daya merangkul semua pemangku kepentingan
manusia (jumlah guru yang minim), untuk mencari solusi. Contoh nyata,
sarana prasarana (Ruang kelas, meja, dengan keberadaan para guru peserta
kursi, papan tulis, buku paket), kultural SM3T, banyak guru PNS yang semula
(kebiasaan, mindset) yang belum kondusif enggan datang ke sekolah (bahkan ada
untuk pengembangan karakteristik warga yang dua bulan tidak hadir), menjadi
negara yang baik. Kedua, hambatan dari sering hadir di sekolah. Beberapa guru
masyarakat. peserta SM3T bahkan harus mengajar
Terjadi paradoks, di satu sisi mereka rangkap kelas dan rangkap sekolah.
disambut bagaikan pahlawan, di sisi lain Beberapa diantara mereka bahkan ada
ternyata tidak diimbangi dengan yang bahu-membahu dengan masyarakat
dukungan budaya akan pentingnya untuk membuat ruang kelas agar kegiatan
pembentukan warga negara yang baik, belajar mengajar menjadi kondusif.
dalam arti yang dituntut untuk
mendukung kehidupan yang demokratis, PEMBAHASAN
mandiri dan kritis. Bahkan ada salah satu Dari deskripsi data hasil penelitian di
sekolah yang mendukung kepala atas dapat dilakukan beberapa analisis sebagai
sekolahnya untuk tetap tinggal di kota, berikut.
sementara para guru secara bergantian 1. Konsep Warga Negara yang Baik
mengunjungi kepala sekolah ke kota Semua subjek penelitian memiliki
untuk mengomunikasikan segala sesuatu kesamaan persepsi tentang sosok atau
yang berkaitan dengan kegiatan sekolah. karakteristik warga negara yang baik,
Alasan yang mereka kemukakan justru yaitu dimilikinya kepedulian sosial. Hal
lebih efektif terkait dengan urusan ini barangkali disebabkan oleh sifat
birokrasi. Sedangkan hambatan dari diri masyarakat kita yang komunal, bukan
pribadi, yang bersifat personal, baik dari individualistik. Kalau pembahasan
para guru maupun para siswa, berupa dikaitkan dengan tiga ranah bidang yang
menjadi perhatian atau fokus
144
Upaya Pembentukan Warga …. Suyato, dkk.

pengembangan PKn, yaitu civic mereka adalah mengajarkan membaca


knowledge, civic skills, dan civic dan berhitung.
dispositions, dapat disimpulkan bahwa 3. Hubungan antara Persepsi warga
penekanan pengembangan komponen Negara yang Baik dan Pilihan Metode
kewarganegaraan lebih pada komponen Mengajar
civic dispositions, disusul komponen Dengan memperhatikan data tentang
skills, dan terakhir civic knowledge. konsep warga negara yang baik dan
Dengan kata lain, penekanannya lebih pilihan metode mengajar yang
pada aspek-aspek praktis yang dibutuhkan disampaikan para guru peserta SM3T di
dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada
aspek pengetahuan kurang mendapat hubungan antara kedua variabel tersebut.
perhatian mengingat dalam praktik Artinya, ketika guru memilih metode
kehidupan sehari-hari masyarakat di mengajar, mereka tidak
daerah 3T bahkan banyak yang tidak mempertimbangkan tujuan pembelajaran.
menyadari akan “kehadiran negara” Bahkan sebagian dari mereka tidak
dalam kehidupan mereka. memperhatikan lagi Standar Kompetensi,
2. Pilihan Metode Mengajar Kompetensi Dasar yang seharusnya
Dari keduapuluh responden menjadi pedoman mereka ketika
penelitian yang diminta untuk merancang kegiatan belajar mengajar
menuliskan metode mengajar yang paling (KBM). Meskipun para guru menyadari
sering mereka pilih ketika mengajar, akan kebermaknaan kehadiran mereka di
semuanya menyebutkan metode lokasi penempatan atau penugasan
ceramah, bahkan kebanyakan sebagai peserta SM3T, mereka tidak bisa
menyatakan sebagai satu-satunya metode mengembangkan idealisme karena
yang mereka gunakan. Hanya ada lima keterbatasan sarana dan prasarana. Justru
responden yang menyebutkan metode yang mereka butuhkan dalam kondisi
lain, yaitu diskusi dan praktik. Dengan tersebut adalah strategi untuk
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa memanfaatkan bahan-bahan yang bisa
metode ceramah masih menjadi “idola” mendukung untuk terciptanya KBM.
bagi para guru peserta SM3T. 4. Perspektif Teoretis Prasyarat Perilaku
Kelebihan yang ada pada metode Demokratis
ceramah, seperti murah dan mudah Fenomena pengalaman mengajar
dilaksanakan merupakan pertimbangan para guru peserta SM3T yang saat ini
ketika para guru memilih metode itu. tengah mengikuti PPG di UNY bisa dikaji
Dengan kondisi sekolah yang masih jauh dari perspektif teoretis. Dalam hal ini
dari ideal, terutama sarana dan prasarana, kami akan membahas salah satu
peralatan atau media pembelajaran, guru karakteristik yang harus dikembangkan
praktis hanya mengandalkan metode untuk terciptanya warga negara yang baik,
ceramah. Hal ini disadari hampir oleh yaitu karakter demokratis. De Groot
semua peserta. Salah satu responden (2011, pp. 85–90), misalnya
bahkan menyatakan bahwa tugas utama mengelaborasi lima prasyarat untuk
terbentuknya sikap demokratis warga

