LAPSUS IKM DM (A. M. Fathur Rochman Ilham - 111 2016 2153)
LAPSUS IKM DM (A. M. Fathur Rochman Ilham - 111 2016 2153)
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar
glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu
tanda khas penyakit diabetes melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan
pada beberapa keadaan yang lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di
berbagai penjuru dunia.WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak
2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation
(IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari
9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.1
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan
mengacu pada pola pertambahan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030
nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun.1
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah.2
Kejadian infeksi lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes. Infeksi
pada pasien diabetes sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah.
Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang
tinggi meningkatkan kerentanan atau memperburuk infeksi.1
1
3. Bagaimana tingkat pengetahuan pasien dan keluarga dalam menyikapi
penyakit Diabetes Melitus Tipe II?
4. Bagaimana hasil dari terapi yang telah diberikan kepada penderita
Diabetes Melitus Tipe II?
5. Bagaimana upaya pencegahan komplikasi yang dapat dilakukan pada
penderita Diabetes Melitus Tipe II?
1.3. Aspek Disiplin dan Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis
Holistik Komprehensif Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II
Untuk pengendalian permasalahan Diabetes Melitus Tipe II pada tingkat
individu dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program
profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan
klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas di
layanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang
dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri,
serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis,
dan pengelolaan masalah kesehatan.Kompetensi tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1): untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Diabetes Melitus Tipe II
secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama,
etik, moral dan peraturan perundangan.
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2): Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan budaya
sendiri dalam penanganan Diabetes Melitus Tipe II, melakukan rujukan sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku serta
mengembangkan pengetahuan.
2
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3): Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Diabetes Melitus Tipe II.
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4): Mahasiswa mampu memanfaatkan
teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik
kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5): Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian Diabetes Melitus Tipe II secara holistik
dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6): Mahasiswa mampu melakukan prosedur
klinis yang berkaitan dengan masalah Diabetes Melitus Tipe II dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7): Mahasiswa mampumengelola
masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara
komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan berkesinambungan dalam
konteks pelayanan kesehatan primer.
3
keluarga secara komprehensif dan holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence based medicine (EBM) pada pasien
dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip
penatalaksanaan pasien Diabetes Melitus Tipe II dengan pendekatan diagnostik
holistik di Puskesmas Pertiwi Makassar.
4
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah daerah
dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya mengenai
pendekatan diagnosis holistik penderitaDiabetes Melitus Tipe II.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence Based Medicine dan pendekatan
diagnosis holistik Diabetes Melitus Tipe II serta dalam hal penulisan studi
kasus.
5
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
DIABETES MELITUS TIPE II
Life style
Obesitas
6
KONSEP MANDALA
2.2. Pendekatan Konsep Mandala
Culture
Community
Gaya Hidup
- Kebiasan makan makanan yang manis dan tidak membatasinya
- Jarang berolahraga
Lingkungan Fisik
Faktor Biologi Ventilasi dan penerangan dalam rumah cukup
Usia Pasien yang rentan terkena penyakit Kebersihan rumah baik
Pasien mengalami penurunan berat badan Rumah pasien bertingkat
Komunitas
Pemukiman dengan sanitasi yng baik
7
2.3. Pendekatan Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di
Layanan Primer
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya.Sebagai makhluk biologis manusia
adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang
kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang
diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang,penilaian risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.
Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan
pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnosis Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari risiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,
tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011)
8
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
10. Menilai aspek fungsi social.
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga di
layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian
dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
9
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif
dan terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Personal: Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran
2. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding
3. Aspek Internal: Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
10
4. Aspek Eksternal: Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan
o Derajat 4: Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja, bergantung
pada keluarga
o Derajat 5: Tidak dapat melakukan kegiatan
2.4.2 Epidemiologi
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 melakukan
wawancara untuk menghitung proporsi diabetes melitus pada usia 15 tahun ke
atas. Didefinisikan sebagai diabetes melitus jika pernah didiagnosis menderita
kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing
manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala sering lapar,
sering haus, sering buang air kecil dengan jumlah banyak dan berat badan turun.
Hasil wawancara tersebut mendapatkan bahwa proporsi diabetes melitus pada
Riskesdas 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007.3,8
11
Gambar 3. Proporsi Diabetes Melitus pada Penduduk Usia<15 Tahun
Hasil Wawancara di Indonesia Tahun 2007 dan 2013
Keterangan:
Kriteria DM ditegakkan bila:
Nilai Gula Darah sewaktu (GD5) >200 mg/dl ditambah 4 gejala khas DM positif (banyak
makan,sering kencing, sering haus dan berat badan turun).
