Hilyatun Nahdliyah
G1F114030
2017
1
HALAMAN PENGESAHAN
Dosen III
Nursalam, S.Kel
NIP. 197708242008121002
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur Praktikan panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas karunia-Nya jualah Praktikan dapat menyelesaikan Laporan Praktik Lapang
Pencemaran dan Pengelolaan Limbah ini.
Pada kesempatan ini Praktikan mengucapkan terima kasih kepada para
Dosen dan Para Asisten Praktik Lapang yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan dalam praktik lapang serta dalam penyusunan Laporan
Praktik Lapang Pencemaran dan Pengelolaan Limbah ini. Praktikan juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan teman-teman yang telah
membantu dan memberi masukan dalam penyusunan Laporan Praktik Lapang
Pencemaran dan Pengelolaan Limbah ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat diharapkan dari semua pihak, agar tercapainya kesempurnaan Laporan
Praktik Lapang Pencemaran dan Pengelolaan Limbah ini.
Semoga Laporan Praktik Lapang Pencemaran dan Pengelolaan Limbah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Praktikan
3
DAFTAR ISI
4
4.3. Analisis Pengaruh Pencemaran Terhadap Biota dan Kualitas
Perairan ........................................................................................ 29
4.4. Upaya Penanggulangan Pencemaran di Wilayah Pesisir ........... 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
5
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Status Kualitas Air Berdasarkan Kadar Oksigen Terlarut (Jeffries/Mills,
1996) ............................................................................................................... 12
2. Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata Bahari ..................................................... 13
3. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut ........................................................... 14
4. Alat-alat Praktik .............................................................................................. 21
5. Bahan yang digunakan .................................................................................... 21
6. Hasil Analisis Kualitas Air dan Perbadingan Berdasarkan Baku Mutu. ......... 29
7. Hasil Perhitungan Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman, Indeks
Keseragaman dan Indeks Dominasi Plankton ................................................ 42
6
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram Sumber-sumber Pencemaran Laut (Mukhtasor, 2006) .................... 7
2. (Sumber pencemar Point sources) dan ........................................................... 8
3. (Sumber pencemar Nonpoint Source) ............................................................. 8
4. Pencemaran di Pesisir ................................................................................... 17
5. Lokasi Praktik Lapang di Desa Teluk Tamiang ............................................ 20
6. Pengukuran Parameter Fisik, Menggunakan Secchi disk untuk Mengukur
Kecerahan Perairan....................................................................................... 22
7
BAB 1. PENDAHULUAN
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan dengan metode tertentu
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air
dinyatakan dalam beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan,
padatan terlarut), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam) dan
parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri) dan lain sebagainya. Sedangkan
menurut Boyd dalam Bapedalda (2003), kualitas lingkungan perairan adalah suatu
kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan
organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Masuknya
bahan pencemar dalam perairan dapat mempengaruhi kualitas air dan terkait
dengan kapasitas asimilasinya. Apabila kapasitas asimilasi terlampaui, selanjutnya
akan menurunkan daya dukung, nilai guna dan fungsi perairan bagi peruntukan
lainnya. Oleh sebab itu, perlunya analisis kualitas perairan. Analisis diperlukan
untuk mengetahui kualitas air baku apakah suatu lingkungan tersebut tercemar
atau tidak dan kemudian apakah kualitas perairan tersebut sesuai dengan nilai
baku mutu atau melebihi dari baku mutu yang telah ditentukan. Karena kualitas
air yang tidak sesuai dengan persyaratan menyebabkan kerugiaan bagi organisme
yang menempati suatu perairan tersebut.
Pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi, secara langsung
maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut
termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yang
merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan
terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang
dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan
kualaitas tempat tinggal dan rekreasi. Kemudian, Indeks Pencemaran (IP) adalah
nilai ketetapan untuk menyatakan tingkat pencemaran. Indeks pencemaran
ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk
beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu
8
sungai. Perhitungan indeks pencemaran untuk biota laut didasarkan pada baku
mutu menurut Kep.Men LH No: 51 Tahun 2004.
Wilayah pesisir adalah wilayah yang rentan terhadap pencemar karena
berbagai aktivitas diantaranya pemukiman, pertambangan, pelabuhan dan
perkebunan. Sehingga, Keadaan tersebut cenderung mengakibatkan penurunan
kualitas sehingga lingkungan pesisir di lokasi tersebut dapat berkurang fungsinya
atau bahkan sudah tidak mampu berfungsi lagi untuk menunjang pembangunan
dan kesejahteraan penduduk secara berkelanjutan. Pencemaran laut adalah
masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan
manusia kedalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat
menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati,
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan yang
dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas perairan.
Lingkungan yang dikatakan tercemar, jika kadar lingkungan tersebut tidak
sesuai lagi dengan peruntukannya atau keluar dari sifat alaminya. Tingkat
pencemaran lingkungan laut yang masih tinggi ditandai antar lain dengan
terjadinya eutrofikasi atau meningkatnya jumlah nutrisi disebabkan oleh polutan.
Nutrisi yang berlebihan tersebut, umumnya berasal dari limbah industri, limbah
domestik seperti deterjen, maupun aktivitas budidaya pertanian di daerah aliran
sungai yang masuk ke laut. Pencemaran dilaut bisa juga ditandai dengan
meningkatnya pertumbuhan fitoplankton atau algae yang berlebihan dan
cenderung cepat membusuk. Kasus-kasus pencemaran di lingkungan laut antara
lain terjadi di muara-muara sungai.
Indikator dalam melakukan penilaian terhadap lingkungan yang dianggap
tercemar dapat dilakukan dengan beberapa pengamatan. Seperti pengamatan
secara fisik, kimiawi dan bilogis. Secara umum diketahui untuk pemeriksaan
pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemycal oxygen
Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxigen Demand,
COD).
Teluk tamiang merupakan pantai bagian selatan yang memiliki karakteristik
pantai semi terbuka dan pada bagian sebelah barat memiliki karakteristik pantai
9
terbuka. Melihat dari kondisi wilayah pada bagian sebelah barat dengan tipe
pantai yang terbuka itu membawa berbagai sumber bahan pencemar yang
kemudian akan dibawa atau disebarkan melalui sirkulasi arus dan turbulensi
(adukan). Oleh sebab itu, bahan pencemar akan terurai dan terbuang ke perairan
laut yang lebih luas sehingga dapat meminimalisir dari akumulasi bahan pencemar
dalam suatu badan perairan. Namun beda halnya dengan pantai yang memiliki
tipe tertutup, dimana dengan kondisi tersebut rentan terjadinya pencemaran karena
mudah terakumulasi oleh bahan pencemar didalam suatu badan perairan atau
dengan kata lain kurangnya sirkulasi atau pergerakan arus.
Kemudian, pada lokasi tersebut sumber pencemaran diduga karena aktivitas
yang berada di darat seperti daerah pemukiman yang membawa limbah rumah
tangga, kegiatan perkebunan, pertanian dan lain-lain. Dari berbagai aktivitas yang
berada didarat dapat mengakibatkan pencemaran sebagai contoh kegiatan
pertanian menggunakan pestisida. Ketika pestisida masuk kedalam ekosistem laut,
maka akan diserap kedalam jaring makanan dilaut. Dalam jaring makanan
pestisida akan terakumulasi pada rantai makanan sehingga menyebabkan
kematian pada suatu organisme. Selain itu juga bahan kimia yang berbahaya bagi
ekositem laut bersumber dari limbah rumah tangga berupa detergent yang
mengandung banyak fosfor dan jika masuk keperairan laut dalam jumlah banyak
akan menyebabkan blooming algae. Kemudian pencemaran yang disebabkan oleh
kegiatan dilaut seperti : alur-alur pelayaran, aktivitas pelabuhan dan lain
sebagainya. Sebagai contoh pencemaran yang diakibatkan dari kecelakaan kapal
yang terjadi di Kotabaru pada (21/10/2010) karena tenggelamnya kapal KM Laut
Emas sehingga menyebakan pencemaran laut akibat dari tumpahan minyak hitam
tersebut.
10
1. Mengetahui kondisi Pulau laut bagian selatan beserta faktor dan sumber yang
mempengaruhinya
2. Mengetahui pengaruh pencemaran terhadap biota dan kualitas di Pulau laut
bagian selatan (Teluk Tamiang)
3. Mengetahui upaya penanggulangan pencemaran di Pulau laut bagian selatan
(Teluk Tamiang)
11
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
12
air tersebut.
13
Gambar 3. Pencemaran Tanah
Bila ditinjau dari asalnya, maka bahan pencemar yang masuk ke
ekosistem laut dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Berasal dari laut itu sendiri, misalnya pembuangan sampah air ballas dari
kapal, lumpur, buangan dari kegiatan pertambangan di laut.