145
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016

negara. Kelima prasyarat tersebut dapat memberdayakan diri sendiri dan


dijelaskan sebagai berikut. lingkungannya (internal and external
a. Dimensi 1: Kemampuan efficacy). Terkait dengan ini, (J. Kahne
mengelaborasi pemahaman tentang & Westheimer, 2003, p. 54)
demokrasi dan keberagaman. Pertama- menyatakan bahwa dalam rangka
tama, perkembangan identitas untuk mengembangkan sikap
kewarganegaraan demokratis demokratis, seseorang membutuhkan
seseorang dipengaruhi oleh keyakinan tiga C: Capacity, Commitment, and
akan nilai-nilai yang dilekatkan Connection. Menurut kedua ahli ini,
terhadap demokrasi dan keberagaman efikasi internal mengacu pada perasaan
dan interpretasi mereka terhadap bahwa seseorang mampu untuk
konsep-konsep ini. Dalam rangka mengubah benda atau kondisi,
untuk mengembangkan sikap sedangkan efikasi eksternal mengacu
demokratis yang benar, seseorang pada keyakinan bahwa pemerintah atau
perlu mengelaborasi pemahaman lembaga akan menerima atau bersifat
tentang nilai-nilai demokrasi dan receptive terhadap kebutuhan warga
keberagaman bagi kehidupan diri negara.
mereka sendiri maupun kebaikan c. Dimensi 3: Hubungan Aktif. Dimensi
bersama bagi masyarakat. Ini berarti ketiga ini mengacu pada hubungan-
bahwa mereka harus sadar bahwa hubungan aktif. Dalam rangka untuk
demokrasi bukan hanya berkaitan menumbuh-kembangkan hubungan
dengan sistem politik dan aktif, seseorang memerlukan
pemerintahan tetapi juga a way of life. kemampuan untuk menjalin hubungan
Ini juga mengisyaratkan perlunya dan memiliki komitmen.
diupayakan kondisi yang pas‟ ketika d. Dimensi 4: Keinginan untuk
mengapresiasikan keberagaman melakukan reformasi atau perubahan.
(Mouffe, 2005). Termasuk di dalam Dimensi keempat ini berkaitan dengan
dimensi pertama ini antara lain: keinginan untuk berubah. Jika
kemampuan merefleksikan tentang seseorang tidak ingin melakukan
nilai-nilai pribadi mereka, pemosisian investigasi atau penelaahan nilai-nilai,
diri, dan keberagaman pribadi serta pandangan hidup, kebiasaan-kebiasaan
sensitivitas terhadap isu-isu keadilan mereka sendiri maupun orang lain,
sosial. mereka tidak akan mampu sling
b. Dimensi 2: Kapasitas untuk membantu dalam rangka memberikan
berpartisipasi di dalam sebuah cara makna bagi perkembangan masyarakat
yang tercerahkan secara demokratis. dengan cara yang mendukung
Meskipun menjadi tercerahkan secara kehidupan yang lebih baik.
demokratis belum tentu berarti bahwa Sebagaimana dikemukakan Ramadan
seseorang akan menjadi aktif terlibat (Ramadan, 2007), baik orang yang
dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh memandang dirinya sebagai faktor
karena itu dibutuhkan perasaan akan dominan maupun tidak, perlu
kemampuan diri untuk mengembangkan sikap ini.