Nilai Gula Darah Puasa (GDP) >126 mg/dl ditambah 4 gejala khas DM positif.
Nilai GDPP > 200 mg/di meskipun nilai GDP <126 mg/dl dan/atau keempat gejala khas DM
tidaksemuanya positif.
TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) ditegakkan bila nilai GDPP 140-199 mg/dl.
12
GDP Terganggu (Gula Darah Puasa Terganggu) menurutAOA (American Diabetes Association)
2011 ditegakkan bila nilai GDP 100-125 mg/dl.
Sumber: Riskesdas 2007, 2013, Kementerian Kesehatan
Dari gambar di atas terlihat bahwa dibandingkan tahun 2007, baik proporsi
diabetes melitus maupun TGT di perkotaan, hasil Riskesdas tahun2013 lebih
tinggi. Jika dibandingkan antara penduduk di perkotaan dan perdesaan, ternyata
proporsi di perdesaan tidak lagi lebih rendah dibandingkan di perkotaan.
Darigambar di atas juga terlihat bahwa proporsi diabetes melitus di
Indonesia hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 6,9%, TGT sebesar 29,9% dan GDP
terganggu sebesar 36,6%. Jika estimasi jumlah penduduk Indonesia usia 15 tahun
ke atas pada tahun 2013 adalah 176.689.336 orang, maka dapat diperkirakan
jumlah absolutnya sebagai berikut.3,7
Tabel 1. Proporsi dan Perkiraan Jumlah DM, TGT dan GDP terganggu pada
Penduduk Usia<15 Tahun di Indonesia lahun 2013.
Keterangan:
Estimasi jumlah penduduk Indonesia umur 15 tahun ke atas sejumlah 176.689.336
Sumber: Riskesdas 2013, diolah oleh Pusat Data dan lnformasi Kementerian Kesehatan.
13
Sumber: Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan
14
wiraswasta, dan tidak bekerja. Proporsi tertinggi pada pekerjaan lainnya.
Sedangkan, menurut kuintil indeks kepemilikan proporsi diabetesmellitus
cenderung meningkat seiring meningkatnya indeks kepemilikan. Sebaliknya
proporsi GDP terganggu justru tertinggi pada indeks kepemilikan terbawah.3,7,8
2.4.3 Klasifikasi
Tabel2. Klasifikasi dan Etiologi DM1,5
2.4.4 Patofisiologi
Elemen penting yang merupakan karakteristik patofisiologi Diabetes
Melitus tipe 2 yaitu; (1) resistensi insulin, (2) disfungsi sel Beta pankreas, (3)
disregulasi produksi glukosa hepatik, (4) gangguan absorbsi glukosa pada saluran
pencernaan, dan (5) obesitas.
Resistensi insulindisebabkan gangguan penghantaran sinyal intraselular
setelah insulin terikat dengan reseptornya. Gangguan ini menyebabkan penurunan
aktivitas transport glukosa intraseluler. Pada masa preklinik, sel beta pankreas
akan berusaha mengkompensasi keadaan resistensi insulin dengan cara
memproduksi lebih banyak insulin (hiperinsulnemia) untuk mempertahankan
kadar glukosa darah normal. Tapi lama-kelamaan sel beta pankreas akan gagal
15
mengkompensasi dengan peningkatan resistensi insulin yang progresif dan pada
akhirnya hiperglikemia menjadi manifestasi klinik Diabetes Melitus.
Disfungsi sel Beta pankreasmeliputi pulsasi disritmik sekresi insulin,
peningkatan rasio proinsulin-insulin (akibat gangguan aktivitas protease),
akumulasi amyloid polipeptida pada pulau langerhans, peningkatan sekresi
glukagon dari sel alpha pankreas, dan glukotoksisitas.
Produksi glukosa hepatik berlebih (25% hingga 50% lebih tinggi dari
normal) dihasilkan dari proses glukoneogenesis yang tidak adekuat, resistensi
insulin hepatik, dan penurunan sekresi insulin dari sel beta yang rusak. Produksi
glukosa hepatik post-prandial secara jelas meningkat. Selain itu, terjadi penurunan
sintesis glikogen dan peningkatan sintesis lemak.