2. Berasal dari kegiatan-kegiatan di daratan. Bahan pencemar dapat masuk ke
ekosistem laut melalui udara atau terbawa oleh air (sungai, sistem
drainase) (Kartawinata et al., 1997 dalam Harizal, 2006).
Bila ditinjau dari daya urainya, maka bahan pencemaran pada perairan laut
dapat dibagi atas dua jenis: yaitu (1) Senyawa-senyawa konservatif, yang
merupakan senyawa-senyawa yang dapat bertahan lama didalam suatu badan
perairan sebelum akhirnya mengendap ataupun terabsorbsi oleh adanya berbagai
reaksi fisik dan kimia perairan, misalnya logam-logam berat, pestisida, atau
deterjen dan (2) Senyawa-senyawa non konservatif, yang mudah terurai dan
berubah bentuk dalam suatu badan perairan, misalnya senyawa-senyawa organik
seperti karbohidrat, lemak dan protein yang mudah terlarut menjadi zat-zat
organik oleh mikroba (Mukhtasor, 2006).
Bahan-bahan pencemar yang dibuang ke laut dapat diklasifikasikan dalam
berbagai cara. Mannion dan Bowlby (1992) dalam Misran (2002)
menggolongkanya dari segi konservatif dan non-konservatif:
a) Golongan non-konservatif terbagi dalam tiga bentuk yaitu :
Buangan yang dapat terurai (seperti sampah dan lumpur), buangan dari
industri pengolahan makanan, proses distilasi (penyulingan), industri-
industri kimia dan tumpahan minyak.
14
Pupuk, umumnya dari industri pertanian;
Buangan dissipasi (berlebih), pada dasarnya adalah energi dalam bentuk
panas dari buangan air pendingin, termasuk juga asam dan alkali.
b) Golongan konservatif terbagi dalam dua bentuk yaitu :
Partikulat, seperti buangan dari penambangan (misalnya: tumpahan dari
tambang batubara, debu-debu halus), plastik-plastik inert;
Buangan yang terus-menerus (persistent waste) yang terbagi lagi dalam
tiga bentuk :
(i) Logam-logam berat (besi, timbal, zinkum);
(ii) Hidrokarbon terhalogenasi (DDT dan pestisida lain dari hidrokarbon
terklorinasi, dan PCBs atau polychlorinated biphenyl); dan
(iii) Bahan-bahan radioaktif.
Sumber Pencemaran
Laut
15
Berdasarkan sebaran sumber masuknya limbah kedalam kawasan pesisir
dan laut, sumber pencemar dapat dibedakan menjadi (1) Point sources (sumber
titik), yaitu sumber pencemaran yang dapat diketahui dengan jelas lokasinya,
misalnya sumber pencemaran dari instalasi pembuangan pabrik atau industri dan
tumpahan minyak yang terjadi karena kecelakaan kapal tanker atau pengeboran
minyak di laut; dan (2) Non point sources (sumber bukan titik), yaitu sumber
pencemar yang tidak terlokalisir secara definitive, misalnya buangan rumah
tangga yang tidak terintegrasi dikawasan pesisir, limbah dari lahan pertanian,
sedimentasi dari aliran yang berasal pegunungan serta bahan pencemar lain yang
sulit dilacak sumbernya (Mukhtasor, 2006).
16
ini berbahaya bagi kehidupan laut, karena kekeruhan yang ditimbulkan dapat
menutupi insang atau elemen penyaring pada binatang yang makan dengan
cara menyaring air (organisme filter feeder, seperti misalnya jenis kerang-
kerangan).
4) Limbah padat, Limbah padat yang dibuang ke laut berupa sampah merupakan
salah satu bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah. Di
Indonesia, sampah yang dibuang ke laut sebenarnya cukup banyak dan pada
saat ini sudah pada kondisi yang memperhatinkan, terutama di perairan teluk
Jakarta dan beberapa perairan lainnya di Indonesia.
5) Limbah Pertanian, Limbah pertanian dapat menimbulkan eutrofikasi yang
disebabkan karena akumulasi bahan-bahan organik seperti sisa tumbuhan
yang membusuk. Secara ekologis proses kekeruhan karena sedimentasi dapat
menyebabkan terganggunya penetrasi cahaya matahari kedalam perairan,
sehingga kegiatan fotosintesa plankton maupun organisme laut lainnya
menjadi terhenti.
6) Pestisida adalah jenis-jenis bahan kimia yang digunakan untuk memberantas
Hama, yang bervariasi jenisnya dan mempunyai sifat fisik dan kimia yang
berbeda-beda. Diantara jenis pestisida, insektisida organoklorin dikenal
sangat persisten, seperti DDT (dikloro difenil tukloroetana), dieldrin, endrin,
klordane dan heptaklor.
Sedangkan limbah yang bersumber dari laut (marine based pollution)
meliputi:
1) Limbah Industri, Limbah industri berasal dari bermacam-macam pabrik,
termasuk industri makanan dan minuman, penyulingan minyak, perhiasan
logam, pabrik baja/logam, pabrik kertas serta pabrik kimia organik maupun
anorganik lainnya. Beberapa diantaranya mengandung unsur yang sangat
beracun, biasanya berupa bahan yang asam, basa, logam berat dan bahan
organik yang beracun.
2) Limbah Pengerukan, Pengerukan, terutama untuk kegiatan navigasi dan
pelabuhan, merupakan aktivitas manusia yang terbesar dalam melimpahkan
bahan-bahan buangan kedalam laut. Kebanyakan bahan kerukan
(dredgespoils) diambil dari daerah pelabuhan yang biasanya sudah sangat
tercemar oleh sampah-sampah pemukiman, bahan organik dan sisa buangan
17
industri termasuk logam berat dan minyak. Di samping itu, limbah
pengerukan menghasilkan masalah pengeruhan air oleh karena padatan
terlarut (suspended solid) yang dikandungnya.
3) Limbah eksplorasi dan produksi minyak, kegiatan operasi indutri minyak
lepas pantai mengakibatkan beban pencemaran yang serius pada lokasi
tertentu, mulai dari pencemaran panas, kekeruhan akibat padatan terlarut,
sampai dengan pencemaran panas, kekeruhan akibat padatan terlarut, sampai
dengan pencemaran kimiawi dari bahan organik dan logam-logam berbahaya.
Beberapa limbah yang berbahaya dihasilkan, seperti drilling mud dan cutting
mud yang sangat beracun, produce water (air yang ikut terisap bersama
minyak), drill cutting (buangan sisa pengeboran), drilling fluids (cairan kimia
untuk membantu proses pengeboran), flaring smoke (asap pembakaran)
sampai tumpahan minyak.
4) Tumpahan minyak, Tumpahan minyak, disengaja maupun tidak merupakan
sumber pencemaran yang sangat membahayakan. Tumpahan minyak ke laut
dapat berasal dari kapal tanker yang mengalami tabrakan atau kandas, atau
dari proses yang disengaja seperti pencucian tangki halas, transfer minyak
antar kapal maupun kelalaian awak kapal. Umumnya pencemaran minyak
dari kapal tanker berasal dari pembuangan air tangki balas. Sebagai
gambaran, untuk tanker berbobot 50.000 ton, buangan air dari tangki
balasnya mencapai 1.200 barel.
5) Cemaran Panas, Kehidupan di laut umumnya sangat peka terhadap perubahan
suhu air. Suhu tinggi di laut dapat menyebabkan peneluran dini, migrasi ikan
yang tidak alami, penurunan oksigen terlarut, atau kematian binatang laut. Air
pendingin (Cooling water) dan effluent dari beberapa industri dibuang ke
lingkungan laut pada suhu yang tinggi daripada lingkungan laut itu sendiri.
Begitu juga dengan penggunaan air laut untuk pendingin pembangkit nuklir
yang meningkat dengan cepat. Satu unit pembangkit nuklir memerlukan
sekitar 1 milyar gallon air per hari. Dan ini sangat berbahaya apabila tidak
direncakan dengan baik, termasuk air pendingin yang dikembalikan ke laut
pada suhu lebih tinggi 11 – 20 oC dibanding suhu air laut normal.
18
6) Limbah dari Kapal, Kegiatan operasional tersebut dapat berupa pembersihan
tangki-tangki baik secara rutin maupun untuk pengedokan, pembuangan
kotoran yang ada di saluran got kapal, pembuangan air ballast, termasuk juga
sampah dan limbah minyak dari mesin kapal. Semua kapal yang beroperasi
diwajibkan memiliki penampung limbah.
7) Cat Antifouling, Penggunaan cat anti organisme penempel (antifouling)
ternyata telah menimbulkan pencemaran logam berat yang serius di laut serta
sedimen di dekat dok dan tempat sandar kapal. Cat ini dirancang untuk secara
terus-menerus mengeluarkan racun untuk membunuh organisme penempel di
dasar kapal.Limbah Perikanan, Potensi sumber daya ikan yang berlimpah
menjadikan banyak tumbuh industri pengolahan ikan, mulai dari skala kecil
sampai industri dengan skala yang besar, di Indonesia aktivitas penangkapan
ikan dengan bahan peledak atau racun kimia mengakibatkan beban
pencemaran laut yang semakin tinggi dan potensi berkurangnya produksi ikan
di beberapa daerah.