146
Upaya Pembentukan Warga …. Suyato, dkk.

e. Dimensi 5: Dialog. Dalam dimensi ini, berpikir ini hanya cocok untuk dunia industri
pembahasan difokuskan pada yang berorientasi pada produksi massal
kemampuan dan kemauan seseorang dengan standar dan mekanisme yang seragam.
untuk melakukan dialog. Dialog Keseragaman mengingkari hukum alam.
mengisyaratkan kemauan seseorang Alam bersifat heterogen, demikian juga
untuk menghormati dan menerima seharusnya proses pendidikan, baik cara
pendapat atau visi orang lain dan yang maupun penekanan tujuannya.
memiliki kesadaran untuk mencapai Pelajaran kedua yang bisa ditarik dari
kesepakatan atau pemahaman timbal hasil penelitian ini adalah bahwa untuk
balik. Dua sifat yang harus dimiliki daerah-daerah dengan kondisi sarana dan
yaitu empathy dan kompetensi prasarana yang sangat terbatas, guru justru
dialogis. mendapat keleluasaan untuk melakukan
Dari perspektif teori yang dikemukakan “eksperimentasi” dengan mengerahkan segala
di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan atau kreativitas mereka.
ada lima dimensi dari sikap positif terhadap Kebanyakan dari mereka (terutama yang
demokrasi dan keberagaman, yang bisa ditempatkan di Papua atau di SD Perintis),
dijadikan pedoman para guru ketika berusaha justru memanfaatkan keterbatasan sarana dan
membentuk warga negara yang demokratis, prasarana sekolah dengan cara
yaitu: (1) elaborasi pemahaman akan nilai- menyelenggarakan kegiatan belajar di luas
nilai demokrasi dan keberagaman (refleksi ruang kelas dengan memanfaatkan alam
dan sensitivitas moral); (2) kapasitas (efikasi sebagai media pembelajaran. Dengan
internal dan eksternal); (3) hubungan- demikian, upaya penyiapan warga negara
hubungan aktif (komitmen dan koneksi); (4) yang baik melampaui tembok atau pagar (bisa
Kemauan transformasi (bersifat terbuka jadi tidak ada tembok atau pagar) sekolah
terhadap kritik ); dan (5) kemampuan termasuk tuntutan birokratis. Ada yang
berdialog ( empati dan kompetensi dialogis). menekankan pentingnya kedisiplinan (di
Kelima sikap positif tersebut sebenarnya Malinau), belajar mengoperasikan laptop
sudah dipraktikkan di dalam budaya sebagai pengantar pelatihan Teknologi
masyarakat Indonesia hanya tidak secara Informasi (IT) (di Pegunungan Bintang),
tegas dinyatakan bahwa sikap tersebut adalah Demikian juga dengan pengalaman
sikap positif terhadap demokrasi. beberapa subjek penelitian yang mengajar di
Proses pembentukan warga negara yang SD menarik untuk dikaji lebih lanjut. Dengan
baik ternyata tidak bisa dilakukan dengan latar belakang akademik yang dimaksudkan
pendekatan kebijakan yang bersifat top down untuk menjadi guru mata pelajaran (baca:
(dari Pemerintah Pusat), tetapi harus bersifat guru PPKn), di lapangan mereka terpaksa
bottom up (dari bawah-akar rumput). Dengan harus mengajar sebagai guru kelas. Perlunya
kata lain, harus bersifat kontekstual. Daerah mata kuliah peminatan yang berorientasi
tertentu dengan karakteristik alam dan kultur sebagai koordinator pendidikan karakter atau
khas, harus mendapat perhatian khusus pendidikan moral pada tingkat pendidikan
sehingga program pembentukan warga negara dasar tampaknya perlu mendapat perhatian.
yang baik bisa efektif. Pendekatan one size fits Lebih-lebih, pendekatan tematik menjadi
all sudah saatnya ditinggalkan. Logika kebijakan pemerintah saat ini untuk tingkat