Hiperglikemia dengan atau tanpa keterlibatan saraf otonom juga dapat
dikaitkan dengan dismotilitas gaster dan gangguan pada laju dan waktu absorbsi
glukosa pada saluran pencernaan (biasanya meningkat).4,9
16
5. Diet tidak sehat.
17
Sumber: Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan
2.4.6 Diagnosis
DiagnosisDM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosadarah.Diagnosistidakdapatditegakkan atasdasar adanya glukosuria. Guna
penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darahyang
dianjurkanadalahpemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darahutuh (wholeblood), vena, ataupun
angkacriteriadiagnosticyangberbedasesuaipembakuanoleh WHO.Sedangkan
untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darahkapilerdenganglucometer.1,5
18
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat kelu- han klasik DM
seperti di bawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegak- kan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat
dilihat pada bagan1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat
dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pe- meriksaan tidak memenuhi kriteria normal
atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).1,6
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL. 1
Tabel 4. Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1
19
mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0
mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke
dalam air.
*Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi
salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang
telah terstandardisasi dengan. 1
2.4.7 Komplikasi
Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan
kerusakan berbagai sistem tubuh terutama saraf dan pembuluh darah. Beberapa
konsekuensi dari diabetes yang seringterjadi adalah:
Meningkatnya risiko penyakitjantung dan stroke.
Neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus
kaki, infeksi dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki.
Retinopati diabetikum, yang merupakan salah satu penyebab utama kebutaan,
terjadi akibat kerusakan pembuluh darah kecil di retina.
Diabetes merupakan salah satu penyebab utama gaga I ginjal.
Risiko kematian penderita diabetes secara umum adalah dua kali Iipat
dibandingkan bukan penderita diabetes.
Dengan pengendalian metabolisme yang baik, menjaga agar kadar gula
darah berada dalam kategori normal, maka komplikasi akibat diabetes dapat
dicegah/ditunda.3
20
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati.2
Komplikasi akut yang dapat terjadi diantaranya :
1. Ketoasidosis Diabetik
2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetes tidak terkendali adalah :
1. Kerusakan saraf (Neuropati)
2. Kerusakan ginjal (Nefropati)
3. Kerusakan mata (Retinopati)
4. Penyakit jantung koroner (PJK)
5. Stroke
6. Hipertensi
7. Penyakit pembuluh darah perifer
8. Gangguan pada hati
9. Penyakit paru
10. Gangguan saluran cerna
11. Infeksi
2.4.8 Pengendalian
Pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik lain dapat
digambarkan pada diagram berikut.
Gambar 8. Diagram Pengendalian Diabetes Melitus dan
Penyakit Metabolik lainnya
21
Sumber: Dit. Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan
22
3. CERDIK dan PATUH di Posbindu PTM dan Balai Gaya Hidup Sehat
Program PATUH, yaitu:
P : Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
A : Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
T : Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
U : Upayakan beraktivitas fisik dengan aman
H : Hindari rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya
Program CERDIK, pesan peningkatan gaya hidup sehat yang disampaikan di
lingkungan sekolah, yaitu:
C : Cek kondisi kesehatan secara berkala
E : Enyahkan asap rokok
R : Rajin aktifitas fisik
D : Diet sehat dengan kalori seimbang
I : lstirahat yang cukup
K : Kendalikan stress
Beban penyakit diabetes sangatlah besar apalagi bila telah terjadi
komplikasi. Upaya pengendalian diabetes menjadi tujuan yang sangat penting
dalam mengendalikan dampak komplikasi yang menyebabkan beban yang sangat
berat baik bagi individu maupun keluarga juga pemerintah.3,7
23
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS
24
Studi kasus bertempat di Puskesmas Maccini sawah Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan.
25
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Bara-barayautara dan
Bara- baraya timur.
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Panakukang.
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Barana
26
3.3.2.1 Pertumbuhan Penduduk/Jumlah Penduduk
Dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dilaksanakan
melalui tingkat kelahiran dan penurunan angka kematian (Bayi, anak
balita dan ibu) dimana pertumbuhan yang tinggi akan menambah beban
pembangunan .