19
Masuknya limbah cair domestik ke lingkungan perairan dapat memberikan
dampak terhadap kualitas perairan tersebut. Buruknya dampak yang diberikan
mempengaruhi organisme yang hidup didalamnya. Planetary Notions (2002)
mengemukakan beberapa masalah yang dapat ditimbulkan oleh limbah cair
domestik secara umum, antara lain terhadap lingkungan, yakni terjadi kerusakan
secara ekologis, kesehatan manusia dan kerugian secara ekonomi.
Limbah cair domestik mengandung beragam kotoran yang terlarut maupun
yang tersuspensi (dissolved and suspended impurities). Materi organik terutama
berasal dari sisa-sisa makanan dan sayuran. Unsur hara dapat berasal dari sabun
berbahan kimia, sabun cuci dalam bentuk bubuk, dan sebagainya. Limbah cair
domestik juga mengandung mikroba penyebab penyakit, dan berbagai substansi
yang digunakan manusia untuk membersihkan rumah turut menyumbang polusi
air karena substansi tersebut mengandung bahan kimia yang berbahaya.
Substansi-substansi tersebut mengandung fosfat yang umumnya digunakan untuk
melunakkan air. Semua kandungan yang bersifat kimiawi ini mempengaruhi
seluruh kehidupan di air (perairan).
a. Kerusakan Lingkungan
Misalnya dari limbah pupuk pertanian, limbah rumah sakit, detergen dari
perumahan yang bermuara ke laut atau sungai akan mencemari air di sungai.
Nantinya akan memicu Eutrofikasi yang menyebabkan alga bisa tumbuh terlalu
subur. Hal ini akan membuat alga menutupi bagian atas perairan baik sungai,
danau, atau laut dan membuat tumbuhan dan hewat di laut menjadi kekurangan
oksigen serta cahaya. Dampak terburuknya tentu saja adalah kematian ekosistem
air yang sangat besar.
b. Risiko Kesehatan
Para perenang umumnya yang sangat beresiko terkontaminasi oleh bakteri
dan virus yang terkandung dalam limbah, dan berdampak pada kesehatan. Virus
dapat menjadi penyebab penyakit-penyakit yang berhubungan dengan saluran
pencernaan, terutama usus.
Salah satu hewan akuatik yang dapat menyerap kontaminan di perairan
adalah kerang-kerangan. Dengan sistem makan menyaring (filter feeder), maka
seluruh materi mikro yang terkandung dalan air dapat tertangkap pada insangnya.
20
Kontaminan dapat terakumulasi dalam tubuhnya, dan jika dikonsumsi manusia
dapat menyebabkan penyakit tertentu. Hal yang sama pun terjadi pada ikan. Ikan
tertentu yang berada pada air yang tecemar dapat mengakumulasi substansi
beracun dalam jumlah besar. Jika dikonsumsi oleh manusia dalam waktu lama,
maka racun dapat terakumulasi dan dapat beresiko bagi kesehatan manusia.
Kandungan dalam detergen dapat menyebabkan penyakit liver dan ginjal,
sedangkan limbah cair dapat membawa mikroba penyebab penyakit kolera dan
disentri.
c. Kerugian Ekonomi
Pantai dan perairan yang terkontaminasi atau tercemar dapat menyebabkan
penurunan income bahkan kerugian bagi sektor pariwisata. Selain itu juga dapat
merugikan usaha budidaya atau penangkapan ikan dan kerang-kerangan. Pantai
dan perairan yang bersih memiliki banyak keuntungan untuk lingkungan dan
manusia (secara ekologis dan ekonomis). Keuntungan secara ekonomis yaitu
pantai menjadi lebih aman untuk umum, yang mana dapat meningkatkan ekonomi
lokal dan regional. Jika terpelihara baik, dapat tetap mendatangkan keuntungan di
masa kini dan masa akan datang.
21
Indikator yang umum digunakan pada pemeriksaan pencemaran air adalah
pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO),
kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD) serta
kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD). Pemantauan
kualitas air pada sungai perlu disertai dengan pengukuran dan pencatatan debit air
agar analisis hubungan parameter pencemaran air dan debit badan air sungai dapat
dikaji untuk keperluan pengendalian pencemarannya (Irianto dan Machbub,
2003).
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya
perubahan warna, bau dan rasa.
Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
zat kimia yang terlarut, perubahan pH.
Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Pencemaran air dapat diketahui dari aspek fisik-kimia dan atau aspek
biologi. Beberapa indikator pencemar air aspek fisika-kimia adalah sebagai
berikut :
a. pH (derajat keasaman)
pH suatu badan air merupakan indikasi keseimbangan antara asam (ditandai
dengan ion H+) dan basa (OH-). Keduanya merupakan ion pembentuk air
(H2O). Air murni memiliki asam dan basa dalam jumlah yang seimbang pada
pH 7. Air bersifat asam bila pH nya kurang dari 7 dan bila lebih dari 7 air
akan bersifat basa. Apabila pH air kurang dari 5 dan lebih dari 9, maka badan
air tersebut telah dikatakan tercemar.
b. Suhu
Suhu air berkisar pada 25oC Suhu air pada tiap badan air berbeda-beda
tergantung pada ketinggian dan kondisi geografis. Suhu air di daerah tropis
berbeda dengan suhu air di daerah subtropis. Air dikatakan tercemar apabila
suhu air pada wilayah tersebut berubah secara drastis.
22
c. Warna
Air yang memenuhi syarat kesehatan secara umum adalah tidak berasa, tidak
berbau dan tidak berwarna (jernih). Ketiga syarat tersebut bukan sekedar
merupakan syarat estetika, tapi juga merupakan indikasi apakah air tersebut
tercemar atau tidak. Perubahan warna air bisa diakibatkan karena partikel
terlarut seperti lumpur, fitoplankton dan mikroorganisme yang bersifat
mikroskopis. Sumber pencemaran warna terutama berasal dari limbah cair
industri cat, industri tekstil dan pencelupan kain, serta industi pewarna
pakaian dan makanan.
d. Disolved Oxygen (DO)
DO atau oksigen terlarut, adalah banyaknya oksigen yang terlarut dalam satu
liter air (mg/L). Oksigen merupakan gas yang sangat dibutuhkan oleh
makhluk hidup untuk proses metabolisme. Kehidupan tumbuhan dan
organisme perairan tergantung dari kemampuan badan air mempertahankan
jumlah oksigen terlarut dalam air. Semakin rendah jumlah oksigen terlarut
dalam air menunjukkan makin tingginya tingkat pencemaran suatu perairan.
Oksigen diperlukan oleh organisme air untuk menghasilkan energi yang
sangat penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan pemeliharaan
keseimbangan osmotik dan aktivitas lainya. Jika persediaan oksigen terlarut
di perairan sangat sedikit maka perairan tersebut tidak baik bagi ikan dan
mahluk hidup lainya yang hidup di perairan, karena akan mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan organisme air tersebut. Kandungan oksigen terlarut
minimun 22 mg/L sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan
secara normal. (Wardana, 1995).
23
e. Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD atau permintaan oksigen biologis, adalahh jumlah oksigen (dalam mg)
yang diperlukan oleh mikroorganisme (terutama bakteri) untuk proses
penguraian/oksidasi dan stabilisasi bahan organik secara biologis pada
kondisi aerobik (kondisi dimana mikroba tidak dapat hidup tanpa oksigen)
dalam satu liter air limbah. BOD yang tinggi mengindikasikan adanya bahan
organik yang tinggi pula, dan itu berarti tingkat pencemaran di suatu badan
air juga tinggi. hal ini dikarenakan mikroorganisme memerlukan oksigen
dalam jumlah besar untuk menguraikan bahan organik dalam jumlah besar
pula.
f. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD atau permintaan oksigen kimiawi merupakan pengukuran jumlah bahan
organik dengan menggunakan persamaan dari jumlah oksigen (dalam mg)
yang diperlukan untuk mengoksidasikan bahan organik secara kimiawi dalam
satu liter air limbah. Nilai COD selalu lebih besar dari BOD. Hal ini
dikarenakan tidak semua bahan organik yang dihitung melalui persamaan
kimia mampu diuraikan oleh mikroorganisme.
Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun
2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari dan Biota Laut,
menyatakan baku mutu air laut adalah sebagai berikut :
24
Tabel 2. Baku mutu air laut yang telah dtetapkan oleh menteri Lingkungan hidup
baku mutu
No Parameter Satuan
wisata bahari Biota Laut
1 Fisika
2 Bau tidak bau Alami
3 coral: >5, mangrove: -,
3 Kecerahan insitu M >6
lamun: >3
4 Kekeruhan Ntu 5 <5
padatan tersuspensi coral: 20, mangrove:
5 mg.l 20
total 80, lamun: 20
alami3(0C)
0 coral: 28-30,
6 Suhu (insitu) C alami3(C)
mangrove: 28-32,
lamun: 28-30
7 sampah (insitu) - Nihil Nihil
8 lapisan minyak (insitu) - Nihil nihil1(5)
KIMIA
9 Ph - 7 - 8,5 7 - 8,5
alami coral: 33-34,
10 Salinitas 0/00 alami3(e) mangrove: s/d 34,
lamun: 33-34
11 Oksigen terlarut (DO) mg/l >5 >5
12 BOD5 mg/l 10 20
Amoniak bebas (NH3-
13 mg/l Nihil 0,3
N)
14 Fosfat (PO4-P) mg/l 0,015 0,015
15 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,008 0,008
16 Sianida (CN) mg/l - 0,5
17 Sulfida (H2S) mg/l Nihil 0,01
18 Senyawa Fenol mg/l Nihil 0,002
PAH (Poliaromatik
19 mg/l 0,003 0,003
hidrokarbon)
20 PCB (poliklor bifenil) µg/l Nihil 0,01
21 Surfaktan (detergen) mg/l MBAS 0,001 1
22 Minyak & lemak mg/l 1 1
23 Pestisida µg/l nihil1(f) 0,01
24 TBT (tributil tin) µg/l - 0,01
Logam terlarut :
25 Raksa (Hg) mg/l 0,002 0,001
Kromium heksavalen
26 mg/l 0,002 0,005
(Cr(VI))
28 Cadmium (Cd) mg/l 0,002 0,001
29 Tembaga (Cu) mg/l 0,050 0,008
30 Timbal (Pb) mg/l 0,005 0,008
31 Seng (Zn) mg/l 0,095 0,05
32 Nikel mg/l 0,075 0,05
Biologi
33 E. coliform (faecal)g MPN/100 ml 200(g) 1000(g)
35 Patogen sel/100 ml -
36 Plankton sel/100 ml - tidak bloom
25
2.5. Pencemaran di Wilayah Pesisir
Pencemaran merupakan masalah yang cukup penting untuk diperhatikan,
terutama dalam upaya pengelolaan kawasan pesisir. Hingga saat ini, pencemaran
sebagian besar hampir terjadi pada kawasan pesisir, bahkan diperkirakan dimasa
mendatang akan semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. Substansi
dan limbah penyebab pencemaran di kawasan pesisir sangat beragam dan hampir
semua materi polutan membahayakan bagi kehidupan biota laut maupun
lingkungannya. Sebagian besar materi bahan pencemar tersebut adalah berasal
dari daratan.
Adapun sumber dari pencemaran kawasan pesisir antara lain adalah dari
limbah industri, limbah pemukiman, limbah pertambangan, bocoran pipa minyak,
limbah pelayaran, tumpahan kecelakaan kapal tanker, ballast kapal tanker, limbah
pertanian, sedimentasi akibat penggundulan hutan dan juga dari limbah perikanan
budidaya (Pramudji, 2002).
Pencemaran laut menurut PP No.19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan Laut adalah mempunyai pengertian atau definisi
sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau
komponen lain kedalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut
tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (Alamendah, 2011).
Pertumbuhan jumlah penduduk yang mendiami wilayah pesisir dan
meningkatnya kegiatan pariwisata juga akan meningkatkan jumlah sampah dan
kandungan bakteri yang dapat menyebabkan berbagai kerugian bagi lingkungan
pesisir. Penggunaan pupuk untuk menyuburkan areal persawahan disepanjang
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada diatasnya serta kegiatan-kegiatan
industri di darat yang membuang limbahnya kedalam badan sungai yang
kemudian terbawa sampai ke laut melalui wilayah pesisir. Hal ini akan
menperbesar tekanan ekologis wilayah pesisir.
26
Gambar 7. Pencemaran di Pesisir
Sumber pencemaran yang berasal dari limbah industri dan kapal-kapal di
sepanjang wilayah pesisir umumnya mengandung logam berat. Kandungan logam
berat diperairan diperkirakan akan terus meningkat dan akan mengakibatkan
terjadinya erosi dan pencucian tanah, masuknya sampah industri dan pembakaran
bahan baker fosil ke perairan dan atmosfer, serta pelepasan sedimentasi logam
dari lumpur aktif secara langsung. Ciri-ciri pencemaran pesisir dan pantai:
Adanya limbah industri di sungai yang meresap ke tanah.
1. Terdapat banyak sampah-sampah di daerah pesisir dan pantai. Sampah
yang bersifat organic maupun non-organik juga dibuang ke laut melalui
sistem DAS.
2. Terjadinya perubahan kondisi alam menjadi lingkungan buatan dengan
dibangunnya beberapa fasilitas penunjang yang diperluka.
3. Adanya pencemaran limbah minyak yang terjadi di pantai baik yang di
sengaja maupun yang tidak disengaja.
4. Rusaknya hutan mangrove di daerah pesisir pantai
5. Hancurnya organisme yang membuat laut menjadi semakin tidak subur.
Selain hal-hal diatas, dengan semakin besar dan banyaknya aktivitas
perekonomian yang dilakukan di wilayah pesisir dan lautan, seringkali pula
menimbulkan pengaruh dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan wilayah
pesisir misalnya (Dahuri, 2001):
a. Perkapalan dan transportasi: tumpahan minyak, air ballast limbah padat dan
kecelakaan.
27
b. Pengilangan minyak dan gas: tumpahan minyak, pembongkaran bahan
pencemar, konversi kawasan pesisir.
c. Perikanan: overfishing, destruksi habitat, pencemaran pesisir, pemasaran dan
distribusi, modal dan tenaga/ keahlian
d. Budidaya perairan : ekstensifikasi dan konversi mangrove.
e. Kehutanan: penebangan dan konversi hutan.
f. Pertambangan: penambangan pasir dan terumbu karang
g. Industri: reklamasi dan pengerukan tanah.
h. Pariwisata: pembangaunan infrastruktur dan pencemaran.
Beberapa kegiatan manusia yang dapat menyebabkan pencemaran pesisir dan
pantai adalah sebagai berikut:
a. Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak, penangkapan ikan
menggunakan racun sianida dan bahan peledak.
b. Penambatan jangkar perahu.
c. Pembuangan sampah rumah tangga
d. Pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri,
penebangan kayu dan penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS)
mengakibatkan terjadinya pencemaran dan perobahan lingkungan wilayah
pesisir.
e. Pembukaan hutan mangrove untuk kepentingan pemukiman, pembangunan
infrastuktur dan perikanan tambak dapat mengakibatkan erosi pantai.
f. Sumber pencemaran pesisir dan pantai dapat dikelompokkan menjadi 6
bagian yaitu:
1) Industri,
2) Limbah cair pemukiman (sewage),
3) Limbah cair perkotaan (urban stormwater),
4) Pertambangan,
5) Pelayaran (shipping)
28
Meskipun demikian ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi pencemaran laut, antara lain: dengan cara membuat alat pengolah
limbah, penimbunan (alokasi) bahan pencemar di tempat yang aman dan daur
ulang limbah ada beberapa tindakan nyata yang dapat dilakukan agar pencemaran
dan kerusakan ekosistem laut dapat dicegah dan dihindari sedini mungkin :
1. Kegiatan berupa pelarangan dan pencegahan, yaitu melarang dan mencegah
semua kegiatan yang dapat mencemari ekosistem laut.
2. Kegiatan pengendalian dan pengarahan yang meliputi teknik penangkapan
biota, eksploitasi sumberdaya pasir dan batu, pengurukan dan pengerukan
perairan, penanggulan pantai, pemanfaatan dan penataan ruang kawasan
pesisir, konflik, dan pembuangan limbah.
3. Kegiatan penyuluhan tentang keterbatasan sumberdaya, daya dukung,
kepekaan dan kelentingan pesisir, teknik penangkapan, budidaya dan
sebagainya yang berwawasan lingkungan laut kepada pemuka masyarakat.
4. Melakukan kegiatan konservasi yang meliputi konservasi pada kawasan
ekosistem laut (karang, mangrove, lagun dan rumput laut), kualitas perairan
dan sebagainya.
Melakukan kegiatan berupa penerapan dalam kehidupan masyarakat
berupa penerapan peraturan-peraturan dan sanksi hukum yang terkait dengan
pencemaran lingkungan laut (Agus, 2013).