147
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016

sekolah dasar. Dengan demikian, Pendidikan 3. Schools offer a wide range of


Kewarganegaraan bukan merupakan opportunities for participation, but pupil
monopoli mata pelajaran PKn, akan tetapi take-up is limited.
bersifat inter dan lintas disipliner. Hal ini Dengan membandingkan hasil penelitian
sesuai pendapat dari McCowan, bahwa ini dengan hasil penelitian yang bersifat
pendidikan kewarganegaraan dan moral yang internasional dapat ditarik kesimpulan bahwa
efektif harus menggunakan perpaduan baik ada semacam kesamaan kecenderungan
pembelajaran langsung, praktik terbimbing, dalam pembelajaran PKn, yaitu masih
observasi dan refleksi (McCowan, 2011). dominannya peran guru dalam aktivitas kelas
Dari perspektif lain, upaya pembentukan dan penekanannya asih pada bidang
warga negara yang baik secara garis besar pengetahuan dan relatif sedikit pada
dibedakan menjadi dua, yaitu di sekolah dan partisipasi yang bisa meningkatkan
di luar sekolah. Hasil penelitian secara keterampilan berpikir kritis siswa. Upaya
internasional telah menemukan, meskipun pembentukan warga negara yang baik dan
agak lemah, hubungan antara aktivitas di kompeten merupakan proyek besar yang
kelas dan pembentukan komitmen kewargaan menuntut kerja sama secara sinergis dari
dan partisipasinya. Komitmen dan berbagai stakeholders.
keterlibatan warga merupakan ramuan
penting yang dibutuhkan bagi active informed SIMPULAN
citizens. Sebagai contoh, penelitian J. E. Berdasarkan pada hasil penelitian serta
Kahne & Sporte (2008) menemukan bahwa pembahasan dengan didukung teori-teori
pengalaman di sekolah yang memfokuskan yang relevan, dapat disimpulkan beberapa hal
secara langsung pada isu-isu politik dan sebagai berikut:
kewargaan dan cara bertindak “...are a highly 1. Persepsi tentang warga negara yang baik.
efficacious means of fostering commitments to Secara berurutan dari yang paling penting
civic participation”. Hasil yang sama juga untuk dikembangkan sebagai ciri warga
ditemukan oleh Torney-Purta, Amadeo, & negara yang baik meliputi: peduli,
Richardson (2007) dan Gibson & Levine bertanggung jawab, mandiri, demokratis,
(2003), diperkuat oleh Saha & Print (2010) kritis, dan sederhana.
yang menemukan hubungan antara beragam 2. Pilihan metode mengajar untuk
praktik di ruang kelas dengan komitmen membentuk warga negara yang baik.
terhadap partisipasi kewargaan serta Hampir semua menggunakan metode
peningkatan partisipasi. Terakhir, temuan dari ceramah sebagai metode mengajar
National Foundation for Educational mereka, meskipun ada beberapa yang
Research (2009) dinyatakan dalam laporan menggunakan metode lain, seperti diskusi
tahunan ketiga mereka sebagai berikut: dan proyek.
1. Many lessons follow „traditional‟ 3. Hubungan persepsi tentang warga negara
formats, teacher, and textbook led rather yang baik dengan pilihan metode
than discussion and ICT informed. mengajar. Tidak ada hubungan antara
2. Nonetheless, pupils feel there is a positive persepsi tentang warga negara yang baik
climate in which to express opinions and dengan pilihan metode mengajar para
raise issues for consideration. guru PKn peserta PPG UNY 2016, tetapi