27
6. 25-29 1065 1252 2317
7. 30-34 978 843 1821
8. 35-39 696 860 1556
9. 40-44 747 866 1613
10. 45-49 969 710 1679
11. 50-54 335 685 1020
12. 55-59 412 529 941
13. 60-64 234 276 510
14. 65-69 180 250 430
15. 70-74 110 198 308
16. +75 82 164 246
Jumlah 11.157 11.983 23.140
Tabel 3. Distribusi Penduduk berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Wilayah KerjaPuskesmas Maccini Sawah Tahun 2019
28
3.3.2.6 Kegiatan Ekonomi
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Maccini
Sawah dapat dilihat pada tabel berikut :
Kelurahan
N Mata pencaharian
o
Maccini Maccini Maccini
Induk Parang Gusung
1 PNS 233 147 132
2 PengrajinIndustri 39 26 12
3 PedagangKeliling 301 110 26
4 Montir 4 2 2
5 Doctor swasta 2 1 1
6 BidanSwasta 8 20 12
7 Pembantu RT 102 24 31
8 TNI 21 35 54
9 POLRI 124 54 21
10 Pengusaha Kecil danMenegah 502 607 124
11 Pensiun 124 43 64
PNS, Polri, TNI
12 Pengacara 2 3 2
13 Notaris 2 2 3
14 JasaPengobatanAlternatif 1 2 -
15 Dosenswasta 20 12 13
16 Arsitektur 4 6 -
17 Karyawan Perusahaan Swasta 340 529 142
18 Karyawan Perusahaan 12 34 23
Pemerintah
19 Lain-lain 1981 1984 1156
Tabel 5. DistribusiPendudukMenurutPekerjaan di Wilayah
KerjaPuskesmasMacciniSawahtahun 2019
3.3.2.7 Agama
Dari 14.420 jiwapenduduk dalam wilayah Puskesmas Maccini Sawah ,
11.558 jiwa beragam Islam, 2.189 jiwa beragama Kristen, 508 jiwa
beragama Katolik, 67 jiwa beragama Hindu dan 98 jiwa beragama Budha.
No Agama Jumlah
1 Islam 11.558 Jiwa
29
2 Kristen 2.189 Jiwa
3 Katholik 508 Jiwa
4 Hindu 67 Jiwa
5 Budha 98 Jiwa
Tabel 6. DistribusiPendudukMenurut Agama di Wilayah
KerjaPuskesmasMaccini sawah tahun 2019
StrukturOrganisasiPuskesmasPertiwiberdasarkanperaturan Walikota
Makassar No. 79 tahun 2009 terdiriatas :
1. KepalaPuskesmas
2. KepalaSubag Tata Usaha
3. Unit PelayananTeknisFungsionalPuskesmas
a. Unit KesehatanMasyarakat
b. Unit KesehatanPerorangan
4. Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
a. Unit PuskesmasPembantu ( Pustu )
b. Unit PuskesmasKeliling ( Puskel )
c. Unit BidanKomunitas
30
Gambar 11.StrukturOrganisasiPuskesmasPertiwi
3.4.3 Tenaga Kesehatan
Dalammelaksanakanpelayanankesehatan di
Puskesmasperludidukungolehtenagakesehatan yang
cukup.Adapuntenagakesehatan yang ada di
PuskesmasPertiwiadalahsebagaiberikut :
No Fasilitaskesehatan Jumlah
1 DokterUmum 3
2 Dokter Gigi 1
3 SarjanaKesehatanMasyarakat 9
4 SarjanaKeperawatan 2
5 Bidan 4
6 PerawatKesehatan (SPK) 1
7 Perawat Gigi 1
8 TenagaLaboratorium (SMAK) 1
9 TenagaFarmasi 2
10 Apoteker 3
Tabel
11. Tenaga
31
b. Pustu 2 di Kelurahan Mariso
2. 1 Unit Mobil Ambulance
32
penyuluhankesehatangigidanmulut, pengukurankesehatanjiwa,
penyuluhanpenyakitmenulardanpenyuluhanpenyakittidakmenular.