29
perubahan terhadap daur organisme. Contohnya kandungan logam berat yang ada
pada perairan. Kandungan logam berat akan berdampak langsung terhadap
perubahan kondisi fisik sungai dan estuari, serta mahluk hidup yang mendiami
wilayah tersebut. Proses rantai makanan akan membawa dampak yang lebih buruk
terhadap percepatan pencemaran mahluk hidup dengan mengendapnya logam
berat dalam tubuh mahluk hidup. dengan jumlah limbah domestik yang sangat
besar, dapat dilakukan dengan mengurangi beban yang diterima oleh badan sungai
dengan melakukan penanganan khusus atau dengan penangan alternatif yaitu
“Ocean Outfall”.
Outfall adalah ujung saluran yang ditempatkan pada sungai atau badan air
penerima. Pemanfaatan Ocean Outfall yaitu saluran pembuangan berupa pipa
yang ditanam menuju ketengah perairan laut dengan jarak tertentu untuk
mendapatkan kedalaman air tertentu. Kedalaman tertentu ini didapatkan dengan
mengukur arus laut disuatu wilayah pesisir sehingga dapat membantu proses
biokimia secara natural di laut (Mukhtasor, 2007:126)
Ocean outfall merupakan alternatif pembuangan limbah cair, khususnya
limbah yang mengandung bahan organik dan bakteri faecal coliform dalam
jumlah tinggi. Istilah ocean outfall dikemukakan oleh Charlton pada tahun 1987
untuk merujuk pada rekayasa perpipaan bawah laut yang digunakan untuk
membuang limbah cair dari daratan ke laut sehingga memungkinkan terjadinya
proses biokimia secara natural di laut. Selanjutnya bahan-bahan organik, nutrien,
dan bakteri yang terkandung di dalam limbah dapat terdegradasi oleh proses alami
tersebut (Mukhtasor, 2007). Sebelum dibuang ke laut, limbah diolah dengan
derajat pengolahan yang lebih rendah daripada persyaratan yang ditetapkan untuk
pengolahan di darat secara umum. Akibatnya biaya pengolahan menjadi lebih
murah. Hal ini dikarenakan, untuk memperoleh kriteria keamanan lingkungan
yang sama, ocean outfall memanfaatkan faktor alami laut untuk menurunkan
konsentrasi limbah selain pengolahan di daratan.
30
Gambar 8. Alternatif Pembuangan Limbah Cair Perkotaan Ocean Outfall
31
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan untuk praktik lapang dibedakan atas alat-alat
lapangan dan alat dari Laboratorium sebagai berikut :
Tabel 3. Alat-alat Lapangan
No. Nama Alat Kegunaan
1 Perahu Alat transportasi selama pengambilan sampel
2 Handrefractometer Untuk mengetahui salinitas air
3 DO meter Mengukur DO perairan
4 GPS untuk mengetahui posisi di muka bumi
5 Water Quality Checker Mengukur kualitas air
6 Sechi Disk Mengukur Kecerahan perairan
7 Planktonnet Mengambil sampel plankton
8 Botol Sampel Menyimpan sampel air
9 Layang-layang Arus Mengukur arus
10 Termometer Mengukur suhu perairan
11 Grab sampler Mengambil substrat perairan
12 Botol terang Mengambil sampel air
13 Botol gelap Mengambil sampel air
32
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah :
Tabel 5. Bahan yang digunakan
No. Nama Bahan Kegunaan
1 Bahan Pengawet Untuk mengawetkan sampel agar tidak rusak
2 Tissue Membersihkan tempat sedimen
Regen fosfat, nitrit, dan
3 nitrit. Untuk campuran pada sampel air
33
Gambar 9. Lokasi Pengambilan Titik Sampling Kualitas Air
di Pulau Laut bagian selatan (Teluk Tamiang)
34
3.3. Metode Perolehan Data
3.3.2. Pengambilan Sampel (Data Insitu meliputi fisik, kimia dan biologi)
Adapun prosedur pengambilan data yang dilakukan pada praktik lapang
kualitas air di perairan Desa Teluk tamiang yaitu berdasarkan parameter fisik,
kimia dan biologi. Parameter fisik yang diukur meliputi:
a. Suhu, dengan menggunakan thermometer. Dengan cara mencelupkan alat
tersebut ke dalam air dan di perolehlah suhu air permukaannya.
b. Menyiapkan alat yang akan digunakan untuk pengukuran kecerahan, yaitu
secchi disk. Masukkan secchi disk kedalam kolom perairan. Mengamati
berapa jarak batas sampai tidak terlihat lagi di Perairan.
35
Parameter kimia yang diukur dilakukan secara insitu dan exsitu. Untuk
pengukuran secara insitu, meliputi:
a. Salinitas, dengan menggunakan alat handrefraktometer. Dengan cara
meneteskan sampel air di alat tersebut pada bagian yang sudah di tentukan,
lalu mengarahkan alat tersebut ke cahaya matahari dan mengamati nilai
salinitas yang di tunjukkan.
b. pH, dengan menggunakan pH meter. Caranya dengan mencelupkan alat
tersebut kedalam air, maka akan di peroleh pH perairan tersebut dari angka
yang di tunjukkan.
c. DO, pengambilan data DO dengan menggunakan DO meter. Caranya dengan
memasukkan alat tersebut kedalam kolom air, maka alat tersebut akan
menunjukkan kandungan DO pada perairan tersebut.
36
dalam alat inkubator selama 5 hari yang nantinya akan dianalisis di
Laboratorium.
b. Pengambilan TSS, Nitrat, Nitrit dan fosfat dengan menggunakan botol
sampel. Caranya dengan memasukkan air tersebut kedalam botol dan
kemudian nantinya sampel yang telah diambil pada botol sampel itu akan
dianalisis di Laboratorium
Parameter Biologi yang diukur meliputi:
a. Plankton, Mengambil sampel plankton kemudian disaring menggunakan
planktonet dan dimasukan ke botol sampel selanjutnya akan di analisis di
Laboratorium.
a. Kimia
BOD5
- Menyiapkan dua buah botol, satu botol terang dan satu botol gelap.
Kemudian mengisi keduanya dengan air sampel masing-masing sebanyak 75
ml.
- Setelah itu, menambahkan keduanya dengan aquades yang telah diaerasi
sampai penuh.
37
- Botol gelap dimasukkan ke dalam alat inkubator selama 5 hari dan
selanjutnya akan dilakukan hal yang sama seperti air sampel dalam botol
terang.
- Pada botol terang dimasukkan R1 dan R2 masing-masing sebanyak 2 ml.
Mengocoknya dan membiarkannya sampai terjadi endapan. Setelah itu
memasukkannya ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml. Agar pencampuran
dapat merata, masukkan satu buah kapsul pengaduk ke dalamnya.
- Kemudian menambahkan R5 secara perlahan sampai larutan berubah bening
dan mencatat jumlah R5 yang diperlukan.
Analisa terhadap kandungan BOD5
BOD DOawal DO5
b. Biologi
- Benthos
1. Komposisi jenis
Untuk menentukan komposisi jenis dilakukan dengan menghitung persentase
dari setiap jenis yang didapatkan pada setiap stasiun yaitu dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
P = (ni / N ) 100%
Dimana : P = Persentase setiap jenis
ni = Jumlah individu spesies i
N = Jumlah individu seluruh spesies
2. Indeks Dominansi
Menurut Simpson indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus :
C = ( ni / N)2
Dimana : C = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah individu tiap spesies
N = Jumlah individu seluruh spesies
3. Indeks Keanekaragaman
H’ = - (ni / N) ln (ni / N)
Dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman
38
ni = Jumlah individu setiap spesies
N = Jumlah individu seluruh spesies
- Plankton
Sampel air di ambil lalu disaring ke planktonet dan dimasukan ke botol
sampel selanjutnya di analisis di laboratorium.
2. Indeks Dominansi
Menurut Simpson indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus :
C = ( ni / N)2
Dimana : C = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah individu tiap spesies
N = Jumlah individu seluruh spesies
3. Indeks Keanekaragaman
H’ = - (ni / N) ln (ni / N)
Dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman
ni = Jumlah individu setiap spesies
N = Jumlah individu seluruh spesies
39
Tabel 1. Hubungan nilai indeks keanekaragaman dengan keadaan struktur
komunitas biota perairan
Indeks keanekaragaman Keadaan struktur komunitas
< 1.00 Tidak stabil
1,00 - 1,66 Cukup stabil
1,67 - 2,33 Stabil
2,34 - 3,00 Lebih stabil
> 3,00 Sangat stabil
Sumber : Analisis data primer 2009.
3.4.1. Baku Mutu (parameter fisik, kimia dan biologi sesuai Kepmen LH
51/2014)
Setalah sampel diambil yang selanjutnya akan dianalisis di Laboratorium.