148
Upaya Pembentukan Warga …. Suyato, dkk.

mereka mempunyai alasan masing- citizenship: a lifelong learning


masing yang cukup rasional dengan perspective. Project On “Education for
memperhatikan faktor kontekstual, seperti Democratic Citizenship” (Vol. 21).
Strasbourg.
minimnya sarana dan prasarana serta
kondisi budaya dan alamiah setempat. Crick, B. (1998). Education for citizenship
and the teaching of democracy in
4. Hambatan yang mereka hadapi di dalam schools. Final report of the advisory
upaya pembentukan warga negara yang group on citizenship. London.
baik bersifat internal dan eksternal. http://doi.org/10.1177/01447394990190
Hambatan yang bersifat internal datang 0204
dari para guru peserta SM3T dan para Davies, I., Shirley, I. G., & C.Riley. (2003).
siswa. Sedangkan hambatan yang bersifat Good citizenship and educational
eksternal berasal dari lingkungan sekolah provision. British Educational Research
Journal (Vol. 27). London and New
yang kurang kondusif, khususnya sarana
York: Falmer Press and Taylor &
dan prasarana, dalam rangka Francis.
pembentukan warga negara yang baik.
De Groot, I. (2011). Why we are not
5. Kondisi yang spesifik di daerah 3T tidak democratic yet: The complexity of
membuat mereka patah arang, justru developing a democratic attitude. In W.
menjadikannya sebagai tantangan untuk Veugelers (Ed.), Education and
melakukan eksperimentasi dan kreativitas humanism: linking autonomy and
humanity (pp. 79–94). Roterdam,
mereka di dalam mengajar dalam rangka
Boston, Taipe: Springer Science &
membentuk warga negara yang baik. Business Media.
Beragam upaya telah mereka lakukan,
Deth, J. W. van. (2013). Citizenship and the
satu diantaranya dengan “merayu” para civic realities of everyday life. In M.
guru yang sejatinya berstatus PNS untuk Print & D. Lange (Eds.), Civic education
aktif mengajar. Satu hal yang mereka and competences for engaging citizens in
yakini, pembentukan warga negara yang democracies. Roterdam, Boston, Taipe:
Sense Publisher.
baik tidak bisa diajarkan tetapi diberi
teladan, dan mereka siap untuk menjadi Gibson, C., & Levine, P. (2003). The civic
teladan itu. A good citizenship is not mission of schools. New York.
taught, but caught. Johnson, L., & Morris, P. (2010). Towards a
framework for critical citizenship
education. The Curriculum Journal,
UCAPAN TERIMA KASIH 21(1), 77–96.
Penelitian ini sepenuhnya dibiayai dari Dana http://doi.org/10.1080/09585170903560
DIPA Fakultas Ilmu Sosial Universitas 444
Negeri Yogyakarta. Peneliti mengucapkan Kahne, J. E., & Sporte, S. E. (2008).
terima kasih yang sebesar-besarnya. Tidak Developing citizens: the impact of civic
lupa juga peneliti haturkan ucapan terima learning opportunities on students’
kasih kepada para responden dan pihak lain commitment to civic participation.
American Educational Research
yang membantu penelitian ini.
Journal, 45(3), 738–766.
Kahne, J., & Westheimer, J. (2003). Teaching
DAFTAR PUSTAKA democracy: what schools need to do. Phi
Bîrzéa, C. (2000). Education for democratic Delta Kappan, 85(1), 34–40, 57–66.
149
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016

http://doi.org/10.1177/00317217030850 Theiss-morse, E., & Hibbing, J. R. (2005).


0109 Citizenship and Civic Engagement. The
Future of Children, 20(1).
Keating, A., Kerr, D., Lopes, J., Featherstone,
http://doi.org/10.1146/annurev.polisci.8.
G., & Benton, T. (2009). Embedding
082103.104829
citizenship education in secondary
schools in England (2002-08) citizenship Torney-Purta, J., Amadeo, J., & Richardson,
education longitudinal study seventh W. (2007). Civic service among youth in
annual report. London. Retrieved from Chile, Denmark, England and the United
http://dera.ioe.ac.uk/id/eprint/11372%0 States: A psychological perspective. In
A S. M. & A. McBride (Eds.), Civic
Service Worldwide: Impacts and
McCowan, T. (2011). Rethinking Citizenship
Inquiries (pp. 95–132). Armonk, NY:
Education: a Curriculum for
M.E. Sharpe.
pPrticipatory Democracy. A&C Black.
Veldhuis, R. (1997). Education for
Miller, J. P. (2007). The holistic curriculum.
Democratic Citizenship: dimensions of
Toronto: University of Toronto press.
citizenship, core competences, variables
Mouffe, C. (2005). The return of the political and international activities. Strasbourg.
(Vol. 8). Verso.
Veugelers, W. (2007). Creating critical‐
Print, M., & Lange, D. (Eds.). (2012). democratic citizenship education:
Schools, curriculum and civic education empowering humanity and democracy in
for building democratic citizens. dutch education. Compare: A Journal of
Roterdam, Boston, Taipe: Sense Comparative and International
Publishers. http://doi.org/10.1007/978- Education, 37(1), 105–119.
94-6209-167-2 http://doi.org/10.1080/03057920601061
Saha, L. J., & Print, M. (2010). Student school 893
elections and political engagement: A Veugelers, W. (2011). Education and
cradle of democracy? International humanism: Linking Autonomy and
Journal of Educational Research, 49(1), Humanity. Springer Science & Business
22–32. Media.
http://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j
.ijer.2010.05.004

150

Anda mungkin juga menyukai