b) UpayaKesehatanIbu, Anakdan KB
1) Melakukankunjunganrumahbumildalamrangkakonselingbumildankeluar
gapendamping P4K
2) Melakukankunjunganrumah/melacakbumil/bayi
3) Melakukankunjunganrumahuntukmemantaudanmembinabumil/bayi
c) Upayaperbaikangizimasyarakat
1) Penimbangandanpemantauan status gizi
2) Pemberianvit. A
3) Pelacakangiziburuk / kurang / 2T
4) Pemberiangaramiodium di masyarakat
5) Pembinaan KADARZI (Keluarga sadar gizi)
6) Pembinaan KGM (Kelompok Gizi Masyarakat)
7) Pembinaan PMT (Pemberian Makanan Tambahan)Penyuluhan
8) PMT bumil KEK (KurangEnergiKronis)
9) KelasIbuBalita
d) Upaya P2M/PTM
1) Pelacakankasusbaru TB danKusta di masyarakat
2) Pemeriksaankontak TB danKusta
3) Pelacakankasusmangkirminumobatpenderita TB danKusta
4) Penyuluhankeluargapenderita, kader, dantokohmasyarakatsebagai
PMO (pengawasanmenelanobat)
5) Pemantauanpenderita TB/MDR
e) Upaya kesehatan lingkungan
a. Menggalakkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan
mendominasikan kegiatan STBM (Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat),
b. Melakukan insfeksi sanitasi saluran air bersih dan kaporisasi,
c. Melakukan pengawasan rumah sehat,
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap tempat-tempat
umum (TTU) dan tempat pengolahan makanan (TPM),
e. Melaksanakan promosi hygiene sanitasi di sekolah-sekolah, serta
pengawasan kantin dan sekolah,
33
f. Melakukan penyuluhan kesehatan lingkungan
f) Upaya Pengobatan Dasar
Upayakesehatan USILA
1) Pengukuranberatbadan
2) Pengukurantinggibadan
3) Pengukurantekanandarah
2. UpayaKesehatanPengembangan, meliputi :
a. UpayaKesehatanSekolah
1) Kegiatanpenjaringankesehatan di SD/ MI
2) Pembinaan UKS/ UKGS di SD/MI
3) Pelatihandokterkecil
4) Penyuluhan di SD/MI
b. UpayaKesehatanOlahraga
c. UpayaKesehatankerja
d. UpayaKesehatan Gigi danMulut
e. UpayaKesehatanUsialanjut
f. PerawatanKesehatanMasyarakat
PuskesmasPertiwimemilikibeberaparuangan yang terdiridari :
1. Ruangan pengambilan kartu/loket
2. Ruang pemeriksaan dokter/kamar periksa
3. Ruang pemeriksaan gigi dan mulut
4. Ruang KIA dan KB
5. Ruang P2M dan laboratorium
6. Ruang pengambilan obat/apotek
7. Ruang tata usaha
8. Ruang kepala puskesmas
34
2. ISPA : 2634 Kasus
3. Hipertensi : 2413 Kasus
4. Dispepsia : 2325 Kasus
5. Osteoarthritis : 2215 Kasus
6. TB Paru : 1476 Kasus
7. DBD : 1284 Kasus
8. Demam Tifoid : 983 Kasus
9. Konjungtivitis : 831 Kasus
10. Diabetes Mellitus : 760 Kasus
PasienDatang
LoketPendaftaran
Pengunjung
(baru/lama) :
KartuBerobat Umum
Kartujaminankes
ehatan
TidakMembawa Membawa
RegistrasiPasien : MenunjukkanKartu
Tanggal
Nama
No. Kartu Mencaribukurekam medic
Umur sesuai :
JenisKelamin Nama
KepalaKeluarga Kepalakeluarga
Alamat Alamat
35
DibuatkanRekamMedikSes PasienkeRuangTungguMe
uai : nungguPemanggilandariK
KepalaKeluarga linikMasing-Masing
Alamat
Dll
DistribusiRekamMedikole
PasienDiperiksadanBukuDi hPetugaske :
lengkapiolehTenagaMedis KlinikUmum
Klinik Gigi
Klinik KIA-KB
KlinikImunisasi
BukuRekamMedikDicatat Klinik MTBS
di Klinik TB
BukuRegisrasiRawatJalan UGD
Gambar 12.BaganAlurPelayananPuskesmasPertiwi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1.2. Anamnesis
Keluhan Utama :Kesemutan/kram-kram pada kedua tangan
Riwayat Penyakit:
36
Pasien datang ke Puskesmas Pertiwi dengan keluhan kesemutan/kram-
kram pada kedua tangan . Kesemutan pada kedua tangan dirasakan sejak
±3bulan yang lalu memberat ±1 minggu yang lalu. Keluhan ini dirasakan
terus menerus. Selain itu, pasien juga mengeluh sering terbangun pada
malam hari karena bolak-balik ke WC untuk buang air kecil. Dalam
semalam bisa 5-6 kali ke WC untuk buang air kecil. Keluhan ini sudah
dialami sejak bulan Januari dan disertai rasa gatal di seluruh badan, rasa
sering haus dan sering lapar namun berat badan terasa terus menurun sejak
bulan Oktober.