Kemudian setelah dilakukam pengukuran didapatkan data yang kemudian data
tersebut yang berupa parameter fisik, kimia dan biologi akan dibandingakan
sesuai dengan baku mutu yang telah ditentukan yaitu dengan Kepmen LH
51/2014. Kemudian membandingkan dari data yang didapat dengan standar baku
mutu apakah nilai yang didapatkan dilapangan sesuai dengan baku mutu atau
melebihi baku mutu.
40
data exsitu. Pada pengambilan data di stasiun insitu kami hanya mengambil data
kecerahan, sampel air, arus dan plankton. Sedangkan pada pengambilan di stasiun
exsitu kami mengambil semua data yakni kecerahan,sampel air, arus, plankton,
mengukur gelombang dan sedimen yang ada didasar perairan.
41
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Pasang surut
Pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya
permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi
42
dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi
dan bulan. Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah
gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Berikut ini merupakan
data grafik pasang surut di Pulau laut bagian selatan
126
101
106
111
116
121
131
Gambar 13. Grafik pasang surut di Pulau laut bagian selatan
Berdasarkan pengukuran pasang surut yang telah dilakukan dapat dikatakan
bahwa tipe pasang surut di Pulau laut bagian selatan ialah pasang surut condong
keharian ganda (mixed tide preavailling semidiurnal), dalam satu hari terjadi dua
kali pasang dan dua kali surut tetapi tinggi periodenya berbeda.
b. Arus
Dalam pengambilan data arus dilakukan pada jam yang sama dengan
pengambilan data pasang surut. Untuk menggambarkan keadaan arus di daerah
studi dalam hal ini digunakan software Surfer 9.0 dengan gambaran sebagai
berikut:
43
Hasil pengukuran arus di Pulau laut bagian selatan ialah Arus tercepat
terjadi pada pukul 16:00 WITA dengan kecepatan yang mencapai 0,021 m/s
dengan sudut 190 kearah Utara. Hasil Pengukuran arah dan kecepatan arus
dilapangan dilakukan pada satu stasiun yaitu di daerah jembatan, hal ini dilakukan
untuk mengetahui bagaimana arah dan kecepatan arus di dekat pantai,
dikemukakan oleh Rahim (1998), bahwa arus merupakan penyebab timbulnya
sirkulasi air baik dalam bentuk penyebaran (diffusion) maupun arus vertikal,
sehingga terjadi proses percampuran partikel-partikel dalam air, dengan adanya
arus laut serta proses difusi, maka faktor pencemar dapat menyebar secara
horizontal seiring dengan perjalanan waktu. Proses masuknya bahan pencemar ke
dalam perairan laut dan kemudian dialirkan melalui tingkat-tingkat tropik yang
terdapat pada lingkungan tersebut dipicu melalui adukan/turbulensi oleh arus laut
tersebut.
44
4.3. Analisis Pengaruh Pencemaran Terhadap Biota dan Kualitas Perairan
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air yang telah dilakukan di Pulau laut
bagian selatan didapatkan hasil sebagai berikut yang akan disajikan pada Tabel 6 :
Tabel 6. Hasil Analisis Kualitas Air dan Perbadingan Berdasarkan Baku Mutu.
Baku Mutu
No Parameter Hasil Analisis Wisata
Bahari Biota
Coral: >5
>6m Mangrove : -
1 Kecerahan 1,0 – 8,9 m. Lamun: >3
FISIKA
Alami-3(0c)
Coral: 28-30
-3(0c)
Alami Mangrove : 28-
32
2 Suhu 28 – 32°C. Lamun: 28-30
Alami3(%0)
coral : 33-34
Alami3
4 Salinitas (ppm) 28 – 34 ppm (%0) mangrove: s/d
34
lamun: 33-34
0,036 – 0,068
8 Fosfat 0,015mg/l 0,015 mg/l
mg/L
45
4.3.1. Parameter Fisik
a. Suhu
46
b. Kecerahan
Pengukuran salinitas kualitas air yang diambil dari beberapa stasiun dapat
dilihat pada Gambar 11 berikut ini:
47
setiap lokasi pengembilan sampel tersebut diduga berhubungan dengan kedalaman
lokasi, waktu pengamatan, ataupun pemantulan cahaya yang mempunyai intensitas
yang bervariasi menurut sudut datang cahaya. Cahaya akan semakin berkurang
intensitasnya seiring dengan makin besar kedalaman. Pendugaan lain dari peneliti
adalah adanya perbedaan waktu pengamatan yang dilakukan
menurut KEPMEN LH No.51 Tahun 2004 tentang baku mutu air untuk biota
laut dimana nilai kecerahan suatu perairan adalah >5 untuk koral sedangkan untuk
lamun >3m. Jadi dapat dikatakan bahwa kecerahan yang berada di Pulau laut bagian
selatan tersebut baik untuk tempat hidup biota yang ada.
a. Salinitas
Pengukuran salinitas kualitas air yang diambil dari beberapa stasiun dapat
dilihat pada Gambar 12 berikut ini:
48
adalah 33 – 34 ppm. Sehingga dapat dikatakan di perairan tersebut kadar salinitas
tergolong baik karena tidak kurang dan melebihi daripada ambang yang ditentukan
oleh KEPMEN LH.
Nilai salinitas yang terlihat pada Gambar 12 dimana semakin jauh dari daratan,
salinitasnya semakin tinggi. Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam
suatu perairan. Salinitas dalam gram yang terlarut dalam satuan liter air, biasanya
dinyatakan dalam satuan ppt. Di perairan samudera, salinitas biasanya berkisar 34 -
35 ppt. Di perairan pantai karena terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh
aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan
yang kuat, salinitas meningkat tinggi. Dimana sebaran salinitas dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai
(Nontji, 1987).
b. DO (Dissolved Oxygen)
Pengukuran DO yang diambil dari beberapa stasiun dapat dilihat pada Gambar
13 berikut ini:
49
Dari gambar di atas (Gambar 13) dapat diketahui sebaran DO di Pulau laut
bagian selatan berkisar antara 6,0 – 10 mg/L. Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO)
pada Pulau laut bagian selatan dapat dikatakan tidak tercemar karena rentang nilai
DO lebih dari 6,5 mgr/l sehingga dijadikan juga kawasan wisata dan biota dapat
hidup pada daerah tersebut. Pada beberapa stasiun menunjukkan tingkat kandungan
okisigen sesuai dengan baku mutu oleh kementerian lingkungan hidup yang
menyatakan kandungan oksigen terlarut dalam budidaya perikanan dan pariwisata
adalah lebih besar dari (>) 5 mg/l. Lokasi dengan nilai DO tertinggi mengarah kearah
laut lepas yang ditunjukkan dengan warna ungu tua. Sedangkan DO dengan nilai
terendah berada di dekat daratan yang ditampilkan dengan putih.
Berdasarkan KEPMEN LH No.51 Tahun 2004 tentang baku mutu air untuk
biota laut dimana nilai standar untuk DO adalah >5 mg/l sehingga dapat disimpulkan
bahwa DO di Pulau laut bagian selatan untuk biota dan ekositem memenuhi kategori
bagus dan tingkat pencemaran di perairan tersebut juga tergolong rendah.
c. pH
Pengukuran pH yang diambil dari beberapa stasiun dapat dilihat pada gambar 14
berikut ini:
50
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan, berdasarkan hasil
pengambilan sampel kualitas air sebagaimana disajikan dalam gambar 12
didapatkan hasil pH perairan yang berkisar antara 6,0 – 7,9. Indikasi tersebut
menunjukan bahwa pH air laut normal, karena tidak melebihi baku mutu air yang
telah ditentukan menurut Peraturan Menteri Negara tentang Lingkungan Hidup No.
03 Tahun. 2010 untuk kadar maksimum pH 6 – 9. Jika pH >9,5 tersebut perairan
tersebut tidak produktif dan jika pH <4 mengakibatkan kematian organisme akuatik
karena perairan tersebut bersifat asam.
Sebaran pH tertinggi berada dilaut lepas memiliki nilai 7,9 dengan kontur
biru tua. Sedangkan pH yang paling rendah memiliki nilai 6 disimbolkan dengan
warna putih. Tinggi rendahnya pH suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kadar CO2
yang terlaut dalam perairan tersebut. Aktivitas fotosintesa merupakan peroses yang
sangat menentukan kadar CO2 yang terkandung dalam suatu perairan.
Pengukuran BOD5 yang diambil dari beberapa stasiun dapat dilihat pada
Gambar 15 berikut ini:
51
Berdasarkan hasil analisis BOD5 dari pengukuran beberapa stasiun di Pulau
laut bagian selatan berkisar antara 0,8 – 2,3 mg/l, kisaran ini menunjukan bahwa
perairan Desa Teluk Tamiang tingkat pencemaran masih tergolong rendah karena
untuk penggolongan parameter tingkat pencemaran BOD dengan nilai (0 – 10
rendah); (10 – 20 sedang) dan (25 tinggi). Dan dapat dikatakan di Pulau laut bagian
selatan masih murni. Karena Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira
1 ppm dan air yang mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap murni. Jika nilai
BOD air mencapai 5 ppm maka kemurnian air tersebut diragukan. Buangan industri
mempunyai nilai BOD 100 sampai 1.000 ppm.