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
DM (-), Alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa:Bapak(+), Ibu (+), Anak laki-
laki(-) Anak Perempuan (-)
37
Mata :
- Simetris
- Alis : normal
- Exophtalmus : (-)
- Ptosis : (-)
- Strabismus : (-)
- Edema palpebra : (-)
- Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-), hiperemis (-/-), pterygium (-/-)
- Pupil : isokor, bulat, refleks (+/+)
- Kornea : normal
Telinga :
- Bentuk : normal
- Lubang telinga : normal, sekret (-/-)
- Nyeri tekan : (-)
- Pendengaran : normal
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-)
- Perdarahan (-), secret (-)
Mulut :
- Simetris
- Bibir : sianosis (-)
- Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-)
- Lidah : glositis (-), atrofi papil lidah (-)
- Mukosa : kering
Leher :
- JVP : normal
Thoraks :
Cor
- Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : iktus cordis teraba di ICS 5 midclavikula sinistra
38
- Perkusi : redup
- Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
- Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris,
penggunaan otot bantu nafas (-), pelebaran sela iga
(-), frekuensi pernapasan 22 x/menit.
- Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, fremitus raba
dan vocal simetris, provokasi nyeri (-).
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
- Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen :
- Inspeksi : distensi (-), skar (-).
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan (-), pembesaran organ (-)
- Perkusi : timpani
Inguinal-genital-anus : tidak diperiksa
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : (+/+)
- Kulit : normal
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : dalam batas normal
- Edema : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Kekuatan : normal
Ektremitas bawah :
- Akral hangat : (+/+)
- Kulit : normal
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : nyeri pada daerah genu sinistra, krepitasi (-)
- Edema : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
39
- Kekuatan : normal
4.1.1.5. Pemeriksaan Penunjang yang Didapatkan
GDP : 268 mg/dl.
4.1.1.6. Diagnosis Kerja
Diabetes Melitus tipe II
4.1.1.7. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
a. Diet rendah karbohidrat dan glukosa d. Rutin kontrol ke pkm
b. Istirahat cukup, berolahraga e. Rutin minum obat
c. Makan makanan bergizi
Farmakologi
a. Metformin 3x500 mg
b. Vit B1B6B121x1
4.1.1.8. Prognosis
Quo ad vitam dan fungsional :dubia ad bonam
4.1.2. Keluarga
Genogram
Pasien
40
Gambar 13. Genogram
Keterangan:
Diabetes Melitus Tipe II
ANGGOTA KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tn. M
Umur : 65 Tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
41
Penilaian Status sosial dan kesejahteraan hidup
Lingkungan tempat tinggal
Status kepemilikan rumah : Milik sendiri
Daerah perumahan : Padat penduduk
Luas rumah 15m x 11m
Bertingkat Iya
Jumlah penghuni rumah 5 orang
Luas halaman -
Lantai rumah terbuat dari Keramik
Dinding rumah terbuat dari Tembok
Kondisi dalam rumah Sangat baik
Penerangan listrik Ada
Jambang Ada
Ketersediaan air bersih Ada (Sumur bor)
Tabel 13. Penilaian Status sosial dan kesejahteraan hidup
Kepemilikan barang – barang berharga
Ny. M memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara lain yaitu,
1 buah televisi, 1 buah kulkas, 1 buah kipas angin, 1 buah rice cooker.
Penilaian perilaku kesehatan keluarga
Ny. M apabila sakit, Ny. M sering berobat ke puskesmas dengan
menggunakan jaminan kesehatan berupa kartu KIS.
Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Pekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang ibu rumah tangga.Pasien ini
tinggal di rumah yang terletak di Jl. Pertiwi 3 No.11 Lr.1. Sekitar rumah
yaitu bagian samping kiri dan kanannya berbatasan dengan rumah batu,
dan berada di lingkungan perumahan yang cukup padat.
Pola Konsumsi Makanan
Pola makan 2-3 kali sehari dengan menu yang tidak tentu. Ny. Mtidak
membatasi mengonsumsi karbohidrat dan glukosa serta masih suka
mengonsumsi gorengan dan makanan berlemak.
Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga
yang lainnya. Dengan seluruh anggota keluarga, terjalin komunikasi yang
baik dan cukup lancar.
Lingkungan
42
Lingkungan tempat tinggal sudah cukup baik. Tata pemukiman di sekitar
rumah terlalu padat. Sinar matahari baik dapat masuk ke dalam rumah,
penerangan dalam rumah cukup. Ventilasi baik. Kebersihan dan kerapian
rumah rapi. Rumah memiliki jamban. Air minum bersumber dari sumur
bor.
43
4.1.3. Analisa Kedokteran Keluarga
1. Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain:
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua
anggota keluarga.
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit
Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
44
1. Adaptasi
Jika anda sakit apakah ada anggota √
keluarga yang bersedia
mengantarkan Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah
ada anggota keluarga yang selalu √
mengingatkan untuk konsumsi obat
secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak memasak karena
keterbatasan anda akibat penyakit √
yang anda derita, apakah anak anda
mau mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat
penyakit anda, apakah anggota
√
keluarga yang lain selalu
mendampingi Anda dalam mengatasi
kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)
Anda disarankan untuk mengurangi
konsumsi makann tinggi karbohidrat
dan glukosa. Apakah anggota √
keluarga yang lain mengkonsumsi
menu yang sama dan makan
bersama?
Total Skor 8
Tabel 10. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita Diabetes
Melitus Tipe II
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 8 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat.
2. Fungsi Patologis (SCREEM)
45
Aspek sumber daya patologi :
- Sosial:
Pasienbaik dalam bermasyarakat dengan tetangga.
- Cultural:
Pasien dan keluarganya tetap mengikuti budaya Sulawesi Selatan saat
mengadakan suatu acara dengan menghidangkan dan mengonsumsi kue
tradisional dengan kadar glukosa tinggi dan nasi sebagai makanan pokok.
- Religious:
Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu dan puasa.
- Economy:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi telah tercukupi.
- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA, namun
pengetahuan tentang ilmu kesehatan, terutama DM masih kurang.
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari puskesmas
dan memiliki asuransi kesehatan KIS.
4.2. Pembahasan
Studi kasus dilakukan pada pasien wanita berumur 53 tahun dengan
keluhan kesemutan/kram-kram pada kedua tangan .Kesemutan pada kedua tangan
dirasakan sejak ±3bulan yang lalu memberat ±1 minggu yang lalu. Keluhan ini
dirasakan terus menerus. Selain itu, pasien juga mengeluh sering terbangun pada
malam hari karena bolak-balik ke WC untuk buang air kecil. Dalam semalam bisa
5-6 kali ke WC untuk buang air kecil. Keluhan ini sudah dialami sejak bulan
Januari dan disertai rasa gatal di seluruh badan, rasa sering haus dan sering lapar
namun berat badan terasa terus menurun sejak bulan Oktober.
Diagnosis diabetes mellitus tipe II ditegakkan atas dasar anamnesis,
pemfis dan pemeriksaan penunjang.Berdasarkan anamnesis didapatkan gejala
sebelumnya pernah mengalami sering kencing, haus dan selalu merasa lapar, dan
saat ini sedang mengeluhkan kesemutan/kram-kram pada ekstremitas yang
46
menunjukkan gejala neuropati diabetik. Dari pemeriksaan penunjang didapatan
GDP 268 mg/dl. Berdasarkan kriteria diagnosis Diabetes Melitus Tipe IIbahwa
didiagnosis Diabetes Melitus Tipe II bila pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥
126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik (poliuri, polifagi, dan
polidipsi).Berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), pasien ini masuk ke
dalamObes I karena memiliki IMT 25,33
Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien saat berkunjung di
puskesmas Pertiwi sesuai dengan keluhan yang dialami dan hasil pemeriksaan
laboratorium diberikan terapi medikamentosa yaitu Metformintiga kali sehari, dan
B1B6B12 sekali sehari.
Edukasi yang diberikan berupa teratur minum obat,
teratur kontrol ke puskesmas, makanan yang lainnya perlu
dihindari, komplikasi dari diabetes melitus yang mungkin terjadi
dan pentingnya pemeriksaan diri serta mengendalikan penyakit
yang dialami oleh pasien.
Pasien disarankan untuk mengikuti kegiatan PROLANIS di puskesmas
Pertiwi. Dengan ikutnya pasien dalam PROLANIS, pasien akan diberikan obat
diabetes mellitus untuk satu bulan, jadi pasien tidak perlu bolak balik setiap tiga
hari ke puskesmas. Manfaat lain yaitu setiap jumat seluruh pasien PROLANIS
akan mengikuti senam, dimana senam ini memang dikhususkan untuk pasien HT
dan DM.
47
- Keluarga mau menerapkan
gaya hidup sehat
Faktor ekonomi dan
pemenuhan kebutuhan
- Memiliki tabungan 4 - Motivasi mengenai - Keluarga menyisihkan 4
perlunya memiliki pendapatan untuk
tabungan tabungan
48
Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan
sepenuhnyaoleh provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belumdimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan
sebagianbesar oleh provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih
tergantung pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga
49
serumah dengan pasien.Pasien baru pertama kali mendapat kunjungan rumah
untuk mengontrol keadaan pasien, disamping itu pasien sangat begitu senang
karena ada teman berbagi cerita.Pasien masih memiliki harapan untuk bisa
beraktifitas seperti sedia kala.
Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan diagnosis Diabetes Melitus Tipe II.
Aspek Faktor Risiko Internal
Keluarga pasien yaitu bapaknya diketahui memiliki riwayat penyakit
DM..Pasien kurang menerapkan pola hidup sehat berupa pola makan yang baik
dan olahraga teratur.Dari segi usia pasien juga sudah tergolong lansia sehingga
sangat rentan dengan berbagai penyakit.
Aspek Faktor Risiko Eksternal
Kurangnya pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu
rumah.Keluarga pasien kurang memerhatikan kondisi penyakit pasien, akan tetapi
komunikasi antara pasien dan anggota keluarga terbilang baik, anak maupun
suami kadang mengingatkan untuk meminum obat.
Aspek Fungsional
Ny. M sudah masih mampu melakukan sendiri aktivitas dan menjalankan
fungsi sosial dalam kehidupannya.Ny. M banyak menghabiskan waktu di dalam
rumah.
Derajat Fungsional
Derajat 3yaitu ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan.
Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
- Pertemuan ke-1: Puskesmas Pertiwi, 21Mei2019pukul 10.30 WITA.
- Pertemuan ke-2: Rumah pasien Jalan Cendrawasih No.11 Lr.1
Dalam, 21Mei2019 pukul 15.00 WITA.
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi kepada Pasien Pada saat Pasien dapat sadar Tidak Tidak
personal pasien mengenai Diabetes kunjungan dan mengerti akan ada menolak
50
Melitus Tipe II dan rumah pentingnya rutin
komplikasiserta memberikan mengonsumsi anti
informasi mengenai Diabetes Melitus
perkembangan penyakitnya. Tipe II
Aspek Memberikan obat anti Diabetes Pasien Saat berobat Glukosa darah Tidak Tidak
klinik Melitus Tipe II dan obat di dapat terkontrol ada menolak
kolesterol untuk mengontrol puskesmas
glukosa darah dan kadar
kolesterol pasien
Aspek Mengajarkan bagaimana pola Pasien Pada saat Glukosa darah Tidak Tidak
risiko makan yang baik, kunjungan dapat terkontrol ada menolak
internal menganjurkan olahraga teratur, rumah
menganjurkan untuk istirahat
yang cukup
Aspek Menganjurkan keluarga Keluarga Pada saat Keluarga Tidak Tidak
risiko memberi dukungan kepada kunjungan memberi ada menolak
external pasien agar selalu menjaga rumah perhatian dan
kesehatannya dan selalu dukungan lebih
mengingatkan pasien untuk kepada pasien dan
minum obat dan kontrol pasien lebih
glukosa darah, dan mendukung termotivasi untuk
pola diet pasien. sembuh
51
Diabetes Melitus Tipe II
Diagnosa Psikososial:
Kurangnya kesadaran akanketeraturan minum obat.
Kurangnya pengetahuan pasien akan penyakit Diabetes Melitus Tipe II.
4.2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini
meliputipencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan
keluarga pasien).
Pencegahan Primer
Pencegahanprimer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
Diabetes Melitus Tipe II antara lain:
- Mengontrol glukosa darah
Melakukan diet rendah karbohidrat dan glukosa
- Rajin berolahraga
- Makan makan bergizi
Pencegahan Sekunder
Pengobatan farmakologi berupa:
- Metformin 3x500mg
- B1B6B12 1x1
Pencegahan Tersier :Rehabilitasi fisik, mental dan sosial.
52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
- Diagnosa klinis :
Diabetes Melitus Tipe II.
- Diagnosis psikososial :
Kurangnya kesadaran akanpentingnya berobat teratur.
Kurangnya pengetahuan pasien akan penyakit Diabetes Melitus Tipe II
- Gambaran dari Genogram:
Bapak pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus Tipe II.
5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. M, maka disarankan
untuk :
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mencetuskan Diabetes Melitus Tipe II.
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentangDiabetes Melitus Tipe
II serta komplikasi yang ditimbulkan pada saat tidak teratur mengonsumsi obat.
- Memberi edukasi pada pasien tentang jenis fisioterapi ringan yang dapat
dilakukan sendiri di rumah.
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan dukungan
lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan mengontrol
penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.
53
DAFTAR PUSTAKA
54
9. Ganong, W. F. 1999. Fisiologi Kedokteran Edisi ke-4. Jonathan Oswari.
Terjemahan: Petrus Andrianto. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran E.G.C.
LAMPIRAN
55