Kemudian, menurut KEPMEN LH No. 5 Tahun 2004 bahwa untuk BOD5
memiliki nilai 20 mg/l. Kadar BOD5 di Pulau laut bagian selatan dari hasil analisis
tersebut normal, karena tidak melampaui Baku Mutu kementerian lingkungan hidup.
e. Fosfat (PO4)
Pengukuran fosfat yang diambil dari beberapa stasiun dapat dilihat pada
Gambar 16 berikut ini:
52
Berdasarkan hasil pengambilan sampel kualitas air (Gambar 16) didapatkan
hasil kandungan fosfat di Pulau laut bagian selatan berkisar antara 0,036 – 0,068
mg/L. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004
tentang baku mutu air laut untuk biota laut, diperoleh nilai baku mutu untuk Fosfat
adalah 0,015 mg/l dan dapat disimpulkan bahwa kondisi Fosfat di Pulau laut bagian
selatan melebihi batas baku mutu yang telah ditentukan. Keberadaan fosfat secara
berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan
pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat
membentuk lapisan pada permukaan air yang selanjutnya dapat menghambat
penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang menguntungkan bagi
ekosistem perairan.
Pengukuran TSS yang diambil dari beberapa stasiun dapat dilihat pada
Gambar 17 berikut ini:
53
tersebut dapat dijelaskan bahwa kandungan TSS tertinggi dengan nilai 3,05 mg/L
dengan kontur warna hijau tua sedangkan nilai terendah 1,75 mg/L yang disimbolkan
dengan kontur warna putih.
Keberadaan padatan tersuspensi masih bisa berdampak positif apabila tidak
melebihi toleransi sebaran suspensi baku mutu kualitas perairan Menurut Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut
untuk biota laut, diperoleh nilai baku mutu TSS untuk kehidupan coral dan lamun <
20 mg/L, sedangkan untuk mangrove < 80 mg/L. Berdasarkan hasil analisis (TSS)
diatas tidak ada yang melebihi nilai baku mutu tersebut. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa kondisi TSS di Pulau laut bagian selatan secara umum sesuai dan
tidak melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan.
g. Nitrat (NO3)
Pengukuran Nitrat yang diambil dari beberapa stasiun dapat dilihat pada
Gambar 18 berikut ini:
54
dengan kontur warna orange sedangkan nilai terendah yaitu 0,7 mg/l disimbolkan
dengan kontur warna putih. Dan dapat disimpulkan bahwa kandungan Nitrat pada di
Pulau laut bagian selatan termasuk tidak baik. karena Selang kandungan Nitrat (>0,2
mg/L) akan mengakibatkan eutrofikasi.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004
tentang baku mutu air laut untuk biota laut, diperoleh nilai baku mutu untuk Nitrat
adalah 0,008 mg/l. Dan dapat disimpulkan bahwa kondisi Nitrat di Pulau laut bagian
selatan melebihi batas baku mutu yang telah ditentukan. Artinya kandungan Nitrat
pada perairan tersebut tersebut termasuk buruk. Jika kadar nitrat terlalu tinggi, maka
akan menyebabkan blooming fitoplankton sealin itu juga, Nitrat menyebabkan
kualitas air menurun, menurunkan oksigen terlarut, penurunan populasi ikan, bau
busuk dan rasa tidak enak.
h. Nitrit (NO2−)
Pengukuran Nitrit yang diambil dari beberapa stasiun dapat dilihat pada
Gambar 19 berikut ini:
55
Berdasarkan pengukuran Nitrit di Pulau laut bagian selatan menunjukkan
hasil analisis Nitrat yang dilakukan di Laboratorium dengan nilai antara 0,0016 –
0,08 mg/l. Untuk kandungan Nitrat tertinggi dengan nilai 0,08 mg/l yang
disimbolkan dengan kontur warna ungu sedangkan nilai terendah yaitu 0,0016 mg/l
disimbolkan dengan kontur warna putih.
a. Plankton
Plankton merupakan organisme renik yang melayang pasif dalam kolom air,
tidak dapat melawan pergerakan massa air karena kemampuan renangnya yang
sangat lemah. Plankton berukuran mikroskopik antara 0,02 – 200 µm, hidupnya
melayang atau mengapung dan tidak mempunyai kemampuan renang melawan arus,
secara umum terbagi atas fitoplankton dan zooplankton.
Tabel 7. Hasil Perhitungan Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman, Indeks
Keseragaman dan Indeks Dominasi Plankton
Stasiun
No. Parameter
1 2 3 4
1. Indeks 1,36 1,32 1,66 1,26
Keanekaragaman
2 Indeks keragaman 1,69 1,22 1,54 2,25
3 Indeks Dominasi 0,22 0,33 0,33 0,13
2.25
2.50
1.69
2.00 1.54 1.66
1.36
1.50 1.22 1.32 1.26
1.00
0.22 0.33 0.33
0.50 0.13
0.00
ST1 ST2 ST3 ST4
56
Dari tabel diatas dapat diketahui indeks dominasi, indeks keragaman dan
indeks keseragaman plankton di Pulau laut bagian selatan. Nilai indeks keragaman
tertinggi berada pada stasiun 4 dengan nilai 2,25 dan untuk nilai terendah berada
pada stasiun 2 dengan nilai 1,22. Kemudian untuk indeks nilai keseragaman tertinggi
terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 1,66 dan terendah pada stasiun 1,22. Selanjutnya
indeks dominasi tertinggi pada plankton terdapat pada stasiun 2 dan 3 yaitu dengan
nilai 0,33 sedangkan untuk nilai terendah berada pada stasiun 4 dengan nilai 0,13.
Komponen antara indeks keragaman dan indeks keseragaman plankton saling
berkaitan, yaitu apabila indeks keragaman tinggi maka indeks keseragaman lebih
rendah, dan begitu juga sebaliknya.
Menurut Stirn (1981) apabila H’ < 1, maka komunitas biota dinyatakan tidak
stabil, apabila H’ berkisar 1 - 3 maka stabilitas komunitas biota tersebut adalah
moderat (sedang) dan apabila H’ > 3 berarti stabilitas komunitas biota berada dalam
kondsi prima (stabil). Semakin besar nilai H’ menunjukkan semakin beragamnya
kehidupan di perairan tersebut, kondisi ini merupakan tempat hidup yang lebih baik.
menurut Lee et al. (1978).
Berdasarkan hasil perhitungan plankton yang telah dilakukan didaptkan
bahwa plankton yang ada di perairan Desa Teluk tamiang memiliki H’ (nilai
keanekaragaman) sebesar 1,26 – 1,66. Menurut Stirn (1981) apabila H’ < 1, maka
komunitas biota dinyatakan tidak stabil, apabila H’ berkisar 1-3 maka stabilitas
komunitas biota tersebut adalah moderat (sedang). Jadi dapat dikatakan memiliki
nilai keanekaragaman moderat (sedang)
Klasifikasi tingkat pencemaran berdasarkan nilai indeks keanekaragaman
dapat dilihat dari tabel berikut:
57
Berdasarkan klasifikasi tingkat pencemaran nilai indeks keanekaragaman
menurut Lee et al (1978). Bahwa di Pulau laut bagian selatan dengan indeks
keanekaragaman sebesar 1,26 – 1,66 dapat dikatakan tercemar sedang
b. Bentos
Bentos mencakup biota yang menempel, merayap dan meliang di dasar laut.
Kelompok biota ini hidup di dasar perairan mulai dari garis pasang surut sampai
dasar abisal. Contoh biota menempel ialah sepon, teritip dan tiram; biota merayap
kepiting dan udang karang; dan biota meliang yaitu cacing.
Tabel 8. Hasil Perhitungan Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman, Indeks
Keseragaman dan Indeks Dominasi Bentos
Stasiun Indeks Dominasi C Indeks Keragaman(H') Indeks keseragaman(E')
1 0,31 1,26 0,91
1.26
0.96 0.94
0.91
0.86
0.76
0.66
0.53
0.31
0.21
0.11
0.04
Dari tabel diatas dapat diketahui indeks dominasi, indeks keragaman dan
indeks keseragaman bentos di Pulau laut bagian selatan. Nilai indeks keragaman
tertinggi berada pada stasiun 1 dengan nilai 1,26 dan untuk nilai terendah berada
58
pada stasiun 3 dengan nilai 0,53. Kemudian untuk indeks nilai keseragaman tertinggi
terdapat pada stasiun 2 dengan nilai 0,96 dan terendah pada stasiun 3 dengan nilai
0,76. Selanjutnya indeks dominasi tertinggi pada bentos terdapat pada stasiun 1 yaitu
dengan nilai 0,31 sedangkan untuk nilai terendah berada pada stasiun 3 dengan nilai
0,04.
Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan
lautan, yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kondisi lingkungan (ekologis)
yang unik. Sehingga harus dikelola secara terpadu dan bukan secara terpisah.
Wilayah pesisir merupakan kawasan yang paling padat dihuni oleh manusia serta
tempat berlangsung berbagai macam kegiatan pembangunan.
Konsentrasi kehidupan manusia dan berbagai kegiatan pembangunan di
wilayah tersebut disebabkan oleh tiga alasan ekonomi yang kuat, yaitu bahwa
wilayah pesisir merupakan kawasan yang paling produktif di bumi, wilayah pesisir
menyediakan kemudahan bagi berbagai kegiatan, dan wilayah pesisir memiliki
pesona yang menarik bagi obyek pariwisata. Hal-hal tersebut menyebabkan kawasan
pesisir di dunia termasuk Indonesia mengalami tekanan ekologis yang parah dan
kompleks sehingga menjadi rusak.
Oleh karena itu diperlukan perbaikan yang mendasar di dalam perencanaan
dan pengelolaan pembangunan sumberdaya alam pesisir. Pola pembangunan yang
hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi perlu diganti dengan pembangunan
berkelanjutan. Pendekatan dan praktek pengelolaan pembangunan wilayah pesisir
yang selama ini dilaksanakan secara sektoral dan terpilah-pilah, perlu diperbaiki
melalui pendekatan pengelolaan secara terpadu.
Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh
pemerintah dalam peraturan pemerintah republik indonesia nomor 19 tahun 1999
tentang pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut :
a) Pencegahan terjadinya pencemaran laut
Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah
pencemaran laut :
a. Menempatkan tempat pembersihan kapal didarat bukan dilaut
59
b. Sistem pengisian solar tersistem dengan baik
c. Tidak membuang sampah ke laut
d. Jangan tinggalkan tali pancing, jala atau sisa sampah dari kegiatan
memancing di laut.
e. Setiap industri atau pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah
(IPAL)
f. Penegakan hukum serta pembenahan kebijakan pemerintah
b) Penanggulangan pencemaran laut :
a. Melakukan proses bioremediasi, diantaranya melepaskan serangga untu
menetralisir pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari
ledakan ladang minyak.
b. Fitoremediasi dengan menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap logam
berat juga ditempuh. Salah satu tumbuhan yang digunakan tersebut adalah
pohon api-api (Avicennia marina). Pohon Api-api memiliki kemampuan
akumulasi logam berat yang tinggi.
c. Melakukan pembersihan laut secara berkala dengan melibatkan peran serta
masyarakat
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat
pencemaran laut diantaranya adalah :
1) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya laut bagi
kehidupan.
2) Menggalakkan kampanye untuk senantiasa menjaga dan melestarikan laut beserta
isinya.
3) Tidak membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.
4) Tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau,
dan lain-lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.
5) Tidak menjadikan laut sebagai tempat pembuangan limbah produksi pabrik yang
akan mencemari laut.
60
BAB 5. PENUTUP
5.3. Kesimpulan
5.4. Saran
Sebaiknya setelah praktek lapang selesai, dalam penangan sampel yang telah
diambil lebih baiknya ditentukan jadwal untuk menganalisis agar sampel yang telah
diambil tidak rusak dan dengan adanya pemberian jadwal atau pembatasan waktu
hasil analisis data lebih cepat mendapatkan hasilnya dan pembuatan laporan lebih
cepat juga.
61
DAFTAR PUSTAKA
Asdak.C, 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University:Yogyakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1992, Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1995.
http://eprints.undip.ac.id/17967/1/SUDARWIN.pdf
Harizal. 2006. Studi Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Kerang Hijau
(Perna Viridis l) Sebagai Bio Monitoring Pencemaran Di perairan Pantai
Pencemaran Lingkungan On Line. 2006. 27 Januari. Pencemaran Udara dan
pencemaran Air.
Magurran AE. 1987. Ecologycal Diversity and Its Measurenment. New Jersey:
Princeton University Press.
Miller, 2004. Public Understanding of Science July 2004 vol. 13 no. 3 273-294
Mukhtashor. 2009. Pencemaran Pesisir Dan Laut. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Mukhtasor.,2007. Pencemaran Pesisir dan laut, Penerbit PT. Pradnya.
62
Wahyudi. Jupantara, Dikor. 2004. Studi Simulasi Sedimentasi Akibat Pengembangan
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Jurnal Teknologi Kelautan, Volume 8.
ITS. Surabaya.
63
LAMPIRAN
64
31 393839,161 9551081,941 30,2 30,7 8,1 7,6 6,3
32 394276,580 9551082,457 30,9 29,0 7,1 6,0 1,5
33 393536,685 9551086,217 29,7 30,9 8,5 7,9 6,9
34 394474,470 9550841,216 29,3 30,0 6,8 7,5 3,0
35 393538,749 9550797,190 29,6 32,0 7,9 7,5 6,4
36 393862,784 9550780,757 29,5 31,0 7,8 7,3 5,0
37 393782,242 9551994,780 30,4 31,0 8,4 7,4 5,0
38 394316,458 9552200,193 30,8 31,4 7,0 6,9 4,0
39 394310,573 9552006,722 30,8 30,0 6,8 7,0 4,2
40 394568,678 9551991,071 31,0 29,7 6,0 6,9 1,3
41 394503,900 9551675,881 31,3 29,0 7,5 6,1 2,0
42 394299,133 9551689,542 30,7 29,0 7,6 6,9 3,9
43 394061,830 9551670,727 30,6 30,0 8,0 7,0 4,7
44 393531,334 9551674,734 29,2 32,0 9,0 7,7 6,8
45 393787,245 9551698,207 29,8 30,9 8,7 7,3 5,3
46 393283,066 9553055,385 29,0 34,0 9,0 7,9 7,0
47 393283,346 9552819,049 28,6 33,5 8,9 7,9 8,9
48 393265,078 9552527,083 29,0 33,0 9,3 7,9 7,3
49 393270,099 9552216,608 28,9 32,0 9,7 7,9 6,3
50 393261,430 9551679,049 28,4 33,0 9,9 7,9 7,8
51 393285,407 9551081,285 28,8 32,5 8,6 7,9 7,2
52 394905,461 9550742,845 28,5 31,7 7,1 7,4 4,0
53 394772,095 9552501,052 32,0 29,0 6,0 6,1 1,5
54 394903,747 9552209,262 32,0 29,0 7,9 6,1 1,5
55 394777,071 9552658,614 32,0 29,0 6,0 6,7 1,5
56 394902,757 9553057,693 32,0 29,0 6,0 6,0 1,5
57 394712,083 9552830,281 32,0 29,0 6,0 6,0 1,5
58 394903,997 9551994,720 31,5 29,0 6,9 6,2 1,5
59 394904,196 9551824,638 31,5 29,0 6,1 6,0 1,5
60 394904,416 9551636,388 31,5 29,0 7,4 6,7 2,8
61 394761,709 9551493,575 31,5 29,0 6,7 6,3 2,0
62 394654,397 9551303,454 31,5 30,0 6,4 6,3 3,3
63 394529,042 9551059,080 31,8 30,0 6,2 6,1 2,5
65
EX SITU
ST X Y BOD5 TSS NITRAT NITRIT FOSFAT
1 394320.405 9552490.768 1.200 2.000 1.900 0.006 0.060
2 393501.446 9551378.150 1.300 2.000 1.300 0.003 0.040
3 393283.189 9550800.568 2.000 1.800 0.800 0.002 0.040
4 394439.073 9551402.397 1.100 2.000 1.500 0.006 0.070
5 394113.335 9551402.014 1.100 2.000 1.500 0.005 0.060
6 393820.175 9551397.034 1.200 2.000 1.400 0.005 0.050
7 393275.776 9551363.950 2.200 1.900 0.800 0.003 0.040
8 393256.375 9552017.328 2.200 1.900 0.900 0.002 0.040
9 393767.025 9553060.591 1.200 2.000 1.000 0.005 0.050
10 394013.938 9552824.545 1.200 2.000 1.100 0.005 0.060
11 393786.288 9552509.163 1.200 2.000 1.200 0.005 0.060
12 393862.784 9550780.757 1.100 2.000 1.100 0.004 0.040
13 393782.242 9551994.780 1.300 2.000 1.200 0.005 0.050
14 393283.066 9553055.385 2.300 1.900 1.000 0.004 0.060
15 393265.078 9552527.083 2.300 1.800 1.100 0.004 0.040
16 394905.461 9550742.845 0.800 3.000 2.200 0.007 0.070
17 394902.757 9553057.693 0.800 3.000 2.100 0.008 0.050
18 394903.997 9551994.720 0.800 3.000 2.300 0.006 0.050
66